Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT, hanya dengan izin-Nya terlaksana segala macam kebajikan dan diraihnya
segala macam kesuksesan. Shalawat rahmat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw,
yang kepada beliau diturunkan Allah Al-Qur’an dan diberi tugas untuk menjelaskan, menafsirkan dan
memberi contoh pelaksanaannya.

Laporan pembuatan peta digital ini ditulis sebagai tugas akhir dari mata kuliah Geologi. Kami berterima
kasih kepada bapak dosen pembimbing dan teman-teman yang sudah sangat membantu dalam
penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam pembuatan peta digital yang
telah kami selesaikan serta dalam penulisan laporan ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif demi kesempurnaan tugas ini.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar
10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi
material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.

Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice volcanoes
atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung berapi terdapat dalam
beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi
separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi
mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk
menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada
dalam keadaan istirahat atau telah mati.

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang
didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua
samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas
pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik.
Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal
ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua
jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya
melewati Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka, saya mengambil rumusan masalah sebagai berikut ini.

1. Apa itu gunung api?

2. Bagaimana ciri-ciri gunung akan meletus?

3. Seperti apa hasil letusan gunung api?

4. Seperti apa bahaya dari bencana alam gunung meletus?

5. Seperti apa klasifikasi gunung di Indonesia?

6. Bagaimana sejarah letusan gunung api di Indonesia?

7. Bagaimana mitigasi bencana gunung api?

8. Bagaimana gambaran kronologis letusan gunung Tambora 1815 ?

9. Seperti apa pengaruh letusan gunung tambora terhadap perubahan iklim dunia ?

10. Seperti apa penemuan sejarah yang ditemukan pasca letusan ?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk
mengikuti ujian akhir semester mata kuliah Geologi Dasar. Selain itu, penulisan makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan kita semua tentang sejarah letusan-letusan hebat gunung api
di Indonesia pada periode dua abad silam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Gunung Api

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar
10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi
material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.

Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukanice volcanoes
atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung berapi terdapat dalam
beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi
separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi
mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk
menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada
dalam keadaan istirahat atau telah mati.

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang
didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua
samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas
pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik.
Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal
ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua
jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya
melewati Indonesia.

Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni
diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang
dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat
menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh
radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut
gunung berapi aktif.

B. Ciri-ciri Gunung Akan Meletus

Gunung berapi yang akan meletus dapat diketahui melalui beberapa tanda, antara lain:

1) Suhu di sekitar gunung naik.

2) Mata air menjadi kering.

3) Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa).

4) Tumbuhan di sekitar gunung layu.

5) Binatang di sekitar gunung bermigrasi.

C. Hasil Letusan Gunung Api


Berikut adalah hasil dari letusan gunung berapi, antara lain :

1. Gas vulkanik

Gas yang dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon monoksida
(CO), Karbon dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur dioksida(S02), dan Nitrogen (NO2) yang
dapat membahayakan manusia.

Lava dan aliran pasir serta batu panas

2. Lava

Lava adalah cairan magma dengan suhu tinggi yang mengalir dari dalam Bumi ke permukaan melalui
kawah. Lava encer akan mengalir mengikuti aliran sungai sedangkan lava kental akan membeku dekat
dengan sumbernya. Lava yang membeku akan membentuk bermacam-macam batuan.

3. Lahar

Lahar adalah lava yang telah bercampur dengan batuan, air, dan material lainnya. Lahar sangat
berbahaya bagi penduduk di lereng gunung berapi.

4. Hujan Abu

Yakni material yang sangat halus yang disemburkan ke udara saat terjadi letusan. Karena sangat halus,
abu letusan dapat terbawa angin dan dirasakan sampai ratusan kilometer jauhnya. Abu letusan ini bisa
menganggu pernapasan.

5. Awan panas

Yakni hasil letusan yang mengalir bergulung seperti awan. Di dalam gulungan ini terdapat batuan pijar
yang panas dan material vulkanik padat dengan suhu lebih besar dari 600 °C. Awan panas dapat
mengakibatkan luka bakar pada tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki dan juga
dapat menyebabkan sesak napas.

D. Bahaya Letusan Gunung Berapi

Bahaya Letusan Gunung Api di bagi menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu :

a. Bahaya Utama (Primer)

Awan Panas, merupakan campuran material letusan antara gas dan bebatuan (segala ukuran) terdorong
ke bawah akibat densitas yang tinggi dan merupakan adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi
bagaikan gunung awan yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tinggi, antara 300 - 700? Celcius,
kecepatan lumpurnyapun sangat tinggi, > 70 km/jam (tergantung kemiringan lereng).

Lontaran Material (pijar),terjadi ketika letusan (magmatik) berlangsung. Jauh lontarannya sangat
tergantung dari besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya. Selain suhunya tinggi
(>200?C), ukuran materialnya pun besar dengan diameter > 10 cm sehingga mampu membakar
sekaligus melukai, bahkan mematikan mahluk hidup. Lazim juga disebut sebagai "bom vulkanik Hujan
Abu lebat, terjadi ketika letusan gunung api sedang berlangsung. Material yang berukuran halus (abu
dan pasir halus) yang diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu dan arahnya tergantung dari arah
angin. Karena ukurannya yang halus, material ini akan sangat berbahaya bagi pernafasan, mata,
pencemaran air tanah, pengrusakan tumbuh-tumbuhan dan mengandung unsur-unsur kimia yang
bersifat asam sehingga mampu mengakibatkan korosi terhadap seng dan mesin pesawat.

Lava, merupakan magma yang mencapai permukaan, sifatnya liquid (cairan kental dan bersuhu tinggi,
antara 700 - 1200?C . Karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng dan membakar apa
saja yang dilaluinya. Bila lava sudah dingin, maka wujudnya menjadi batu (batuan beku) dan daerah yang
dilaluinya akan menjadi ladang batu.

Gas Racun, muncul tidak selalu didahului oleh letusan gunung api sebab gas ini dapat keluar melalui
rongga-rongga ataupun rekahan-rekahan yang terdapat di daerah gunung api. Gas utama yang biasanya
muncul adalah CO2, H2S, HCl, SO2, dan CO. Yang kerap menyebabkan kematian adalah gas CO2.
Beberapa gunung yang memiliki karakteristik letusan gas beracun adalah Gunung Api Tangkuban
Perahu, Gunung Api Dieng, Gunung Ciremai, dan Gunung Api Papandayan.

Tsunami, umumnya dapat terjadi pada gunung api pulau, dimana saat letusan terjadi material-material
akan memberikan energi yang besar untuk mendorong air laut ke arah pantai sehingga terjadi
gelombang tsunami. Makin besar volume material letusan makin besar gelombang yang terangkat ke
darat. Sebagai contoh kasus adalah letusan Gunung Krakatau tahun 1883.

b. Bahaya Ikutan (Sekunder)

Bahaya ikutan letusan gunung api adalah bahaya yang terjadi setelah proses peletusan berlangsung. Bila
suatu gunung api meletus akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di puncak dan
lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba, sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan
dan tercipta adonan lumpur turun ke lembah sebagai banjir bebatuan, banjir tersebut disebut lahar.

E. Klasifikasi Gunung Api di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan
sejarah letusan/erupsinya.

Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah
tahun 1600.
Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih
memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.

Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat
tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

F. Sejarah Letusan Gunung Api di Indonesia

Gunung meletus bagi bangsa ini bukanlah sesuatu yang asing. Berabad silam, letusan – letusan gunung
berapi di negeri ini sudah pernah terjadi. Berikut beberapa letusan gunung berapi yang sangat besar
yang terjadi di Indonesia.

1. Gunung Kelud

Sejak abad ke-15, Gunung Kelut telah memakan korban lebih dari 15.000 jiwa. Letusan gunung ini pada
tahun 1586 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar
telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada
tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman
penduduk.

2. Gunung Merapi

Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa.
Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng
Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu
jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang
menimbulkan kubah-kubah lava.

Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-
letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan
besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu.

Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan M ataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur.
Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.

3. Gunung Galunggung

Gunung Galunggung tercatat pernah meletus pada tahun 1882 (VEI=5). Tanda-tanda awal letusan
diketahui pada bulan Juli 1822, di mana expose Cikunir menjadi keruh dan berlumpur. Hasil pemeriksaan
kawah menunjukkan bahwa expose keruh tersebut panas dan kadang muncul kolom asap dari dalam
kawah.

Kemudian pada tanggal 8 Oktober s.d. 12 Oktober, letusan menghasilkan hujan pasir kemerahan yang
sangat panas, abu halus, awan panas, serta lahar. Aliran lahar bergerak ke arah tenggara mengikuti
aliran-aliran sungai. Letusan ini menewaskan 4.011 jiwa dan menghancurkan 114 desa, dengan
kerusakan lahan ke arah timur dan selatan sejauh 40 km dari puncak gunung.
Kemudian pada 7 Oktober 1894, gunung ini kembali aktif diikuti muntahan awan panas yang
menghancurkan sekitar 50 desa. Pada 27 Oktober, sempat terjadi aliran lahar panas yang serupa dengan
letusan pada 1822.

Letusan ketiga, dimulai pada 16 Juli 1918 yang menghasilkan hujan abu dengan ketebalan dua sampai
lima milimeter. Letusan yang diawali dengan gempa bumi ini terjadi selama empat hari. Letusan
menghasilkan kubah lava di dalam danau kawah setinggi 85 meter. Kubah lava ini kemudian dinamakan
gunung jadi.

Terakhir Gunung Galunggung meletus pada 1982. Letusan ini bertipe vulcanian vertical mirip letusan
cendawan bom atom yang disertai dengan dentuman keras, pijaran api, serta kilatan halilintar.
Semburan piroklastik, yang debu halusnya mencapai ketinggian 20 km ke udara menghujani kota
Bandung, Tasikmalaya, Cianjur, Garut, dan kota-kota lainnya dalam radius 100 km. Debu total selama
empat bulan yang mengguyur kota-kota tersebut sempat menimbulkan kepanikan dan membutuhkan
waktu berbulan-bulan untuk membersihkannya.

Galunggung meletus mulai 5 April 1982 hingga 8 Januari 1983, merupakan letusan terlama, yaitu
sembilan bulan yang merenggut 18 korban jiwa. Tak hanya itu, erupsi juga menimbulkan kerugian
ekonomi yang besar, karena selama sembilan bulan warga di 22 desa, harus mengungsi meninggalkan
rumah mereka dan meninggalkan aktivitas pertanian akibat 100.00 hektar daerah di ssekitar gunung
rata dengan tanah tertimpa batu, lahar, dan debu serta puncak gunungnya runtuh hanyut terbawa lahar
dingin ke daerah sekitarnya.

4. Gunung Agung

Gunung Agung terakhir meletus pada 1963-64 dan mas ih aktif, dengan sebuah kawah besar dan sangat
dalam yang kadang-kadang mengeluarkan asap dan abu. Iranian kejauhan, gunung ini tampak kerucut,
meskipun didalamnya terdapat kawah besar.

Dari puncak gunung, adalah mungkin untuk melihat puncak Gunung Rinjani di pulau Lombok, meskipun
kedua gunung sering tertutup awan. Pada tanggal 18 Februari 1963, penduduk setempat mendengar
ledakan keras dan melihat awan naik dari kawah Gunung Agung.

Pada tanggal 24 Februari lava mulai mengalir menuruni lereng utara gunung, akhirnya perjalanan 7 km
dalam 20 hari mendatang. Pada tanggal 17 Maret, gunung berapi meletus, mengirimkan puing-puing 8-
10 km ke udara dan menghasilkan aliran piroklastik yang besar.

Arus ini banyak menghancurkan desa-desa, menewaskan sekitar 1500 orang. Sebuah letusan kedua
pada 16 Mei menyebabkan aliran awan panas yang menewaskan 200 penduduk lain.

5. Krakatau
Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan
Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau) yang
sirna karena letusannya sendiri pada tanggal 26-27 Agustus 1883.

Letusan itu sangat dahsyat; awan panas dan wave yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa.
Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, wave ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera
Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, state dan Pulau Rodrigues dekat Afrika,
4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom corpuscle yang diledakkan di
Hiroshima dan metropolis di akhir Perang Dunia II.

Letusan Krakatoa menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari
akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya.
Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatoa ini seben arnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung
Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-
gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit.

Sementara ketika Gunung Krakatoa meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi
telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatoa adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan
telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang
geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan
tersebut.

G. Persiapan menghadapi Letusan gunung Berapi

Banyak hal yang dapat dipersiapkan selama gunung api memberikan sinyal sebagai tanda-tanda akan
meletus, diantara seperti berikut ini.

a. mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi

b. membuat perencanaan penanganan bencana

c. mempersiapkan pengungsian jika diperlukan

d. mempersiapkan kebutuhan dasar (pangan, pakaian alat perlindungan)Jika terjadi Letusan gunung
Berapi

e. Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar

f. Di tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas
g. Persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan

h. Kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi
dan lainnya

i. Gunakan pelindung mata seperti kacamata renang atau lainnya

j. Jangan memakai lensa kontak

k. Pakai masker atau kain menutupi mulut dan hidung

l. Saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan.

m. Setelah terjadinya Letusan Gunung Berapi

n. Jauhi wilayah yang terkena hujan abu

o. Bersihkan atap dari timbunan Abu, karena beratnya bisa merusak ataun meruntuhkan atap
bangunan

p. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor,
rem, persneling hingga pengapian.

H. Kronologis Bencana Gunung Tambora

Gunung Tambora, Pulau Sumbawa Indonesia Letusan Terakhir : 10 April 1815. Muntahkan Magma : 100
km³. Lepasan abu (kubik) : 400 km³ debu ke angkasa. Tinggi abu : 44 km dari permukaan tanah. Lontaran
abu : 1300km. Radius suara letusan : 2600 km Endapan aliran piroklastik : 7-20m Tsunami sepanjang
pantai : sejauh 1200km, tinggi 1-4m, di Maluku Tsunami hingga 2 meter Korban letusan langsung :
117.000 korban jiwa. Kerajaan yang lenyap akibat letusan: Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan
Kerajaan Sanggar.

Gunung Tambora (atau Tomboro) adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di pulau Sumbawa,
Indonesia. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan
sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga
puncak sisi timur hingga utara), Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Dengan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon, dinyatakan bahwa gunung Tambora telah
meletus tiga kali sebelum letusan tahun 1815, tetapi besarnya letusan tidak diketahui.

Perkiraan ketiga letusannya pada tahun:

- Letusan pertama: 39910 sebelum masehi ± 200 tahun

- Letusan kedua: 3050 sebelum masehi


- Letusan ketiga: 740 ± 150 tahun.

Ketiga letusan tersebut memiliki karakteristik letusan yang sama.

Masing-masing letusan memiliki letusan di lubang utama, tetapi terdapat pengecualian untuk
letusan ketiga. Pada letusan ketiga, tidak terdapat aliran piroklastik.

Pada tahun 1812, gunung Tambora menjadi lebih aktif, dengan puncak letusannya terjadi pada bulan
April tahun 1815. Besar letusan ini masuk ke dalam skala tujuh Volcanic Explosivity Index (VEI), dengan
jumlah semburan tefrit sebesar 1.6 × 1011 meter kubik.

Karakteristik letusannya termasuk letusan di lubang utama, aliran piroklastik, korban jiwa,
kerusakan tanah dan lahan, tsunami dan runtuhnya kaldera.

Letusan ketiga ini mempengaruhi iklim global dalam waktu yang lama. Aktivitas Tambora setelah letusan
tersebut baru berhenti pada tanggal 15 Juli 1815.

Mereka mengira itu hanyalah suara gemuruh guntur karena tiba-tiba muncul awan mendung yang
membuat redupnya sinar matahari. Namun mereka tidak yakin karena yang mereka yakini awan,
ternyata adalah asap dan debu vulkanis. Dan yang turun ke bumi bukanlah air melainkan debu dan
kerikil kecil. Letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terdahsyat sepanjang masa yang
pernah tercatat.

Pada saat gunung Tambora meletus, daerah radius kurang lebih 600km dari gunung Tambora gelap
gulita sepanjang hari hampir seminggu lamanya, letusan yg terdengar melebihi jarak 2000km dan suhu
Bumi menurun hingga beberapa derajat yg mengakibatkan bumi menjadi dingin akibat sinar matahari
terhalang debu vulkanis selama beberapa bulan.

Sehingga berdampak juga ke daerah Eropa & Amerika Utara mengalami musim dingin yg panjang.
Sedangkan Australia dan daerah Afrika Selatan turun salju di saat musim panas. Peristiwa ini dikenal
dengan “The year without summer” atau tahun tanpa musim panas.

Aktivitas selanjutnya kemudian terjadi pada bulan Agustus tahun 1819 dengan adanya letusan-letusan
kecil dengan api dan bunyi gemuruh disertai gempa susulan yang dianggap sebagai bagian dari letusan
tahun 1815. Letusan ini masuk dalam skala kedua pada skala VEI.

Sekitar tahun 1880 (± 30 tahun), Tambora kembali meletus, tetapi hanya di dalam kaldera. Letusan ini
membuat aliran lava kecil dan ekstrusi kubah lava, yang kemudian membentuk kawah baru bernama
Doro Api Toi di dalam kaldera.

Gunung Tambora masih berstatus aktif. Kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai
kaldera pada abad ke-19 dan abad ke-20. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1967, yang disertai dengan
gempa dan terukur pada skala 0 VEI, yang berarti letusan terjadi tanpa disertai dengan ledakan.
Total volume yang dikeluarkan Gunung Tambora saat meletus hebat hampir 200 tahun silam mencapai
150 kilometer kubik atau 150 miliar meter kubik. Deposit jatuhan abu yang terekam hingga sejauh 1.300
kilometer dari sumbernya.

Letusan pertama Gunung Tambora terdengar pada 5 April 1815 di Pulau Jawa (Jakarta), terdengar
selama 15 menit dan berlangsung sampai kesokan harinya, seperti meriam. Demikian catatan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamfford Raffles, tentang letusan Gunung Tambora dalam
memoarnya The History of Java. Raffles menulis ledakan tersebut sempat disangka meriam yang
menyerang pasukan di Yogyakarta. Pada 6 April, sinar matahari tertutup dan ‘hujan abu’ dalam jumlah
kecil pun mulai menyelimuti Sulawesi dan Gresik di Jawa Timur.

Catatan tentang letusan Gunung Tambora juga tercantum pada naskah kuno Kerajaan Bima, Bo Sangaji
Kai. “Maka gelap berbalik lagi lebih dari pada malam itu, maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang
perang, kemudian maka turunlah krisik batu dan habu seperti dituang lamanya tiga hari dua malam,”
sebut naskah kuno itu sebagaimana dibacakan ahli filologi Siti Maryam Salahuddin, 88 tahun, yang
merupakan putri Sultan Bima terakhir, Muhamad Salahuddin. Berdasarkan laporan Letnan Owen Philips,
selaku utusan Raffles, Raja Sanggar masih hidup dan menjadi saksi peristiwa tersebut. “Sekitar pukul 7
malam tanggal 10 April terlihat tiga bola api besar keluar dari Gunung Tomboro. Kemudian tiga bola api
itu bergabung di udara dalam satu ledakan dahsyat” demikian keterangan Raja Sanggar.

Dalam memoirnya, Raffles menceritakan, "Gemuruh itu awalnya dikaitkan dengan adanya meriam pada
jarak jauh, sedemikian sehingga tentara dibariskan di Yogyakarta untuk mengantisipasi serangan pihak
lain dan kapal juga dibariskan di pantai mewaspadai kondisi sulit."

Raffles seperti dikutip Clive Oppenheimer dalam makalahnya di jurnal Progress in Physical Geology pada
2003 melanjutkan, "Namum pada pagi hari berikutnya, abu tipis menghapus semua keraguan, dan
seiring erupsi terus terjadi, suara terdengar begitu dekat, terdengar begitu dekat di setiap daerah
sehingga dikaitkan dengan letusan gunung Merapi, Kelut, dan Bromo."

Orang yang tinggal di wilayah sekitar Tambora meminta pemerintah di Bima untuk melihat situasi. Pihak
berwenang kemudian mengirim seseorang bernama Israel, tiba di sekitar Tambora pada 9 April 1815.

Tapi belum sempat penyelidikan dimulai, tanggal 10 April 1815 sekitar pukul 19.00 WITA, Tambora
kembali mengamuk. Kali itu, erupsinya berlangsung kurang dari 3 jam namun dengan skala lebih besar.
Letusannya menurut volcanic explosivity index mencapai skala 7 dari 8. Hanya gunung Toba yang
meletus 74.000 tahun lalu dengan magnitudo 8 yang mengalahkannya.

Cerita terbaik kedahsyatan letusan pada malam datang dari Letnan Owen Phillip. Dia diutus Raffles ke
Sumbawa membawa beras dan menyelidiki dampak letusan pada 5 April. Di Dompu, dia bertemu raja
Sanggar yang ajaibnya selamat dari bencana letusan, mengungsi.

”Sekitar pukul 7 malam pada 10 April (1815), tiga kolom muncul dari puncak Gunung Tambora.
(Semuanya terlihat berasal dari kawah) Setelah naik secara terpisah ke ketinggian, ketiga kolom
bergabung secara aneh dan mengerikan," demikian Phillips menceritakan kemudian pada Raffles.
Phillip melanjutkan, "Dalam sekejap, seluruh bagian gunung di Sanggar tampak bagai cairan api, melebar
ke segala arah. Api dan kolom asap terus saja membumbung hingga gelap sebab banyaknya material
yang jatuh mengaburkannya sekitar pukul 8 malam."

Abu kemudian mulai turun antara pukul 9 hingga 10 malam. Kemudian, pohon-pohon yang tercerabut
dari akarnya serta batu-batu raksasa mulai terlempar ke Sanggar antara pukul 10 hingga 11 malam.
Stothers dalam makalahnya mengatakan, kolom erupsi mungkin musnah akibat massanya sendiri
sebelum pukul 10 malam dan kaldera terbentuk pada saat yang sama.

Awan panas lalu turun gunung dan menerjang desa Tambora, meluluhlantakkannya. Lalu, angin ribut
terjadi di Sanggar. Angin ribut yang terjadi sekitar 1 jam itu tak mencapai Bima yang terjarak 60
kilometer dari Tambora.

Material vulkanik mengalir ke lautan, menyebabkan tsunami. Gelombang tsunami dengan ketinggian 4
meter mencapai Sanggar pukul 10.00 malam. Gelombang menjalar hingga Besuki di Jawa bagian timur,
mencapai wilayah itu dengan ketinggian sekitar 1 - 2 meter beberapa saat kemudian. Tsunami juga
diperkirakan mencapai Madura dengan ketinggian 1 meter.

"Mawar laut setinggi hampir 12 kaki yang tak pernah terjadi sebelumnya menghantam Sanggar yang
cuma seperti sebulir padi, menghanyutkan rumah dan apapun yang ada dalam jangkauannya," demikian
cerita Phillip tentang tsunami.

Suara ledakan mulai terdengar pukul 11 malam. Setelah itu, suara tersebut tak berhenti hingga 15 April
1815. Suara terdengar hingga Cirebon, Bengkulu, Makassar, Ternate dan sejumlah wilayah Indonesia
lainnya. Abu pun menghujani banyak kota.

Dalam The History of Java, Raffles menceritakan penafsiran koresponden dari Gresik tentang gemuruh
dan abu. Menurut koresponden Gresik itu, banyak warga mengaitkan gelap dan abu akibat letusan
Tambora sebagai peristiwa pernikahan Nyi Loro Kidul dengan putranya. Suara gemuruh adalah ucapan
selamat dari prajuritnya dan abu adalah ampas senjatanya.

Kota Bima sendiri tetap gelap hingga pukul 12 siang pada 12 April 1815. Sementara di Makassar, hingga
11 April 1815 pukul 8.00, langit tetap gelap. Pada dasarnya, seluruh kota dalam radius 600 km
terdampak oleh hujan abu dan letusan hingga gelap 2 hari.

Letusan Tambora kali itu memangkas badannya sendiri. Semula berketinggian sekitar 4.300 meter, kini
Tambora hanya 2.850 meter. Letusan juga mengakibatkan terbentuknya kaldera selebar 6 kilometer dan
sedalam 600-an meter.

Begitulah letusan dahsyat itu terjadi tepat 200 tahun lalu. Setelah berlalu, saatnya kini mengambil
pelajaran dari peristiwa itu. Indonesia rawan bencana gempa dan gunung api. Oleh karena itu, penting
untuk mengenal gunung dan mewaspadainya. Hidup di gunung yang membawa kesuburan boleh, tetapi
tidak mengabaikan risikonya.
I. Pengaruh Letusan Tambora Terhadap Perubahan Iklim Dunia

1. Tahun tanpa musim panas

Catatan berbagai saksi mata dan hasil analisis para ahli semakin menegaskan bahwa letusan Gunung
Tambora pada 1815 merupakan yang terbesar dalam catatan sejarah modern. Material vulkanis yang
dikeluarkan saat Gunung Tambora meletus mencapai lebih dari 100km kubik atau 100 milliar meter
kubik, sedangkan Gunung Merapi ‘hanya’ memuntahkan 150 juta meter kubik.

“Volcanic Eruption Index Tambora skala 7. Itu yang terbesar dan baru pertama terjadi pada sejarah
modern. Sementara Merapi mencapai skala 4,” jelas Surono. Dampaknya sangat luas. Aerosol sulfat
yang dikeluarkan oleh letusan Tambora tertahan di atmosfer sehingga menghalangi sinar matahari ke
bumi. Setahun kemudian, gelap masih menyelimuti Benua Eropa pada musim panas. Peristiwa itu
kemudian dikenal sebagai ‘Tahun tanpa musim panas’. Letusan tersebut juga menyebabkan ketinggian
Gunung Tambora menyusut hampir separuhnya menjadi 2.700 meter dari permukaan laut (mdpl).

2. Kelaparan

Imbas letusan Gunung Tambora kepada nyawa manusia jauh lebih dahsyat. Dalam laporan kepada
Raffles, Letnan Owen Philips menjelaskan kondisi Pulau Sumbawa dan Dompu yang melewati sebagian
wilayah Bima. Sebagian besar wilayah Kerajaan Sanggar yang terletak di kaki Gunung Tambora turut
hancur.

“Bencana terbesar yang dialami penduduk sangat mengerikan untuk dikisahkan. Mayat-mayat masih
bergelimpangan di tepi jalan dan di beberapa perkampungan tersapu bersih, rumah rumah hancur,
penduduk yang masih hidup menderita kelaparan,” tulis Phillips.

Sejumlah catatan menyebutkan material vulkanis dari Gunung Tambora juga menyebabkan gagal panen
di Pulau Tambora dan Pulau Bali. Akibatnya, sebanyak 100 ribu jiwa meninggal di wilayah sekitar Pulau
Sumbawa dan 200.000 jiwa secara global.

Situasi setelah letusan digambarkan dalam naskah kuno Kerajaan Bima yang ditulis pada 1815.

“Maka heran sekalian hambanya, melihat karunia Rabbal’alamin yang melakukan al-Fa’alu-I-Lima Yurid
( Apa yang dikehendakiNya), maka teranglah hari maka melihat rumah dan tanaman maka rusak
semuanya demikianlah adanya, yaitu pecah gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan
Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad.”

3. Ancaman bencana

Ahli geologi dari Museum Geologi Bandung, Indyo Pratomo, yang terlibat dalam penelitian bersama
Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat, pada 2007, menemukan kerangka
manusia di Dusun Oi Bura yang dapat digunakan untuk merekonstruksi kejadian saat letusan Gunung
Tambora.
“Kerangka yang kita jumpai masih bertahan di tempat pada saat terjadi letusan utama. Mereka
kebetulan jatuh masih di bawah rumah sendiri, tertimbun rumahnya sendiri. Mungkin juga pada saat itu
hujan karena kita temui endapan lumpur. Jadi diperkirakan dia jatuh di dalam lumpur karena di bagian
bawahnya itu utuh dalam artian tidak terbakar,” jelas Indyo.

Dari temuan itu, diduga penduduk di kaki Gunung Tambora ketika itu tidak mengenal ancaman gunung
berapi. Selain Tambora, gunung berapi lain di wilayah Indonesia yang tercatat sebagai letusan besar
dalam sejarah modern yaitu Krakatau pada 1883, meski kedahsyatannya di bawah Tambora.

“Kerangka yang kita jumpai masih bertahan di tempat pada saat terjadi letusan utama. Mereka
kebetulan jatuh masih di bawah rumah sendiri, tertimbun rumahnya sendiri. Mungkin juga pada saat itu
hujan karena kita temui endapan lumpur. Jadi diperkirakan dia jatuh di dalam lumpur karena di bagian
bawahnya itu utuh dalam artian tidak terbakar,” jelas Indyo.

Dari temuan itu, diduga penduduk di kaki Gunung Tambora ketika itu tidak mengenal ancaman gunung
berapi. Selain Tambora, gunung berapi lain di wilayah Indonesia yang tercatat sebagai letusan besar
dalam sejarah modern yaitu Krakatau pada 1883, meski kedahsyatannya di bawah Tambora.

Penelitian internasional pada 2003 menemukan jejak letusan Gunung Samalas di Lombok NTB yang
terjadi pada tahun 1257 berupa abu kimia yang terdapat di Arktik Kutub Utara dan Antartika. Struktur
awal gunung purba ini menyisakan kawah besar yang kini lebih dikenal dengan nama Danau Segara
Anak. Gunung Purba lain yang meletus pada 74.000 tahun lalu adalah Toba yang menyisakan kawah
berupa danau dengan panjang 100 km dan lebar 30 km.

Di Indonesia terdapat 127 gunung berapi, 69 diantaranya dipantau karena pernah meletus sekali sejak
1600 an. Sekitar empat juta orang tinggal di sekitar gunung-gunung berapi tersebut. Kepala Badan
Geologi Surono mengatakan keberadaan gunung berapi tidak hanya memberikan tanah yang subur dan
potensi wisata, tetapi juga memunculkan pentingnya edukasi tentang potensi ancaman sebagai upaya
untuk pengurangan risiko bencana. (BBC INDONESIA)

J. Penemuan Situs Sejarah Pasca Letusan

Paska penggalian situs Tambora, tak banyak yang ditindaklanjuti, padahal banyak saksi sejarah di situs
tersebut yang layak dipubliksi ke masyarakat. Penemuan situs daerah-daerah terpendam, yang diduga
merupakan tiga kerajaan korban awan panas ledakan gunung Tambora tahun 1815 silam, kini dalam
kondisi yang mengenaskan karena tererosi hujan dan panas tanpa perlindungan secukupnya. Demikian
laporan Igan S. Sutawijaya, peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bandung, Kamis (30/3/2006).
“Menurut laporan dari seorang teman yang melakukan penelitian pertambangan di daerah tersebut
baru-baru ini, menunjukan bahwa situs berharga Tambora kini terus tererosi hujan dan panas. Tanpa
perhatian dari pemerintah daerah, seperti yang mereka janjikan,” jelas Igan.

Namun ironisnya kini keberadaan situs tersebut makin mengkhawatirkan. Pemerintah daerah setempat
yang sebelumnya menjanjikan untuk menjaga situs terebut tampaknya tidak menjalankan fungsinya.
“Dulu waktu kami tinggalkan sempat kami ingin kubur kembali dengan pasir situs tersebut. Agar
ancaman erosi dari hujan dan panas bisa dikurangi,” urai Igan. Namun pihak pemerintah daerah
memutuskan agar tidak perlu dilakukan hal tersebut. Dan mereka berjanji akan menjaga situs dengan
menutupinya memakai plastik. Namun tampaknya janji tersebut tak dilakukan, karena situs didiamkan
saja tanpa apapun melindunginya.

Kini menurut tim pertambangan ITB yang melakukan penelitian di daerah tersebut akhir-akhir ini,
menunjukan bahwa sebagian daerah situs telah terkubur kembali dan hilang tererosi, tanpa
perlindungan apapun.

Hal ini menurut Igan agak mengenaskan, mengingat tingginya nilai sejarah dari daerah tersebut. Ledakan
Tambora sendiri menurut Igan merupakan salah satu letusan gunung berapi terdahsyat yang ada di
dunia. Bahkan lebih dahsyat dari ledakan gunung Krakatau. Karena mampu merubah iklim yang ada di
dunia ini. Bahkan rencana pertempuran Napoleon harus terbengkalai karena dampak letusan tersebut,
karena makin lamanya musim dingin yang menghantui dalam perjalanan mereka menguasai Rusia.

Kini Igan bersama dengan museum Geologi Bandung berencana menyambangi situs tersebut kembali.
Rencana pertengahan April kedepan, mereka akan menseriuskan kembali penelitian ini, dengan tujuan
akhir terciptanya museum alam untuk mengenang peristiwa dahsyat tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar
10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi
material ya ng dikeluarkan pada saat meletus.

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang
didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua
samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia terlatak diatas
pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng pasifik.
Pertemuan dari tiga lempeng bumi diatas menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal
ini yang menyebabkan mengapa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Dibumi ini terdapat dua
jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang kedanya
melewati Indonesia.

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis meminta kritik dan saran kepada Bapak/Ibu serta rekan-rekan
sekalian bila ada kekurangan ataupun kesalahan kata kata yang tidak pada tempatnya, karena di dalam
penulisan makalah ini penulis masih merasa banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena
itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk kemajuan penulis dalam menulis selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta : LPP UNS

Nazarudin, Ramani. 1996. Geomorfologi. Padang : UNP Press

Asikin, Suhendar. 1976. Geologi Dasar. Bandung : ITB

Budiyati, Titik. 2009. Geografi.Klaten: Viva Pakarindo.

Anda mungkin juga menyukai