Anda di halaman 1dari 13

NAMA : LAURENT MONICA NABABAN

NIM : 043884392

MATA KULIAH :BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK

UPBJJ : MEDAN

JAWABAN :

1. A. Kegiatan usaha bank umum syariah meliputi:

1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lain
yang disamakan berdasarkan akad wadiah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lain
yang disamakan berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
3. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, musyarakah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, istishna, atau akad
lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
5. Menyalurkan pembiyaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hiwalah atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
9. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, seperti akad ijarah,
musyawarah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hiwalah.
10. Membeli surat berharga prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau
Bank Indonesia.
11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharaga dan melakukan perhitungan
dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang
berdasarkan prinsip syariah
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
prinsip syariah.
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah berdasarkan prinsip syariah.
15. Memberikan fasilitas Letter of Credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.
16. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah.
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh perbankan dan bidang sosial
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.

B. Pelaksanaan kegiatan Operasional Bank Syariah di indonesia apakah yang mendukung


percepatan laju pertumbuhan dan perbaikan ekonomi?

Jawaban:

Pelaksanaan kegiatan operasional Bank Syariah di Indonesia dapat mendukung percepatan


laju pertumbuhan dan perbaikan ekonomi dengan beberapa cara sebagai berikut:

1. Pembiayaan Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM):

Bank Syariah memiliki fokus yang kuat pada pembiayaan UMKM yang merupakan sektor
penting dalam perekonomian Indonesia. Dengan menyediakan pembiayaan yang sesuai
dengan prinsip syariah, Bank Syariah membantu UMKM dalam mengakses modal untuk
mengembangkan usaha mereka.

Ini dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan UMKM, yang pada gilirannya
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

2. Pembiayaan Infrastruktur dan Pembangunan:

BANK SYAHRIAH juga berperan dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur dan


pembangunan yang strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Melalui pembiayaan berbasis prinsip syariah, Bank Syariah dapat mendukung pembangunan
jalan, jembatan, pembangkit listrik, dan proyek-proyek infrastruktur lainnya yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konektivitas di seluruh wilayah
Indonesia.

3. Penghimpunan Dana dari Masyarakat:

Bank Syariah juga memiliki peran penting dalam menghimpun dana dari masyarakat.

Dengan menawarkan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, Bank
Syariah dapat menarik minat masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam sistem keuangan
yang sesuai dengan nilai-nilai agama mereka.

Dana yang terhimpun ini dapat digunakan untuk mendukung pembiayaan proyek-proyek
pembangunan dan usaha produktif lainnya, yang pada gilirannya dapat mempercepat
pertumbuhan ekonomi.

4. Inklusi Keuangan:

Bank Syariah berperan dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia dengan


menyediakan akses ke layanan keuangan kepada masyarakat yang sebelumnya tidak
terjangkau oleh sektor perbankan konvensional.
Dengan memperluas akses ke pembiayaan, tabungan, dan produk keuangan lainnya, Bank
Syariah membantu individu dan kelompok yang lebih luas dalam mengembangkan usaha,
mengelola risiko, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka.

5. Dukungan terhadap Ekonomi Syariah:

Bank Syariah juga berperan dalam mendukung perkembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Dengan mengadopsi prinsip-prinsip syariah dalam semua aspek operasionalnya, Bank


Syariah mempromosikan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.

Ini mencakup pembiayaan yang halal, pengembangan sektor halal, pengelolaan dana yang
bertanggung jawab, dan pengembangan produk dan layanan keuangan syariah yang inovatif.

Melalui pelaksanaan kegiatan operasional ini, Bank Syariah dapat memberikan kontribusi
yang signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja,
mengurangi kesenjangan sosial, dan memperkuat ketahanan ekonomi negara.

C. Jelaskan upaya pencegahan Bank pada kemungkinan pembiayaan yang bermasalah paska

pandemi?

Mencermati kondisi perekonomian Indonesia khususnya sebagai dampak penyebaran


COVID-19, Bank Indonesia menyampaikan langkah-langkah yang ditempuh dari aspek
kemanusiaan dan ekonomi untuk mengatasi dampak kepada masyarakat, UMKM, dan dunia
usaha. Selain itu disampaikan pula perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah secara
periodik. Terkait hal tersebut hari ini (24/3), Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo,
menyampaikan 5 hal sebagai berikut:

1. COVID-19 telah menyebar ke belahan dunia termasuk ke negara negara maju.

Terkait hal tersebut, BI dan Kemenkeu tadi malam melalui video conference telah
mengikuti sidang G20 yang diikuti Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari
masing-masing negara yang juga dihadiri lembaga internasional seperti IMF, Bank
Dunia, PBB dan OECD. Terdapat empat aspek yang disepakati sebagai berikut:

a. Meningkatkan pencegahan dan penanganan COVID-19 dari aspek kemanusiaan


khususnya aspek kesehatan.
b. Koordinasi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor keuangan dilakukan secara
bersama dalam tataran global, sesuai kewenangan masing-masing negara.
c. Peran Lembaga internasional (IMF dan Bank Dunia) untuk meningkatkan
pendanaan dalam upaya mengatasi ketetatan likuidtas USD secara global.
d. Joint collective action untuk mengatasi dampak COVID-19 merupakan
langkah bersama secara global dari masing-masing aspek yaitu kemanusiaan
khususnya kesehatan, koordinasi kebijakan, dan peran lembaga internasional.

2. BI, Kemenkeu, dan OJK terus melakukan koordinasi secara erat dari aspek
stabilitas moneter, SSK, dan fiskal, dalam mendorong ekonomi dan mengurangi
beban kepada masyarakat dalam mengatasi dampak COVID-19
Asesmen makroekonomi sedang didiskusikan secara intens antara BI dengan
Kemenkeu yang pada waktunya akan disampaikan terkait perubahan asumsi makro
dan implikasi anggaran.

3. BI terus melakukan langkah-langkah memperkuat stabilisasi di pasar valas, pasar


keuangan, bersama Pemerintah dan OJK dalam penyediaan pembiayaan dari
perbankan

BI telah menempuh langkah-langkah kebijakan seperti penurunan suku bunga


kebijakan, stabilisasi nilai tukar rupiah, injeksi likuiditas dalam jumlah yang besar baik
likuiditas rupiah maupun valas, mempermudah bekerjanya pasar uang dan pasar valas
di domestik maupun luar negeri, relaksasi ketentuan bagi investor asing terkait lindung
nilai dan posisi devisa neto, pelonggaran makroprudensial agar tersedianya pendanaan
bagi eksportir, importir dan UMKM. Selanjutnya di Sistem Pembayaran, BI menjamin
ketersediaan uang layak edar yang higienis, dan mendorong penggunaan pembayaran
non-tunai termasuk melalui perpanjangan masa berlakunya MDR 0% untuk QRIS dari
Mei menjadi September 2020, yang disepakati bersama ASPI dan PJSP.

4. Update Indikator Terkini


a. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu III Maret 2020, inflasi
Maret 2020 secara tahun kalender sebesar 0,78% (ytd), dan secara tahunan
sebesar 2,98% (yoy).
b. Perkembangan Nilai Tukar cukup stabil. Dalam rangka stabilisasi nilai tukar
rupiah, BI telah melakukan kebijakan triple intervention dimana pembelian
SBN di pasar sekunder mencapai Rp168,2 Triliun (ytd).
c. Aliran modal asing. Secara total outflow aliran modal asing mencapai Rp125,2
Triliun (ytd).
d. Kondisi likuiditas. BI telah menginjeksi likuiditas sebesar hampir Rp300 triliun
(ytd).

BI akan terus berkoordinasi dalam melakukan langkah tersebut bersama KSSK. Bank
Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan OJK untuk
memonitor secara cermat dinamika penyebaran COVID-19 dan dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu, serta langkah-langkah koordinasi
kebijakan lanjutan yang perlu ditempuh untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan, serta menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik dan
berdaya tahan.

5. Penyesuaian Jam Operasional

Dalam rangka mendukung upaya penanggulangan COVID-19 yang dilakukan oleh


Pemerintah untuk memitigasi penyebaran COVID-19, Bank Indonesia bersama otoritas
terkait dan industri berkomitmen untuk menjaga kelancaran layanan sistem
pembayaran dan transaksi keuangan untuk mendukung berbagai kegiatan ekonomi.
Memperhatikan aspek kemanusiaan dan kesehatan masyarakat dalam memitigasi
penyebaran COVID-19 dan mempertimbangkan hasil koordinasi dengan, antara lain
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), industri perbankan, dan penyelenggara jasa sistem
pembayaran, BI menetapkan penyesuaian jadwal kegiatan operasional dan layanan
publik yang berlaku sejak 30 Maret – 29 Mei 2020.
2.

A. Kebijakan Manajemen Risiko


Dalam pengelolaan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank, diperlukan suatu kebijakan,
prosedur, dan metodologi guna mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
setiap jenis risiko yang melekat pada setiap kegiatan.

Dalam menerapkan manajemen risiko, MNC Bank berpedoman pada POJK


no.18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum serta
dokumen-dokumen dari Basel Committee on Banking Supervision. Pelaksanaan pengelolaan
risiko MNC Bank mengacu kepada Kebijakan Manajemen Risiko. Kebijakan Manajemen
Risiko PT Bank MNC Internasional Tbk disetujui dan ditandangani oleh Direksi dan
Komisaris pada tanggal 1 Juni 2018, dan akan dikaji ulang secara berkala ataupun sesuai
kebutuhan yang materiil. Kebijakan tersebut akan menuntun seluruh jenjang organisasi PT
Bank MNC Internasional (Bank) untuk memahami dan mengelola berbagai jenis risiko secara
menyeluruh dan komprehensif karena pada dasarnya masing-masing jenis risiko tidak berdiri
sendiri melainkan saling terkait.

Dalam Manajemen Risiko, MNC Bank menggunakan metodologi pengukuran risiko secara
kuantitatif dan kualitatif. Meskipun jenis risiko yang ada di perbankan cukup luas dan
beragam, namun MNC Bank mengkategorikan 8 (delapan) jenis risiko sebagai berikut:

 RISIKO KREDIT
Risiko Kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi
kewajiban kepada Bank. Risiko kredit dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis
Bank seperti pemberian kredit (pada sebagian bank merupakan risiko utama/terbesar),
surat berharga, akseptasi, transaksi antar bank, transaksi pembiayaan perdagangan,
transaksi nilai tukar dan derivatif serta kewajiban komitmen dan kontijensi.
Tujuan Manajemen Risiko Kredit adalah untuk memastikan bahwa aktivitas
Penyediaan Dana Bank tidak terekspos pada Risiko Kredit yang dapat menimbulkan
kerugian pada Bank.
 RISIKO PASAR
Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk
transaksi derivatif akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk
Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar meliputi antara lain Risiko suku bunga,
Risiko nilai tukar, Risiko ekuitas dan Risiko komoditas. Risiko suku bunga, Risiko
nilai tukar, dan Risiko komoditas dapat berasal baik dari posisi trading book maupun
posisi banking book. Sedangkan Risiko ekuitas berasal dari posisi trading book.
Tujuan utama Manajemen Risiko Pasar adalah untuk meminimalkan kemungkinan
dampak negatif akibat perubahan kondisi pasar terhadap aset dan permodalan Bank.
 RISIKO LIKUIDITAS
Risiko Likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari asset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank.
Tujuan utama Manajemen Risiko Likuiditas adalah untuk menjaga kemampuan Bank
memenuhi kewajiban pendanaan dan untuk menjaga kemampuan Bank untuk terus
menerus masuk dalam transaksi pasar (memastikan sumber pendanaan Bank).
 RISIKO OPERASIONAL
Risiko Operasional adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya
faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Risiko Operasional dapat
menimbulkan kerugian dalam bentuk keuangan secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu kerugian potensial atas hilangnya kesempatan memperoleh
keuntungan.
Tujuan utama Manajemen Risiko Operasional adalah untuk meminimalkan
kemungkinan dampak negatif dari tidak berfungsinya proses internal, kesalahan
manusia, kegagalan sistem, dan/atau kejadian-kejadian eksternal.
 RISIKO HUKUM
Risiko Hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis,
antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-
undangan yang mendukung aktivitas atau produk Bank, atau kelemahan perikatan
seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak
sempurna.
Tujuan utama Manajemen Risiko Hukum adalah untuk memastikan bahwa proses
Manajemen Risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari
kelemahan aspek yuridis, ketiadaan dan/atau perubahan peraturan perundang-
undangan, dan proses litigasi.
 RISIKO STRATEJIK
Risiko Stratejik adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan
pelaksanaan strategi Bank dan pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau
kurang responsifnya Bank terhadap perubahan eksternal.
Tujuan utama Manajemen Risiko Stratejik adalah untuk memastikan bahwa proses
Manajemen Risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif dari
ketidaktepatan pengambilan keputusan stratejik dan kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
 RISIKO KEPATUHAN
Risiko Kepatuhan adalah risiko yang terjadi akibat Bank tidak mematuhi dan/atau
tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada prakteknya
Risiko Kepatuhan melekat pada seluruh jenis risiko yang melekat pada kegiatan usaha
Bank, terutama pada risiko utama Bank yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko
Likuiditas, dan Risiko Operasional.
Tujuan utama Manajemen Risiko Kepatuhan adalah untuk memastikan bahwa proses
Manajemen Risiko dapat meminimalkan kerugian finansial yang disebabkan antara
lain oleh denda/penalti dan kerugian non finansial, antara lain kerterbatasan dalam
pengembangan bisnis Bank, serta Risiko Hukum dan Risiko Reputasi.
 RISIKO REPUTASI
Risiko Reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan (stakeholders) yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank.
Tujuan utama Manajemen Risiko Reputasi adalah untuk mengantisipasi dan
meminimalkan dampak kerugian finansial dan non finansial dari Risiko Reputasi
Bank. Risiko Reputasi sulit untuk dikuantitatif karena satu kesalahan dapat
menghancurkan reputasi Bank yang telah dibangun bertahun-tahun.
B.Ada beberapa parameter atau indikator yang digunakan dalam penilaian risiko inheren
operasional.

Beberapa di antaranya meliputi:

1. Kegiatan Operasional:

Parameter ini melibatkan penilaian terhadap kompleksitas dan keragaman kegiatan


operasional yang dilakukan oleh bank.

Semakin kompleks dan beragam kegiatan operasional, semakin tinggi risiko inheren
operasional yang terkait.

2. Penggunaan Teknologi Informasi:

Penilaian dilakukan terhadap sejauh mana bank mengandalkan teknologi informasi dalam
kegiatan operasionalnya.

Penggunaan teknologi informasi yang signifikan dapat meningkatkan risiko inheren


operasional terkait dengan kegagalan sistem, kerentanan terhadap serangan siber, atau
kesalahan dalam pengelolaan data.

3. Volume Transaksi:

Parameter ini mengacu pada volume transaksi yang dihasilkan oleh bank.

Semakin tinggi volume transaksi, semakin besar risiko inheren operasional yang terkait
dengan potensi kesalahan manusia, pelanggaran kebijakan, atau kegagalan sistem dalam
memproses transaksi.

4. Ketergantungan Pada Pihak Ketiga:

Bank yang sangat bergantung pada pihak ketiga, seperti vendor, kontraktor, atau mitra usaha,
memiliki risiko inheren operasional yang lebih tinggi.

Ketergantungan ini mencakup risiko terkait dengan kelalaian pihak ketiga, kerentanan
terhadap kegagalan pihak ketiga, atau masalah integritas dari pihak ketiga tersebut.

5. Perubahan Lingkungan Operasional:

Penilaian risiko inheren operasional juga memperhitungkan perubahan lingkungan


operasional yang dapat mempengaruhi bank.

Misalnya, perubahan regulasi, perkembangan teknologi, atau kondisi pasar yang tidak stabil
dapat meningkatkan risiko inheren operasional.

Kualitas Pengendalian Internal:Parameter ini melibatkan penilaian terhadap efektivitas dan


kecukupan pengendalian internal yang diterapkan oleh bank
Kualitas pengendalian internal yang rendah dapat menyebabkan risiko inheren operasional
yang lebih tinggi. Pengalaman dan Kualifikasi Karyawan:Penilaian dilakukan terhadap
pengalaman, kualifikasi, dan keterampilan karyawan dalam menjalankan kegiatan
operasional.Karyawan yang kurang berpengalaman atau kurang terlatih dapat
meningkatkan risiko inheren operasional. Sejarah Insiden:Evaluasi dilakukan terhadap
sejarah insiden operasional yang terjadi di masa lalu. Insiden-insiden sebelumnya dapat
menjadi indikator risiko inheren operasional yang perlu diperhatikan.Parameter dan
indikator ini digunakan untuk mengidentifikasi risiko inheren operasional yang melekat
dalam kegiatan operasional bank.Dengan memahami dan mengukur risiko ini, bank dapat
mengambil tindakan pencegahan dan mitigasi yang sesuai untuk mengelola risiko
operasional dengan lebih efektif.
Demikianlah contoh jawaban pertanyaan apa saja yang menjadi parameter atau Indikator
Penilaian risiko inheren operasional ini sering ditanyakan oleh banyak
mahasiswa.Kebenaran jawaban tersebut tidak mutlak, sehingga tidak menutup
kemungkinan ada jawaban benar lainnya.***

C. Jelaskan salah satu sumber atau penyebab terjadinya Risiko operasional pada kasus Bank
Century?

Jawaban:

Salah satu sumber atau penyebab terjadinya risiko operasional pada kasus Bank Century
adalah kurangnya pengendalian internal dan kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku.

Beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi antara lain:

1. Lemahnya Pengawasan dan Pengendalian:

Terdapat kelemahan dalam sistem pengawasan internal Bank Century yang memungkinkan
terjadinya pelanggaran dan penyalahgunaan dalam kegiatan operasional.

Pengawasan yang tidak memadai membuat risiko operasional meningkat, sebab potensi
kesalahan, kecurangan, dan tindakan yang melanggar peraturan tidak terdeteksi dengan baik.

. Kurangnya Kepatuhan Terhadap Kebijakan Perbankan:

Bank Century melanggar kebijakan dan peraturan perbankan dengan memberikan fasilitas
surat utang (Letter of Credit) kepada 10 debitur tanpa mematuhi prosedur yang benar.

Kurangnya kepatuhan terhadap kebijakan perbankan yang telah ditetapkan dapat


menyebabkan risiko operasional yang signifikan, termasuk risiko kerugian finansial dan
reputasi.

3. Kelemahan dalam Manajemen Risiko:


Manajemen risiko yang tidak memadai menjadi penyebab lain terjadinya risiko operasional
pada Bank Century.

Identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko tidak efektif dilakukan,


sehingga risiko operasional tidak dikelola dengan baik.

. Kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan Karyawan:

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam menjalankan kegiatan operasional


juga dapat menjadi penyebab risiko operasional.

Karyawan yang tidak memahami dengan baik tugas dan tanggung jawab mereka atau tidak
memiliki keterampilan yang cukup untuk menjalankan tugasnya dapat meningkatkan risiko
operasional.

5. Pelanggaran Etika dan Integritas:

Pelanggaran etika dan integritas, seperti penggelapan dana oleh Dewi Tantular, merupakan
penyebab risiko operasional yang signifikan pada kasus Bank Century.

Tindakan yang melanggar etika dan integritas dapat mengakibatkan kerugian finansial yang
besar, merusak reputasi bank, dan menciptakan risiko operasional yang serius.

6. Kegagalan dalam Proses Pengawasan Regulator:

Kegagalan pengawasan dan pengendalian oleh otoritas regulasi juga menjadi penyebab
terjadinya risiko operasional.

Jika regulator tidak mampu mengawasi bank dengan baik, termasuk memantau kepatuhan
terhadap kebijakan dan peraturan, risiko operasional dapat berkembang tanpa terdeteksi.

7. Lemahnya Sistem Manajemen Internal:

Sistem manajemen internal yang lemah atau tidak memadai dapat menjadi sumber risiko
operasional.

Jika bank tidak memiliki struktur organisasi yang jelas, prosedur yang terdokumentasi dengan
baik, atau sistem pengendalian yang kuat, risiko operasional dapat meningkat.

8. Ketidaktepatan Penilaian Risiko:

Kurangnya pemahaman dan penilaian yang akurat terhadap risiko operasional juga dapat
menjadi penyebab terjadinya risiko tersebut. Jika bank tidak mampu mengidentifikasi risiko
operasional secara tepat, mengukur dampak dan kemungkinan risiko dengan benar, serta
merancang langkah-langkah pengendalian yang sesuai, risiko operasional dapat terlewat dan
tidak dikelola dengan baik.

9. Terganggunya Kepercayaan Publik:


Kasus Bank Century juga menyebabkan terganggunya kepercayaan publik terhadap sektor
perbankan dan sistem keuangan secara keseluruhan.

Ketidakstabilan dan ketidakpastian yang muncul akibat kejadian tersebut dapat mengarah
pada penarikan dana oleh nasabah dan merugikan stabilitas sistem perbankan.

10. Faktor Eksternal:

Faktor-faktor eksternal, seperti kondisi ekonomi yang buruk, fluktuasi pasar, atau perubahan
kebijakan pemerintah, juga dapat menjadi penyebab risiko operasional.

Ketidakpastian dan ketidakstabilan di lingkungan eksternal dapat berdampak negatif pada


kegiatan operasional bank dan meningkatkan risiko operasional.

Pada kasus Bank Century, kombinasi dari beberapa faktor di atas menyebabkan terjadinya
risiko operasional yang signifikan dan berdampak pada kesehatan bank.

Dalam mengelola risiko operasional, penting bagi bank untuk memperkuat pengawasan dan
pengendalian internal, memperbaiki sistem manajemen, meningkatkan penilaian risiko, serta
memperhatikan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kegiatan operasional bank.

3. Bank Dunia (World Bank) muncul akibat keterpurukan ekonomi usai Perang Dunia II.
Lembaga perbankan internasional ini memberikan bantuan pinjaman dana, penelitian, hingga
konsultasi bagi negara berkembang. Sampai saat ini, tercatat ada 189 negara yang tergabung
menjadi anggota World Bank.

World Bank didirikan dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di berbagai negara yang
pendapatan per kapita rendah. Lantas, seperti apakah peran World Bank lainnya?

Definisi World Bank


Bank Dunia atau yang kita kenal dengan sebutan World Bank adalah lembaga keuangan
internasional yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). World Bank
dirancang untuk membiayai proyek-proyek pembangunan pada negara anggota. Adapun,
kantor pusat World Bank sendiri terletak di Washington DC, Amerika Serikat.

Selain itu, World Bank juga memberikan bantuan berupa teknikal dan saran regulasi ekonomi.
Lembaga ini pun turut mengawasi pelaksaan pasar bebas termasuk infrastruktur, pendidikan,
dan kesehatan. Bersama dengan International Monetary Fund (IMF) dan Organisasi
Perdagangan Dunia, World Bank terlibat dalam kegiatan reformasi lembaga publik di negara
berkembang.

Tujuan World Bank di Mata Internasional


Terdapat 5 (lima) tujuan utama didirikannya World Bank. Pertama, membantu rekonstruksi
dan pembangunan dengan cara memfasilitasi modal untuk tujuan tertentu suatu negara. Kedua,
mendorong investasi lewat pinjaman atau jaminan.

Ketiga, menyusun pinjaman internasional yang bisa membiayai proyek baik besar ataupun
kecil dengan jaminan. Keempat, membantu perdagangan internasional dengan cara
mempertahankan keseimbangan saldo pembayaran. Kelima, mempengaruhi investasi
internasional, sehingga tercipta keadaan ekonomi yang damai.

Fungsi World Bank Bagi Negara-Negara Berkembang


Fungsi dari World Bank yakni mengentaskan kemiskinan khususnya di negara-negara
berkembang dan negara miskin. Selain itu, terdapat fungsi lain seperti berikut:

 Meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pendidikan dan kesehatan


 Ikut serta mengembangkan bidang kehidupan sosial dan pemerintahan
 Melestarikan lingkungan hidup
 Membantu kemampuan pemerintah untuk memberikan pelayanan berkualitas, efektif,
efisien, dan transparan.
 Mendorong pembangunan bisnis di sektor swasta
 Turut serta dalam pembentukan stabilitas ekonomi supaya tetap dalam kondisi stabil
untuk investasi dan perencanaan jangka panjang.

Sejarah World Bank


Bank Dunia (World Bank) didirikan pada 1 Juli 1944 dengan nama Bank Internasional untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD). Awalnya, World Bank dibentuk dengan tujuan untuk
memberi bantuan berupa pendanaan kepada negara-negara yang terdampak akibat Perang
Dunia II.

Sejarah World Bank berawal dari Konferensi Bretton Woods yang diikuti oleh delegasi dari 44
negara. Dari hasil konferensi tersebut, selain terbentuk IBRD juga terbentuk IMF. Pendiri
World Bank adalah John Maynard Keynes yang merupakan seorang ekonom asal inggris serta
Harry Dexter yang merupakan pejabat senior di Kementerian Keuangan Amerika Serikat.

Adapun, negara pertama yang memperoleh pinjaman dari World Bank adalah Prancis dan
kemudian diikuti oleh negara Eropa lainnya. Dari rekonstruksi dan pembangunan kembali
negara-negara terdampak Perang Dunia II, tujuan Bank Dunia pun mengalami pergeseran
seiring dengan berjalannya waktu. Tujuan pendanaan World Bank saat ini lebih mengarah pada
proyek-proyek infrastruktur seperti infrastruktur jalan, irigasi, hingga kelistrikan.

Di samping itu, negara non Eropa pertama yang memperoleh bantuan dari World Bank yakni
Chile pada tahun 1948. Kala itu, Chile memperoleh bantuan untuk pembangunan pembangkit
listrik tenaga air. Bantuan yang diterima oleh Chile ialah senilai 13,5 miliar dollar AS.
Fun Fact Seputar World Bank
Selain tujuan dan sejarah didirikannya World Bank, ternyata ada sejumlah fakta lain loh seputar
World Bank. Berikut informasinya!

 Gabung di World Bank Harus Jadi Anggota IMF

Salah satu persyaratan agar sebuah negara bisa jadi anggota World Bank dan bisa pinjam uang
adalah harus jadi anggota IMF terlebih dahulu.

Seperti diketahui, kedua lembaga ini sama-sama bisa memberi pinjaman atau utang. Tetapi
bedanya, IMF lebih memperhatikan kinerja ekonomi makro dan sektor keuangan negara yang
bersangkutan. Pinjaman IMF juga lebih ditujukan untuk jangka pendek, sementara World Bank
untuk jangka panjang.

 World Bank Punya Dua Lembaga Utama

Ada 2 (dua) lembaga utama yang berada di bawah naungan World Bank. Pertama, International
Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang memiliki fungsi memberikan bantuan
kepada negara-negara berpenghasilan menengah yang layak kredit. Kedua, International
Development Association (IDA) yang bertugas membantu negara-negara ekonomi termiskin.

Selain itu, ada 3 (tiga) lembaga lainnya yang berada di bawah naungan World Bank. Pertama,
The International Finance Corporation (IFC) yang memiliki fungsi untuk menawarkan
investasi dan jasa guna meningkatkan investasi asing di negara berkembang. Lembaga ini juga
berperan sebagai penasihat bisnis negara yang bersangkutan.

Kedua, The Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang memiliki peran
menyediakan jaminan peningkatan kredit dan asuransi risiko politik untuk negara berkembang.
Lembaga ini juga membantu investor melindungi investasi di negara tujuan dari berbagai
risiko, seperti sektor politik yang tidak stabil.

Ketiga, The International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang berperan
sebagai penengah dari segala pertikaian yang berkaitan dengan investasi negara investor dan
negara tujuan.

 Pinjaman Pertama Indonesia di World Bank

Indonesia sendiri mulai meminjam di World Bank pada awal masa pemerintahan Presiden
Soeharto tahun 1968. Sebelum memberikan pinjaman, World Bank memberikan bantuan teknis
terlebih dahulu untuk mengidentifikasi kebijakan makro ekonomi, sektoral, dan dana yang
diperlukan.

Saat itu, pinjaman yang diberikan World Bank tanpa bunga kecuali dipotong dengan biaya
administrasi sebesar 0,75% per tahun dengan waktu pembayaran selama 35 tahun dan masa
tenggang selama 10 tahun.

 Utang Indonesia ke World Bank Terbesar di Asia Tenggara


Berdasarkan data World Bank Group Finance, selama periode 2014 hingga 2022 World Bank
telah memberi pinjaman atau utang kepada pemerintah Indonesia sebesar US$15,67 miliar.
Apabila dikonversikan ke rupiah, saat ini nilainya mencapai sekitar Rp 235 triliun (kurs Rp
15.000 per dolar AS).

Jumlah utang Indonesia ini menjadi yang paling besar dibanding negara-negara Asia Tenggara
lainnya, seperti Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Timor Leste. Sedangkan, Singapura,
Malaysia, dan Thailand tidak tercatat menerima pinjaman dari World Bank selama periode
2014 hingga 2022.

Anda mungkin juga menyukai