Anda di halaman 1dari 7

Kebijakan Moneter dan

Fiskal Pemerintah
May 19, 2015Uncategorized
KEBIJAKAN MONETER TENTANG UANG BEREDAR DAN SUKU BUNGA
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan
tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter
dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasi untuk bank
atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi
dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya
tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan
kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan
dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan
(tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara
berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut
Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang
dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan
kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum,
intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang
apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy


suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy


suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar.

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara
lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang
beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang
beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat.
Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank
Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. FasilitasDiskonto(DiscountRate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga
bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus
meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang
beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)


Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana
cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.Untukmenambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib.Untukmenurunkan jumlah uang beredar, pemerintah
menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)


Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi
kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang
beredar pada perekonomian.
Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-
harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun
2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran
utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas
harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai
tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar
pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter
melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan
utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional,
pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga
dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syaria

KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN

1. PERIODE STABILISASI & REHABILITASI EKONOMI


Pada awal orde baru, untuk mengatasi kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan. Angka
inflasi diperkirakan 650%§
Kebijakan yang diambil:§
Mengubah kebijakan anggaran defisit menjadi anggaran berimbang§
Menjalankan kebijakan kredit yang sangat ketat§ & kualitatif, dengan cara:
Menetapkan tingkat bunga kredit bagi bank-bank pemerintah§
Penyaluran kredit yang sangat efektif§
Menerbitkan tata cara pemberian kredit perbankan§
Memobilisasi dana masyarakat, dengan menerbitkan Inpres No. 28 Tahun 1968, yaitu:§
Menawarkan tingkat bunga deposito yang tinggi§
Bebas pengusutan asal usul uang yang didepositokan§
Jaminan pembayaran kembali oleh Bank Indonesia§
Bebas pajak§
Pengetataan rahasia bank terhadap pemilik deposan§
Mengeluarkan UU No. 13 tahun 1968 tentang Bank Indonesia§
2. PERIODE PEREKONOMIAN DITUNJANG SEKTOR MINYAK
Kebijakan pemerintah dalam upaya memobilisasi dana masyarakat sebagai§ sumber pembiayaan
pembangunan disertai dengan Kredit Likuiditas bank Indonesia (KLBI)
Penyediaan KLBI sebagai akibat besarnya penerimaan Negara dari penerimaan ekspor minyak
pada dekade 1970an.§
Kebijakan moneter yang ditempuh:§
Menetapkan pagu kredit (credit ceiling)§ & aktiva lainnya
Menaikkan bunga kredit§
Menaikkan bunga deposito§ & tabungan
Menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib§

3. PERIODE DEREGULASI PERBANKAN


Memasuki dekade 1980an ekonomi Indonesia mengalami resesi sebagai dampak resesi dunia§
PDB turun drastic dari 7,7% menjadi 2,2%§ & neraca pembayaran memburuk
Kebijakan yang ditempuh:§
Penyesuaian nilai tukar Rp terhadap USD, pada bulan maret 1983 dari Rp 700,- menjadi Rp 970,-§
Penjadwalan ualang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah besar§
Melakukan deregulasi sektor moneter§ & perbankan dengan berbagai jenis paket kbijakan
Paket Deregulasi:§
Paket Deregulasi 1 Juni 1983§
Bank menentukan sendiri suku bunga deposito§ & suku bunga pinjaman
Pengendalian moneter tanpa menentukan pagu kredit§
Pengendalian moneter tidak langsung§
Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988§
Mendorong perluasan jaringan keuangan§ & perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta
diversifikasi sarana dana
Kemudahan pendirian bank-bank swasta baru, pembukaan kantor cabang§ baru, pendirian lembaga
keuangan bukan bank di luar Jakarta, pendirian BPR, pemberian ijin penerbitan sertifikat deposito
bagi lembaga keu. bukan bank, perluasan tabungan.
Penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2%§
Penyempurnaan Open Market Operation§
Paket Kebujaksanaan 25 Maret 1989§
Memuat peleburan usaha (merger)§ & penggabungan usaha bank umum swasta nasional, bank
pembangunan, BPR, penyempurnaan ketentuan pendirian & usaha BPR, pemilikan modal
campuran, penggunaan tenaga kerja professional WNA.
Paket Kebijaksanaan 19 Januari 1990§
Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana masyarakat kearah kegiatan produktif§ & peningkatan
pengerahan dana masyarakat.
Mengurangi ketergantungan kepada KLBI . Paket ini meliputi kredit§ kepada KOPERASI, kredit
pengadaan pangan & gula, kredit investasi, kredit umum, KUK
Kewajiban bagi bank untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil§ &
perorangan
Paket Kebijaksanaan 20 Pebruari 1991§
Kelanjutan Pakto 27 1988§
Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential§
Pengawasan§ & pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang
sehat & efisien, maka diperlukan disentralisasi dalam pelaksanaannya.
Pemisahan antara pemilikan bank§ & manajemen bank secara professional
Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993§
Memperlancar kredit perbankan bagi dunia usaha§
Mendorong perluasan kredit dengan tetap berpedoman pada azas-azas§ perkreditan yang sehat,
mendorong perbankan untuk menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah
uang beredar & kredit perbankan dalam batas-batas aman bagi stabilitas ekonomi
Pencanangan akan konsep kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang§ lebih menekankan kepada
kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap aktiva produktif bank-bank

4. PERIODE PASCA DEREGULASI


ERA KRISIS MONETER§
Diawali krisis nilai tukar pada pertegahan 1997§
PDB pada tahun 1998 turun hingga -13,68%, pada tahun 1997 PDB sebesar 4,65%§
Laju inflasi melonjak menjadi 77,63%, dibandingkan 11,05% pada tahun 1997§
Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi perbankan nasional rentan terhadap gejolak ekonomi,
al:§
Adanya jaminan terselubung dari BI atas kelangsungan hidup suatu bank§ untuk mencegah
kegagalan sistematik, dalam industri perbankan telah menimbulkan moral hazard pemilik &
pengelola bank
Sistem pengawasan BI yang kurang efektif§
Besarnya pemberian kredit§ & jaminan secara langsung atau tidak lansung kepada individu atau
kelompok menyebabkan kredit macet & pelanggaran BMPK
Lemahnya kemampuan manajerial bank telah mengakibatkan penurunan§ kualitas aktiva
produktifnya & peningkatan risiko yang dihadapi bank
Kurang transparannya informasi mengenai kondisi perbankan§
1 Nopember 1997 memulai langkah program penyehatan perbankan, dengan melikuidasi 16 bank
yang insolvent§
Memberikan BLBI§
Rekapitalisasi di sektor perbankan§ & sektor riil dengan memperoleh dukungan teknis & keuangan
dari IMF
Pemulihan Perbankan§
Semakin meningkatnya penarikan dana masyarakat dari perbankan§
Meningkatnya non performing assets terutama portfolio kredit§
Jumlah bank yang mengalami kesulitan bertambah, yang berakhir dengan§ pengambilalihan atau
bank take over (BTO), Pembekuan Kegiatan Operasional (BBO), Pembekuan Kegiatan Usaha
(BBU).
Penandatangana LOI dengan IMF pada tanggal 15 Januari 1998§
Upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan:§
Melaksanakan program penjaminan pemerintah§
Membentuk BPPN pada 27 Januari 1998 dengan keppres no. 27 th 1998 dan dikukuhkan dalam UU
no. 10 th 1998
Melaksanakan rekapitalisasi perbankan§

KEBIJAKAN FISKAL TENTANG APBN DAN PAJAK


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan
dan pengeluaran negara, di Indonesia, hal ini terkait dengan APBN ( Anggara Pendapatan dan
Belanja Negara).
Kebijakan fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal. Kebijakan
fiskal sangat berhubungan dengan pemasukan atau pendapatan negara, diantara pendapatan
negara antara lain misalnya : bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak
bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain .
Sedangkan untuk pengeluaran negara misalnya : belanja persenjataan , pesawat, proyek
pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana umum, atau program lain yang berkaitan dengan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, memang keduanya sangat
menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kini, pajak menjadi topik yang banyak diperbincangkan. Ini tidak terlepas dari munculnya dua fakta
berikut. Pertama, isu mafia pajak yang diduga melibatkan oknum aparat pajak dan aparat hukum.
Kedua, minggu ini adalah batas akhir penyampaian SPT Tahunan. Kedua fakta yang terjadi secara
bersamaan ini mungkin sebuah kebetulan. Tapi, justru karena faktor kebetulan inilah, kini banyak
orang yang peduli bicara pajak.
Dan saya kira, akibat kejadian ini, Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak menghadapi suasana yang tidak mengenakkan. Di satu sisi, pemerintah mengimbau agar
wajib pajak segera menyelesaikan kewajiban pajaknya, di sisi lain muncul berita mafia pajak, yang
berpotensi melemahkan semangat membayar pajak.Pajak merupakan bagian penting dalam
kebijakan fiskal kita. Tidak hanya karena kontribusinya yang tinggi bagi penerimaan APBN, tetapi
pajak juga bisa menjadi instrumen fiskal yang efektif dalam mengarahkan perekonomian.
Berdasarkan siaran pers Ditjen Pajak, realisasi penerimaan pajak tahun 2009 yang dikelola Ditjen
Pajak (termasuk PPh Migas) hingga 31 Desember 2009 mencapai Rp 565,77 triliun.
Sementara itu, target penerimaan pajak Ditjen Pajak dalam APBN 2009 mencapai Rp 577,4 triliun,
berarti masih kurang Rp 11,6 triliun. Total target penerimaan perpajakan (termasuk penerimaan
perpajakan dari Ditjen Bea Cukai) pada APBN 2009 mencapai Rp 652 triliun atau sekitar 75 persen
dari Penerimaan Dalam Negeri atau(sekitar 65,2 persen dari volume APBN 2009.Pada tahun 2010,
penerimaan perpajakan ditargetkan Rp 742,7 triliun atau sekitar 78 persen dari Penerimaan Dalam
Negeri atau sekitar 71 persen dari volume APBN 2010. Target penerimaan perpajakan sebesar Rp
742,7 triliun tersebut naik sebesar Rp 90,7 triliun dibanding target dalam APBN 2009. Dari target
tersebut, sebesar Rp 658,2 triliun merupakan pajak yang dikelola Ditjen Pajak. Dari fakta-fakta ini
terlihat kontribusi penerimaan perpajakan dalam APBN sangat dominan. Karena itu, penting
menjaga lingkungan perpajakan yang kondusif agar masyarakat turut menyuk-seskannya.
Selain sebagai kontributor terbesar bagi APBN, pajak juga menjadi instrumen penting dalam
kebijakan fiskal. Salah satu peran pentingnya tersebut sudah dibuktikan pada 2009. Di tengah krisis
ekonomi global, ekonomi kita ternyata masih bisa tumbuh positif. Salah satunya adalah karena efek
dari insentif pajak, seperti penurunan tarif PPh, pajak ditanggung pemerintah, peningkatan
penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dan lain sebagainya. Melalui insentif pajak ini, daya beli
masyarakat tetap terjaga sehingga konsumsi masyarakat tetap tumbuh.Apakah ini berarti peran
pajak dalam kebijakan fiskal telah optimal? Saya berpendapat optimalisasi pajak masih terbuka
untuk ditingkatkan. Pajak merupakan faktor yang tidak bisa lepas dari PDB. Itulah mengapa untuk
mengetahui optimalisasi penerimaan pajak selalu dikaitkan dengan PDB dalam sebuah rasio yang
disebut tax ratio. Idealnya, setiap peningkatan PDB atau terjadi pertumbuhan ekonomi, penerimaan
pajak juga harus meningkat.
Tax ratio kita pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 12,4 persen terhadap PDB. Tax ratio 2010 ini
lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 12 persen, tetapi lebih rendah dibandingkan
tahun 2008 yang mencapai 13,3 persen. Masih rendahnya tax ratio ini tentunya menjadi catatan
tersendiri, karena pada 2007, pemerintah pernah membuat target tax ratio akhir 2009 mencapai 16
persen. Sayangnya, pada 2009 justru terjadi krisis, yang tentunya akan bertentangan dengan
semangat menggenjot pertumbuhan ekonomi, bila pajak harus pula digenjot. Persoalannya bukan di
situ, tapi yang terpenting adalah bagaimana caranya agar tax ratio bisa ditingkatkan.
Pemerintah biasanya melihat rendahnya tax ratio sebagai bukti bahwa masih banyaknya bidang
usaha yang belum terkena pajak. Penilaian ini tidak keliru karena faktanya tax coverage ratio kita
memang tergolong rendah (yaitu sekitar 70 persen) dibandingkan negara-negara lain. Walaupun
begitu, juga tidak terlalu tepat bila argumentasi ini kemudian dijadikan dasar peningkatan perpajakan
semata-mata melalui ekstensifikasi pajak. Upaya ekstensifikasi pajak penting untuk meningkatkan
basis perpajakan. Namun, langkah ini juga perlu mempertimbangkan dampaknya bagi
perekonomian, bila kemudian upaya ekstensifikasi difokuskan pada usaha-usaha kecil yang
sesungguhnya membutuhkan lebih banyak insentif.
Selain melakukan ekstensifikasi, ada baiknya bila pemerintah lebih menekankan pada upaya
intensifikasi pada basis perpajakan yang dimiliki saat ini. Intensifikasi ini khususnya diarahkan untuk
mengejar wajib pajak bosan Di sini, selain perlu meningkatkan kepatuhan wajib pajak, pemerintah
juga perlu fokus pada law enforcement terhadap aparat pajaknya. Karena, pada kedua titik inilah
sering terjadi berbagai bentuk penghindaran pajak. Mengingat besarnya magnitude jumlah pajak
yang harus dibayar, tentunya hal ini berpotensi menggoda wajib pajak dan aparat pajak untuk
melakukan penghindaran pajak. Dan saya kira, terungkapnya kasus mafia pajak saat ini, penting
dijadikan momentum untuk menegakkan law enforcement terhadap apa-rat pajak dan wajib pajak
besar yang nakal.
Mengapa isu tax ratio ini, sekalipun -penggunaannya sebagai indikator banyak digugat, penting
dicermati? Faktanya bahwa faktor pembentuk PDB tidak hanya berasal dari swasta, tetapi juga
berasal dari pemerintah melalui APBN. Dan, faktanya bahwa APBN kita sebagian dibiayai dengan
utang. Pemerintah mengatakan bahwa posisi utang kita aman sekalipun jumlahnya terus meningkat,
karena rasio utang terhadap PDB terus menurun. Pemerintah menyebut rendahnya rasio utang
mengindikasikan jumlah utang yang ditarik pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati,
terencana, dan tepat sasaran. Sehingga, kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah
mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang
itu sendiri.
Karena utang pemerintah dikatakan telah memberikan dampak positif bagi perekonomian, tentunya
kita juga berharap bahwa peningkatan perekonomian juga kembali ke APBN melalui peningkatan
pajak. Harapannya, dengan peningkatan pajak, jumlah utang pemerintan .dapat dikurangi agar
APBN kita menjadi semakin lebih sehat. Saya memiliki keyakinan jika kita fokus pada pembenahan
internal aparat pajak dan pada peningkatan kepatuhan wajib pajak besar, sekalipun dengan tingkat
tax coverage ratio saat ini, sesungguhnya tax ratio kita bisa lebih tinggi.Karena itu, kita sangat
berharap reformasi birokrasi dan perpajakan betul-betul diimplementasikan secara konsisten
dengan law enforcement yang kuat.

Lembaga Keuangan Non-Bank


Contoh Lembaga Keuangan Bukan Bank :
1) Perusahaan Asuransi
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, asuransi adalah perjanjian antara seseorang
penanggung yang mengikat diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi dan
memberi penggantian senilai yang diasuransikan kepada tertanggung karena suatu kerugian
kerusakan atau kehilangan keuntungan akibat peristiwa yang tidak tertentu.
Penggantian kerugian akan dilakukan jika kerugian itu benar-benar terjadi dan bukan disengaja.
Sesuai dengan definisi asuransi di atas, kalian dapat menyimpulkan bahwa
perusahaan asuransi menghimpun dana melalui penarikan premi dengan menjanjikan akan
memberi sejumlah uang sebagai ganti rugi kepada pihak yang membayar premi apabila terjadi
5
suatu peristiwa yang merugikan pembayar premi tersebut. Lembaga asuransi memiliki peranan
ganda, yaitu sebagai lembaga pelimpahan
risiko dan sebagai lembaga penyerap dana dari masyarakat.
2) Perusahaan Dana Pensiun ( TASPEN )
Tujuan utama Lembaga Dana Pensiun adalah meningkatkan kesejahteraan pegawai beserta
keluarganya melalui asuransi sosial yang ditentukan dalam perundang-undangan.
Lembaga Dana Pensiun tersebut berfungsi:
a. Sebagai tempat untuk mengumpulkan dana masyarakat yang sifatnya jangka panjang dan
b. Sebagai tempat untuk memberikan jaminan pensiun bagi anggota pensiun/peserta program.
3) Koperasi Simpan Pinjam/ Kredit
Kegiatan koperasi kredit atau koperasi simpan pinjam adalah menerima simpanan dan memberikan
pinjaman uang kepada para anggota yang memerlukan dengan syarat-syarat yang mudah dan
bunga ringan. Untuk meminjam uang, anggota tidak perlu menyerahkan jaminan. Koperasi kredit ini
dapat digunakan untuk memberantas riba. Selain itu, koperasi kredit memajukan semangat
menabung, dan mendidik anggota untuk tetap hidup hemat.
Modal koperasi kredit berasal dari beberapa sumber antara lain:
a. Simpanan pokok yang boleh diminta kembali jika anggota keluar.
b. Simpanan wajib sejumlah uang tertentu yang dilakukan secara teratur.
c. Simpanan suka rela yang setiap saat dapat diambil sesuai ketentuan koperasi yang
bersangkutan.
d. Dana cadangan, dan
e. Hibah.
4) Perusahaan Umum Pegadaian (Perum Pegadaian)
Perum Pegadaian merupakan perusahaan umum milik pemerintah yang tujuannya memberikan
pinjaman kepada perseorangan atau golongan ekonomi lemah. Pinjaman yang diberikan oleh
Perum Pegadaian didasarkan pada nilai barang jaminannya. Dalam memberikan kreditnya,
pegadaian tidak memerhatikan penggunaan uang tersebut. Pinjaman dapat digunakan untuk usaha
perdagangan, industri rumah tangga, dan bahkan untuk keperluan konsumsi. Jaminan kredit dapat
berupa benda-benda bergerak dan tidak bergerak. Jaminan tersebut diserahkan oleh peminjam
untuk dikuasai pemberi kredit tanpa akta notaris.
6
Apabila peminjam terlambat melunasi pinjamannya, maka ia dikenai peringatan dan diberi
kesempatan tiga minggu untuk melunasi pinjamannya. Jika ternyata tetap tidak dapat melunasi,
barulah barang jaminannya dilelang. Jika nilai jual jaminan lebih tinggi daripada nilai utang,
kelebihannya dikembalikan kepada pihak peminjam.
5) Perusahaan Sewa Guna (Leasing)
Dewasa ini banyak penjual barang yang menggunakan cara sewa guna (leasing) agar menarik
minat pembeli. Sewa guna merupakan pembelian secara angsuran, namun sebelum angsurannya
selesai (lunas), hak barang yang diperjualbelikan masih dimiliki oleh penjual. Namun demikian,
begitu kontrak leasing ditandatangani, segala fasilitas dan kegunaan barang tersebut boleh
digunakan oleh pembeli.
Manfaat Leasing :
1. Menghemat modal
2. Diversifikasi sumber-sumber pembiayaan
3. Persyaratan lebih mudah dan fleksibel
4. Biaya lebih murah
6) Bursa Efek/ Pasar Modal
Fungsi bagi Investor :
Memperoleh deviden bagi pemegang saham
Memperoleh capital gain jika ada kenaikan harga saham
Memperoleh bunga bagi pemegang obligasi
Memperoleh hak suara dalam RUPS
Dapat dengan mudah mengganti instrumen investasi
Fungsi bagi Emiten :
o Mendapatkan dana yang lebih besar
o Perusahaan dapat lebih fleksibel dalam mengolah dana
o Memperkecil ketergantungan terhadap bank
o Besar kecilnya deviden tergantung besar kecilnya keuntungan
o Tidak ada kewajiban yang terikat sebagai jaminan
Fungsi bagi Pemerintah :
Membantu pemerintah dalam mendorong perkembangan pembangunan
Membantu pemerintah dalam mendorong kegiatan investasi

Referensi :
https://sabeumrenno.wordpress.com/2014/10/18/bank-lembaga-keuangan-bukan-bank-dan-ojk-
otoritas-jasa-keuangan/
https://apr1ana.wordpress.com/2011/05/17/kebijakan-moneter-dan-fiskal/
“Kebijakan moneter” Sjamsul Arifin, R. Winantyo, Yati Kurniati
Muhammad Umer Chapra – 2000 – “system kebijakan moneter “
http://www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai