Anda di halaman 1dari 19

PENYUSUTAN, AMORTISASI,

DAN REVALUASI
PENYUSUTAN
• Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian,
pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan
harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak
milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian
yang sama besar selama masa manfaat yang telah
ditentukan bagi harta tersebut.
• Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan,
dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama
masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai
sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
asas. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tersebut. Dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak
diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta
tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan
mulai menghasilkan. Apabila Wajib Pajak melakukan penilaian
kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai
setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut.
Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat
dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan
sebagai berikut :

Kelompok Harta Berwujud Masa Tarif penyusutan Manfaat GL


SM
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%

II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
Tidak Permanen 10 tahun 10%
Contoh Penghitungan Penyusutan:
PT Agri Jaya pada bulan Juli 2015 membeli sebuah alat pertanian yang
mempunyai masa manfaat 4 tahun seharga Rp. 1.000.000,- Penghitungan
penyusutan atas harta tersebut adalah sebagai berikut:

Alternatif I: Metode Garis Lurus


Penyusutan th 2015:
6/12 x 25% x Rp. 1.000.000 = Rp. 125.000
Penyusutan th 2016:
25% x Rp. 1.000.000 = Rp. 250.000
Penyusutan th 2017:
25% x Rp. 1.000.000 = Rp. 250.000
Penyusutan th 2018:
25% x Rp. 1.000.000 = Rp. 250.000
Penyusutan th 2019:
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp. 125.000
Alternatif II: Metode Saldo Menurun
Penyusutan th 2015:
6/12 x 50% x Rp. 1.000.000 = Rp. 250.000
Penyusutan th 2016:
50% x (Rp. 1.000.000 – Rp. 250.000)
50% x Rp. 750.000 = Rp. 375.000
Penyusutan th 2017:
50% x (Rp. 750.000 – Rp. 375.000)
50% x 375.000 = Rp. 187.500
Penyusutan th 2018:
50% x (Rp. 375.000 – Rp. 187.500)
50% x Rp. 187.500 = Rp. 93.750
Penyusutan th 2019:
Sisanya disusutkan sekaligus = Rp. 93.750
AMORTISASI
• Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak
pakai yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, dilakukan dalam bagian-
bagian yang sama besar atau dalam bagian-bagian yang
menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara
menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau
atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat
diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat
asas.
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif
amortisasi ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta Masa Tarif Amortisasi


Tak Berwujud Manfaat Berdasarkan Metode
Garis Lurus Saldo
Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Contoh Penghitungan Amortisasi
PT Asti Jaya pada tanggal 4 Januari 2015 mengeluarkan uang sebanyak
Rp. 100.000.000 untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcycle Ltd.
selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda Phoenix. Penghitungan
Amortisasi atas Hak lisensi tersebut adalah sbb:

Alternatif I: Metode Garis Lurus


Amortisasi th 2015:
25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 25.000.000
Amortisasi th 2016:
25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 25.000.000
Amortisasi th 2017:
25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 25.000.000
Amortisasi th 2018:
25% x Rp. 100.000.000 = Rp. 25.000.000
Alternatif II: Metode Saldo Menurun
Amortisasi th 2015:
50% x Rp. 100.000.000 = Rp. 50.000.000
Amortisasi th 2016:
50% x (Rp. 100.000.000 – Rp. 50.000.000)
50% x Rp. 50.000.000 = Rp. Rp. 25.000.000
Amortisasi th 2017:
50% x (Rp. 50.000.000 – Rp. 25.000.000)
50% x Rp. 25.000.000 = Rp. 12.500.000
Amortisasi th 2018:
Diamortisasi sekaligus = Rp. 12.500.000
AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN
PRODUKSI

Hak/ pengeluaran dibidang penambangan minyak dan


gas bumi
• Amortisasi dengan metode satuan produksi diterapkan pada
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun di bidang penambangan minyak dan gas bumi.
Dalam hal ini, metode satuan produksi dilakukan dengan
persentase perbandingan antara realisasi penambangan
minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan
taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di
lokasi tersebut yang dapat diproduksi.
Contoh :
• PT Dira Oil mengeluarkan uang sebesar Rp 1.000.000.000,00 untuk
memperoleh hak penambangan minyak bumi. Kandungan minyak bumi
ditaksir sebesar 5.000.000 barel. Produksi minyak bumi tahun 2019
mencapai 1.500.000 barel. Besarnya amortisasi untuk tahun 2019 adalah :
Tarif amortisasi
= (realisasi penambangan : taksiran kandungan) x 100%
= (1.500.000 : 5.000.000) x 100% = 30%
Amortisasi 2019
= 30% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 300.000.000,00

• Seandainya jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang


diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran yang belum
diamortisasi, maka atas sisa tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak
pengusahaan hutan, hak pengusahaan sumber dan hasil
alam lainnya
• Amortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya
20% setahun, diterapkan pada amortisasi atas :
1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan
selain minyak dan gas bumi
2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan
hutan
3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan
sumber dan hasil alam lainnya, yang mempunya masa
manfaat lebih dari satu tahun.
Contoh:
PT Dira Wood mengeluarkan uang sebesar Rp
1.000.000.000,00 untuk memperoleh hak pengusahaan
hutan. Potensi hak pengusahaan hutan adalah 200.000 ha.
jumlah yang sudah dimanfaatkan pada tahun 2018 adalah
sebesar 80.000 ha.

Jumlah yang di amortisasi dengan presentase satuan produksi


yang di realisasikan dalam tahun 2018 adalah sebesar :
(80.000 : 200.000) x Rp 1.000.000.000,00
= 40% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 400.000.000,00

Jumlah yang boleh diamortisasi maksimum adalah 20% dari


pengeluaran, maka amortisasi yang diperkenankan hanyalah
sebesar 20% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
REVALUASI
(PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)

• Perbedaan nilai buku dengan nilai riil aktiva perusahaan dapat mengakibatkan
kurang serasinya perbandingan antara penghasilan dengan beban, dan nilai buku
dengan nilai interinsik perusahaan. Untuk mengurangi perbedaan tersebut,
kepada wajib pajak perlu diberikan kesempatan untuk penilaian kembali aktiva
tetap.

• Yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib Pajak Badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk perusahaan yang
memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat, yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya
sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian
kembali. Kewajiban pajak tersebut adalah semua kewajiban dari Wajib Pajak yang
bersangkutan, seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah terutang
sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukan penilaian kembali.
• Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali adalah:
1. Seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus
hak milik atau hak guna bangunan; atau
2.  Seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang
terletak atau berada di Indonesia, dimiliki dan dipergunakan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak.

• Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan


nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat
penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah. Dalam hal nilai
pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau
ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, Direktur
Jendral Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva yang
bersangkutan. Penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal laporan perusahaan
jasa penilai atau ahli penilai.
Perlakuan pajak atas selisih lebih penilaian kembali aktiva
• Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di
atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan pajak penghasilan
yang bersifat final sebesar 10%.
Contoh :
Pada akhir tahun 2018, PT Sukses melakukan penilaian kembali
aktiva tetapnya. Nilai buku fiskal aktiva yang dinilai kembali per
31 Desember 2018 adalah 100.000.000,00. Nilai wajar aktiva
tersebut adalah 150.000.000,00. Besarnya PPh atas selisih lebih
penilaian kembali aktiva adalah sebesar:
Nilai wajar aktiva Rp 150.000.000,00
Nilai buku fiskal aktiva Rp 100.000.000,00 –
Selisih lebih penilaian kembali aktiva Rp 50.000.000,00
PPh= Rp 50.000.000,00 x 10%
=Rp 5.000.000,00 (bersifat final)
• Sejak bulan dilakukannya penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap yang telah
memperoleh persetujuan penilaian kembali adalah
nilai pada saat penilaian kembali.
b. Masa manfaat fiskal aktiva tetap yang telah
dilakukan penilaian kembali aktiva tetap perisahaan
disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh
untuk kelompok aktiva tetap tersebut.
c. Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan
dilakukannya penilaian aktiva tetap perusahaan.
• Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap adalah dasar penyusutan
fiskal pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
b. Sisa masa manfaat fiskal aktiva tetap adalah sisa manfaat fiskal
pada awal tahun pajak yang bersangkutan.
c. Perhitungan penyusutan dihitung secara prorata sesuai dengan
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tersebut.

• Penyusutan fiskal aktiva tetap yang tidak memperoleh persetujuan


penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, tetap menggunakan
dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal semula sebelum
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai