Anda di halaman 1dari 91

PENDIDIKAN

NILAI DAN MORAL


Dosen Pengasuh:
Drs. H. Abdul Rivai, M.AP
Tujuan
Agar para mahasiswa:
1. Mengenal dan memahami pendidikan nilai, moral dan prinsip-prinsip nilai,
moral secara umum dan khusus yang berlaku di negara Indonesia;
2. Memiliki dan menerapkan teori perkembangan moral yang luhur guna
mewujudkan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan
berkepribadian utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional;
3. Melatih mahasiswa berpikir kritis dan analitis guna mempertajam
pertimbangan nilai, moral yang benar;
4. Memahami VCT (Value Clarification Technique) dan games sebagai
strategi pembelajaran nilai, moral.
Pendekatan pembelajaran :
Ekspositori dan inkuiri
- Metode : Ceramah, tanya jawab, diskusi dan pemecahan
masalah
- Tugas : Laporan Buku, makalah, diskusi
- Media : LCD

Evaluasi :
- Kehadiran
- Penugasan
- Responsi dan diskusi
- UTS
- UAS
Rincian materi perkuliahan tiap pertemuan
Pertemuan 1 : Perkenalan perkuliahan; tujuan, syarat, materi, kelulusan, dosen
Pertemuan 2 : Pendidikan nilai, moral dan prinsip-prinsip nilai, moral secara umum dan
khusus yang berlaku di negara Indonesia :
- Pengertian pendidikan nilai, moral;
- Prinsip-prinsip nilai, moral
Pertemuan 3 : Tujuan pendidikan nilai, moral; Madzhab-madzhab etika
Pertemuan 4 : VCT & Games sebagai strategi pembelajaran nilai, moral
Pertemuan 5 : UTS
Pertemuan 6 : Merefleksikan nilai-nilai yang berbeda & Pendidikan nilai sebagai
sarana memberikan filsafat hidup
Pertemuan 7 : Manusia dan kebahagiaannya & Moralitas, norma-norma moralitas dan faktor-
faktor penentu moralitas
Pertemuan 8 : Penugasan dan Diskusi Kelompok
Pertemuan 9 : UAS
1. Apa pendidikan itu?
2. Apa pendidikan nilai itu?
3. Apa pendidikan moral itu?
4. Apa Prinsip-prinsip nilai, moral secara umum dan
khusus yang berlaku di negara Indonesia;
PENGERTIAN PENDIDIKAN
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani paedagogie, yang akar katanya pais yang berarti
anak dan again yang artinya bimbingan. Dengan demikian, paedagogie berarti bimbingan yang
diberikan kepada anak.
Dalam bahasa inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari
bahasa Yunani educare, yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk
dituntun agar tumbuh dan berkembang.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat
imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan
mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran
dan pelatihan.
Para ahli memberikan definisi pendidikan di antaranya sebagai berikut:
1. Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya,
pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-
tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
2. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
3. Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.
Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahli
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh
orang dewasa kepada perkembangan anak untuk
mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain.
PENGERTIAN NILAI
Nilai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1994: 690) adalah harga (dalam arti taksiran harga).

Beberapa pendapat yang mengemukakan tentang “NILAI”, diantaranya:


1. Nilai, (Sumantri, 1993: 2) suatu ide/konsep yang seseorang pikirkan merupakan hal penting dalam
hidupnya;
2. Nilai, (M. Rokeach) terbagi dua, yaitu (1) nilai sebagai sesuatu yang dimiliki oleh seseorang (A person
has a value), dan (2) nilai sebagai sesuatu yang berkaitan dengan objek (An object has value);
3. Nilai, (Robin Williams), kriteria atau standar yang dibuat untuk melakukan penilaian;
4. Nilai, (Clyde Kluckhon), suatu konsepsi yang jelas, untuk tersurat atau tersirat dari seseorang atau
kelompok tertentu mengenai apa yang diingini yang mempengaruhi pemilihan sarana dan tujuan
tindakan;
5. Nilai, (Kosasih Djahiri,1996: 17) adalah harga yang diberikan oleh seseorang/ sekelompok orang
terhadap seuatu (materiil-immateriil, personal, kondisional) atau harga yang dibawakan/tersirat atau
menjadi jati diri dari sesuatu. Pengertian “nilai” secara sederhana dan mudah difahami dengan Bahasa
umum yakni harga yang diberikan seseorang/sekelompok manusia terhadap sesuatu. Harga mana
tentunya akan ditentukan oleh tatanan nilai (value sistem) dan tatanan keyakinan (belief sistem) yang ada
dalam diri/kelompok ybs. Harga yang dimaksud di sini adalah harga afektual. Yakni harga yang
menyangkut dunia afektif manusia.

Dengan demikian, ternyata bahwa nilai merupakan seperangkat tingkah laku


seseorang menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi
atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi prilaku yang ketat, baik
yang bersumber metafisika, teologi, estetika, maupun logika.
Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu:
- nilai-nilai nurani(values of being),
adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi
perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain. Yang termasuk dalam
nilai-nilai nurani adalah kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan
diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian, dan kesesuaian.
- nilai-nilai memberi (values of giving),
adalah nilai yang perlu dipraktikkan atau diberikan yang kemudian akan
diterima sebanyak yang diberikan. Yang termasuk pada kelompok nilai-
nilai memberi adalah setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih, peka,
tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati.
(Linda, 1995:28-29).
PENDIDIKAN
NILAI
adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut
moral dan sudut pandang non moral, yang meliputi estetika
yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera
pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam
hubungan antarpribadi.
PENGERTIAN MORAL
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi
pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari
segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan tetapi bentuk formalnya berbeda.
Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan
dan kelakuan (akhlak).
Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai
perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber
timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan
direncanakan sebelumnya.
Sementara itu Wila Huky, sebagaimana dikutip oleh Bambang Daroeso (1986:
22) merumuskan pengertian moral secara lebih komprehensip rumusan
formalnya sebagai berikut :
1. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna
dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan
tertentu.
2. Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan pandangan
hidup atau agama tertentu.
3. Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran, bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik ,
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih jelas perlu diberikan ulasan bahwa substansi materiil dari ketiga
batasan tersebut tidak berbeda, yaitu tentang tingkah laku.
Akan tetapi bentuk formal ketiga batasan tersebut berbeda. Batasan pertama dan kedua hampir sama,
yaitu seperangkat ide tentang tingkah laku dan ajaran tentang tingkah laku. Sedangkan batasan ketiga
adalah tingkah laku itu sendiri.
Pada batasan pertama dan kedua, moral belum berwujud tingkah laku, tapi masih merupakan acuan dari
tingkah laku. Pada batasan pertama, moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral. Pada batasan kedua,
moral dapat dipahami sebagai nilai-nilai moral atau norma-norma moral. Sedangkan pada batasan ketiga,
moral dapat dipahami sebagai tingkah laku, perbuatan, atau sikap moral.
Namun demikian semua batasan tersebut tidak salah, sebab dalam pembicaraan sehari-hari, moral sering
dimaksudkan masih sebagai seperangkat ide, nilai, ajaran, prinsip, atau norma. Akan tetapi lebih kongkrit
dari itu , moral juga sering dimaksudkan sudah berupa tingkah laku, perbuatan, sikap atau karakter yang
didasarkan pada ajaran, nilai, prinsip, atau norma.
Dengan demikian “Moral” itu adalah hal yang mendorong manusia
untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma.
Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya
atau baik tidaknya tindakan manusia.
Apabila berbicara mengenai moralitas suatu perbuatan, berarti dari
segi moral satu perbuatan atau keseluruhan asas dan nilai tersebut
berkaitan dengan ukuran baik dan buruk.
PENDIDIKAN
adalah suatu MORAL
program yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan perilaku seseorang agar lebih baik lagi, dapat
menyesuaikan diri dengan menyesuaikan tujuan hidup
masyarakat yang bermoral.
PRINSIP-PRINSIP NILAI, MORAL
PENGERTIAN PRINSIP
Berikut ini adalah beberapa pengertian dan definisi prinsip:
• Kamus Bahasa Indonesia
Prinsip adalah asas, kebenaran yang jadi pokok dasar orang berfikir, bertindak, dan
sebagainya.
• Palgunadi Tatit Setyawan
Prinsip adalah hal yang membatasi esensi
• Russel Swanburg
Prinsip adalah kebenaran yang mendasar, hukum atau doktrin yang mendasari gagasan
• Toto Asmara
Prinsip adalah hal yang secara fundamental menjadi martabat diri atau dengan kata lain,
prinsip adalah bagian paling hakiki dari harga diri
• UDO YAMIN EFENDI MAJDI
Prinsip adalah pedoman berprilaku yang terbukti mempunyai nilai yang langgeng dan
permanen
• AHMAD JAUHAR TAUHID
Prinsip adalah pandangan yang menjadi panduan bagi perilaku manusia yang telah terbukti
dan bertahan sekian lama
• HERRY TJAHJONO
Prinsip adalah hukum alam dan sudah jadi kebenaran hakiki
PRINSIP NILAI
Prinsip adalah gagasan dasar yang mengandung kebenaran, berupa doktrin
atau asumpsi, yang terjabar dalam hukum atau tata pergaulan, yang dijadikan
landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku. Prinsip dipegang sebagai
acuan dalam menentukan pilihan suatu pemikiran atau tindakan, menentukan
pola fikir dan pola tindak, sehingga akan mewarnai tingkah laku pemegang
prinsip dimaksud.

 Contoh prinsip yang cukup banyak kita fahami di antaranya:


yang penting adalah tercapainya tujuan, sedang cara tidak
bermakna, atau tujuan menghalalkan segala cara.
 Terdapat pula prinsip bahwa penyelesaian masalah adalah dengan cara
tidak melawan dengan kekerasan, kalau anda dipukul pipimu kiri,
serahkan pipimu kanan.
 Ada juga prinsip yang menyatakan bahwa perdamaian hanya akan
terwujud dengan pengorbanan secara total, ibarat sebatang lilin yang habis
terbakar demi menerangi sekitarnya.
 Namun ada yang berprinsip keadilan akan terwujud apabila dilakukan
tindakan yang seimbang, kalau seorang membunuh harus dibalas dengan
dibunuh.

 Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang tidak berpegang pada


suatu prinsip, tindakannya tidak terduga dan tidak terarah, tergantung
pada angin berembus, orang semacam ini dikatakan sebagai orang
yang tidak berprinsip.
Dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyebut sila-sila
dalam Pancasila itulah prinsip-prinsip kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
dalam bahasa Inggris disebutnya sebagai the five principles. Dengan demikian
maka sila-sila dalam Pancasila itu memberi corak pada pola fikir dan pola tindak
bangsa Indonesia dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya.
 Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, pola pikir, sikap dan tidak bangsa
Indonesia mengacu pada prinsip yang terkandung di dalamnya. Orang bebas
berfikir, bebas berusaha, namun sadar dan yakin bahwa akhirnya yang
menentukan segalanya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Man proposes, but God
disposes, sehingga manusia rela dan ikhlas diatur. Dalam menentukan suatu
pilihan tindakan seorang memiliki kebebasan, namun kebebasan tersebut harus
dipertanggungjawabkan, dan memiliki akibat terhadap pilihan tindakannya.
Dalam menentukan pilihan tindakan, seseorang mengacu pada terwujudnya
keselarasan atau harmoni dan kelestarian alam semesta.
 Prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan acuan bahwa
dalam olah fikir, olah rasa, dan olah tindak, manusia selalu mendudukkan
manusia lain sebagai mitra, sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak dan
kewajibannya dihormati secara beradab. Dengan demikian tidak akan terjadi
penindasan atau pemerasan. Segala aktivitas bersama berlangsung dalam
keseimbangan, kesetaraan dan kerelaan.
 Dengan prinsip Persatuan Indonesia, pola fikir, sikap dan tindak bangsa
Indonesia selalu mengacu bahwa negara Indonesia merupakan negara kesatuan
dari Sabang sampai Merauke. Kita mengaku bahwa negara kesatuan ini
memiliki berbagai keanekaragaman ditinjau dari segi agama, adat, budaya, ras,
dan sebagainya, yang harus didudukkan secara proporsional dalam negara
kesatuan. Dalam hal terjadi konflik kepentingan, maka kepentingan bangsa
diletakkan di atas kepentingan pribadi, golongan dan daerah.
 Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, memberikan petunjuk dalam berfikir,
bersikap dan bertingkahlaku bahwa yang berdaulat dalam negara Republik
Indonesia adalah seluruh rakyat, sehingga rakyat harus didudukkan secara
terhormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aspirasi
rakyat dipergunakan sebagai pangkal tolak penyusunan kesepakatan bersama
dengan jalan musyawarah. Apabila dengan musyawarah tidak dapat tercapai
kesepakatan, maka pemungutan suara tidak dilarang. Setiap kesepakatan
bersama mengikat semua pihak tanpa kecuali, dan wajib untuk merealisasikan
kesepakatan dimaksud. Dalam menentukan kesepakatan bersama dapat juga
ditempuh dengan jalan perwakilan.
 Prinsip Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia memberikan
acuan bagi olah fikir, olah sikap dan olah tindak bahwa yang ingin diwujudkan
dengan adanya negara Republik Indonesia adalah kesejahteraan lahir dan batin
bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Pemikiran yang mengarah pada
terwujudnya kesejahteraan sepihak tidak dibenarkan.

Prinsip-prinsip yang lima tersebut merupakan pendukung dan sekaligus


realisasi konsep-konsep yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945, seperti konsep pluralistik, harmoni atau keselarasan, gotong
royong dan kekeluargaan, integralistik. kerakyatan dan kebangsaan.
NILAI-NILAI YANG TERDAPAT DALAM PANCASILA

Dari konsep dan prinsip yang terdapat dalam Pancasila, dapat ditemukan nilai dasar
yang menjadi dambaan bangsa Indonesia, yang ingin diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nilai tesebut adalah perdamaian, keimanan, ketaqwaan, keadilan,


kesetaraan, keselarasan atau harmoni, keberadaban, persatuan,
kesatuan, permufakatan, kebijaksanaan dan kesejahteraan.
Damai adalah situasi yang menggambarkan tiadanya konflik, segala unsur
yang terlibat dalam suatu proses berlangsung secara selaras, serasi dan
seimbang, sehingga menimbulkan keteraturan, ketertiban dan keamanan.
Segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dapat terpenuhi, sehingga
tidak terjadi perebutan akan kepentingan. Hal ini akan terwujud bila segala
unsur yang terlibat dalam kegiatan bersama mampu mengendalikan diri secara
prima dengan asesanti memayu hayuning bawono serta leladi sesamining
dumadi.

Memayu hayuning bawono : artinya ikut menjaga ketentraman di dunia


Karyanak tyasing sesami leladi sesamining dumadi : artinya kita hidup
harus menciptakan kedamaian bersama karena kita hidup Cuma
mengabdi pada kehidupan
Iman adalah suatu keadaan yang menggambarkan keyakinan akan adanya
kekuatan supranatural yang disebut Tuhan Yang Maha Esa. Dengan keimanan
namusia yakin bahwa Tuhan menciptakan dan mengatur alam semesta. Apapun
yang terjadi di dunia adalah atas kehendakNya, dan manusia wajib untuk
menerima dengan keikhlasan.

Taqwa adalah suatu sikap berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
bersedia untuk mematuhi segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
Ketaatan dan kepatuhan ini didasari oleh keikhlasan dan kerelaan.

Adil adalah menempatkan segala perkara pada tempatnya. Segala unsur yang terlibat
dalam suatu kegiatan dihormati dan didudukkan sesuai dengan harkat dan martabatnya,
disesuaikan dengan peran fungsi dan kedudukkannya. Kewajiban dan hak asasi
dihormati dan didudukkan sesuai dengan prinsip Pancasila.
Setara adalah menempatkan segala perkara tanpa membeda-bedakan baik dari
segi jender, suku, ras, agama, adat dan budaya. Setiap orang diperlakukan sama
dihadapan hukum, memperoleh kesempatan yang sama dalam pelayanan
pendidikan, kesempatan kerja sesuai dengan potensi, kemampuan dan peran yang
dimilikinya.

Selaras atau harmoni adalah keadaan yang menggambarkan keteraturasn,


ketertiban, ketaatan karena masing-masing unsur yang terlibat melaksanakan peran
dan fungsi secara tepat, sehingga timbul rasa nikmat dalam suasana damai. Ibarat
suatu orchestra, masing-masing pemain berpegang pada partitur yang tersedia, dan
masing-masing pemain instrumen melaksanakan secara taat dan tepat, maka akan
terasa suasana nikmat dan damai.
Beradab akan terwujud apabila komponen yang terlibat dalam kehidupan
bersama berpegang teguh pada adat budaya yang mencerminkan nilai dasar yang
dipegang dalam kehidupan bersama. Beradab menurut bangsa Indonesia adalah
apabila prinsip yang terkandung dalam Pancasila dipergunakan sebagai acuan
pola fikir dan pola tindak, sedang nilai dasar Pancasila dipegang sebagai tujuan
yang hendak direalisasikan.

Persatuan dan kesatuan menggambarkan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas


berbagai komponen yang beraneka ragam, namun membentuk suatu kesatuan yang
utuh. Masing-masing komponen dihormati dan didudukkan sebagai bagian yang
integral dalam kesatuan negara-bangsa Indonesia.
Mufakat adalah hal ihwal yang mendapatkan kesepakatan bersama dari hasil
musyawarah. Hal ihwal yang telah menjadi suatu permufakatan dipegang teguh
dalam kehidupan bersama, masing-masing unsur yang terlibat dalam
permufakatan wajib mematuhinya.

Bijaksana adalah hal ihwal yang menggambarkan hasil olah fikir dan olah rasa
yang bersendi pada kebenaran, dan keadilan. Bagi bangsa Indonesia tolok ukur
kebijaksanaan tiada lain adalah prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Sejahtera adalah kondisi yang menggambarkan terpenuhinya tuntutan dan


kebutuhan manusia baik kebutuhan lahiriyah maupun kebutuhan batiniah sehingga
terwujud rasa puas diri, yang akhirnya bermuara pada rasa damai.
Setelah kita faham mengenai konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila, maka permasalahan berikut
adalah………..

Bagaimana konsep, prinsip dan nilai yang terkandung


dalam Pancasila ini dapat diimplementasikan dalam
berbagai kehidupan secara nyata?
PRINSIP MORAL
Prinsip merupakan petunjuk arah layaknya kompas. Sebagai petunjuk
arah, kita bisa berpegangan pada prinsip – prinsip yang telah disusun
dalam menjalani hidup tanpa harus kebingunan arah karena prinsip bisa
memberikan arah dan tjuan yang jelas pada setiap kehidupan kita.
Seorang leader atau pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang
berprinsip. Karena seorang pemimpin yang berprinsip pasti akan terarah
dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin.
Manfaat dari prinsip-prinsip moral untuk
membangun pribadi yang kuat
Untuk mengukur tindakan manusia secara
moral, Tolak ukurnya adalah Prinsip-Prinsip
Moral Dasar.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip dari
moral dasar tersebut :
Prinsip Sikap Baik
Kesadaran inti utilitarisme ialah bahwa kita hendaknya jangan
merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita
sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa saja adalah sikap yang
positif dan baik.

Prinsip utilitarisme, bahwa kita harus mengusahakan akibat-akibat


baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat-dapatnya
mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita bagi siapa saja
yang terkena olehnya memang hanya masuk akal, kalau sudah
diandaikan bahwa kita harus bersikap baik terhadap orang lain.
Prinsip Sikap Baik mendahului dan mendasari semua
prinsip moral lain. Baru atas tuntutan dasar ini semua
tuntutan moral lain masuk akal. Kalau tidak diandaikan
bahwa pada dasarnya kita harus bersikap positif terhadap
orang lain.

Prinsip ini mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan


manusia. Hanya karena prinsip itu memang kita resapi dan
rupa-rupanya mempunyai dasar dalam struktur psikis
manusia, kita dapat bertemu dengan orang yang belum kita
kenal tanpa takut. Karena sikap dasar itu kita dapat
mengandaikan bahwa orang lain tidak akan langsung
mengancam atau merugikan kita.
Andaikata tidak demikian,
andaikata sikap dasar antar
manusia adalah negatif, maka siapa
saja harus kita curigai, bahkan kita
pandang sebagai ancaman.
Hubungan antar manusia akan
mati.
Prinsip Keadilan
Masih ada prinsip lain yang tidak termuat dalam utilitarisme, yaitu prinsip
keadilan. Bahwa keadilan tidak sama dengan sikap baik.
contoh : untuk memberikan makanan kepada seorang ibu gelandangan yang
menggendong anak, apakah saya boleh mengambil sebuah kotak susu dari
sepermarket tanpa membayar, dengan pertimbangan bahwa kerugian itu
amat kecil, sedangkan bagi ibu gelandangan itu sebuah kotak susu dapat
berarti banyak baginya.

Tetapi kecuali kalau betul-betul sama sekali tidak ada jalan lain untuk menjamin bahwa anak ibu itu dapat
makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri.
Mencuri melanggar hak milik pribadi dan dengan demikian keadilan. Berbuat baik dengan melanggar hak pihak
ketiga tidak dibenarkan.
Secara teoritis : Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap
siapa saja.

Tetapi kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas, itu tidak
hanya berlaku pada benda-benda materiil yang dibutuhkan orang : uang yang telah
diberikannya kepada seseorang pengemis tidak dapat dibelanjakan bagi anak-
anaknya sendiri; melainkan juga dalam hal perhatian dan cinta kasih : kemampuan
untuk memberikan hati kita juga terbatas!

Maka secara logis dibutuhkan prinsip tambahan yang menentukan bagaimana


kebaikan yang merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip
keadilan.
Adil pada hakekatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya. Dan karena pada hakekatnya semua orang sama nilainya sebagai
manusia, maka tuntutan paling dasariah keadilan ialah perlakuan yang sama terhadap
semua orang, tentu dalam situasi yang sama.
Jadi prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan
perlakuan yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang
bersangkutan.
Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan
mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan (misalnya karena orang itu tidak
membutuhkan bantuan).
Suatu perlakuan tidak sama selalu perlu dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan
yang sama dengan sendirinya betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus.
Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-
tujuan, termasuk yang baik, dengan melanggar hak seseorang.
Prinsip Hormat Terhadap Diri Sendiri
Prinsip ini mengatakan bahwa kita wajib untuk selalu
memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai pada dirinya
sendiri.
Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah person,
pusat berpengertian dan berkehendak yang memiliki kebebasan
dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu manusia
tidak pernah boleh dianggap sebagai sarana semata-mata demi
suatu tujuan yang lebih lanjut. Ia adalah tujuan yang bernilai pada
dirinya sendiri, jadi nilainya bukan sekedar sebagai sarana untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan yang lebih jauh. Hal itu juga
berlaku bagi kita sendiri.
Maka manusia juga wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri
dengan hormat. Kita wajib menghormati martabat kita sendiri.
Prinsip ini mempunyai dua arah.
Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperkosa atau diperbudak.
Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka yang diperlakukan demikian
jangan membiarkannya berlangsung begitu saja apabila ia dapat melawan.
Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu tidak pernah
wajar, karena berarti bahwa kehendak dan kebebasan eksistensial kita dianggap sepi. Kita
diperlakukan sama seperti batu atau binatang.
Hal itu juga berlaku apabila hubungan-hubungan pemerasan dan perbudakan dilakukan atas
nama cinta kasih, oleh orang yang dekat dengan kita, seperti oleh orang tua atau suami. Kita
berhak untuk menolak hubungan pemerasan, paksaan, pemerkosaan yang tidak pantas.
Misalnya ada orang yang didatangi orang yang mengancam bahwa ia akan membunuh diri
apabila dia itu tidak mau kawin dengannya, maka menurut hemat saya sebaiknya diberi jawaban
“silahkan!” dengan resiko bahwa ia memang akan melalukannya (secara psikologis itu sangar
tidak perlu dikhawatirkan; orang yang sungguh-sungguh untuk membunuh diri biasanya tidak
agresif).
Adalah tidak wajar dan secara moral tidak tepat untuk membiarkan dia diperas, juga kalau kita
mau diperas atas nama kebaikan kita sendiri.
Yang kedua, kita jangan sampai membiarkan diri terlantar, kita mempunyai kewajiban
bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap diri kita sendiri. Kita wajib
untuk mengembangkan diri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-
nyiakan bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan yang dipercayakan kepada kita.
Sekaligus kita dengan demikian menolak untuk memberikan sumbangan kepada
masyarakat yang boleh diharapkannya dari kita.
Kesimpulan
Setiap Individu diharus memiliki prinsip moral yang baik itu adalah sebuah kewajiban
disaat seseorang telah memiliki prinsip moral yang kuat maka pribadi orang tersebut
juga akan sama kuatnya. Pribadi yang memiliki moral yang kuat akan dapat dinilai baik
di sekelilingnya dan akan mudah bersosialisai dengan masyarakat. Karena orang yang
memiliki moral kepribadian yang baik dapat dibilang menghormati dirinya sediri. Maka
dari itu pentingnya prinsip moral agar membangun pribadi yang kuat sangatlah penting
dan dibutuhkan oleh setiap manusia agar dirinya tidak terbawa pengaruh buruk dalam
bermasyarakat.
TUJUAN PENDIDIKAN
NILAI, MORAL
TUJUAN PENDIDIKAN NILAI
Tujuan pendidikan nilai pada dasarnya membantu mengembangkan
kemahiran berinteraksi pada tahapan yang lebih tinggi serta meningkatkan
kebersamaan dan kekompakan interaksi atau yang disebut Piaget sebagai ekonomi
interaksi atau menurut Oser dinyatakan dengan peristilahan kekompakan
komunikasi.
Tujuan pendidikan nilai tidak dapat tercapai tanpa aturan-aturan, indoktrinasi, atau
pertimbangan prinsip-prinsip belajar.
Sebaliknya, dorongan moral komponen pembentukan struktur itu sangat penting.
Oleh karena itu, pendidik seharusnya tidak hanya membekali dan menjejali siswa
dengan pengetahuan tentang tujuan serta analisis dari hubungan antara tujuan
dengan alat. (W. Sumpeno, 1996: 27).
Dalam Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nilai adalah
sebagai berikut:
a. “…untuk membantu individu memikirkan dan merefleksikan nilai-nilai yang berbeda dan
implikasi praktis dari mengekspresikannya dalam kaitannya dengan diri mereka sendiri,
orang lain, komunitas, dan dunia pada umumnya, untuk menginspirasi individu untuk
memilih pribadi, sosial, moral dan spiritual mereka sendiri. nilai-nilai dan menyadari
metode praktis untuk mengembangkan dan memperdalamnya”.
b. Lorraine (1996: 9) berpendapat, “Dalam pembelajaran pendidikan nilai hendaknya
ditekankan pada pembentukan dan pembinaan peserta didik dalam menginternalisasi dan
mengamalkan kebiasaan dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga
negara dan sebagai anggota masyarakat.”
c. Menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184), tujuan pendidikan nilai adalah untuk membantu
peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis sehingga
mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir dan perasaannya.
d. Hill (1991: 80) meyakini bahwa pendidikan nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan
mengamalkan nilai sesuai dengan keyakinanagamanya, konsesus masyarakatnya dan nilai moral
universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya.
e. Suparno (2002: 75) berpendapat bahwa tujuan pendidikan nilai adalah menjadikan manusia
berbudi pekerti.
f. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119) mengatakan bahwa pendidikan nilai bertujuan
untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam
kehidupan mereka.
Dalam proses pendidikan nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih yang spesifik
dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus.
Seperti yang dikemukakan oleh komite Asia and The Pasific Programme of Education
Innovation for Development (APEID), PENDIDIKAN NILAI secara khusus ditujukan
untuk:
a. menerapkan pembentukan nilai kepada anak,
b. menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan, dan
c. membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut (UNESCO, 1994).
Dengan demikian, tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung
mulai dari usaha penyadaran nilai hingga perwujudan perilaku yang bernilai.
TUJUAN PENDIDIKAN MORAL
Adapun tujuan pendidikan moral menurut Nurul Zuriah (2008:36) adalah:
a. Anak mampu memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga, lokal,
nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum, undang-undang, dan tatanan
antar bangsa.
b. Anak mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah rumitnya kehidupan
bermasyarakat saat ini.
c. Anak mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara rasional bagi
pengambilan keputusan yang terbaik setelah melakukan pertimbangan sesuai dengan
norma budi pekerti.
d. Anak mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi pembentukan
kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab.
Menurut Bergling dalam Wibowo (2001:146) bahwa mengembangkan dua macam
metode pendidikan moral yang diprediksi memiliki kemampuan yang sama dalam
meningkatkan pertimbangan moral siswa. Kesamaan kekuatannya dapat ditemukan pada
tujuannya, yakni meningkatkan moralitas siswa. Tinggi atau rendahnya moralitas siswa
dapat dilihat dari tingkat pertimbangan moralnya.
Menurut Kohlberg dalam Nina Syam (2011:211) bahwa menyatakan menekankan tujuan
pendidikan moral adalah merangsang perkembangan tingkat pertimbangan moral siswa.
Kematangan pertimbangan moral jangan diukur dengan standar regional, tetapi
hendaknya diukur dengan pertimbangan moral yang benar-benar menjungjung nilai
kemanusiaan yang bersifat unviersal, berlandaskan prinsip keadilan, persamaan, dan
saling terima.
Menurut Kohlberg dalam Nina Syam (2011:212) menyatakan bahwa untuk tercapainya
tujuan pendidikan moral tersebut, konsep pengembangan pembelajaran yang lebih
sesuai adalah melalui imposisi, tidak menyatakan secara langsung sistem nilai yang
konkret. Oleh karena itu, dianjurkan agar para pendidik di sekolah harus meningkatkan
pemahamannya mengenai hakikat pengembangan moral serta memahami metode-
metode komunikasi moral.
Menurut Frankena dalam Nina Syam (2011:224) menyatakan bahwa tugas program
pendidikan moral menyampaikan dan mempertahankan moral sosial, meningkatkan
kemampuan berpikir moral secara maksimal.
Lebih khusus lagi menurut Maritain dalam Nurul (2008:123) menegaskan bahwa
tujuan pendidikan moral adalah terbentuknya kejujuran dan kebebasan mental spiritual.
Lebih lanjut menurut Frankena, Nina Syam (2011:395) mengemukakan lima tujuan
pendidikan moral sebagai berikut:
a. Mengusahakan suatu pemahaman “pandangan moral” ataupun cara-cara moral
dalam mempertimbangkan tindakan-tindakan dan penetapan keputusan apa yang
seharusnya dikerjakan, seperti membedakan hal estetika, legalitas, atau pandangan
tentang kebijaksanaan.
b. Membantu mengembangkan kepercayaan atau pengadopsian satu atau beberapa
prinsip umum yang fundamental, ide atau nilai sebagai suatu pijakan atau landasan
untuk pertimbangan moral dalam menetapkan suatu keputusan.
c. Membantu mengembangkan kepercayaan pada dan atau pengadopsi norma-norma
konkret, nilai-nilai, kebaikan-kebaikan seperti pada pendidikan moral tradisional
yang selama ini dipraktikkan.
d. Mengembangkan suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang secara moral
baik dan benar.
e. Meningkatkan pencapaian refleksi otonom, pengendalian diri atau kebebasan mental
spiritual, meskipun itu disadari dapat membuat seseorang menjadi pengkritik
terhadap ide-ide dan prinsip-prinsip, dan aturan-aturan umum yang sedang berlaku.
Menurut Kohlberg dalam Aryani (2010:128) bahwa menggabungkan tujuan pendidikan
moral dengan tujuan pendidikan Civics (Pendidikan Kewarganegaraan). Dinyatakan
bahwa selain harus mempertimbangkan tercapainya tujuan moral secara filosofis, juga
mengembangkan tingkat pertimbangan moral yang secara ideal menentukan apa yang
seharusnya dilakukan.
Tujuan moral secara filosofis menyerukan kebebasan dan kebiasaan berpikir sehingga
mampu melahirkan pertimbangan moral yang bernilai universal untuk seluruh umat
manusia. Prinsip moral secara filosofis tidak membedakan seluruh peraturan,
sedangkan nilai moral secara konkret didasarkan pada aturan khusus yang berlaku
untuk suatu masyarakat tertentu. (Kohlberg dalam Aryani, 2010:129)
Menurut Beddoe dalam Nurul (2008:119) menyarankan agar pendidikan moral
hendaknya dilaksanakan dengan mengembangkan suatu kehidupan yang
memungkinkan seseorang memiliki sikap respect yang mendalam kepada orang lain.
Pembelajaran yang dianjurkan ialah dengan cara memecahkan masalah melalui konflik
moral agar mampu meningkatkan pertimbangan moral.
Berangkat dari tujuan tersebut diatas maka dalam pelaksanaannya terdapat tiga faktor
penting dalam pendidikan moral di Indonesia yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan perbedaan
perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu dilakukan
identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan
moral dari peserta didik itu sendiri.
b. Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan perkembangan
moral manusia maka perlu diketahui pula tingkat tahapan kemampuan peserta didik.
Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan tingkatan yang berbeda itu pula
maka semua nilai-nilai moral yang terkandung dalam pendidikan moral tersebut
memiliki batasan-batasan tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta
didik.
c. Guru Sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori perkembangan moral
manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru seyogyanya adalah fasilitator
yang memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memahami dan menghayati nilai-
nilai pendidikan moral itu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya


tujuan pendidikan moral di sekolah membantu siswa mempertinggi
tingkat pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya sesuai
dengan tahapan dan tingkatannya.
MADZHAB-MADZHAB
ETIKA
Mazhab etika atau norma ini dipandangan sebagai ilmu
yang menilai tentang pandangan kehidupan seseorang
serta tujuan hidup manusia.
A.
HEDONISME
1. Pengertian Hedonisme
Kata hedonisme bersal dari kata hedonismos (Yunani), yang berasal dari kata hedone, yang
berarti kenikmatan dan kesenangan, yang muncul istilah “hedonisme”.

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan


kenikmatan materi adalah tujuan hidup. Bagi penganut paham ini bersenang-senang,
berpesta-pora,dan plesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi
orang lain atau tidak.
Karena mereka beranggapan hidup ini hanya sekali, sehingga mereka merasa ingin
menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Didalam lingkungan penganut paham ini, hidup
dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.
Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epikuris yang menyatakan, ”Bergembiralah
engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati”.
Disini salah seorang tokoh hedonisme adalah Aristippos (433-355 SM), seorang filsuf
Yunani. Aristippos mengatakan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.
Selanjutnya, Epikuros (341-270 SM) menyatakan bahwa keinginan manusia untuk mencari
kesenangan adalah hal yang wajar.akan tetapi, walaupun Aristippos menjunjung tinggi
kesenangan, dia sendiri membatasi kesenangan itu dengan pengendalian diri.
Demikian juga halnya dengan Epikuros. Epikuros menganjurkan untuk mendapatkan
kesenangan itu dengan kesederhanaan, kebijaksanaan dan ketentraman.
2. Kelemahan Hedonisme
Kelemahan dari madzab hedonisme diantaranya yaitu:
a. Bahwa setiap tingkah laku manusia adalah untuk mencari kesenangan pribadinya.
b. Hedonisme dalam memandang bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang kita senangi. Namun,
baik-buruk, terpuji-tercela tergantung pada selera atau perasaan individu.
c. Penganut paham ini akan selalu membanggakan kenikmatan/kebahagian dunia yang dimilikinya.
d. Paham ini seba individual dan tidak menyentuh tatanan sosial dalam pembahasanya, hedonisme akan
mndorong manusia untuk memenuhi kesenangan yang bersifat individual, dia akan lebih
memperioritaskan kesenangan dirinya dibandingan kesenangan yang lain.
e. Tidak ada arti utama dan rendah, baik atau buruk kecuali bila diperhatikan hubungan diantara
manusia satu dengan lainnya, atau dengan kata lain bila perseorangan itu sebagai anggota
masyarakat.
B. DESISIONISME
1. Pengertian Desisionisme
Menurut istilah, desisionisme berasal dari kata Latindecisio atau kata Inggris decision, yang
berarti ‘keputusan’.
Sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, dewasa ini dalam berbagai teknik untuk
membuat keputusan. Dalam membuat keputusan, orang dapat berpegang pada norma tertentu,
misalnya norma etis atau norma keagamaan.
Orang dalam membuat keputusan hanya berpegang pada pilihan bebas pribadi saja mengikuti
ajaran etis yang dikenal dengan nama desisionisme.

Desisionisme adalah pandangan etis yang berpendapat bahwa keputusan etis hanyalah
masalah pemilihan bebas, dan tidak memerlukan norma atau kriteria apapun.
Desisionisme tak mengenal kata “jangan” dalam hal apapun. Karena tidak mengacu kepada
norma etis atau agama tertentu, orang yang membuat keputusan berdasarkan ajaran desisionisme
tidak mengenal istilah “salah” atau “dosa”. Yang ada dan dimengerti adalah “cocok”, ”tepat”,
atau “sesuai”. berdasarkan pilihan bebas, keputusan itu bersifat subyektif.

1. Keunggulan Desisionisme
Yaitu Unsur keberanian pada waktu mengambil keputusan dan keberanian untuk menanggung
konsekuensinya. Setiap keputusan membawa resiko, keputusan yang mempertimbangkan segala
unsur dan dibuat masak-masak pun tak terhindar dari resiko, untuk menghadapi itu tak akan
terjadi tanpa adanya suatu keberanian. Namun, bagaimana pun juga, keberanian merupakan
unsur positif pada desisionisme.
2. Kelemahan Desisionisme
Disini kelemahan desisionisme bersumber dari prinsipnya sendiri. Desisionisme waktu
memutuskan hanya bersandar pada pilihan pribadi bebas, diantaranya:
1. Hasil keputusan semacam ini tak seimbang karena banyak unsur lain yang tersangkut dalam
keputusan tidak dipertimbangkan.
2. Hasil keputusan yang tidak seimbang memiliki kemungkinan besar untuk ditolak oleh orang-
orang yang bersangkutan. Keputusan yang tidak diterima sulit dilaksanakan.
3. Dalam hidup dan kegiataan manusia entah sadar atau tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor.
4. Manusia adalah makhluk yang berkepentingan pribadi, apapun bentuknya. Keputusan yang
bersandar pada pilihan bebas mau tak mau dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Kecuali
tidak bebas lagi, keputusan yang dipengaruhi oleh kepentingan pribadi cenderung untuk
memihak pada kepentingan pribadi itu.
Keputusan merupakan kegiatan penting dalam hidup manusia. Mutu keputusan mempengaruhi
hidup dan pribadi manusia.
Dalam pembahasan desisionisme ini menjadi penting dan berguna sebagi contoh pengambilan
keputusan yang perlu dilengkapi pertimbangannya. Keputusan yang tidak lengkap
pertimbangnya jelas membawa akibat yang tidak hanya tidak lengkap, tetapi juga negatif.
C. INDIVIDUALISME
1. Pengertian Individualisme
Dari berbagai ajaran dan doktrin yang menekankan perorangan atau pribadi. Ajaran atau
doktrin itu disebut individualisme. Nama itu sesuai dengar arti kata asalnya.
Individualisme berasal dari kata Latin individuus, yang dalam kata sifatnya menjadi
individualis. Kata indiduus dan individualis berarti ‘perorangan’,’pribadi’,dan ’bersifat
perorangan, pribadi’.
Menurut individualisme perorangan memiliki kedudukan utama dan kepentingannya
merupakan urusan yang tertinggi. Setiap orang itu berharga. Setiap orang merupakan pribadi
yang otonom,berdiri sendiri. Setiap orang berhak menjadi diri sendiri. Untuk itu setiap orang
berhak mempergunakan kebebasan dan inisiatifnya. Untuk mencapai kepenuhan diri, setiap
orang perlu dijaga dan dilindungi kepentingannya.
Diterapkan dalam etika, individualisme berpendirian bahwa dasar kehidupan
etis adalah pribadi perorangan. Normanya adalah kepentingan pribadi
perorangan.
Tujuannya adalah menjaga dan mengembangkan pribadi perorangan dan
kepentingannya.
Cara yang ditempuh adalah memberi kebebasan sebesar-besarnya kepada
setiap orang dan menyediakan ruang yang seluas-luasnya untuk inisiatifnya
dalam perkara pribadi, sosial, ekonomi, politik, agama.
2. Kelemahan Individualisme
Yaitu konsep tentang manusia. Individualisme terlalu menekankan tinggi
kedudukan pribadi dan perorangan dengan mengabaikan unsur sosialnya
(kepentingan bersama). Karena itu, masyarakat tidak perlu dipertimbangkan dalam
perbuatan etis. Begitu juga segala pedoman, peraturan, dan hukum yang ada
padanya. Untuk keluar dari kemelut dan menemukan kembali keseimbangan
pandangan dan sikap, individualisme perlu meninjaunya dengan meneliti hakikat
kesosialan manusia.
Manusia bersifat sosial tidak hanya karena kebetulan, tetapi karena kodratnya.
Untuk hidup dan mencapai kepenuhannya, manusia memerlukan orang lain
(sesamanya). Maka dari itu terciptanya keseimbangan antara pengembangan
pribadi serta kepentingan sesamanya.
Keseimbangan antara perorangan dan kelompok, antara kepentingan pribadi
perorangan dan kepentingan bersama dalam masyarakat merupakan hal yang tak
mudah untuk dijaga.
Ketidakmampuan menjaga keseimbangan itu mengakibatkan orang terlalu
menekankan pribadi perorangan dan kepentingannya dengan mengabaikan
kelompok, atau sebaliknya. Terlalu mengutamakan kelompok dan kepentingannya
dengan mengorbankan pribadi perorangan.
D. MORALISME
1. Pengertian Moralisme
Moral berasal dari bahasa Latin mores, yang berarti ‘akhlak', ’tabiat’,
‘kelakuan’, ‘cara hidup’, ‘adat istiadat’ (yang baik). Dari kata itu terbentuk
kata “moralis”, yang artinya ‘berkaitan dengan akhlak, tabiat, kelakuan’. Dari
sini turun kata “moral”.
Kata ini dipergunakan untuk menyebut baik-buruknya manusia sebagai
manusia dalam hal sikap perilaku, tindak tanduk, dan perbuatannya.
Dipandang dari segi moral, dapat terjadi bahwa seseorang dari segi tertentu
baik, tetapi dari segi moral buruk.
Misalnya, si A sebagai tukang kayu bagus, hasil kerjanya mengikuti
mode, artisik, kuat, dan tahan lama. Akan tetapi, sebagai manusia dari
segi moral tidak sebab dia suka tidak jujur dengan keuangan. Jika
diminta membeli material, dia selalu menambahkan harga. Sebaliknya,
B dari segi manusia secara moral baik, jujur, setia, adil, penuh cinta
kasih. Akan tetapi, sebagai pekerja ia tidak baik karena lambat, untuk
menyelesaikan tugasnya, ia memakan waktu lebih lama yang diperlukan
dan hasilnya selalu saja ada kekurangannya.
Dari kata “moral” yang menjadi kata untuk menilai manusia sebagai manusia itu, kita mendapat kata
benda “moralitas”, yang berarti mutu baik-buruknya manusia sebagai manusia. Untuk mengukur mutu
manusia sebagai manusia itu dipergunakan norma atau patokan moral. Tolak ukur untuk menetapkan baik-
buruknya sikap, tindak tanduk, dan perbuatan manusia. Setelah membedakan tiga istilah: etiket, etika, dan
moral itu, kita berbicara tentang aliran atau sikap moral yang disebut moralisme. Moralisme berasal dari
kata “moral” dan imbuhan “isme”.
Moralitas merupakan bagian penting dalam hidup manusia. Dengan moralitas, mutu manusia sebagai
manusia dipertaruhkan. Moralitas rendah membuat mutu manusia rendah. Moralitas tinggi menjadikan
mutu manusia tinggi. Pengembangan dan pendidikan moralitas dapat membawa dampak bagi peningkatan
mutu kehidupan manusia. Akan tetapi, moralitas bukan merupakan keseluruhan kehidupan manusia. Para
penganut aliran ini memandang dan memikirkan hidup dan perbuatan hanya dari segi moralitas.
2. Kelemahan Moralitas
Kelemahan dari madzhab moralitas diantaranya, yaitu:
a. Terlalu cepat menawarkan norma, patokan, dan petunjuk moral sebagai pemecahan suatu
masalah sebelum diselidiki perkaranya dan dicari penyelesaiannnya sesuai dengan duduk
perkaranya.
b. Menerapkan kaidah moral secara ketat, berlebihan, dan tidak pada tempatnya pada bidang
hidup terutama dibidang seni dan politik.

Petunjuk moralitas yang terlalu cepat diberikan sebelum duduk perkaranya diselidiki banyak
terjadi dalam hidup keluarga, masyarakat, dan bernegara.

Misalnya, dua orang anak bertengkar. Sebelum mendengar dari kedua anak itu apa yang
menjadi sebab pertengkaran, orang tua sudah memberi nasihat moralistis. “kamu kan
bersaudara,”kata orang tua itu, ”kamu harus rukun. Sebagai orang tua kami malu bila
mempunyai anak yang tidak rukun.”
Moralisme pemecahan masalah lewat nasihat, petuah, pengarahan moralistis
dapat meredakan suasana dan masalah, baik secara langkah awal untuk
memecahkannya.

Moralisme bukan sikap melawan paham prinsip moral segala cara


menghalalkan tujuan, yaitu paham yang berpendirian bahwa segala jalan dan
sarana juga yang jahat, misalnya, dengan membunuh orang adalah halal, asal
tujuan tercapai. Moralisme adalah penerapan salah satu kaidah moral dalam
hal yang memiliki unsur atau seginya tersendiri dan tidak begitu saja dapat
dinilai melalui berdasarkan kaidah moral.
Dalam hidup moral yang diperlukan adalah sikap terbuka, rela, mau
melihat hal apa adanya dari segala segi yaitu:
a. Sikap progresif, mau dan mampu mengikuti perkembngan zaman tanpa
hanyut didalamnya.
b. Sikap antisipatif, mau dan sabar menunggu hasil perkembangan
perkara dan tidak mengadili sebelum waktunya.
c. Sikap inovatif, mau terlibat dalam perciptaan dan pembaharuan hidup
sehingga tidak sekedar melihat dan mengkritik, tetapi melihat duduk
perkaranya, melihat segi positif dan negatifnya. Dan bersedia
mengembangkan segi positif dan mengurangi, bahkan menghilangkan
segi negatifnya.
suatu paham yang menyatakan bahwa yang baik adalah
yang dapat memuaskan keinginan manusia dan yang
A. HEDONISME meningkatkan kuantitas kesenangan atau kenikmatan itu,
yang dimana merupakan tujuan hidup dan tindakan
manusia.

pandangan etis yang berpendapat bahwa keputusan etis


hanyalah masalah pemiligan bebas, dan tidak memerlukan
B. DESISIONISME
norm atau kriteria apapun.
MAZHAB-
MAZHAB
ETIKA. suatu sikap yang berpendirian bahwa dasar kehidupan etis
adalah pribadi perorangan tersebut. yang memprioritaskan
C.
kehidupan pribadi daripada kehidupan bersama.
INDIVIDUALISME

penerapan salah satu kaidah moral dalam hal yang


memiliki unsur atau segi tersendiri dan tidak begitu saja
D. MORALISME
dapat dinilai, melalui berdasarkan kaidah moral tersebut.
UNSUR, PEMBENTUKAN DAN FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI MORALITAS
Moral adalah tata cara, adat istiadat,
kebiasaan, akhlak, kelakuan, kesusilaan,
berupa nilai yang sebenarnya bagi
manusia yang sesuai dengan ukuran-
ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang
ditimbulkan dari hati dan bukan paksaan
dari luar yang disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan tindakan
tersebut (Daradjat, 1997)
BEBERAPA DEFINISI DAN PENGERTIAN YANG BERKAITAN
DENGAN MORAL:

• Menurut Sjarkawi (2008), moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran perasaan, dan tindakan
dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan.
• Menurut Mini (2008), perilaku moral adalah perilaku seseorang dalam berhubungan dengan orang
lain yang mengacu pada seperangkat peraturan, kebiasaan, dan prinsip-prinsip tertentu yang
berdampak pada kesejahteraan manusia.
• Menurut Ali dan Asrori (2006), moral diartikan sebagai standar baik dan buruk yang ditentukan
bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial. 
• Menurut Nurdin (1993), akhlak atau moral adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolok ukur
untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan, atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap
dan tindakan manusia.
Menurut Daradjat (1992), perilaku moral yang baik pada seseorang
dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:

berani mengungkapkan perkataan yang sesuai dengan apa


1. Berkata jujur
yang terjadi.

ASPEK DAN perbuatan yang sesuai dengan aturan dan kaidah yang telah
2. Berbuat benar
UNSUR ditetapkan oleh masyarakat..
MORALITA
S
3. Berlaku adil menempatkan sesuatu pada tempatnya.

kesiapan fisik dan mental untuk menghadapi suatu


peristiwa dan membenarkan jika peristiwa tersebut tidak
4. Berani
sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Durkheim (1961), terdapat tiga unsur moralitas yaitu
sebagai berikut (Abdullah & Leeden, 1986):

Disiplin meliputi tindakan yang konsisten dan peri laku yang dapat
diandalkan, menghormati norma-norma sosial, dan arti otoritas. Disiplin
1. Semangat disiplin membebaskan kita dari kebutuhan untuk merancang setiap solusi untuk
setiap situasi dari awal.

Moralitas merupakan kegiatan sosial atau interpersonal. Tindakan


UNSUR mementingkan diri sendiri atau egois tidak pernah dianggap sebagai moral.
2. Keterikatan pada
Kita adalah makhluk yang bermoral hanya karena kita adalah makhluk sosial.
MORALITA kelompok sosial dan Dengan demikian, moralitas mengharuskan kita terikat pada atau terhubung
S semangat altruisme. dengan kelompok.

Esensi ketiga dari moralitas adalah otonomi. Masyarakat merupakan otoritas


tertinggi, tetapi apakah akan mengikuti aturan masyarakat harus dipilih
3. Otonomi atau sendiri secara bebas. Perilaku yang dikendalikan bukanlah perilaku yang
penentuan nasib sendiri baik, meskipun dua elemen pertama, yakni semangat disiplin dan keterikatan
pada kelompok sosial menekankan kualitas pemaksaan hubungan sosial.
PROSES PEMBENTUKAN MORALITAS
Menurut Gunarsa (2004), proses pembentukan perilaku moral pada seseorang dapat dilakukan
melalui hal-hal sebagai berikut:

1. Melalui pengajaran langsung atau melalui instruksi-instruksi. Pembentukan perilaku


moral disini melalui penanaman pengertian tentang apa yang betul dan apa yang salah oleh
orang tua atau beberapa orang yang ada di sekitarnya. 
2. Melalui identifikasi. Seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan orang atau model, maka
orang tersebut cenderung untuk mencontoh pola-pola perilaku moral dari model tersebut. 
3. Melalui proses coba dan salah. Seorang anak ataupun remaja belajar mengembangkan
perilaku moralnya dengan mencoba-coba suatu perilaku. Anak atau remaja melihat apakah
dengan ia berperilaku tertentu, lingkungan akan menerimanya atau menolaknya.
Sedangkan menurut Kurtines dan Gerwitz, proses pembentukan perilaku moral dapat dilakukan
melalui empat proses berikut ini (Azizah, 2014):

1. Menginterpretasikan situasi dalam rangka memahami dan menemukan tindakan apa


yang mungkin untuk dilakukan dan bagaimana efeknya terhadap keseluruhan masalah
yang ada.
2. Menggambarkan apa yang harus dilakukan dengan nilai moral pada situasi tertentu
dengan tujuan untuk menetapkan suatu perilaku moral.
3. Memilih diantara nilai-nilai moral untuk memutuskan apa yang secara aktual akan
dilakukan,.
4. Melakukan tindakan sesuai dengan nilai-nilai moral.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORALITAS

A. MODELING
Seseorang yang dihadapkan pada model yang bertingkah laku secara moral, mereka
cenderung meniru tingkah laku model tersebut. Selain itu, efektivitas meniru model
tergantung pada karakteristik model itu sendiri, misalnya kekuasaan, kehangatan,
keunikan dan lain-lain. Kehadiran proses kognitif, seperti kode simbolik dan perumpamaan
untuk meningkatkan ingatan mengenai tingkah laku moral.
B. SITUASIONAL
Moral dan tingkah laku seseorang tergantung pada situasinya, seperti faktor lingkungan
dan kesenjangan antara pemikiran moral dan tindakan moral. Seseorang cenderung tidak
menunjukkan tingkah laku yang konsisten dalam situasi sosial yang berbeda-beda.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MORALITAS

C. LINGKUNGAN
Kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang, demikian pula halnya dengan
moral dimana nilai-nilai moral yang dimiliki seseorang merupakan sesuatu yang diperoleh
dari luar dirinya. Seseorang diajarkan oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus
bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang tidak baik atau salah. Lingkungan ini
dapat berarti orang tua, saudara, teman-teman, guru dan sebagainya.
D. DIRI
Landasan motivasional bagi perilaku moral berada pada tuntutan internal untuk
perealisasian konsistensi diri secara psikologis. Self atau diri adalah pengorganisasian
mengenai informasi keterhubungan diri dimana terdapat banyak elemen yang tergabung di
dalamnya dan membentuk beberapa konsistensi psikologis.

Anda mungkin juga menyukai