Anda di halaman 1dari 7

1.

Ada beberapa kebijakan moneter apa sih yang harus di lakukan BANK INDONESIA untuk tetap
stabilkan kurs rupiah di tengah pandemi
a. Gunakan Cadangan Devisa hingga USD7 Miliar
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa pada Maret 2020 mencapai US$121 miliar
di mana ada penurunan sebesar US$9,4 miliar.
Dimana, Penurunan tersebut dikarenakan adanya cadangan devisa yang dikeluarkan sebesar
Rp7 miliar untuk menstabilkan mata uang rupiah. Sementara itu, US$2,4 miliar untuk membayar
utang pemerintah yang jatuh tempo.
"Sekitar US$7 miliar ini kami gunakan untuk memasok valas di pasar khususnya pada minggu
kedua dan ketiga," ucap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

b. BI Dapat Dolar AS dari The Fed hingga USD60 Miliar

Bank Indonesia (BI) membuat kesepakatan terbaru dengan Bank Sentral Amerika Serikat (AS)
yaitu Federal Reserve (the Fed). BI bisa memperoleh Repurchase Agreement Line (REPO Line)
dari the Fed dengan jumlah US$60 miliar.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan hal ini akan menjadi kerja sama dalam penyediaan
likuiditas mata uang. Cadangan devisa Indonesia bisa terbantu dengan hal ini.
"REPO Line ini adalah suatu kerja sama. (Jika) BI memerlukan likuiditas dolar, ini bisa
digunakan," ujarnya.
c. Membanjiri Kebijakan untuk Mitigasi Dampak Covid-19

Bauran Kebijakan BI yang ditempuh dalam memitigasi dampak COVID-19 adalah


 menurunkan suku bunga kebijakan BI7DDR pada Februari dan Maret masing-masing
sebesar 25bps,
 meningkatkan intensitas triple intervention di pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN di
pasar sekunder,
 menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Valas bank umum konvenional dari semula
8% menjadi 4%,
 memperpanjang tenor repo SBN dan lelang tiap hari untuk memperkuat pelonggaran
likuidtas rupiah dan menambah frekuensi lelang FX Swap menjadi setiap hari untuk
memastikan kecukupan likuiditas,
 memperluas jenis underlying transaksi DNDF sehingga dapat mendorong lindung nilai
atas kepemilikan rupiah di Indonesia,
 menurunkan GWM Rupiah sebesar 50bps untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor-
impor, pembiayaan kepada UMKM dan/atau sektor prioritas lain,
 melonggarkan ketentuan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM),
d. BI Siap Beli Surat Utang Pemerintah Senilai US$4,3 Miliar

Bank Indonesia akan melakukan intervensi pasar dengan surat utang berdenominasi dolar Amerika
Serikat (AS) sebesar USD4,3 miliar. Penerbitan global ini dilakukan dalam tiga bentuk surat berharga
global yaitu Surat Berharga Negara (SBN) seri RI1030, RI 1050, dan RI 0470.

Gubernur Bank Indonesia mengatakan, pasca penerbitan ini, pihaknya akan langsung masuk ke pasar
dengan membeli surat utang pemerintah di pasar perdana dalam keadaan tidak normal (abnormal).
Kondisi ini terjadi ketika suku bunga yield terlalu tinggi ataupun jika pasar tak mungkin lagi bisa
menyerap.

"Agar kalau kapasitas pasar enggak cukup, misalnya suku bunga melonjak tinggi, dalam konteks ini lah
kemudian BI diperbolehkan dalam pengaturan perhitungkan membeli dari pasar perdana," ujarnya.

e. Menyinergikan kebijakan Moneter dan Fiskal

Sinergi kebijakan moneter dan fiskal telah ditempuh dalam memitigasi dampak COVID-19 dan
mengurangi kepanikan pasar keuangan global. Dari sisi kebijakan moneter, bahwa Bank sentral di dunia
menurunkan suku bunga, melakukan injeksi likuiditas dan langkah untuk mengurangi beban kepada
sektor ekonomi dan keuangan.

Dari sisi kebijakan fiskal, berbagai langkah ditempuh melalui stimulus fiskal antara lain peningkatan
anggaran kesehatan, relaksasi pajak, dan bantuan sosial. Menyediakan uang higienis, menurunkan biaya
SKNBI, penetapan MDR QRIS 0% untuk merchant usaha mikro, dan mendukung penyaluran dana
nontunai program-program pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BNPT, Program Kartu
Prakerja, dan Kartu Indonesia Pintar.

2.

Apabila kurs rupiah melemah, nilai dolar AS akan meningkat. Dengan begitu, mereka yang
bergaji dolar AS akan diuntungkan. Sebab dolar yang didapat bila dikonversikan ke rupiah,
jumlah rupiah yang didapat lebih banyak dari sebelum melemahnya rupiah.

Misalkan, Saya bekerja di Australia dan mendapat gaji tiap bulannya dalam bentuk dolar. Suatu
kali saya memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Di saat dolar sedang menguat menjadi
Rp15.712/dolar. Padahal, sebelumnya berada di kisaran Rp15.233/dolar.

Saya melihat ini sebagai kesempatan. Dengan keyakinan yang didasarkan pengetahuan dan
informasi yang didapat, ia percaya rupiah akan kembali menguat. Ditukarlah tabungan dolarnya
senilai USD 50.000 saat kurs jual 1 USD = Rp15.712 maka rupiah yang didapatnya sebanyak
Rp785.600.000. Padahal, kalau menggunakan kurs Rp15.233, dia hanya mendapat
Rp761.000.000.
Dan juga akan terjadi kenaikan hanya barang import , fenomena semacam ini tentu sangat
berdampak postif bagi produsen lokal , sebab akibat dari ini akan merubah komsumsi
masyatakat lokal untuk memilih mengkomsumsi barang-barang lokal. yg sudah pasti memberi
profit bagi produsen dalam negeri.

Selanjutnya kondisi ini juga menguntungkan bagi eksporit dalam negeri, akibat dari melemahnya
kurs rupiah terhadap dolar maka banyak permintaan dari luar terhadap produk-produk
Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan produk dalam negeri tentu meningkatkan
beberapa eksportir dalam negeri. Namum sayangnya keuntungan tersebut tidak dirasakan
semua ekspotir, terutama bagi eksportir yang mengandalkan bahan baku luar negeri untuk
produknya.

Kedua, Dapat menaikan tingkat suku bunga. Salah satu dampak dari melemahnya kurs rupiah
adalah harus di naikan suku bunga, mau tidak mau harus di lakukan untuk menstabilkan kurs.
Akibat paling jelasnya adalah pertumbuhan kredit melambat maka masyarakat enggan
mengambil kredit karena suku bunganya yang mahal.

Di sisi lain dapat membawah berpengaruh negatif terhadap utang luar negeri membengkak
apabila fenomena ini berlansung lama maka secara jelas ini akan menambah beban utang
negara. Disamping itu ada juga kemungkinan menurunnya investasi akibat dari lemahnya nilai
rupiah sehingga investor yang tadinya ingin melakukan investasi tentu akan menunggu dan
mengunggu sampai kondisi kembali stabil.

Pelemahan nilai tukar rupiah tentu berdampak terhadap ekonomi, baik negatif maupun positif.
Walaupun ada dampak positifnya, pelemahan rupiah lebih banyak berdampak negatif terhadap
ekonomi karena bisa membuat pertumbuhan ekonomi melambat, daya beli masyatakat
menurun, serta pengangguran dan kemiskinan dapat meningkat.

Sehingga pada ahkirnya peran pemerintah yang mampu mengendalikan dan menstabilakan
perekonomian melalui regulasi dari Bank Indonesia sebagai Bank sentral melalui kebijakan
moneternya serta ditopang dengan kebijakan Fiskal pemerintah pusat sangat diperlukan untuk
mengembalikan kondisi perekonomian Indonesia pada kondisi sebelumnya.

Dan bagaimana Pemerintah mengembalikan kondisi perekonomian Indonesia pada Kondisi saat
kurs rupiah melemah ?
Untuk mengatasi inflasi dan untuk mengendalikan inflasi, terlebih dahulu megetahui penyebab
terjadinya inflasi, apa dan bagaimana bisa terjadi . Sehingga terbentuk jalan untuk
mengatasinya.
Bank Indonesia Mengatur Giro wajib minimum yang harus di kelola oleh perbankan, ketika BI
menurunkan giro wajib minimum, maka perbankan akan memiliki stok uang tunau yang banyak untuk di
berikan kepada nasabah. Dengan demikian, suplai uang ke masyarakat akan bertambah dan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Mengatur Tingkat Suku Bunga

BI juga dapat mengelola tingkat sukubunga sebgai langkah awal untuk mengatasi inflasi di Indonesia.
Apabila BI menaikkan tingkat suku bunga, maka masyarakat akan gemar menabung dan malas untuk
meminjam uang dari bank. Dengan demikian, maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan turun
dan inflasi dapat ditekan. Apabila BI menurunkan tingkat suku bunga, maka masyarakat akan malas
menabung dan mungkin banyak yang akan mencairkan kredit pinjamannya karena bunga yang rendah.
Oleh karena itu, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan menginkat sehingga mendorong
pertumbungan ekonomi dan terjadinya inflasi.

Operasi Pasar Terbuka

Salah satu cara pemerintah untuk mengatur peredaran uang di masyarakat adalah kebijakan operasi
pasar terbuka. Pemerintah dapat mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dengan cara
menjual surat berharga., seperti Suku Ritel (SR)

Dan juga Sinergitas dilakukan oleh Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pnegendali Inflasi
Daerah (TPID). Hal tersebut sudah dilakukan selama lima tahun terakhir. Hal ini menjadi kunci dalam
pengendalian inflasi. Dampaknya inflasi pada 2019 mampu dikendalikan dalam tingkat rendah, yaitu
sekitar 3 hingga 3,5 persen. Sinergitas ditunjukkan melalui program 4K, yaitu: Keterjangkauan harga,
Ketersediaan pasokan, Kelancaran distribusi, Komunikasi efektif Pekerjaan besar tim pengendali adalah
menyelesaikan persoalan sinergi dalam memperkuat infrastruktur, berkaitan dengan kelancaran
distribusi pangan di luar Pulau Jawa. Adaptasi dalam inovasi Dengan inovasi pada bidang teknologi,
mampu memangkas mata rantai dari petani hingga konsumen. Sehingga manfaat nilai tambah alan lebih
banyak dirasakan oleh petani. Bukan hanya pedagang ataupun masyarakat sebagai end user.

Membuka kerja sama perdagangan antardaerah Dengan terbukanya ruang inovasi dalam bisnis kerja
sama perdagangan antar daerah, akan meningkatkan jumlah komoditas di berbagai daerah. Saat ini,
pedagang antardaerah sudah semakin tumbuh dan berpotensi untuk diperluas ke daerah lain. Salah
satunya dengan mengoptimalkan lembaga ekonomi di pedesaan atau badan usaha milik daerah
(BUMD).

3. Dalam keterangan resminya, bank sentral mengungkapkan, keputusan ini sudah sesuai dengan
prakiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan sebagai langkah
lanjutan untuk mendorong pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
sebenarnya pemerintah memberikan stimulus berupa program penjaminan untuk mendongkrak
penyaluran kredit. Pemerintah lewat Kementerian Keuangan sudah menempatkan dana di bank
Himbara sebesar Rp 30 triliun dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) alias BI rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,0%.
Ini adalah kali keempat BI menurunkan suku bunga acuan. Sebelumnya, BI telah menurunkan BI
rate atau BI7DRR masing-masing sebesar 25 bps pada Februari, Maret, dan Juni 2020.

Maka penurunan suku bunga acuan telah berdampak pada penurunan biaya cost of capital tak
hanya menurunkan suku bunga dipasar uang, suku bunga deposito kredit tetapi juga
menurunkan imbal hasil surat utang negara dan yield atas penerbitan obligasi korporasi.
Dari sisi Surat Berharga negara, Jika Suku Bunga sudah turun, Jai penurunan BI rate urukan biaya
APBN khususnya tenor 1 tahun. Dan Suku Bunga depositu juga tercatat sudah turun 99 bps
dalam periode juli 2019 hingga mei 2020 sehingan ada ruang penurunan suku bunga deposito.
penurunan suku bunga acuan sudah berdampak pada penurunan yield obligasi korporasi triple
A sudah turun 59 bps, sepanjang Juli 2019 hingga Mei 2020 dan akan terus menurun.

Dan juga dapat berdampak kepada pelaku usaha masih akan kesulitan untuk mendapatkan
pinjaman atau kredit usaha dan maupun ekspor. dampak dari sisi moneter tersebut akan
membuat pelaku usaha akan melanjutkan proses efisiensi dan menggenjot produktifitas
perusahaan.

4. Penurunan suku bunga membuat investor lebih tertarik untuk berinvestasi di aset yang lebih
beresiko seperti saham misalkan, karena kenapa yaitu semakin kecil imbal hasil dari deposito
atau obligasi maka semakin besar kemungkinan investor untuk investasi di saham, dan juga
penurunan suku bunga juga dapat berimbas baik pada emiten yang memiliki struktur modal
yang didominasi oleh utang. Sebab penurunan suku bunga akan langsung berdampak pada
pembayaran bunga utang. ektor yang memiliki dampak positif adalah perbankan karena biaya
bunga (cost of fund) akan menurun. Selain itu, sektor properti juga terdampak sentimen positif.
Dari sisi permintaan properti akan meningkat terutama dari pembeli rumah pertama. Selain itu
emiten properti juga memiliki struktur modal yang banyak dari utang. Apalagi Bi skeng foks
untuk lebih mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga keputusan lebih untuk mendorong
permintaan investasi dalam negeri terutama pendanaan dari institusi non bank.

Bunga BI turun, IHSG merosot 0,22% ke level 6.239,

Sebanyak 153 saham tercatat naik. Adapun 253 saham turun dan 144 saham tidak berubah. IHSG
tergerus penurunan sektor industri yang merosot 1,65%, sektor tambang turun 1,09%, sektor
perdagangan turun 0,54% dan industri dasar turun 0,49.%. Adapun sektor perkebunan naik 1,61%,
sektor keuangan naik 0,29% dan sektor infrastruktur naik 0,03%.
Top gainer LQ45 adalah:

 PT Kable Farma Tbk (KLBF) naik 3,17% menjadi Rp 1.625 per saham
 PT Japfa Tbk (JPFA) naik 2,60% menjadi RP 1.580 per saham
 PT XL Axiata Tbk (EXCL) naik 2,45% menjadi RP 3.350 per saham

Top loser LQ45 adalah

 PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) turun 9,81% menjadi Rp 1.655 per saham
 PT Matahari Department Store Tbk (LPFF) turun 3,81% menjadi RP 3.030 per saham
 PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) turun 3,48% menjadi Rp 1.805 per saham

Dan apa hubungannya dengan uang, suku bunga, dan kegiatan perekonomian

Nilai tukar Rupiah menguat didukung langkah-langkah stabilisasi Bank Indonesia dan berlanjutnya aliran
masuk modal asing ke pasar keuangan domestik. Nilai tukar Rupiah pada 18 November menguat 3,94%
(ptp) dibandingkan dengan level Oktober 2020. Perkembangan ini melanjutkan penguatan pada bulan
sebelumnya sebesar 1,74% (ptp) atau 0,67% secara rerata dibandingkan dengan level September 2020.
Penguatan Rupiah didorong peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik seiring
dengan turunnya ketidakpastian pasar keuangan global dan persepsi positif investor terhadap prospek
perbaikan perekonomian domestik. Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 18 November
2020 mencatat depresiasi sekitar 1,33% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank
Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring levelnya yang secara
fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang
rendah dan terkendali, daya tarik aset keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang
menurun, serta likuiditas global yang besar. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai
tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas
operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.

Perbaikan perekonomian global berlanjut setelah pada triwulan III 2020 tumbuh lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada triwulan III 2020 di banyak negara mulai membaik didorong oleh
stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas. Ekonomi Tiongkok tumbuh positif, sedangkan perbaikan
ekonomi Amerika Serikat (AS), kawasan Eropa, dan Jepang lebih tinggi dari prakiraan awal. Sejumlah
indikator dini pada Oktober 2020 mengindikasikan berlanjutnya perbaikan ekonomi global. Hal ini
tercermin dari meningkatnya mobilitas masyakarat, berlanjutnya ekspansi PMI manufaktur dan jasa di
AS dan Tiongkok, serta membaiknya keyakinan konsumen dan bisnis di AS dan kawasan Eropa. Ke
depan, perbaikan ekonomi global diperkirakan terus berlanjut didukung oleh meningkatnya mobilitas
masyarakat dan berlanjutnya stimulus kebijakan. Perbaikan ekonomi global ini mendorong kenaikan
volume perdagangan dunia dan harga komoditas yang lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya.
Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global menurun didorong oleh ekspektasi positif terhadap
prospek perekonomian global dan meredanya ketidakpastian pemilu AS. Perkembangan ini kembali
meningkatkan aliran modal ke negara berkembang dan mendorong penguatan mata uang berbagai
negara, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi domestik juga membaik sejalan meningkatnya realisasi stimulus fiskal dan
mobilitas masyarakat, serta membaiknya permintaan global. Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020
membaik yang tercermin pada pertumbuhan sebesar 5,05% (qtq) dari kontraksi 4,19% (qtq), atau
berkurangnya kontraksi pertumbuhan menjadi 3,49% (yoy) dari 5,32% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Meningkatnya realisasi stimulus dan membaiknya mobilitas masyarakat menopang perbaikan
permintaan domestik secara bertahap baik konsumsi maupun investasi. Sementara itu, kinerja ekspor
juga membaik, didorong permintaan global terutama dari AS dan Tiongkok. Perbaikan ekonomi
domestik yang terus berlanjut tercermin pada perkembangan positif sejumlah indikator pada Oktober
2020, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan online, PMI Manufaktur, serta
pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan meningkat pada 2021 didorong oleh
membaiknya perekonomian global serta akselerasi realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, serta berlanjutnya stimulus moneter dan
makroprudensial Bank Indonesia. Bank Indonesia melalui bauran kebijakannya akan terus memperkuat
sinergi dengan Pemerintah dan otoritas terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif
mendorong pemulihan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai