Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Nilai Menurut Black's Law Dictionary (1990: 1550): The

utility an object in satisfying, directly or indirectly, the needs or desires of


human beings, called by economists value in its, or its worth consisting in
the power of purchasing other objects, caled value in exchange.

Pengertian Nilai Menurut Louis O. Kattsoff (1987): membedakan


nilai dalam dua macam, yaitu: (1) NIlai intrinsik dan 2) nilai instrumental.
Nilai intrinsik adalah nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai,
sedangkan nilai instrumental adalah nilai dari sesuatu karena dapat
dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan sesuatu.

Pengertian Nilai Menurut Radbruch (Notohamidjojo, 1975): ada


tiga nilai yang penting yaitu; 1) Individualwerte, nilai-nilai pribadi yang
penting untuk mewujudkan kepribadian, 2) Pengertian Nilai Menurut
Gemeinschaftswerte, nilai-nilai masyarakat, nilai yang hanya dapat
diwujudkan dalam masyarakat manusia, dan 3) Werkwerte, nilai-nilai
dalam karya manusia dan pada umumnya dalam kebudayaan.

Pengertian

Nilai

Menurut

Max

Scheler

(Hadiwardojo,

1985): mengelompokkan nilai menjadi; nilai kenikmatan, kehidupan,


kejiwaan, dan kerohanian.

Pengertian Nilai Menurut Notonagoro: membagi nilai dalam tiga


macam nilai pokok, yaitu nilai materil, vital, dan kerohanian.

Menurut Fraenkel (1977)


A Value is an idea- a concept about- what some thinks is important in life ( nilai adalah ide
atau konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh seseorang)
Danandjaja
Nilai merupakan pengertian-pengertian (conceptions) yang dihayati seseorang mengenai
apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa
yang lebih benar atau kurang benar.
Kluckhohn
Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri
kelompok) dari apa yang diinginkan, yang memengaruhi tindakan pilihan terhadap cara,
tujuan antar dan tujuan akhir.

Kimball Young
Nilai adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang diangggap
penting dalam masyarakat.
AW Green
Nilai adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek.
Robert MZ Lawang
Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan dapat
memengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.
Woods
Nilai merupakan petunjuk umum yang telah berlangsung lama serta mengarahkan tingkah
laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif
3. Valuing (menilai atau menghargai)
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau
komplek nilai)

Pengertian Afektif
Domain afektif kaitannya dengan penguasaan suatu disiplin ilmu yang sedang
dipelajari dikemukakan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia sebagai 5 klasifikasi kemampuan
afektif. Tiap klasifikasi dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus, meliputi: 1)
Menerima (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu), 2) Merespon (aktif berpartisipasi),
3) Menghargai (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu), 4) Mengorganisasi
(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya), 5) Bertindak/ Pengamalan
(menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidupnya).
Menerima: Kemampuan ini berkaitan dengan keinginan individu untuk terbuka atau
peka pada perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada tingkat ini
muncul keinginan untuk menerima perangsang, atau paling tidak menyadari bahwa
perangsang itu ada.
Merespon: Pada tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai
respon pada perangsang tersebut. Tindakan-tindakan dapat disertai dengan perasaan puas dan
nikmat.
Menghargai: Penyertaan rasa puas dan nikmat ketika melakukan respon pada
perangsang menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam
situasi yang serupa. Pada tahap ini individu dikatakan menerima suatu nilai dan
mengembangkannya, serta ingin terlibat lebih jauh ke dalam nilai tersebut.
Mengorganisasi: Individu yang sudah secara konsisten dan berhasil menampilkan
suatu nilai, pada suatu saat akan menghadapi situasi dimana lebih dari satu nilai yang bisa
ditampilkan. Bila ini terjadi, maka individu akan mulai ingin menata nilai-nilai itu ke dalam
suatu sistem nilai, melihat keterkaitan antar nilai dan menetapkan nilai mana yang paling
dominan baginya.
Pengamalan: Bertindak konsisten sesuai dengan nilai yang dimilikinya. Ini adalah
tingkatan tertinggi dari aspek afektif, di mana individu akan berlaku konsisten berdasarkan
nilai yang dijunjungnya.

Klasifikasi aspek-aspek afektif ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku tingkat
yang lebih rendah merupakan prasyarat bagi perilaku tingkat yang lebih tinggi.Itulah
sebabnya, ranah ini diurutkan ke dalam suatu garis kontinum dalam bentuk hierarkis dan
pencapaiannya bersifat komulatif. Mulai dari tahap pertama yaitu menerima suatu nilai,
keinginan untuk merespon, kepuasan yang didapat ketika merespon akan memunculkan
penghargaan pada nilai itu, selanjutnya mengorganisasi nilai-nilai ke suatu sistem nilai yang
sifatnya amat pribadi, dan akhirnya berperilaku secara konsisten berdasarkan nilai yang
dimiliki dan dipercayainya.
Selain domain afektif sebagaimana diuraikan di atas, aspek-aspek afektif dalam
bentuk soft skills seperti kemampuan mengembangkan kreativitas, produktivitas, berpikir
kritis, bertanggungjawab, memiliki kemandirian, berjiwa kepemimpinan serta kemampuan
berkolaborasi, perlu dimiliki oleh para siswa/mahasiswa. Penghargaan terhadap keragaman,
memiliki kesadaran akan nilai-nilai kesatuan dalam kemajemukan yang didasarkan pada
nilai-nilai moral, kemanusiaan, dan religi, amat perlu dikembangkan.
Memang, dalam perkembangannya manusia tidak bisa dipisah-pisahkan ke dalam
berbagai fungsi atau daya. Manusia merupakan suatu kesatuan totalitas, di mana berbagai
fungsi atau daya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Dalam diri manusia akal budi
terintegrasi dengan seluruh kepribadiannya. Di bidang moral, kewajiban moral berhubungan
dengan pribadi manusia sebagai keseluruhan atau totalitas, sedangkan nilai-nilai lainnya,
(seperti nilai ekonomi, nilai estetis, dan nilai-nilai lainnya), berhubungan dengan salah satu
aspek saja dalam diri manusia.
Menurut Martin dan Briggs (1986), perkembangan kepribadian manusia (selfdevelopment) sebagai tujuan pendidikan merupakan komponen afektif paling inklusif yang
mencakup nilai, moral dan etika, motivasi dan kompetensi sosial. Nilai lebih inklusif dari
pada sikap (attitudes) dan berbeda dengan moral dan etika. Nilai berkenaan dengan penilaian
terhadap sesuatu yang berharga atau bernilai, sedangkan moral dan etika berkenaan dengan
penilaian tentang benar-salah.
Di dalam bukunya yang berjudul The Affective and Cognitive Domains: Integration
for Instruction and Research, Martin dan Briggs menggambarkan adanya hubungan
langsung antara sikap dan nilai serta sikap dengan moral dan etika. Mereka berpendapat
bahwa perkembangan nilai, moral dan etika, berhubungan langsung dengan sikap seseorang.
Sedangkan sikap tidak berhubungan secara langsung dengan motivasi dan kompetensi sosial,
namun sikap berpengaruh terhadap pilihan seseorang, motivasi, dan juga perilaku sosialnya.
Sikap bukanlah inti dari motivasi dan kompetensi sosial seseorang sebagaimana pada nilai
serta moral dan etika.
Dalam diagram berikut Martin dan Briggs menempatkan kompetensi sosial, motivasi,
nilai, serta moral dan etika, dalam satu garis lurus sebagai persyaratan bagi perkembangan
pribadi seseorang (self-development). Sedangkan interes merupakan prerequisit bagi motivasi
seseorang. Suatu perbuatan dinilai baik atau buruk, benar atau salah dengan cara
menunjukkan alasan-alasan rasionalnya saja tidaklah cukup. Penilaian kognitif juga
berhubungan dengan perasaan. Martin dan Briggs menggambarkan bahwa emosi seseorang

mendasari perkembangan sikap, interes, kompetensi sosial, serta aspek-aspek afektif lainnya.
Sedangkan perasaan berkaitan dengan emosi. Atribusi ditempatkan sebagai komponen afektif
yang paling akhir. Atribusi berhubungan langsung dengan perkembangan pribadi (self
development). Untuk menggambarkan hubungan sikap dan atribusi hanya dibatasi pada sub
kategori sikap, yaitu sikap tentang diri sendiri. Kompetensi sosial berhubungan langsung
dengan atribusi, sebab penilaian terhadap seseorang banyak dilakukan melalui interaksi
sosial.
Ranah ini mencakup sasaran yang menyangkut sikap, penghargaan,
nilai, dan emosi, menikmati, memelihara, menghormati. Krathwohl dkk.
(Kemp,1985) menyusun ranah afektif dalam 5 jenjang, yaitu:

1) Menerima (receiving), yakni kemauan untuk memperhatikan suatu


kejadian atau kegiatan.
Contoh: mendengarkan, menyadari, mengamati, hati-hati terhadap, peka
terhadap, dan toleran terhadap.
2) Menanggapi (responding), yakni mau bereaksi terhadap suatu kejadian
dengan berperan serta.
Contoh: menjawab, menanggapi, mengikuti, menyetujui, menuruti
perintah, dan berminat terhadap.
3) Menilai (valuing), mau menerima atau menolak suatu kejadian melalui
pengungkapan sikap positif atau negatif.
Contoh: memperoleh, mengandaikan, mendukung, ikut serta, meneruskan,
mengabdikan diri.
4) Menyusun (organizing), bila siswa berhadapan dengan situasi yang
menyangkut lebih dari satu nilai, dengan senang hati mengatur nilainilai tersebut, menentukan hubungan antara berbagai nilai tersebut, dan
menerima bahwa ada nilai yang lebih tinggi daripada yang lain dari segi
pentingnya bagi siswa
perseorangan.
Contoh: mempertimbangkan, memutuskan, membuat rencana, dan
mempertimbangkan alternatif.
5) Pembentukan sifat melalui nilai (characterization by value or value
complex), siswa secara konsisten mengikuti nilai yang berlaku dan
menganggap tingkah laku ini sebagai bagian dari sifatnya.
Contoh: percaya akan, mempraktekkan, terus melakukan, mengerjakan,
bertindak menurut tata nilainya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai