PENGERTIAN NILAI
nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Menurut Cheng (1955): Nilai merupakan sesuatu yang potensial, dalam arti terdapatnya
hubungan yang harmonis dan kreatif, sehingga berfungsi untuk menyempurnakan manusia,
sedangkan kualitas merupakan atribut atau sifat yang seharusnya di miliki. (dalam Lasyo, 1999,
hlm. 1).
Menurut directory of sociology and related Science: value, …, the belienved capacity of any
object which causes it to be satisfy human desire, the quality of any object which causes it to be
of interest to an individual or a group. (Nilai adalah kemampuan untuk di yakini terdapat pada
suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu kualitas objek yang menyebabkan
tertariknya individu atau kelompok). (dalam kaelan, 2002, hlm. 174).
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat bisa di pakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang
artinya “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu
tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (dalam kaelan, 2002, halm.
174)
Menurut Lasyo (1999, hlm. 9) sebagai berikut:nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatanya.
Menurut Jack R Fraenkel (1977, hlm, 6): value is an idea-a concept-about what someone thinks
is important in life. (Nilai adalah gagasan-konsep-tentang sesuatu yang di anggap penting oleh
seseorang dalam hidup).
Menurut Charles R. Knikker (1977, hlm. 3): value is a cluster of attitude which generate eitheir
an action or decision to deliberately avoid an action. (Nilai adalah sekelompok sikap yang
menggerakan perbuatan atau keputusan yang dengan sengaja menolak perbuatan)
Menurut Herbert Larry Winecoff (1987, 3. Hlm.1): Value a set of attitude (scheme) which
generate or cause a judgement which guide action or in action (a lack of action) and which
provide a standard or a set of principles.
Menurut Dardji Darmodiharjo (1986, hlm. 36): Nilai adalah yang berguna bagi kehidupan
manusia secara jasmani dan rohani.
Menurut John Dewey dalam Dardji, D. (1986 hlm. 36): Value is a object of social interest.
Menurut Encyclopedia Britainica (hlm. 963): Nilai adalah kualitas obyek yang menyangkut jenis
apresiasi atau minat.
Tingkat
No Wujud Tujuan/Fungsi Posisi
Kepentingan
Keyakinan
2
Menyebabkan manusia
-Menolak perbuatan
-Menggerakan atau
menyebabkan pertimbangan
8 Serangkaian Sikap manusia Sangat penting
nilai sebagai sesuatu yang subjektif artinya nilai sangat tergantung pada subjek yang menilainya.
nilai sebagai sesuatu yang objektif atau objektif bisa dilihat dari kategori berikut:
Apakah obyek itu meiliki nilai karena kita mendambakannya, atau kita
mendambakannya karena obyek itu memiliki nilai ?
Apakah hasrat, kenikmatan, perhatian yang memberikan nilai pada obyek, atau kita
mengalami preferensi karena kenyataan bahwa obyek tersebut memiliki nilai mendahului
dan asing bagi reaksi psikologis badan organis kita ? (Frondizi, 2001, h.19-24)
Apakah nilai menarik perhatian subyek atau subyek memberikan nilai pada obyek?
Apakah kecendrungan, selera, kehendak akan menentukan nilai suatu obyek atau
Apakah suatu obyek diinginkan karena secara otonom bernilai?
Apakah manusia pemilik nilai (subyektif) atau hanya pengguna nilai (obyektif)
Perbedaan yang mendasar antara kualitas primer dan kualitas sekunder bukan pada bersatu
tidaknya kualitas tersebut pada objek, melainkan pada keniscayaannya.
Nilai adalah milik semua obyek dan tidak memilki eksistensi yang riil karena nilai merupakan
sifat dan kualitas, sebelum termanifestasikan nilai hanyalah kemungkinan belaka.
Nilai berhubungan erat dengan kegiatan manusia menilai. Menilai berarti menimbang, yaitu
kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang selanjutnya diambil
suatu keputusan. Keputusan nilai dapat menyatakan berguna atau tidak, benar atau tidak, baik
atau tidak, manusiawi atau tidak, religious atau tidak.
Menurut Max Scheller (dalam Kaelan 2002, h. 175) menyebutkan hirarki tersebut terdiri dari :
- Nilai kenikmatan yaitu nilai yang mengenakan atau tidak mengenakan, yang berkaitan dengan
indra manusia yang menyebabkan manusia senang atau menderita.
- Nilai kejiwaan, yaitu nilai yang tidak tergantung pada keadaan jasmani maupun lingkungan.
- Nilai kerohanian, yaitu moralitas nilai dari yang suci dan tidak suci.
Sedangkan Notonagoro (dalam Dardji, D. 1984, h. 66-67) membagi hirarki nilai pada tiga :
- Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatanaktivitas. - Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Menurut Nicholas Rescher (1969, hlm. 14-19) yang menyatakan adanya 6 klasifikasi nilai, yaitu
klasifikasi nilai yang didasarkan atas:
• 1.Pengukuran
Oleh karena pendefinisian nilai yang sangat bervariasi, ada yang dapat disimpulkan bahwa nilai
itu penting bagi manusia, apakah nilai itu dipandang dapat mendorong manusia karena di
anggap berada dalam diri manusia atau nilai itu menarik manusia karena ada di luar manusia
yaitu terdapat pada objek, sehingga nilai lebih di pandang sebagai kegiatan menilai.
Setiap individu harus memahami nilai dan kebernilaian dirinya, sehingga dia akan menempatkan
diri secara bijak dalam pergaulan hidup dan bijak terhadap keberadaan nilai dan kebernilaian
orang lain. Yang paling penting dalam upaya pendidikan, keyakinan individu pada nilai harus
menyentuh sampai hierarki nilai tertinggi, sebab seperti yang di ungkapkan oleh Sheller bahwa:
1. Nilai tertinggi menghasilkan kepuasan yang lebih mendalam.
3. Semakin kurang kerelatifan nilai, semakin tinggi keberadaannya, nilai tertinggi dari
semua niali adalah nilai mutlak. (Frondizi, 2001, hal. 129-130)
Kehidupan modern sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan
berbgai perubahan, pilihan, dan kesepakatan, tetapi mengandung berbagai resiko akibat
kompleksitas kehidupan yang di timbulkan adalah munculnya “nilai-nilai modern” yang tidak
jelas dan membingungkan anak (individu).
Dalam rangkuman buku “what is the human prospect? “, Robert Heilborner (1947, hlm. 15)
menyatakan bahwa:
“Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang yang nyata-
nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai kepada remaja. Kejadian ini lebih
banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi transmisi nilai dari generasi ke generasi
berikutnya, proses kejadianya di perhambat oleh lemahnya struktur keluarga. Keluarga modern
Amerika (mungkin juga di kota-kota besar di indonesia, cat, penulis) itu amat kecil, lebih
terisolasi, dan lebih pragmatis daripada sebagai teman seperti limapuluh tahun yang lalu. Di
lingkungan rumah, ketika bapak juga ibu sebagian hidupnya untuk bekerja setiap hari dan
keluarga menyatu ketika membagikan makanan, maka kesempatan untuk memengaruhi sikap
moral atau berpikir anaknya tentu akan berkurang. Ketika keluarga bersatu, di sana akan menjadi
ajang kesepakatan rasa yang baik terhadap keraguan sudut pandang nilai dan moral”
Orang dewasa mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan
anak-anak adalah memberitahu sesuatu pada mereka: memberitahu apa yang harus mereka
lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukanya, dimana harus di lakukan, seberapa sering
harus melakukan dan juga kapan harus mengakhirinya. Jika anak itu menolak maka dapat di
pastikan anak itu di golongkan tidak taat, kurang ajar, atau pembangkang. Dengan kata lain,
orang dewasa hanya menambahkan berbagai arahan nilai atau norma yang sudah ada pada anak-
anak baik yang di dapatinya dari sekolah, tokoh politik, guru ngaji, buku bacaan, radio, televisi,
film, koran, majalah, maupun anak-anak lainnya.
“Masalahnya hampir tidak ada seorangpun yang memandang pentingnya membantu anak untuk
menghilangkan kebingungan yang ada pada pikiran atau kepala mereka. Hampir tidak ada
seorangpun yang memandang penting membantu anak untuk memecahkan dan menyelesaikan
pikiran yang memusingkan tersebut” (Rath, 1977, 20).
Menurut Rath, (1977, hlm. 68) “Pengalaman itu memberikan konstribusi yang signifikan
terhadap proses kematangan, dengan demikian guru/ pendidik dapat harus membimbing anak
melalui proses yang kontinu melalui pengembangan situasi bermasalah yang memperkaya
kesempatan berpikir dan memilih. Melalui lingkungan seperti ini,anak akan berpikir, lebih
menyadari alternatif dan lebih menyadari konsekuensinya. Kita belajar dari hal-hal yang kita
jalani. Jika setiap hari di dalam kelas kita berpikir dan memilih berarti kita setiap hari
mengalami, kita terus-menerus tumbuh dan tumbuh itu berart dewasa.”
Berpikir adalah hasil kerja otak, namun otak tidak bekerja secara sederhana, dalam pengertian
stimulus respons, dan juga tidak menyimpan “fakta” secara sederhana sebagai referensi masa
depan. Berdasarkan hasil penelitian Gazzaniga (dalam kama Abdul Hakam, 2000, hlm. 39)
“Otak kita adalah suatu organ yang sangat mengagumkan untuk menemukan dan menciptakan
makna. Dalam keadaan terjaga namun tertidur, otak kita tetap berusaha membuat pengalaman
lahir (outer) dan pengalaman batin (inner)”. Atas dasar itu semua orang adalah pencari dan
pencipta makna, dan makna-makna yang kita ciptakan menentukan bagaimana cara kita
berperilaku. Berikut ini adalah tujuan pendidikan menurut kant sebagai berikut:
2. Untuk mengembangkan indifidu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik
secara bebas. (kama, 2000, halm. 61).
6) Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral.
Informasi baru yang akan di hasilkan, (yang dapat mengubah keyakinan, sikap, dan nilai) sangat
tergantung pada faktor-faktor sebagaiberikut:
b. Oleh siapa informasi itu disampaikan (hal ini berhubungan dengan kredibilitas si
pembawa informasi) .
d. Sejauh mana tingkat disonansi kognitif yang terjadi akibat informasi baru tersebut (yaitu
tingkat dan sifat konflik yang terjadi dengan keyakinan yang telah ada).
f. Level kesiapan individu untuk menerima informasi baru serta mengubah tingkah lakunya
(terhadap kematangan individu serta kekayaan pengalaman masa lalunya). (Kama, 2000, halm.
19)
Disepakati bahwa manusia adalah mahluk sosial, adalah makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama seperti
itulah perlu adanya keterangan sehingga setiap individu dapat berhubungan secara harmonis
dengan individu lain disekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan tersebut diperlukan aturan yang
disebut dengan hukum. Hukum dalam masyarakat merupakan tuntutan bahwa manusia tidak
mungkin menggambarkan kehidupan manusia tanpa atau di luar masyarakat. Maka manusia-
masyarakat-dan hukum merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan, sehingga pemeo “ubi
societas ibi ius” adalah tepat.
Hukum diciptakan dengan tujuan berbeda-beda. Ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum
adalah keadilan, ada juga yang menyatakan keagunan , adanya yang menyatakan kepastian
hukum, selain itu ketertiban juga merupakan tujuan utama dari hukum. Untuk mencapai
ketertiban dalam masyarakat-masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dlam pergaulan
antarmanusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah agama, kaidah susila,
kesopanan, adat kebiasaan, dan kaidah moral. Kaidah hukum sebagai salah satu kaidah susila
tidak meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut bahkan antarkaidah hukum dengan kaidah yang
lainnya saling berhubungan yang satu memperkuat yang lainnya, meskipun adakalanya kaidah
hukum tidak serasi dengan kaidah-kaidah tersebut.
Maka, hukum sebagai kaidah social, tidak lepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
menurut mochtar kusumaatmadja hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum
yang hidup dalam masyarakat, yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
hubungan hukum dengan moral begitu erat, yang berarti hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai
moralitas, hukum akan kosong tanpa moralitas
Meskipun hubungan hukum dengan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya “ mungkin “ ada hukum yang bertentangan dengan moral ada
atau undang-undang informal, yang berarti terdapat keidakcocokan antara hukum dengan
moral.
K. Bertens yang menyatakan bahwa ada empat perbedaan antara hukum dan moral Pertama
Hukum lebih dikondifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam
kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan
objektif dibandingkan dengan norma moral, sedangkan norma moral lebih bersiafat subjektif.
Kedua , meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia , namun hukum membatasi
diri pada tingkah laku lahirnya saja, sedangkan moral menyangkut batin seseorang.
Ketiga, Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas.
Keempat Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya kehendak negara.
Meskipun hukum tidak berasal langsung dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus diketahui negara sebagai berlaku sebagai hukum (Ahira, 2011).[ki]
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).