Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi dan Tujuan dari Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter adalah keputusan yang diambil oleh Pemerintah dalam
rangka menunjang aktivitas perekonomian melalui berbagai hal yang berkaitan
dengan penetapn jumlah peredaran uang di masyarakat.
Penanggung jawab dan pelaksana kebijakan moenter di Indonesia adalah
Bank Indonesia selaku bank sentral yang ada di Indonesia. Hal ini merujuk
kepada Undang-undang No. 23 Tahun 1999 mengenai Kebijakan Moneter Bank
Indonesia.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2004
tentang Kebijakan Moneter Bank Indonesia, tujuan kebijakan moneter yang utama
yakni menjaga kestabilan nilai mata uang rupiah, hal ini dilakukan demi
mewujudkan hal tersebut, banyak aspek yang berpengaruh dalam pengambilan
keputusan kebijakan moneter Bank Indoneisa. Diantaranya yaitu :
1. Menjaga stabilitas ekonomi.
2. Mengendalikan inflasi.
3. Memperluas kesempatan kerja (high employment).
4. Melindungi stabilitas harga dipasar.
5. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran internasional.
6. Mendorong pertumbuhan ekonomi.
Adapun jenis-jenis kebijakan moneter yang telah penulis ketahui,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif
Kebijakan ini adalah suatu kebijakan pemerintah dengan cara menambah
jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan Moneter Ekspansif ini
lebih dikenal dengan sebagai Kebijakan Moneter Longgar (Easy Money
Policy). Kebijakan ini diterapkan ketika perekonomian suatu negara
sedang mengalami deflasi (kelesuan), dan deflasi ini disebabkan karena
peningkatan angka pengangguran, peningkatan permintaan masyarakat
akan suatu produk dan lainnya. Tujuan diadakannya Kebijakan Moneter
Ekspansif ini adalah sebagai berikut :
a) Mengurangi angka pengangguran.
b) Meningkatkan daya beli masyarakat pada saat deflasi ekonomi.
Dengan cara :
1) Pemberian kredit longgar (politik kredit selektif).
2) Penurunan tingkat suku bunga (politik diskonto).
3) Penurunan cadang kas (politik cash ratio).
2. Kebijakan Moneter Kontraktif
Kebijakan ini adalah suatu kebijakan pemerintah dengan cara mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat, kebijakan moneter kontraktif
dilakukan ketika perekonomian suatu negara mengalami inflasi (nilai tukar
mata uang yang menurun) yang berdampak pada harga barang di pasaran
akan naik. Dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Peningkatan cadangan kas (politik cash ratio).
b) Pengetatan pemberian kredit (politik kredit selektif).
c) Peningkatan suku bunga (politik diskonto).
d) Penjualan surat berharga (politik pasar terbuka).

B. Indikator yang Digunakan untuk Menilai Kebijakan Moneter


1. Jumlah uang beredar (JUB)
a) Operasi Pasar Terbuka (Open market operation)
Kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dengan
cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di
Indonesia Operasi Pasar Terbuka dilakukan dengan menjual atau
membeli sertifikat Bank Indonesuia dan surat berharga pasar uang.
b) Rasio Cadangan Wajib
Rasio Cadangan Wajib juga mempengaruhi Jumlah uang yang
beredar, jika Rasio Cadangan Wajib diperbesar maka kemampuan
Bank dalam memberikan Kredit akan lebih kecil dibandingkan
dengan sebelumnya.
2. Laju Inflasi yang Rendah
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbulkan kesulitan
bagi bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi
yang tinggi tersebut tingkat bunga nominal imflasi akan menurun sehingga
mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya dalam
produk-produk perbankan.
Dampak selanjutnya adalah bunga rill yang menurun bila dibandingkan
tingkat bunga Rill luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat
keluar negeri, hal ini dikarenakan masyarakat merasa lebih
menguntungkan apabila masyarakat menyimpan dananya di luar negeri.
3. Suku bunga pada Tingkat yang Wajar
a) Menentukan Tinggi Rendahnya Suku Bunga
Suku bunga yang tinggi memang dapat meningkatkan keinginan
masyarakat untuk saving namun, dengan tingginya suku bunga maka
dunia usaha akan semakin berkurang untuk melakukan pinjaman
melalu bank, akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke
perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut tidak dapat
tersalurkan dan menimbulkan keasalahan baru bagi perbankan,
kesalahan yang penulis maksud yakni kemana larinya dana
masyarakat tersebut akan disalurkan, apabila masalah ini tidak
segera mendapatkan solusi maka perbankan terancam akan
menghadapi masalah yang hebat.
Rendahnya tingkat suku bunga memang akan mendorong banyaknya
pelaku usaha untuk mengambil dana di perbankan, namum karena
rendahnya tingkat suku bunga tersebut apalagi bila dibandingkan
dengan tingkat bunga di luar negeri, masyarakat akan lebih memilih
menyimpan dananya di perbankan luar negeri. Sehingga perbankan
dalam negeri akan terancam kekurangan dana yang sedang
dibutuhkan oleh dunia usaha.
Dampak lebih jauh adalah kehambatannya investasi yang terjadi di
sektor industri, karena kesulitan dalam mendapatkan dana, sehingga
produksi akan melambat.
4. Nilai Tukar Rupiah yang Realistis
Nilai tukar yang stabil akan lebih memberi iklim kepastian bagi semua
pelaku usaha, termasuk sektor perbankan maupun dunia usaha dan
masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat
yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor dan hal ini memicu
peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan
meningkatkan produk ekspornya, dengan kejadian ini tentu akan
menguntungkan dunia perbankan, penyesuaian nilai tukar yang terlalu
cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong bergeraknya
aliran dana masyarakat luar, dengan demikian antara nilai tukar dan
indicator kebijakan moneter lainnya memiliki hubunngan yang sangat erat
khususnya bagi kebijakan Pemerintah yang sedang dijalankan untuk
menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
5. Ekspektasi atau Harapan Masyarakat
Ekspektasi ini umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat terhadap
tingkat inflasi dan nilai tukar. Ekspektasi masyarakat yang berlebihan
terhadap besaranya inflasi akan mendorong semakin tingginya harga-
harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk
dalam negeri yang akan di ekspor, sementara itu ekspektasi masyarakat
yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya
kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah sehingga dapat memicu
mengalirnya dana masyarakat keluar negeri.
C. Studi Kasus Kebijakan Moneter di Indonesia
Berikut ini 6 Kebijakan Moneter yang dijalankan Bank Indonesia dalam
Mengatasi Dampak dari Covid-19, yang telah penulis ketahui, diantaranya :
1) Bank Indonesia meningkatkan intensitas intervensi di pasar keuangan.
Intensitas dan Intervensi ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
kepercayaan diri pasar, karena Bank Indonesia akan selalu berada di
pasar untuk menjaga dan mengawasi pasar
2) Bank Indonesia menurunkan rasio giro wajib minum (GWM).
Pemerintah telah memberikan izin kepada Bank Indonesia untuk
membeli surat utang negara melalui pasar perdana di tengah penyebaran
virus corona (Covid-19). Hal ini dilakukan karena negara sedang
membutuhkan dana yang besar untuk penanganan dampak pandemic
Covid-19 di dalam negeri. Aturan tersebut sudah tercantum dalam Perpu
Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Sistem
Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019
(Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadi ancaman yang
membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem
keuangan.
Dengan adanya kebijakan tersebut, kini Bank Indonesia bisa langsung
membeli surat utang pemerintah di pasar perdana. Hanya saja, jumlahnya
dibatasi yakni maksimal sebesar 25% dari target lelang pemerintah.
Kemudian untuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) hanya
diperbolehkab sebesar 30% dari target lelang pemerintah. Selanjutnya
Bank Indonesia juga menurunkan cadangan kas bank di Bank Indonesia
sendiri atau sering kita kenal dengan Giro Wajib Minimum (GWM)
berdenominasi rupiah sebesar 200 bps untuk bank umum konvensional
dan syariah serta unit usaha syariah (UUS) pada bulan April 2020.
Bank Indonesia selaku bank sentral memang telah berupaya dalam
menanggulangi dampak penyebaran coronavirus di dalam negeri melalui
berbagai kebijakan moneter.
3) Bank Indonesia menurunkan GWM rupiah kepada perbankan yang
melakukan kegiatan ekspor dan impor. Bank Indonesia telah
menurunkan GWM rupiah sebesar 50 bps yang ditujukan kepada
perbankan yang melakukan kegiataan ekspor dan impor yang tentu saja
dalam pelaksanaan berkoordinasi dengan pemerintah. Setelah terjadi
covid-19 eksportir dan importir kesulitan melakukan kegiatan usahanya,
penurunan 50 bps ini diharapkan dapat mempermudah dunia usaha
dalam melakukan kegiatan ekspor-impor dengan biaya yang lebih
murah.
4) Bank Indonesia memperluas jenis dan cakupan underlying tranksaksi
bagi investor asing di dalam melakukan lindung nilai, termasuk
domestic non-delivery forward (DNDF).
5) Bank Indonesia menegaskan kepada investor global dapat menggunakan
bank kustodian, baik global maupun domestic dalam melakukan
investasi di Indonesia.
6) Bank Indonesia melonggarkan kebijakan kartu kredit. Penurunan batas
maksimum suku bung yang awalnya 2,25% menjadi 2% per bulan,
penurunan sementara nilai pembayaran minimum, awalnya 10%
menjadi 5%, penurunan sementara besaran denda keterlambatan
pembayaran, yang awalnya 3% menjadi 1%, dan Bank Indonesia
mendukung penerbit kartu kredir untuk memperpanjang jangka waktu
pembayaran bagi nasabah yang terdampak Covid-19, dengan
mekanisme menjadi diskresi masing-masing penerbit kartu kredit.

Anda mungkin juga menyukai