Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia setelah berada dan hidup di dunia ini.
Pertumbuhan dan perkembangan seseorang mengiringi pendidikan pada dirinya mulai dari bayi sampai
ia mati, mulai dari ia tahu sesuatu sampai ia pikun. Pendidikan mempunyai proses pada diri manusia
sesuai pula dengan fitrah yang ada padanya masing-masing. Terkadang pendidikan itu ada yang
berkembang dengan cepat da nada pula yang lambat bahkan ada tidak berkembang sama sekali.

Pendidikan pada dasarnya akan menumbuhkan nilai pada diri seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai seseorang akan tampak ketika berbuat disaat ia sadar dan berada pada tempat manusia
beraktifitas. Nilai bisa direalisasikan apabila ada kehidupan ditempat itu, disaat itulah baru terlihat
pengaruh dari pendidikan. Pendidikan bisa mengarahkan nilai yang ada pada diri seseorang, ketika nilai
seseorang baik maka dengan pendidikan itu bisa meningkatkan ataupun tetap memelihara nilai-nilai itu
sendiri. Bagi nilai seseorang itu dikategorikan buruk maka dengan pendidikan bisa nilai itu menjadi baik.

Nilai erat kaitannya dengan masyarakat. Setiap masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai
sesuatu. Masyarakat itu sendiri merupakan nilai yang tidak terhingga bagi orang yang memilikinya.
Dapat dikatakan Sistem nilai budaya adalah konsep-konsep yang hidup dalam pikiran sebagian besar
warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup dan biasanya
berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia, yang dijabarkan dalam bentuk kongkrit
berupa aturan, norma, atau hubungan yang mengatur prilaku tiap anggota dalam masyarakat.

Oleh karena itu, Nilai sering muncul ketika berada ditengah masyarakat, dalam masyarakat itu pula nilai
baru bisa diadopsi oleh orang lain. Makanya nilai dalam satu masyarakat dengan masyarakat lainnya
terkadang tidak akan sama bahkan bertolak belakang, walaupun masyarakat itu bertetangga. Apalagi
latar belakang pendidikan yang berbeda begitu juga cara pikirnya. Nilai bisa diberikan melalui
pendidikan diberbagai tempat seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.

Cara pikir masyarakat itu masih mempunyai tingkatan, ada yang sifatnya kritis, ada juga masyarakat bisa
menerima nilai apabila ia merasakan itu baik terhadap dirinya. Makanya tidak tertutup kemungkinan
dalam satu masyarakat mengatakan nilai yang biasa dilakukannya baik ketika di lakukan dimasyarakat
lain ternyata buruk. Contohnya: satu masyarakat nilai yang tertanam pada masyarakatnya ketika berada
dilinkungannya keluar rumah kaum wanita memakai tutup kepala dan pakai sarung, ternyata
masyarakat disebelahnya ketika keluar rumah biasa saja tidak menutup kepala bahkan pakai pakaian
diatas lutut. Nilai seperti inilah yang di luruskan oleh pendidikan dan bisa tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat. Dengan adanya perbedaan masyarakat begitu juga nilai yang akan digiring oleh
pendidikan, maka penulis ingin mengembangkan dan ingin tau lebih luas tentang Pendidikan Nilai dan
Masyarakat.

B. Rumusan Maslah
1. Apa pengertian pendidikan?

2. Apa pengertian Nilai?

3. Apa pengertian Pendidikan Nilai?

4. Apa itu Masyarakat?

5. Bagaimana kaitan pendidikan nilai dengan masyarakat?

C. Tujuan Maslah

1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan

2. Untuk mengetahui pengertian nilai

3. Untuk mengetahui pengertian pendidikan nilai

4. Untuk mengetahui pengertian masyarakat

5. Untuk mengetahui kaitan pendidikan dengan nilai dengan masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan mempunyai beberapa pengertian sesuai dengan sudut pandang seseorang, sebagaimana
yang terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional Bab I pasal I dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
menwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
[1]

Disisi lain, Ki Hadjar Dewantara mendefenisikan pendidikan sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi
dan Nur Ukhbiyati adalah sebagai tuntutan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka
kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.[2] Selain pendapat diatas, Ali Syariati mendefenisikan masyarakat sebagai
kumpulan orang yang semua individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing
membentu agar bergerak ke arah tujuan yang diharapkan atas dasar kepemimpinan yang sama.[3]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar
yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek semua perkembangan
kepribadian, baik jasmani dan ruhani, secara formal, informal dan non formal yang berjalan terus
menerus untuk mencapai kehidupan dan nilai yang tinggi (baik nilai Insaniah aupun ilahiyah). Dalam hal
ini, pendidikan berarti menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab sehingga
pendidikan terhadap diri manusia adalah laksana makanan yang berfungsi member kekuatan, dan
perbuatan untuk mempersiapkan generasi yang menjalankan kehidupan guna memenuhi tujuan secara
efektif dan efisien.

B. Pengertian Nilai

Betapa luasnya implikasi konsep nilai ketika dihubungkan dengan konsep lainnya, ataupun dikaitkan
dengan sebuah statement. Konsep nilai ketika dihubungkan dengan logika menjadi benar-salah, ketika
dihubungkan dengan estetika menjadi indah-jelek dan ketika dihubungkan dengan etika menjadi baik-
buruk. Akan tetapi yang pasti bahwa nilai itu menyatakan sebuah kualitas. Bahkan dikatakan bahwa nilai
adalah kualitas empiris yang tidak bisa didefinisikan. Hanya saja, sebagaimana dikatakan Lois Katsoff,
kenyataan bahwa nilai tidak dapat didefenisikan tidak berarti nilai tidak bisa dipahami.[4]

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai itu dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Nilai yang berkenaan dengan kebenaran atau yang terkait dengan nilai benar-salah yang
dibahas oleh logika.

2. Nilai yang berkenaan dengan kebaikan atau yang terkait dengan nilai baik-buruk yang dibahas
oleh moral.

3. Nilai yang berkenaan dengan keindahan atau yang terkait dengan nilai indah-jelek yang dibahas
oleh estetika.

Muhmidayeli mendefenisikan nilai adalah gambaran tentang sesuatu yang indah menarik yang
mempesona, menakjubkan, yang membuat kita bahagia, senang dan merupakan sesuatu yang
menjadikan seseorang atau sekelompok orang memilikinya. Nilai dapat juga diartikan dalam makna
benar-salah, baik-buruk, manfaat atau berguna, indah dan jelek.[5]

Nilai secara umum, sebagaimana yang didefinisikan oleh Hamka dengan standard atau ukuran (norma)
yang digunakan untuk mengukur segala sesuatu.[6]

Defenisi lain, Kuppermen mendefenisikan nilai dalam Perspektif sosiologis sebagai patokan normatif
yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.[7]

Dalam perspektif filosofis dapat dipahami pejelasan dari Prof. Amril Mansur. MA, sebagai guru besar di
UIN Suska Riau, mendefenisikan nilai adalah sesuatu yang diharapkan, dinginkan dan memiliki harga
bagi kehidupan, membawa pada pemahaman akan kualitas dari sesuatu apakah itu perbuatan atau
perilaku, sikap atau benda-benda yang dinilai. Oleh karena itu kajian dalam filsafat moral arahnya tidak
sebatas mengevaluasi keputusan-keputusan moral, bagaimana orang benar-benar perilaku nilai, media
sebagai alat guna terwujudnya perilaku yang memiliki nilai dan tujuan-tujuan hidup yang bermuatan
nilai tetapi juga mampu melakukan evaluasi terhadap itu semua.[8]

Douglas Graham, melihat ada empat faktor yang merupakan kepatuhan seseorang terhadap nilai
tertentu yaitu:[9]

1. Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa


kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu; a) Kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri, b)
Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri, dan c) Kepatuhan pada hasilnya atau
tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu sendiri.

2. Integralist. Yaitu kapatuhan yang didasarkan kepada kesadaran dengan pertimbangan-


pertimbangan yang rasional.

3. Fenomenalist. Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa basi.

4. Hedonist. Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah
kepatuhan yang bersifat normativist. Sebab kepatuhan semacam itu adalah kepatuhan yang didasari
kesadaran akan nilai, tanpa mempedulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.

Dalam hal ini, ada beberapa cara memperoleh nilai yang akan dipaparkan oleh penulis sebagai berikut:

1. Pencarian kebenaran dan keutamaan melalui filsafat,yakni melalui cara berpikir kontemplatif
(paradigm logis-abstrak). Melalui filsafat seseorang bisa menemukan makna dari sesuatu yang abstrak
atau makna yang ada “dibelakang” objek yang konkret. Filsafat mengoptimalkan fungsi nalar untuk
menemukan makna yang tidak terjelaskan oleh ilmu pengetahuan. Makna itu dapat menjadi rujukan
(nilai) seseorang jika benar-benar diyakininya atau dirumuskan ke dalam klausal-klausal normatif.

2. Nilai diperoleh melalui paradigma berpikir logis-empiris. Paradigma ini merupakan paradigma
ilmu pengetahuan yang selalu memerlukan bukti-bukti yang nyata dalam menguji kebenaran dan
keutamaan sesuatu. Nilai yang diperoleh melalui jalan ini banyak mengungkapkan kebenaran teoretik
karena ditempuh melalui cara berpikir ilmiah. Nilai-nilai keutamaan ini banyak kita temukan dalam
cabang disiplin ilmu agama, ilmu social, dan humaniora.[10]

3. Nilai diperoleh melalui hati dan fungsi rasa, cara ini tidak lagi menyertakan pertimbangan logis
(filsafat) atau logis –empiris (ilmu pengetahuan). Karena nilai atau pengetahuan dengan cara ini masuk
melalui “pintu” intuisidan bersarang dalam keyakinan hati. Nilai-nilai yang berkaitan dengan hal-hal
ghaib yang tidak dapat terjangkau melalui cara berpikir kontemplatif (filsafat) dan cara berpikir ilmiah
dapat diketahui melalui ketajaman mata hati. Model perolehan nilai ini dilakukan dengan cara
pengembangan bathin pada wilayah supra-logis. Sifat pengetahuan nilai pada wilayah ini tidak
memenuhi kecukupan pengetahuan (sufficient-rationalis) untuk dipahami secara filosofis maupun
ilmiah. Keberadaannya hanya dapat diterima oleh rasa. Pengakuan kebenaran hanya bisa diberikan oleh
orang yang pernah mengalami fenomena keagamaan serupa.[11]

C. Pendidikan Nilai

Pada sub bab diatas sudah dijelaskan defenisi nilai, yaitu suatu konsep yang berada dalam pikiran
manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris dan mengetahuinya dari
perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang
menentukam atau kriteria seseorang tentang baik-tidak baik dan sebagainya.

Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang. Mardiatmaja
mengemukakan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan
mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Dengan
demikian pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata
pelajaran, tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan.[12]

Konsep utama pendidikan nilai adalah bagaimana orang dapat hidup dengan nilai-nilai kebaikan dan
kebajikan dengan pengakuan yang sadar baik secara kognitif, emosional dan perilaku.

Pendidikan nilai merupakan usaha khusus, tetapi juga tetapi juga dapat disebut sebagai dimensi dalam
keseluruhan usaha pendidikan. Pendidikan semacam ini semakin penting karena kesadaran nilai oleh
masyarakat semakin tinggi. Ada tiga hal yang menjadi sasaran pendidikan nilai, yaitu:

1. Membantu peserta didik untuk menyadari makna nilai dalam hidup manusia.

2. Membantu pendalaman dan pengembangan pemahaman serta pengalaman nilai.

3. Membantu peserta didik untuk mengambil sikap terhdap aneka nilai dalam perjumpaan
dengan sesame, agar dapat mengarahkan hidupnya bersama orang lain secara bertanggung jawab .

Uraian diatas memberikan pemahaman bahwa pentingnya pendidikan nilai, jika dikaitkan dalam
kehidupan sehari-hari (dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun). Nilai tidaklah datang secara
otomatis kepada diri manusia, akan tetapi nilai itu dapat diraih melalui dengan pendidikan. Begitu juga,
jika dikaitkan dengan pendidikan karakter haruslah dilakukan melalaui pendidikan nilai atau kebajikan
yang menjadi dasar karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya
adalah nilai. Tegasnya, Pendidikan nilai ini merupakan proses yang diberikan kepada peserta didik yang
materinya tentang nilai, aturan-aturan yabg disepakati dalam masyarakat tertentu sebagai sesuatu nilai.
Selanjutnya, setelah memiliki ilmu yang matang tentang nilai dan siap mengembangkannya dibawah
prinsip-prinsip nilai atau aturan tersebut dalam kehidupan mereka.

D. Pengertian Masyarakat

Banyak para ahli telah memberikan pengertian tentang masyarakat Salah satunya pendapat Ramayulis
dan Syamsul Nizar, mengungkapkan Secara sederhana, masyarakat didefinisikan sebagai kumpulan
individu atau kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan dan agama. Didalamnya
termasuk segala jalinan hubungan yang timbal balik yang berangkat atas kepentingan bersama adat
kebiasaan, pola-pola. Teknik-teknik, system hidup, undang-undang, instuisi dan segala segi fenomena
yang dirangkum oleh masyarakat.[13]

Ali syariati mendefenisikan masyarakat yang di kutip oleh Al Rasyidin sebagai kumpulan orang yang
semua individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing membantu agar bergerak ke
arah tujuan yang diharapkan atas dasar kepemimpinan yang sama.[14]

Berdasarkan defenisi ini, maka ada empat unsur dasar dalam terma masyarakat, yaitu:

1. Berhimpunnya sejumlah individu.

2. Semua individu tersebut sepakat adanya tujuan yang sama.

3. Setiap individu dalam kumpulan tersebut saling membantu dalam pencapaian tujuan yang
sama.

4. Adanya kepemimpinan yang sama, yang disepakati secara bersama.

Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para
individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periode waktu tertentu
dari suatu generasi. Dalam sosiologi suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan
yang diterapkan dalam suatu organisasi.[15]

Pendapat tersebut di atas tampak bahwa memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu
suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis
tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah
kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu
dengan yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi.

E. Hubungan Pendidikan Nilai dengan Masyarakat

Pada sub judul diatas sudah dijelaskan pengertian pendidikan nilai dan masyarakat, jika dipamahami
bahwa hubungan pendidikan nilai dan masyarakat sangatlah penting dan tidak bisa dipisahkan, seperti
ruh dan jasad. Karena pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri
seseorang dan sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta
menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya.

Dalam kebudayaan masyarakat sederhana agen pendidikan yang formal termasuk di dalamnya keluarga
dan kerabat. Sedangkan sekolah muncul relatif terlambat dalam lingkungan masyarakat tradisional.
Adapun beberapa kondisi menurut Imran Manan yang mendorong timbulnya lembaga pendidikan
(sekolah) dalam masyarakat tradisional adalah :[21]

1. Perkembangan agama dan kebutuhan untuk mendidik para calon ulama, pendeta, dll.
2. Pertumbuhan dari dalam (lingkungan masyarakat itu sendiri) atau pengaruh dari luar.

3. Pembagian kerja dalam masyarakat yang menuntut keterampilan dan dan teknik khusus.

4. Konflik dalam masyarakat yang mengancam nilai-nilai tradisional dan akhirnya menuntut
pendidikan untuk menguatkan penerimaan nilai-nilai warisan budaya.

Anak-anak dalam masyarakat modern terhadap pendidikan mempunyai sebab-sebab berlawanan,


ketidak mampuannya menghubungkan informasi yang diperolehnya disekolah dengan apa yang mesti
dia ketahui supaya bekerja produktif dan menikmatinya dalam kehidupannya. Sementara anak-anak
masyarakat sederhana selalu dalam hubungan yang intim dengan visi orang dewasa terhadap
keterampilan yang sedang dipelajarinya,sebaliknya anak-anak masyarakat modern pada umumnya
terpisah secara fisik dan psikologi dari pekerjaan-pekerjaan yang akan menggunakan pengetahuanya.

Adapun perbandingan Pendidikan Masyarakat Modern dan tradisional sebagaimana berikut:

Adapun perbandingan Pendidikan Masyarakat Modern dan tradisional sebagaimana berikut:

1. Dalam masyarakat sederhana guru-guru mempraktekkan apa yang mereka ajarkan sedangkan
dalam masyarakat modern guru-guru tidak bisa sekalian menjadi eksekutif karena tidak mempunyai lagi
yang di ajarkan.

2. Guru-guru dalam msayarakat sederhana sangat terikat pada murid-murudnya ,anggota


kerabatnya dan juga pada apa yang diajarkannya sedangkan pada masyarakat modern tidak terlibat
secara langsung dengan sukses atau gagal muridnya, kurang merasakan insentif hidup atau mati untuk
mengajar secara efektif.

3. Dalam masyarakat Sederhana mengajarkan dan belajar menjadi lebih mudah sebab objek
pengajaran selalu dapat diperoleh sedangkan masyarakat modern pada umumnya sulit didapatkan.

4. Masyarakat modern mengajarkan anak-anak mereka lebih banyak pengetahuan daripada


masyarakat sederhana, masyarakat modern lebih banyak metode mengajar dan menggunakan waktu
lebih banyak dalam pengajaran formal.[22]

Pola antar hubungan individu dalam masyrakat pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang diakui bersama
dan diabadikan dalam norma dan aturan yang pada umumnya tidak diverbalkan. Dengan demikian,
masing-masing individu diharuskan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral sehingga tercipta suatu
hubungan social yang relatif stabil. Hubungan social yang relative stabil tersebut dilakukan dengan cara
individu menginternalisasikan nilai-nilai yang membentuk keteraturan tersebut sehingga tidak terjadi
konflik social. Individu-individu muda, dalam hal ini anak dalam proses inntegrasinya dengan masyarakat
akan lambat laun mempelajari dan mengenali pola-pola hubungan yang ada tersebut untuk
mempertahankan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat
merupakan wadah dimana individu mengalami proses pembelajaran secara langsung. Dalam hal ini juga
pendidikan nilai untuk anak tidak cukup dilembaga formal (sekolah) akan tetapi pendidikan dalam
mayarakat bisa menentukan pendidikan nilai anak.[23]
Dari pemahaman diatas dapat disimpulkan ada tiga point jika dikaitkan hubungan pendidikan nilai
dengan masyarakat sebagai berikut:

1. Penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang

Dapat dipahami bahwa seorang pendidik haruslah menanamkan nilai-nilai kepada peserta didik
terutama dari lembaga pendidikan formal. Karena dewasa ini, pendidikan seluruhnya sudah
diamanahkan kepada lembaga pendidikan dan tidak ikut berperan pada pendidikan keluarga.

2. Sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai.

Fungsi dari penanaman nilai-nilai kepada peserta didik adalah agar peserta didik bisa memecahkan
masalah yang dihadapinya dan persolan-persoalan yang terjadi dilingkungannya.

3. Menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya

Dapat dipahami, setelah pendidik menanamkan nilai-niliai moral kepada peserta didik di sekolah maka
tujuannya adalah untuk masyarakat. Karena manusia tidak bisa terlepas dari masyarakat. Intinya dari
hasil nilai-nilai yang ia capai di sekolah haruslh bisa memainkan perannya di masyrakat.[24]

Secara singkat pendidikan merupakan produk dari masyarakat, karena apabila kita sadari arti pendidikan
sebagai proses transmisi nilai, pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek
kelakuan lainnya kepada generasi muda maka seluruh upaya tersebut sudah dilakukan sepenuhnya oleh
kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita
dengan orang lain baik di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Wajar pula
apabila segala sesuatu yang kita ketahui adalah hasil hubungan timbal balik yang ternyata sudah
sedemikian rupa dibentuk oleh masyarakat kita.

Bagi masyarakat sendiri, hakikat pendidikan sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan proses kemajuan
hidupnya. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus
diteruskan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya yang diharapkan akan
dimiliki oleh setiap anggota. Setiap masyarakat berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses
adaptasi tertentu sesuai corak masing-masing periode zaman kepada generasi muda melalui pendidikan.
Dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi.[25]

Sebagai wadah perubahan dan kebaikan yang bermuatan pengembangan tentunya pendidikan
persekolahan dapat dikatakan sebagai sarana rekayasa individual dan sosial, pengembangan
kemanusiaan kearah pembangunan kehidupan masyarakat yang lebih baik yang menjadi lambang bagi
entitasnya. Oleh karena itu, maka penyesuaian misi sekolah dengan kebutuhan seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu masyarakat yang terlibat di dalam aktivitasnya merupakan suatu
kemestian.
Dikatakan sebagai agen rekayasa dan perubahan sosial masyarakat, karena disekolah terjadi suatu
proses yang mana seseorang menginternalisasikan norma dan nilai yang memiliki korelasi dengan
kehidupan masa depan. Proses internalisasi ini berlanjut dalam nilai dan perilaku, baik ditengah-tengah
keluarga maupun dalam pergaulan.

Kesadaran akan eksistensi pendidikan seperti inilah, maka para pakar pendidikan selalu mengadakan
pembaharuan-pembaharuan di bidang pendidikan agar segala aktikvitas yang dilakukan didalamnya
benar-benar menjawab persoalan-persoalan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.[26]

Dari penjelasan diatas dapat dipahami dan diperkuat bahwa dewasa ini, dalam masyarakat yang cepat
berubah, pendidikan nilai bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan pada era
global dewasa ini, anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang dianggapnya baik.
Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi secara terbuka.
Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan tidak mungkin akan menjadi
luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat. Oleh sebab
itu, perlunya penanaman nilai-nilai akhlak etis atau moral kepada generasi muda agar terwujudnya
masyarakat baldatun toyyibun robbun ghafur.

Dalam perspektif Islam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhmidayeli dalam bukunya, bahwa
hubungan pendidikan nilai dengan masyarakat, haruslah anak didik mampu mewujudkan dalam dirinya
nilai-nilai islam, yakni bermoral etis atau berakhlak serta mengapresiasikan dalam kehidupannya dan
memberikan solusi yang cerdas terhadap problematika dirinya dan masyarakatnya.[27]

Dalam hal ini, betapa pentingnya dua aspek esensial pendidikan (keterkaitan pendidikan dengan moral
etis dan keterkaitan pendidikan dengan transformasi masyarakat) perlu dikembangkan. Karena dengan
pengembangan dua aspek ini, pendidikan nantinya tidak lagi hanya melahirkan dan cakap
memanfaatkannya, namun sangat lemah baik dalam berprilaku moral etis maupun mengapresiasi
tatanan kehidupan social masyarakat yang timpang yang hanya melahirkan ketidakadilan social didalam
kehidupan masyarakat.

Ketersentuhan pendidikan dengan pentarnsformasian masyarakat selain seperti diatas yang diuraikan
diatas, juga dapat membawa anak didik pada kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih baik
secara bersama-sama dalam masyarakat. Artinya anak didik dapat dibawa pada pemahaman akan nilai-
nilai kehidupan kemanusiaan yang universal disamping kesediaan saling menghargai dalam menghargai.
Hal ini dikarenakan dalam upaya pentransformasian masyarakat yang berkeadilan tentulah didasari
pada nilai-nilai kebajikan universal, bebas dominasi dan bebas penindasan.

Pendidikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang didasari atas pertimbangan-pertimbangan


objektivitas dan agama tentunya menjadi ukuran yang paling fundamental sekaligus menjadi prinsip
dalam penataan kehidupan social masyarakat.

E. Sistem Nilai dan Masyarakat


Tiap masyarakat memiliki sistem nilainya sendiri yang coraknya berbeda dengan masyarakat lain. Dalam
sistem nilai senantiasa terjalin nilai-nilai kebudayaan nasional dengan nilai-nilai yang unik. Dalam nilai-
nilai itu terdapat jenjang prioritasm, ada nilai yang dianggap lebih tinggi dari pada yang lain yang dapat
berbeda menurut pendirian individual.

Dalam masyarakat kota yang mempunyai universitas dan penduduk yang intelektual sikap orang lebih
liberal, lebih terbuka bagi modernitas dan pendirian atau bentuk kelakuan yang baru, yang lain dari pada
yang lain, baik tentang buah pikiran, moral, maupun tentang pakaian, pergaual dan lain sebagainya.[35]

Sebailkya dalam masyarakat pedesaan yang mempunyai tradisi yang kuat dan sangat taat pada agama,
sikap dan prilaku orang lebih homogen. Penyimpangan dari yang tidak lazim segera akan mendapat
kecaman dan kelakuan setiap orang diawasi dan diatur oleh orang sekitarnya.[36]

Dalam kedua masyarakat itu anak-anak didik menurut cara yang berbeda-beda dan berkembang
menjadi pribadi yang berbeda-beda pula, walaupun kedua masyarakat itu berbeda-beda, namun ada
pula persamaannnya yakni mereka semua sama sebagai anggota suatu bangsa yang mempunyai
kebudayaan nasionalyang sama, orang indonesia dimananapun ia berada mempunyai filsafat, bahasa,
sejarah, dan kebudayaan yang sama, walaupun setiap daerah mempuyai ciri-ciri yang khas.

Tiap guru harus mengenal lingkungan sosial tempat ia berada agar ia dapat memenuhi latar belakang
cultural anak dan jangan mengucapkan atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma
yang dibuat oleh masyarakat .

Dalam suatu masyarakat mungkin pula terdapat pebedaan pendirian tentang nilai mana yang dominan.
Golongan pengusaha mungkin lebih liberal progresif, golongan adat lebih mengutamakan tradisi dan
cenderung menentang perubahan atau setidak-tidaknya hati-hati atau curiga terhadap perubahan. Juga
golongan agama akan cenderung bersikap konservatif. Dalam mengambil keputusan yang menyangkut
kepentingan umum, termasuk pendidikan, akan terdapat kesulitan untuk mempertemukan perbedaan
norma-norma itu. [37]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada
peserta didik terhadap semua aspek semua perkembangan kepribadian, baik jasmani dan ruhani, secara
formal, informal dan non formal yang berjalan terus menerus untuk mencapai kehidupan dan nilai yang
tinggi (baik nilai Insaniah aupun ilahiyah).

2. Pengertian Nilai
Nilai adalah gambaran tentang sesuatu yang indah menarik yang mempesona, menakjubkan, yang
membuat kita bahagia, senang dan merupakan sesuatu yang menjadikan seseorang atau sekelompok
orang memilikinya.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai itu dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Nilai yang berkenaan dengan kebenaran atau yang terkait dengan nilai benar-salah yang
dibahas oleh logika.

b. Nilai yang berkenaan dengan kebaikan atau yang terkait dengan nilai baik-buruk yang dibahas
oleh moral.

c. Nilai yang berkenaan dengan keindahan atau yang terkait dengan nilai indah-jelek yang
dibahas oleh estetika.

3. Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri seseorang dan sebagai
bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara
integral dalam keseluruhan hidupnya.

Konsep utama pendidikan nilai adalah bagaimana orang dapat hidup dengan nilai-nilai kebaikan dan
kebajikan dengan pengakuan yang sadar baik secara kognitif, emosional dan perilaku.

4. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah kumpulan individu atau kelompok yang diikat oleh kesatuan Negara, kebudayaan
dan agama. Didalamnya termasuk segala jalinan hubungan yang timbal balik yang berangkat atas
kepentingan bersama adat kebiasaan, pola-pola. Teknik-teknik, system hidup, undang-undang, instuisi
dan segala segi fenomena yang dirangkum oleh masyarakat.

Berdasarkan defenisi ini, maka ada empat unsur dasar dalam terma masyarakat, yaitu:

a. Berhimpunnya sejumlah individu.

b. Semua individu tersebut sepakat adanya tujuan yang sama.

c. Setiap individu dalam kumpulan tersebut saling membantu dalam pencapaian tujuan yang
sama.

d. Adanya kepemimpinan yang sama, yang disepakati secara bersama.

Dilihat dari sisi materi atau pengetahuannya masyarakat dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
masyarakat tradosional dan masyarakat modern.

5. Hubungan Pendidikan Nilai dengan Masyarakat


Hubungan pendidikan nilai dengan masyarakat, haruslah anak didik mampu mewujudkan dalam dirinya
nilai-nilai islam, yakni bermoral etis atau berakhlak serta mengapresiasikan dalam kehidupannya dan
memberikan solusi yang cerdas terhadap problematika dirinya dan masyarakatnya.

Dalam hal ini, betapa pentingnya dua aspek esensial pendidikan (keterkaitan pendidikan dengan moral
etis dan keterkaitan pendidikan dengan transformasi masyarakat) perlu dikembangkan. Karena dengan
pengembangan dua aspek ini, pendidikan nantinya tidak lagi hanya melahirkan dan cakap
memanfaatkannya, namun sangat lemah baik dalam berprilaku moral etis maupun mengapresiasi
tatanan kehidupan social masyarakat yang timpang yang hanya melahirkan ketidakadilan social didalam
kehidupan masyarakat.

Ketersentuhan pendidikan dengan pentarnsformasian masyarakat selain seperti diatas yang diuraikan
diatas, juga dapat membawa anak didik pada kesadaran akan pentingnya kehidupan yang lebih baik
secara bersama-sama dalam masyarakat. Artinya anak didik dapat dibawa pada pemahaman akan nilai-
nilai kehidupan kemanusiaan yang universal disamping kesediaan saling menghargai dalam menghargai.
Hal ini dikarenakan dalam upaya pentransformasian masyarakat yang berkeadilan tentulah didasari
pada nilai-nilai kebajikan universal, bebas dominasi dan bebas penindasan.

B. Saran Penulis

Makalah ini masih jauh dari nilai sempurna, tetapi paling tidak hasil dari makalah ini dapat
menggambarkan tentang sekilas Pendidikan Nilai dan Masyrakat . Oleh karena itu, jika ada kesalahan
dalam isi makalah ini adakalanya kepada semua pembaca dapat memberikan masukan, kritikan, saran
atau yang lainnya untuk menyempurnakan isi makalah ini.

[1] Abdul Latif , Pendidikan Nilai Kemasyarakatan ( Bandung : Refika Aditama 2009), hal. 7

[2] Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter ( Yogyakarta :Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 27

[3] Al Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami; Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
( Medan : Cita Pustaka Media, 2012), hal. 32

[4] Abdul Latif, Op.Cit., hal. 69

[5] Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan ( Bandung : Refika Aditama, 2013), hal. 101

[6] Abd. Haris, Etika Hamka (Yogyakarta : LKiS, 2012), hal. 30


[7] Ibid.,

[8] Amril Mansur, Pendidikan Nilai ; Telaah Epistimologi, dan Metodologis Pembelajaran Akhlak di
Sekolah (laporan Hasil Penelitian), hal. 15

Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 11

[16] Imran Manan, Anthropologi Pendidikan; Suatu pengantar (Jakarta: Departemen P & K, PP-LPTK,
1989), hal. 27

[17] http://fauziapc.wordpress.com/2010/05/13/pendidikan-tradisional-dan-modern/ Diakses pada


tanggal 02 Juni 2015

[18] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: CV Rajawali, 1982), hal. 63

[19] Imran Manan, Op.Cit, hal. 53

[20] Norman Long, Sosiologi Pembangunan Pedesaan (Jakarta: Pt Bumi Aksara, 1992), hal. 25

[21] Imran Manan, Op.Cit, hal. 57

[22] Ibid., hal. 59

[23] Abdul Latif, Op.Cit., hal. 33

[24] Zubedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem
Sosial ( Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005), hal. 24

[25] Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter (Jakarta: PT Rajagrafindo, 2012), hal. 141-142

[26] Amril M, Etika dan Pendidikan ( Pekanbaru : LSFK2P, 2005), hal. viii-ix

[27] Muhmidayeli, Op.Cit., hal. vi

[28] Ibi., hal. xii

[29] Q.S. Al-Maidah : 8

[30] Muhmidayeli, Op.Cit., hal. xiv

[31] Lihat penjelasan Amril Mansur, Etika dan Pendidikan, Op.Cit., hal. viii-ix

[32] Tatang S, Op.Cit., hal. 92

[33] Syamsul Kurniawan, Op.Cit., hal. 197

Al Rasyidin, Op.Cit., hal. 38


[35] Zubedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat: Upaya Menawarkan Solusi Terhadap Berbagai Problem
Sosial ( Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005), hal. 25

Anda mungkin juga menyukai