Anda di halaman 1dari 7

Nama : Annisya Fauziati

NPM : 2013032007

Kelas : PPKn A

Essay Pendidikan Politik

PKn sering juga disebut Civics Education, yang membahas tentang kewarganegaraan,
moral, norma, hukum, budi pekerti dan lain-lain. Pendidikan kewarganegaraan adalah
program pendidikan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai wahana untuk
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa
yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan
sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik, anggota
masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan kewarganegaraan membantu peserta didik untuk membentuk pola pikir dan pola
sikap sebagai seorang warga negara yang mencerminkan atau selaras dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Termasuk dalam pembentukan watak atau karakter, karena pendidikan
kewarganegaraan mencakup nilai-nilai hidup yang khas dari masyarakat sekitarnya.
Selanjutnya Pendidikan moral itu sejatinya adalah proses pembelajaran yang dengannya
peserta didik mampu memahami diri mereka sendiri, dan dunia yang ada di sekitarnya.
Moralitas adalah pengetahuan tentang bagaimana berperilaku dalam kehidupan ini, baik
dalam konteks lokus maupun tempus tertentu. Jika seseorang hidup tanpa nilai-nilai
moralitas, hakikatnya dia akan lenyap dalam kehidupan ini, terlepas dari semua bentuk
tatanan dan model kebaikan dan keburukan. Sedangkan Nilai moral adalah nilai-nilai yang
terkait dengan tindakan baik dan buruk yang memandu kehidupan manusia secara umum.
Pendapat lain menyebutkan pentingnya nilai moral sebagai nilai yang dapat mendorong
orang untuk bertindak dan sebagai sumber motivasi. Oleh karena itu, nilai-nilai moral
cenderung mengatur dan membatasi tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Moral merupakan suatu sikap atau tindakan yang dimiliki tiap individu yang memiliki nilai
positif seperti bersopan santun sesuai dengan norma yang ada di suatu masyarakat. Dengan
memiliki moral manusia bisa menjalin hubungan yag baik dengan individu yang lain. Secara
umum moral merupakan sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku;
akhlak, budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang sehingga
dapat menilai dengan benar apa yang baik dan buruk. Tantangan terhadap keyakinan moral
mengenai bagaimanapun moral itu, memaksa kita untuk mempertanyakan keyakinan kita
dan mendorong kita untuk meragukan bahwa kita dapat menawarkan alasan yang lebih baik
untuk keyakinan kita daripada yang dapat dilakukan penantang untuk keyakinan mereka.

Moralitas dan etika dapat dilihat sebagai upaya untuk menyediakan konten substantif yang
hilang dari ketimpangan. Etika pada umumnya adalah apa yang di atas disebut pengertian
moralitas yang luas, yang pusat perhatiannya adalah bagaimana seseorang harus hidup.Oleh
karena itu, menjalani kehidupan yang baik tidak sama dengan menjalani kehidupan yang
bermoral, karena kehidupan yang baik memiliki komponen moral dan nonmoral, dan
kepuasan pribadi biasanya berasal dari keduanya.

Nilai moral adalah manfaat yang disebabkan oleh manusia yang diberikan kepada orang
lain. Nilai-nilai nonmoral adalah manfaat yang disebabkan oleh manusia yang kita dapatkan
untuk diri kita sendiri atau manfaat yang terjadi secara alami yang kita terima atau peroleh
dari sumber bukan manusia.

Selain itu, terdapat juga pluralitas. Pluralitas merupakan keberagaman atau kemajemukan
yang terdapat dalam suatu bangsa yang mendorong tumbuhnya persatuan dan kesatuan.
Jenis-jenis pluralitas diantaranya seperti pluralitas dalam agama, pluralitas dalam budaya,
pluralitas dalam suku bangsa, pluralitas dalam pekerjaan dan lain sebagainya. Pluralitas nilai
tidak hanya disebabkan oleh perbedaan manfaat dan kerugian yang terkait, tetapi juga
karena perbedaan landasan dasar. Pluralisme berkomitmen pada pandangan bahwa konsepsi
tentang kehidupan yang baik dan nilai-nilai yang menjadi tolak ukur atas perwujudan
kehidupan yang baik adalah memiliki norma-norma. Hal ini membawa konsekuensi bahwa
keharusan penyelesaian konflik menjadi masalah utama bagi pluralisme. Pluralitas nilai
adalah klaim pluralistik sentral, tetapi tidak dengan cara apa pun pluralistik unik.

Sekolah yang ditugaskan untuk memberikan program pendidikan kewarganegaraan yang


diilhami secara demokratis harus menghadapi tantangan tersebut. Tema yang
menginformasikan saran ini adalah bahwa sekolah tidak akan memberikan kecuali guru dan
siswa dianggap sebagai warga negara. Untuk tujuan ini, berkelanjutan, dan seringkali tidak
nyaman, pemikiran harus diberikan tidak hanya pada elemen kurikuler formal yang
menentukan program tetapi juga pada struktur dan praktik yang membentuk kehidupan
sekolah.
Kami menyarankan, sesuai dengan ambisi pendidikan kewarganegaraan untuk demokrasi,
tinjauan pencarian kehidupan sekolah. Nilai-nilai yang terungkap dalam dorongan untuk
kewarganegaraan demokratis harus tercermin di seluruh jalinan kehidupan sekolah.
Hubungan murid-murid, hubungan guru-guru dan, secara fundamental, hubungan guru-
murid harus, sejauh mungkin, diresapi oleh cita-cita demokrasi. Singkatnya,
rekomendasinya adalah sekolah sebaiknya mempraktikkan apa yang mereka khotbahkan.
Kami berharap bahwa pendidikan kewarganegaraan akan menemukan dirinya di jantung
kurikulum. Jelas bahwa politik demokrasi bukanlah yang seharusnya.
Jelas bahwa terlalu banyak kehidupan sosial kita tidak cukup dipengaruhi oleh cita-cita
toleransi, saling menghormati, menerima perbedaan, menghormati hukum, kesiapan untuk
berbuat sebanyak mungkin bagi komunitas kita, atau oleh kepedulian terhadap alasan.
Pendidikan kewarganegaraan berusaha untuk memajukan semua cita-cita tersebut atas nama
meningkatkan demokrasi kita. Para guru dalam penelitian kami memiliki pemahaman yang
kuat tentang pentingnya cita-cita yang baru saja digariskan. Di mana mereka membutuhkan
bimbingan adalah merangkul dimensi politik kewarganegaraan demokratis yang lebih nyata.

Pendidikan moral merupakan suatu pembelajaran yang bertujuan untuk membentuk pribadi
yang paham akan moral, fokus utamanya adalah generasi muda cerdas tingkat SD hingga
Perguruan Tinggi. Sementara moralitas yaitu sebuah ilmu pengetahuan tentang cara
berperilaku dalam kehidupan. Melalui pendidikan moral seharusnya dapat membawa peserta
didik menjadi dewasa, mandiri, bertanggungjawab. Memiliki rasa malu, jauh dari sifat plip
plan atau tidak konsisten, berakhlak mulia serta berbudi pekerti luhur agar setelah
menyelesaikan pendidikannya tidak lagi bergantung kepada orangtua, masyarakat atau orang
terdekat lainnya.

Perilaku moral dianggap sebagai sesuatu yang ditentukan oleh kecenderungan bertindak
yang dimotivasi oleh sifat perilaku dan kebiasaan. Artinya, perilaku moral bukan merupakan
hasil pertimbangan moral yang berpijak pada konsep nilai kemanusiaan dan keadilan.
Sebaliknya, pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada hakikatnya
bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan diturunkan dari pemahaman serta
penalaran berdasarkan tujuan kemanusiaan dan keadilan, disebut pandangan baru.
Pendidikan etika yang dilakukan dengan cara pengklarifikasian nilai, yakni pengajaran
tentang aturan-aturan berperilaku benar dan baik disekolah sedikit berpengaruh terhadap
pembentukan moral sebagaimana yang dikehendaki.
Pendidikan moral adalah mendidik anak menjadi orang yang berkepribadian dan berwatak
baik. Untuk dapat melaksanakan pendidikan moral ini dengan hasil yang memuaskan, para
pendidik perlu mengetahui dasar-dasarnya. Pendidikan moral tidak akan berhasil jika hanya
dengan berceramah tentang baik dan buruk, atau bercerita di depan kelas tentang hal-hal
yang baik dan buruk, akan tetapi memerlukan latihan yang diperoleh dari pengalaman
praktis yang dipimpin dengan baik.

Pendidikan moral atau membentuk manusia yang bermoral adalah sesuatu hal yang sangat
penting dan utama, yang harus dilaksanakan oleh para pendidik sebagai pembangun
masyarakat dan negara . Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan
nilai, moral, dan sikap yaitu Menciptakan komunikasi,Menciptakan iklim lingkungan yang
kondusif,dan lain lainnya.

Demokrasi pendidikan menekankan bahwa setiap siswa berhak menerima pendidikan yang
baik tanpa ada disparitas. Dalam demokrasi Pendidikan, kegiatan pembelajaran tidak hanya
menekankan guru sebagai satu-satunya pusat ilmu, namun harus saling berbagi dan terbuka
dengan memberi kesempatan siswa untuk bertanya, menjawab, menyampaikan pendapat,
dan memberikan sanggahan. Demokrasi pendidikan merupakan pengajaran pendidikan
dimana setiap individu atau siswa berhak mendapatkan pengajaran dan pendidikan yang
sama dan adil tanpa adanya kondisi diskriminatif baik anak yang berasal dari keluarga kaya
maupun miskin berhak mendapatkan pengajaran yang sama dalam pendidikan. Setiap
peserta didik yang melakukan pembelajaran memiliki derajat yang sama karena
penyelangaraan pendidikan dilakukan dalam suatu ruangan untuk mendapatkan pendidikan
dan pengetahuan. Pendidik harus mengajar anak yang mampu dan tidak mampu dengan
bersama atas dasar penyediaan kesempatan yang sama bagi setiap peserta didik.Demokrasi
pendidikan diterapkan salah satunya ketika dalam pembelajaran di sekolah antara guru dan
murid.

Pembelajaran demokrasi dicirikan dengan adanya kelas yang demokratis juga dimana setiap
individu bisa mengembangkan diri dengan nyaman dan aman serta merasa diterima oleh
teman nya yang lain. Kelas yang demokrasi dapat diwujudkan dengan adanya kurikulum
demokratis juga yang mana setiap siswa memberi peluang terbuka terhadap perbedaan
pendapat teman yang lain dan juga ada diskusi antara guru dan siswa. Dalam demokrasi
pendidikan siswa diharapkan bisa bebas mengutarakan pendapat tanpa ada rasa tidak
dihargai dan mendapatkan perlakuan yang adil dalam pembelajaran. Salah satu konsep
demokrasi Pendidikan adalah mampu memperlakukan siswa secara adil dan tetap
memahami ekunikan dari masing-masing siswa.

Hasil pendidikan moral yang berhasil bukan hanya seseorang berperilaku dengan cara yang
dibenarkan secara sosial atau moral. Penting juga untuk melakukan ini karena alasan
moral.Tindakan yang dilakukan dengan alasan utilitas dapat melanggar hak orang, dan
pengakuan hak individu dapat mengurangi utilitas secara keseluruhan. Kebajikan dapat
berbenturan satu sama lain, dan melakukan apa yang kita inginkan menjadi hukum universal
adalah cerminan dari nilai-nilai komunitas seseorang yang tak terbantahkan dan kebajikan
yang penting untuk praktik kemakmuran yang berkontribusi pada kehidupan seseorang. Ada
kemungkinan bahwa alasan-alasan yang dikemukakan oleh teori-teori yang telah kita
pertimbangkan benar-benar valid dengan sendirinya, dan mungkin tidak mengarah pada
kesimpulan bahwa segala sesuatu mungkin terjadi, sehingga Mengakui konflik yang tidak
dapat dikendalikan seperti itu bukan merupakan relativisme moral. Ada banyak alasan
bagus, tetapi tidak ada aturan yang cocok untuk semua. Menemukan tindakan yang benar
adalah hasil dari kebijaksanaan, pengalaman, dan pertimbangan yang cermat dari semua
pertimbangan yang dapat mempengaruhi apa yang harus dilakukan.
Pendidikan moral yang berhasil, seperti dalam semua bidang pendidikan,
mengharuskanindividu bergerak secara mandiri dalam bidang pemahaman itu melampaui
tahap di mana pendidikannya tidak lagi menjadi tanggung jawab orang lain. Ini mungkin
lebih mungkin beberapa orang akan mengatakan lebih mungkin - jika individu tersebut tidak
hanyadibimbing, tetapi juga dilatih dan didorong untuk bekerja secara mandiri dalam pola
pikir ini saat berada di lingkungan pendidikan. Di sini, seperti di bidang pengetahuan dan
pemahaman lainnya, di dunia yang berubah dan berkembang secara budaya, mengandalkan
formula sederhana atau kesimpulan orang lain tidaklah cukup. Karena itu, sebagian orang
cenderung menolak konsep nalar moral, terutama menimbang alasan yang saling
bertentangan, yang berada di luar kemampuan banyak siswa yang kebutuhan utamanya
adalah seperangkat aturan sederhana untuk membantu mereka.

Etika dan moral dalam pembelajaran yang sudah diuraikan di atas perlu dicermati dan
diupayakan untuk bisa dipraktikkan dalam setiap proses pembelajaran, baik oleh pendidik
(guru/dosen) maupun oleh peserta didik (siswa/mahasiswa). Di era yang penuh dengan
kompleksitas problema dan tantangan seperti sekarang ini, terutama dengan majunya dunia
teknologi, informasi, dan komunikasi, sendi-sendi etika dan moral seperti di atas harus
dijaga dan terus diupayakan eksistensinya terutama dalam praktik pembelajaran formal di
sekolah. Hanya manusia-manusia bermoral dan berkarakterlah yang mampu eksis dengan
jati dirinya di tengah-tengah lingkungan sosial budaya yang serba tidak menentu seperti
sekarang ini.

Pendidikan merupakan salah satu garda depan yang harus dijaga demi terwujudnya tujuan
negara yang sudah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintah juga sudah
berkomitmen untuk membangun bangsa dan negara yang berkarakter, sehingga guru yang
beretika dan bermoral memiliki peran yang sangat penting untuk mewujudkan komitmen
tersebut.

Pengembangan etika, moral, dan karakter di sekolah juga sangat penting untuk diperhatikan
setiap guru, mengingat di sinilah peserta didik mulai berkenalan dengan berbagai bidang
kajian keilmuan. Pada masa ini pula peserta didik mulai sadar akan jati dirinya sebagai
manusia yang mulai beranjak dewasa dengan berbagai problem yang menyertainya. Dengan
berbekal nilai-nilai karakter mulia yang diperoleh melalui proses pembelajaran di kelas dan
di luar kelas, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang berkarakter sekaligus memiliki
ilmu pengetahuan yang siap dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengembangkan,


menanamkan dan bisa menghayati serta mengamalkan nilai-nilai luhur moral Pancasila ke
dalam diri para peserta didik sehingga diharapkan timbul kesadaran akan pentingnya tatanan
nilai moral tersebut dan keyakinan. Nilai-nilai moral tersebut dapat diterapkan dalam wujud
sikap, tingkah laku dan kepribadian siswa dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan
sekolah, keluarga dan masyarakat, sekaligus menjadi pedoman bagi kehidupan.

Upaya membangun pendidikan sebenarnya harus juga merupakan upaya membangun moral
bangsa yang nantinya dapat memperbaiki watak bangsa yang dijadikan sebagai identitas
bangsa Indonesia. Dapat dikatakan bahwa jika suatu masyarakat banyak orang yang rusak
moralnya maka akan goncanglah keadaan masyarakat. Pembentukan moral dalam
lingkungan sekolah dapat dilihat bagaimana menjaga hubungan yang sangat vital antara
pengetahuan dan tindakan. Moralitas muncul disaat seorang berfikir tentang apa yang harus
dilakukan dan apa yang tidak seharusnya dilakukan. Moralitas melibatkan pengujian
terhadap berbagai sikap dan persaan yang dimiliki oleh seseoarang, moralitas menyangkut
masalah mengenai keputusan-keputusan yang berkaitan dengan apa yang ada pada diri
seseorang tersebut

Anda mungkin juga menyukai