negara atau wilayah. Ini adalah ukuran sejauh mana pasar keuangan domestik dapat
menyediakan dana tunai atau aset keuangan yang mudah diperdagangkan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi dalam negeri. Likuiditas domestik memainkan peran penting dalam
menjaga stabilitas ekonomi suatu negara dan memfasilitasi aktivitas ekonomi seperti
investasi, konsumsi, dan perdagangan.
Perkembangan likuiditas domestik mengacu pada ketersediaan dan pergerakan dana tunai
dalam suatu negara. Likuiditas domestik dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kebijakan moneter, pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga, arus modal, dan kebijakan
fiskal. Di bawah ini adalah beberapa hal yang mungkin mempengaruhi perkembangan
likuiditas domestik:
1. Kebijakan Moneter: Kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral suatu negara
dapat mempengaruhi tingkat likuiditas dalam perekonomian. Misalnya, jika bank sentral
meningkatkan suku bunga, hal ini dapat mengurangi likuiditas karena mendorong orang
untuk menyimpan uang daripada menghabiskannya.
3. Suku Bunga: Suku bunga yang ditetapkan oleh bank sentral juga berdampak pada
likuiditas domestik. Suku bunga yang rendah dapat mendorong pinjaman dan pengeluaran,
meningkatkan likuiditas. Sebaliknya, suku bunga yang tinggi dapat memberikan insentif
untuk menabung, mengurangi likuiditas.
4. Arus Modal: Arus masuk atau keluar modal asing juga dapat mempengaruhi likuiditas
domestik. Misalnya, jika ada arus masuk modal yang signifikan ke suatu negara, ini dapat
meningkatkan likuiditas. Namun, arus keluar modal dapat mengurangi likuiditas.
5. Kebijakan Fiskal: Kebijakan fiskal, seperti perubahan dalam pengeluaran pemerintah atau
perubahan dalam kebijakan pajak, juga dapat mempengaruhi likuiditas domestik. Misalnya,
peningkatan pengeluaran pemerintah yang besar atau pemotongan pajak dapat meningkatkan
likuiditas.
Indonesia bisa mengendalikan supply uang di dalam sistem finansial, dan ini sudah dilakukan
oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan M0 atau pertumbuhan uang primer mencapai 20 persen,
bahkan angka terakhir menunjukkan pertumbuhannya di angka 28 persen. Artinya, sudah
cukup banyak uang yang berada di sistem perekonomian Indonesia.
Sering disebutkan bahwa perekonomian dunia sedang menghadapi ancaman pengetatan
likuiditas. Hal tersebut berkaitan dengan tapering off yang dilakukan oleh Bank Sentral AS
(The Fed), yang antara lain tujuannya untuk mengendalikan inflasi dan membawa
ekonominya ke level yang lebih stabil, yaitu dengan cara menaikkan bunga dan mengetatkan
kebijakan moneter.
Di Amerika Serikat saat ini hampir resesi, diperkirakan tapering yang dilakukan Bank Sentral
mereka juga hampir berakhir. Jadi kami melihat ujung dari tapering tersebut sudah sedikit
terlihat. Pengetatan lebih lanjut tidak akan terlalu signifikan. Artinya kendala global, dalam
hal ini dampak negatif dari pengetatan kebijakan moneter di AS, yang kita hadapi akan tidak
akan sebesar seperti yang diperkirakan sebelumnya,
Keadaan likuiditas dalam sistem finansial yang lebih dari cukup antara lain ditunjukkan juga
oleh indikator lainnya, seperti Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit (AL/NCD) ada di
level 133,4% dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,9% pada Juni 2022. Nilai ini
berada di atas threshold masing-masing minimal 50% dan 10%.
Intinya likuiditas perbankan nasional tetap terjaga dengan baik. Perlu ditekankan lagi di sini
bahwa kondisi likuiditas tersebut bukan hanya tergantung kepada kondisi global saja, karena
sebenarnya kondisi likuiditas perbankan ada di bawah kendali kita sendiri. Bank Sentral
Indonesia senantiasa menjaga likuiditas perbankan dan memonitor terus dari waktu ke
waktu. Dan KSSK sudah menemukan cara yang jitu untuk memelihara atau menjaga
likuiditas perbankan nasional.
Terkait dengan ruang penurunan suku bunga yang mulai terbatas, dikatakan bahwa penurunan
Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS diikuti penurunan cost of fund perbankan dan tingkat
bunga kredit. Seiring dengan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara, global cost
of fund mulai mengalami kenaikan sehingga penurunan cost of fund perbankan Indonesia pun
semakin terbatas ruangnya.
Untuk terus mendorong momentum pemulihan ekonomi nasional, LPS akan berhati-hati
dalam mengubah tingkat bunga penjaminan. Hal yang terpenting dijalankan saat ini adalah
LPS bersama anggota KSSK yang lain akan selalu berkoordinasi, dan LPS pun akan terus
memonitor segala perkembangan yang terjadi baik domestik maupun global.
Strategi pengelolaan utang jangka menengah ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri
Keuangan (KMK) Nomor 514/KMK.08/2010 dengan periode 2010 hingga 2014. Saat ini,
strategi ini telah berada pada periode ketiga.
1. Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan Surat
Berharga Negara (SBN) rupiah maupun penarikan pinjam dalam negeri.
2. Melakukan pengembangan instrumen utang, agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih
berbagai instrumen yang lebih sesuai, dan risiko yang minim.
3. Pengadaan pinjaman luar negari digunakan untuk memenuhi kebutuhan prioritas dengan
kondisi wajar, dan tanpa agenda politik dari kreditur.
4. Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka
menengah.
5. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan pasar modal.
6. Meningkatkan koordinasi dan komonikasi dengan berbagai pihak, guna meningkatkan
efisiensi pengelolaan pinjaman.
Sedangkan strategi khusus untuk pengelolaan utang negara adalah, meningkatkan likuiditas
dan daya serap pasar SBN domestik, menurunkan biaya pinjaman dengan selektif memilih
lender, meningkatkan kualitas penyerapan pinajaman, dan terakhir meningkatkan kualitas
proses bisnis dan komuniasi dengan stakeholder
REF
https://lps.go.id/siaran-pers/-/asset_publisher/1T0a/content/ketua-dk-lps-pengaruh-kondisi-
global-terhadap-likuiditas-domestik-dapat-dimitigasi-oleh-kebijakan-yang-baik?
inheritRedirect=false
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/berita_media/baca/2601/Strategi-Pemerintah-Kelola-
Utang-Negara.html