Anda di halaman 1dari 4

NAMA:DILA ANGGUN FRATAMA

NIM: 19112226

RANGKUMAN ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA

1. Etika
ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA
a. Pengertian Etika
Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan
perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”,
yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat
perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika
adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu atau kelompok mengenai apa yang
benar dan salah berdasarkan standar moral yang berlaku dalam masyarakat.
b. Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu
sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma
yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif
tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia
sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan
bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang
dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini.
Jadi Etika
Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan
meng- hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di
masyarakat.c. Fungsi Etika
2. Moral
a. Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk
jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata
‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain,
kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan
norma- norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani
dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu
tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma
etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat,
artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.b. Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang terdapat di antara sekelompok
manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang
bagaimana manusia harus hidup
Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara kebaikan moral dan kebaikan pada
umumnya. Kebaikan moral merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan pada
umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi saja, misalnya sebagai suami atau isteri,
sebagai pustakawan.. Hal ini disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia tidak puas mendengar bahwa Tuhan
memerintahkan sesuatu, tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya. Etika dapat
membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan interpretasi yang saling berbeda
dan bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat maka agama menghadapi
masalah moral yang secara langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya bayi tabung,
reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional
semata-mata sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran agama hanya terbuka
pada mereka yang mengakuinya sedangkan etika terbuka bagi setiap orang dariEtika tidak langsung
membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran moral, melainkan etika merupakan sarana untuk
memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan. Etika ingin
menampilkan ketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan
kritis. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
3. Nilai
a. Pengertian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi
nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or
socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach,
1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or
undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in
the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan
dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4)
mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5)
tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu
keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat

disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk.
Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup
manusia yang universal, yaitu :
1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis;
2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal;
3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok
(Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal
dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif
sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut
membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai
benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power,
achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai
individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok
dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat
kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach,
1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya ‘diinginkan’, di
mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan
individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973).
‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan
demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai
diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi
yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama
dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih
mungkin berubah oleh hal-hal tertentu.
a. Pengertian Norma
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-norma atau kaidah, yaitu
biasanya suatu nilai yang mengatur dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang
atau masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah
disepakati bersama. Patokan atau pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang
merupakan standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang beraneka ragam, masing-masing
mempunyai kepentingan sendiri, akan tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya
ketertiban dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang disepakati
bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat, yang disebut peraturan hidup.Untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa gangguan
tersebut, maka diperlukan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu diwujudkan dalam “aturan main”
yang menjadi pedoman bagi segala pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-
masing anggota masyarakat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui “hak dan
kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah”
(bahasa Arab), dan “norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman, norma-norma
tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibatnya
dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh karena
akibatnya dipandang tidak baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada manusia
bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus
dijalankannya, dan perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).

Anda mungkin juga menyukai