Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Moneter di masa Covid ini dengan

menggunakan perspektif Syari’ah

Seluruh Masyarakat di dunia, pandemi Covid-19 menjadi musuh nyata, karena


pandemic ini tidak hanya menyerang aspek kesehatan melainkan seluruh aspek kehidupan,
baik dari segi ekonomi, religi hingga gaya hidup sehingga dengan keadaan ini pemerintah
menerapkan tatanan kehidupan baru yang disebut New Normal. Kebijakan moneter
memang berpengaruh dalam menekan laju inflasi dan dapat mencapai kestabilan
perekonomian, dan hal yang lebih nyata pada saat ini pemerintah dan seperangkat pembuat
kebijakannya sudah dengan sangat cepat dalam menanggapi dampak-dampak yang timbul
akibat pandemic Covid-19 yang telah merusak perekonomian global dengan stimulus-
stimulus kebijakan yang telah disusun demi melawan pandemic. Dari sudut pandang
syariah, kebijakan yang diambil oleh pemerintah sudah memiliki tujuan yang sangat baik,
yaitu pemenuhan kebutuhan rakyat sudah adil dan mashlahah menjadi tujuan utama, pada
intinya kebijakan yang dilakukan pemerintah secara konseptual dan dilihat dari sisi syariah
sudah sangat baik dan menjunjung tinggi kesejahteraan rakyat.

Pemerintah melalui BI terus mengeluarkan berbagai jurus moneter dalam


merespons penurunan ekonomi akibat Covic-19. Sebut saja, penurunan suku bunga acuan
BI (7-day reverse repo rate, BI7DRR) yang telah memasuki episode ke sekian, hingga
bertahan di 4,5% saat ini. Penurunan suku bunga kredit diharapkan akan mendorong
peningkatan sektor usaha karena turunnya biaya modal perusahaan (kredit lebih murah).
Kebijakan ini biasanya akan didukung LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dengan
menurunkan suku bunga penjaminan sehingga membuat kebijakan moneter itu lebih
efektif. BI terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dengan intervensi pasar.

BI telah melakukan injeksi likuiditas (bahasa kasarnya "melempar uang ke


pasar") dalam jumlah besar di perbankan sejak awal 2020. Kebijakan ini (istilah teknisnya,
QE-Quantitative Easing) dilakukan dengan beberapa cara. BI membeli Surat Berharga
Negara (SBN, meliputi surat utang negara dan surat berharga syariah negara) di pasar
sekunder. BI juga menyediakan likuiditas di pasar perbankan melalui mekanisme repo
(term-repurchase agreement), swap valuta asing, hingga menurunkan giro wajib minimun
(GWM) sehingga kondisi likuiditas perbankan saat ini boleh dibilang sangat
cukup.Kebijakan ini tampaknya akan efektif karena didukung oleh stimulus fiskal negara
(insentif dari sisi perpajakan), bantuan sosial untuk meningkatkan konsumsi rumah tangga,
dan relaksasi aturan mikroprudensial dari OJK, yang mempermudah pembiayaan
perbankan ke UMKM dan dunia usaha dalam rangka pemulihan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan


Pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sector ekonomi yang
secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Untuk
dapat mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukan kebijakan Moneter. Kebijakan Moneter
bertujuan mengarahkan perekonomianb makro ke kondisi yang lebih baik dan atau
diinginkan, kondisi-kondisi tersebut diukur dengan menggunakan indicator-indikator
makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan ekonomi yang baik, stabilitas harga
umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat pengangguran. Kebijakan moneter
tujuannya adalah untuk mencapai stabilitas ekonomi. Berhasil tidaknya kebijakan tersebut
dipengaruhi oleh kuat tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi
tersebut, dan jangka waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi.

Kebijakan moneter adalah kebijakan Pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Pengaturan jumlah uang yang
beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang
yang beredar. Kebijakan moneter digolongkan menjadi dua : (a) Kebijakan moneter
ekspansif (Monetary expansive policy). Kebijakan menambah jumlah uang yang beredar,
unutk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan
masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Disebut juga
kebijakan moneter longgar (easy money policy). (b) Kebijakan Moneter Kontraktif
(Monetary contractive police). Untuk mengurangi jumlah uang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga Kebijakan uang ketat
(tight money policy).

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku
bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yagn ditetapkan Pemerintah.
Pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrument-instrumen : 1.
Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, 2. Penetapan tingkat
diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip
Syariah.

Tujuan kebijakan Moneter Islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter
konvensional, menjaga stabilitas dari mata uang (baik internal maupun eksternal) sehingga
pertumbuhan ekonomi yang merata dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak
terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal
ini disebutkan Al-Qur’an dam QS. Al.An’am 152, “ Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil”. Kerangka kebijakan moneter dalam islam adalah stok uang,
sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan
melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk
menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan social umum.

Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumen tersebut adalah, prinsip
syariah tidak memperbolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return
(suku bunga). Oleh Karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan
moneter maka otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak
memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran operasinalnya. Adapun
instrument syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrument moneter pelaksanaan
kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya
mengandung unsure bunga. Oleh karena itu instrument konvensional yang mengandung
bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang
ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada plekasanaan kebijakan moneter berbasis
Islam. Dalam ekonomi Islam, tidak sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat
menerapkan kebijakan discount rate tersebut.
Beberapa kebijakan moneter dalam Islam antara lain:

a) (Reserve Ratio suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang
oleh bank sentral, berdampak sisa uang ya ada pada komersial bank jadi lebih
sedikit, begitu sebaliknya.
b) Moral Suassion. Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan
permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berad dalam
keadaan depresi. Dampaknya kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke
dalam ekonomi.
c) Lending Ratio Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan),
lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul Hasan (Pinjaman Kebaikan).
d) Refinance Ratio, sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance
ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika turun, bank
sentral harus hati-hati karena mereka tidak didororng memberikan pinjaman.
e) Profit Sharing Ratio, Ratio berbagi keuntungan (prodfit sharing ratio) harus
ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Ketika bank sentral meningkatkan
jumlah uang beredar, maka ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f) Islamic sukuk. Obligasi Pemerintah, ketika inflasi Pemerintah akan mengeluarkan
sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang
beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikan atau
menurunkan jumlah uang beredar.
g) Government Investment Certificate.Penjualan atau Pembelian sertifikat bank
sentral dalam kerangka komersial (Treasury Bills). Instrumen ini dikeluarkan oleh
Mentri Keuangan dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar,
dalam jangka pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bias di
implemtasikan dalam Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan Pemerintah
dengan sistem bebas bunga, yang disebut GIC (Government Instrument
Certificate).
h) Reksadana Syariah. “reksa” berarti jaga atau pelihara “dana” berarti uang.
Sehingga Reksadana adalah kumpulan uang yang dipelihara. Menurut UU No 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dimaksud dengan Reksadana adalah wadah
yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal, untuk
selanjutnya diinvestasikan kembali dalam bentuk portofolio efek oleh manajer
investasi. Sedangkan Reksadana Syariah mengandung pengertian sebagai
Reksadana yang pengelolaan dan kebijakan investasinya mengacu kepada syariat
Islam. Reksadana Syariah misalnya tidak menginvestasikan atau produknya
bertentangan dengan syariat Islam, seperti membangun pabrik miras, berternak
babi, dan sebagainya.

Kebijakan Moneter dalah kebijakan Pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, ekspansif (Monetary expansive policy) dan Kebijakan Moneter
Kontraktif (Monetary contractive policy). Ada empat instrument utama yang digunakan
untuk mengatur jumlah uang yang beredar: Operasi pasar terbuka (Open Market
Operation), Fasilitas diskonto (Discounto Rate), Rasio Cadangan wajib (Reserve
Requirment Ratio), Imbauan Moral (Moral Persuasion). Bank Indonesia memiliki tujuan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan in sebagaimana tercantum
dalam UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7 tentang Bank Indonesia. Secara mendasar, tedapat
beberapa instrument kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain : Reserve Retio,
Moral Suassion, Lending Ratio, Refinance Ratio, Profit Sharing Ratio, Islamic Sukuk,
Government Investment Certificate,Reksadana.

Anda mungkin juga menyukai