Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan Moneter di masa Covid ini dengan menggunakan

Perspektif Syari’ah.

Peningkatan kasus Covid-19 selanjutnya berdampak pula pada perlambatan pertumbuhan


ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, serta peningkatan belanja dan pembiayaan
negara. Di sisi lain, belanja negara justru meningkat karena harus mendukung berbagai sektor,
seperti kesehatan dan perlindungan sosial; serta harus mendukung dunia usaha melalui
pemberian insentif. Dampak pandemi Covid-19 mengharuskan pemerintah melakukan berbagai
upaya luar biasa, baik di bidang kesehatan maupun di bidang ekonomi. Secara makro, langkah-
langkah tersebut dapat dilihat dari sisi kebijakan fiskal dan moneter.

Pemerintah merespons dampak Covid-19 dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara
dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Corona Virus Disease 2019
(Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian
Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu tersebut kemudian diundangkan menjadi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020. Secara garis besar, Perppu tersebut mengatur kebijakan
keuangan negara dan kebijakan stabilitas sistem keuangan negara. Kebijakan keuangan negara
tersebut meliputi kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan,
kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan
pembiayaan.

Sedangkan kebijakan stabilitas sistem keuangan meliputi kebijakan untuk penanganan


permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas
sistem keuangan. Perppu di atas juga memberikan kewenangan tambahan kepada Bank
Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Komite Stabilitas Sistem
Keuangan diberi kewenangan menangani stabilitas sistem keuangan, di antaranya memberikan
pinjaman likuiditas jangka pendek pada bank sistemik dan bukan sistemik. Selain itu, BI diberi
kewenangan membeli surat utang negara atau surat berharga syariah negara berjangka panjang di
pasar perdana. Korporasi juga diberi kesempatan memperoleh pendanaan melalui penjualan
kembali surat utang (repo).
pemerintah merangkum berbagai kebijakan dalam menanggulangi dampak Covid-19
dalam program bernama Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pendekatan dalam program
Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah memberikan stimulus secara komprehensif, baik
dari sisi demand maupun supply. Dari sisi demand, stimulus bertujuan untuk mempertahankan
daya beli masyarakat. Bentuknya berupa program perlindungan sosial, baik yang bersifat
perluasan dari program existing maupun program-program baru. Program existing meliputi
Program Keluarga Harapan, kartu sembako, dan kartu prakerja. Sementara itu, program-program
baru terdiri atas bantuan sembako Jabodetabek, bansos tunai non-Jabodetak, BLT dana desa, dan
diskon listrik.

Dari sisi supply, pemberian insentif perpajakan dan dukungan untuk dunia usaha
ditujukan untuk mempertahankan aktivitas usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga kebijakan yang dilakukan, yaitu peningkatan
konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta menjaga stabilitasi ekonomi dan
ekspansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara bersamaan dengan sinergi antara
pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan institusi terkait.

Stimulus ekonomi jilid I berupa kebijakan belanja untuk memperkuat perekonomian


domestic dengan dua kelompok kegiatan, yakni 1) percepatan belanja dan kebijakan
mendorong padat karya serta 2) stimulus belanja. Percepatan belanja dan kebijakan
mendorong padat karya dilakukan dengan empat hal, yakni percepatan pencairan belanja
modal, percepatan pencairan belanja bantuan sosial, serta transfer ke daerah dan dana desa.
Sedangkan stimulus belanja dilakukan dengan perluasan kartu sembako, perluasan subsidi
bunga perumahan, insentif sektor pariwisata, dan kartu prakerja.

Kebijakan fiskal dalam paket stimulus ekonomi tahap II ini terdiri dari empat hal.
Pertama, relaksasi pajak penghasilan pasal 21 (PPh pasal 21). Kedua, relaksasi pajak
penghasilan pasal 22 impor Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow
bagi industri sebagai kompensasi switching cost atau biaya sehubungan perubahan negara asal
impor. Ketiga, percepatan proses ekspor dan impor untuk Reputable Traders, yakni
perusahaan-perusahaan terkait dengan kegiatan ekspor-impor yang memiliki tingkat kepatuhan
yang tinggi. Keempat, peningkatan dan percepatan layanan proses ekspor-impor serta
pengawasan melalui pengembangan National Logistic Ecosystem (NLE).
Sejak merebaknya pandemi Covid-19, Bank Indonesia (BI) terus memperkuat seluruh
instrumen bauran kebijakan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, mengendalikan
inflasi, dan mendukung stabilitas sistem keuangan. Pada saat yang sama, BI juga giat
mencegah penurunan kegiatan ekonomi lebih lanjut melalui koordinasi erat dengan Pemerintah
dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Bauran kebijakan BI tersebut terdiri dari enam
aspek penting.

 Pertama, penurunan suku bunga kebijakan moneter (BI7DRR).


 Kedua, BI juga melakukan stabilisasi dan penguatan rupiah melalui peningkatan
intensitas kebijakan intervensi baik di pasar spot, Domestic Non Deliverable
Forward (DNDF), maupun pembelian SBN dari pasar sekunder. Stabilisasi rupiah
juga diupayakan melalui penurunan wajib minimum (GWM) valuta asing, penurunan
GWM rupiah untuk banyak yang melakukan kegiatan ekspor-impor, pembiayaan
UMKM dan sektor prioritas lain, serta peluasan jenis underlying transaksi bagi
investor asing.
 Ketiga, BI terus memperluas instrumen dan transaksi di pasar uang dan pasar
valas. Hal ini ditempuh, antara lain dengan menyediakan lebih banyak instrumen
lindung nilai terhadap risiko nilai tukar rupiah melalui transaksi DNDF;
memperbanyak transaksi swap valas; menyediakan term repo untuk kebutuhan
perbankan; serta memperkuat operasi moneter dan pendalaman pasar keuangan
syariah melalui berbagai instrumen. BI juga memperkuat instrumen term deposit
valas guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valas di pasar domestik serta
mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan giro GWM valas yang telah
diputuskan BI.
 Keempat, untuk mendorong pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi
nasional, BI telah melakukan injeksi likuiditas (quantitative easing) ke pasar uang
dan perbankan dalam jumlah yang besar. melalui pembelian SBN dari pasar
sekunder; penyediaan likuiditas perbankan dengan repo SBN; swap valas; serta
penurunan giro wajib minimum (GWM) rupiah.
 Kelima, pelonggaran kebijakan makroprudensial untuk mendorong perbankan
dalam pembiayaan dunia usaha dan ekonomi. Hal ini dilakukan melalui pelonggaran
ketentuan Loan to Value Ratio (LTV), Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM),
serta penurunan GWM rupiah untuk pembiayaan dunia usaha, khususnya untuk
ekspor-impor maupun untuk UMKM dalam rangka memitigasi dampak Covid-19.
Selain itu, diusahakan juga penyediaan likuiditas bagi perbankan dalam
restrukturisasi kredit UMKM dan usaha ultra mikro yang telah memiliki pinjaman di
lembaga keuangan.
 Keenam, kemudahan dan kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun
nontunai untuk mendukung berbagai transaksi ekonomi dan keuangan. Hal ini
dilakukan melalui pengedaran uang yang higienis, serta dorongan bagi masyarakat
untuk lebih banyak menggunakan transaksi nontunai, seperti uang elektronik,
internet banking, maupun penggunaan QR Code Indonesia Standard (QRIS). BI
juga mengadakan percepatan implementasi ekonomi dan keuangan digital sebagai
bagian dari upaya pemulihan ekonomi melalui kolaborasi antara bank dan fintech.

Keuangan Sosial Islam memiliki posisi penting dalam mengatasi problematika sosio-
ekonomi masyarakat dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan ini. Sebagai negara
dengan mayoritas muslim terbesar maka dapat memaksimalkan potensi dana sosial islam yang
dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat, Infaq dan Sedekah (OPZIS), Lembaga pengelola
wakaf (LPW) dan lembaga keuangan mikro atau Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Dana ZIS
diberdayakan untuk penyediaan kebutuhan dasar masyarakat, seperti penyediaan makanan
pokok, alat pelindung kesehatan dan kebersihan. Sesuai dengan peruntukannya dana ZIS
mengedepankan urgensi kebutuhan dasar konsumsi para mustahik atau dalam kondisi ini adalah
masyarakat yang dari sisi ekonominya terganggu.

Dana atau aset wakaf dapat diberdayakan untuk membantu penyediaan fasilitas sanitasi
yang baik di lingkungan masyarakat dan penyediaan sumber air bersih. Jika memungkinan dana
wakaf bisa juga membantu penyediaan alat-alat kesehatan yang memiliki manfaat yang terus
menerus seperti alat bantu nafas, ventilator atau kebutuhan lainnya. Peran OPZIS dapat
membantu pada gharimin, untuk keringanan pelunasan hutang serta pemberdayaan dana zakat
produktif untuk membantu usaha mikro. Peran BMT memberikan stimulus keuangan seperti
penyaluran pinjaman kebajikan atau qardhul hasan, kelonggaran dalam akad kerjasama
(mudharabah) yang bisa membantu masyarakat menjalankan kembali usaha mikro. Perlahan tapi
pasti roda perekonomian masyarakat kelas bawah tidak akan berhenti jika langkah solutif ini
dijalankan. Lembaga Wakaf dapat juga memberikan peran pembangunan dengan penyediaan
program padat karya untuk menyerap tenaga kerja, lahan pengembangan bisnis UMKM dan juga
proyek-proyek komersial.
Ketiga elemen keuangan sosial islam dapat bersinergi memberikan kontribusi ekonomi
yang besar baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika ini semua dapat dilaksanakan maka
akan memberi suasana positif pada masyarakat yang sedang dihadapkan pada permasalahan
kesehatan dan ekonomi yang bersamaan. Saatnya kita fokus untuk memberdayakan keuangan
sosial Islam untuk menyelamatkan ekonomi umat demi keberlanjutan hidup bangsa Indonesia,
dan semoga fase pandemi covid 19 ini segera berlalu.

Anda mungkin juga menyukai