Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SKS 3 & 4

MATA KULIAH PSIKOLOGI ISLAM


Dosen Pengampu : Dr., Ahmad Muhammad Diponegoro

Nama : Ragil Sernanda Putri


NIM : 2000013253
Kelas : D

Kurikulum pendidikan moral di sekolah-sekolah di Indonesia telah dikembangkan dan


disusun kembali beberapa kali dalam beberapa dekade terakhir, dan sekarang ada
kekhawatiran yang tinggi apakah versi terbaru memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pembinaan moral anak dan remaja menjadi perhatian utama para pendidik, legislator, dan
ulama. Sekolah dikritik karena gagal mengajarkan nilai-nilai yang mengarah pada kehidupan
yang memuaskan dan produktif. Indonesia adalah negara demokrasi sekuler dengan
populasi Muslim yang besar. Pengaruh Islam dalam politik dan pendidikan telah
menyebabkan evaluasi terus-menerus dari elemen moral kurikulum.
Penelitian terbaru menekankan bahwa pengembangan pengaruh moral, empati,
motivasi, dan sifat karakter keseluruhan yang mempromosikan perilaku moral diperlukan
untuk fungsi moral yang optimal. Oleh karena itu, pendidik moral harus mempertimbangkan
untuk menggunakan ide dan alat yang dikembangkan dalam psikologi positif untuk
pendidikan moral. Gerakan psikologi positif lahir untuk mempelajari perilaku manusia dan
meningkatkan kesejahteraan mental. Mengutamakan potensi positif manusia agar dapat
beradaptasi dan mengaktualisasikan diri dalam lingkungan yang optimal. Psikologi dianggap
oleh sebagian kalangan sebagai entitas representasi ilmiah yang bersifat empiris-realistis.
Sifat objektifnya menjauhkannya dari disiplin ilmu agama
Proyek ini mencoba untuk mengetahui apakah ada krisis dalam program pendidikan
moral di sekolah-sekolah di Indonesia. Itu menggunakan metodologi penelitian Focus Group
untuk mengumpulkan pendapat yang dipegang secara luas dan sangat didukung. Penelitian
ini memungkinkan kita untuk menguji pengaruh Islam pada pengembangan kurikulum
pendidikan moral dan cara-cara yang harus diajarkan. Kami juga ingin memahami kontribusi
berbagai komunitas agama minoritas di Indonesia.
Sekolah mempromosikan dan mempertahankan posisi moral dan etika tertentu, dan
beberapa sekolah menampilkan seperangkat nilai moral yang ingin mereka kembangkan
pada siswa mereka. Ketika muncul pertanyaan tentang karakter moral anak muda, perhatian
tampaknya terfokus pada pendidikan moral yang diberikan kepada mereka di sekolah.
Namun, ada juga peningkatan konflik etno-agama lokal dan kekerasan terhadap kelompok
agama minoritas. Ketika negara-negara menghadapi tuntutan yang semakin meningkat agar
sesuai dengan ekonomi global, mereka harus terus mengevaluasi cara sistem pendidikan
perlu beradaptasi dan membentuk kembali dirinya sendiri untuk memenuhi tantangan
teknologi dan ekonomi.
Kesadaran moral dan penalaran moral berkembang di masa kanak-kanak dan
remaja berdasarkan pemikiran dan emosi yang dibatasi oleh emosi lain seperti hati nurani,
rasa bersalah, kecemasan, ketakutan, dan kepuasan. Masa kanak-kanak awal adalah masa
ketika akal dibayangi oleh jenis proses intelektual dan emosional lainnya. Piaget memetakan
tahapan perkembangan moral dan mengemukakan bahwa penalaran moral adalah hasil dari
perkembangan sosio-kognitif dan sosio-emosional. Teori perkembangan moral Piaget
menunjukkan bahwa pemahaman moral dibagi menjadi dua tingkat berurutan: fase
heteronom (anak-anak) dan fase otonom (dari banyak anak yang lebih tua dan orang
dewasa). Tahapannya tidak jelas berbeda dan pendekatan anak-anak untuk
menginterpretasikan aturan moral bervariasi dari satu anak ke anak lainnya.
Moralitas dipengaruhi oleh budaya di mana seseorang dibesarkan dan diinternalisasi
dalam diri seseorang. Dalam Al-Qur'an, akhlak sering disebut dengan akhlak. Moralitas
adalah seperangkat perilaku yang dipelajari dari lingkungan dan pengalaman, dan tidak
memerlukan tuntunan ajaran Tuhan. Dalam masyarakat sekuler-Barat, ajaran agama tidak
harus memainkan peran penting dalam prinsip-prinsip moral.
Penalaran moral bervariasi dari budaya ke budaya dan dibatasi oleh keharusan
budaya. Pluralis, masyarakat sekuler menegosiasikan seperangkat prinsip perilaku yang
disepakati. Pancasila, seperangkat keyakinan yang disetujui secara nasional tentang pluralis
Indonesia atau dasar Islam, dimaksudkan untuk mendamaikan kontradiksi etnis melalui
harmoni dan konsensus, tetapi prinsip pertama - kepercayaan pada satu Tuhan - tampaknya
menciptakan negara agama daripada sekuler. UUD 1945 menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk memeluk agamanya masing-masing. Namun, ada pertanyaan publik yang
intens tentang dasar multikultural bagi pemerintah.
Perkembangan moral adalah kualitas, ruang lingkup dan stimulasi sosial dari logika
dan moralitas. Sekolah mempengaruhi perkembangan moral melalui program pembelajaran,
dan perkembangan moral tidak berkembang dengan sendirinya. Dalam Islam, penilaian
moral melibatkan ijtihad, yaitu pertimbangan rasional untuk mengambil keputusan jika tidak
ada tuntunan melalui Alquran atau al-Hadis. Ijtihad adalah proses penalaran yang
bersumber dari kebebasan berpikir dan ketajaman pikiran.
Pengembangan pemahaman moral pada anak tidak semata-mata menjadi tugas
sekolah. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sumber utama nilai-nilai moral,
dengan keluarga sebagai pengaruh utama yang diperkuat oleh kasih sayang orang tua,
konsistensi orang tua, pengasuhan orang tua, teladan perilaku yang sesuai, ekspresi nilai-
nilai dalam konteks keluarga. Kurikulum nasional 2013 di Indonesia memuat dua mata
pelajaran yang berunsur moral, kewarganegaraan atau agama, yaitu Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama. Ada upaya untuk menambah waktu kelas di
kedua mata pelajaran dengan mengorbankan orang lain.
Al-Qur'an dan hadits adalah pedoman hidup dan khususnya, kehidupan moral, bagi
umat Islam. Kata Arab/Islam untuk moralitas tidak memiliki terjemahan padanan langsung
dalam bahasa Inggris, tetapi Halstead mengacu pada dua konsep dalam pemikiran Islam
yang tercakup dalam kata tersebut. Al-Qur'an mengajak orang beriman untuk
mengembangkan akhlak mulia melalui pembelajaran dan pengamalan nilai-nilai moral
seperti menghormati Allah, kejujuran, integritas, kejujuran, kasih sayang, menghormati
sesama, kesucian hidup manusia, keadilan, dan sebagainya.
Moralitas Islam perlu diajarkan dan dikembangkan secara eksplisit dalam kerangka
Alquran. Pendekatan seluruh komunitas diperlukan untuk mencapai hal ini, meskipun hal itu
tidak dapat dicapai dalam masyarakat multi-agama. Dalam konteks pasca-kolonial,
pengajaran moral di sekolah-sekolah Indonesia dianggap sebagai cara untuk memerangi
efek negatif dari penetrasi Barat ke dalam kehidupan nasional. Sekolah Islam dianggap
sebagai tempat terbaik untuk menegakkan praktik nilai-nilai moral secara holistik.
Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Indonesia memiliki visi untuk mencetak sarjana
yang berbudi pekerti luhur dan menguasai ilmu pengetahuan serta menyebarkan nilai-nilai
moral. Focus Group Discussion (FGD) digunakan dalam penelitian ini untuk memperoleh
informasi tentang kemauan, kebutuhan, perspektif, keyakinan dan pengalaman partisipan
terhadap suatu topik. Hasil diskusi ditulis verbatim di papan tulis dan setiap peserta diberi
kesempatan untuk menyumbangkan ide. Lima kelompok fokus dilakukan dengan 10 sampai
13 peserta dari berbagai pengaturan dan status pendidikan, termasuk dosen universitas,
mahasiswa magister dan guru sekolah. Pertanyaan kelompok fokus disajikan kepada para
peserta secara tertulis pada saat undangan mereka untuk bergabung dengan proyek
penelitian.
Kelompok Fokus Pelatihan Guru mengungkapkan keyakinan bahwa moral secara
alami ada pada manusia dalam beberapa bentuk dan, jika dikembangkan secara memadai,
menghasilkan perilaku yang benar, harmonis, dan konstruktif. Nilai-nilai moral adalah
prinsip-prinsip yang memandu perilaku manusia. Mereka dirancang oleh komunitas dan
diajarkan kepada kita dalam lingkungan sosial yang sesuai. Para siswa percaya bahwa
moralitas dibangun oleh masyarakat dan diwariskan kepada anak-anak oleh lembaga-
lembaga dalam masyarakat. Mereka tidak mempertimbangkan pilihan nilai yang dibuat oleh
kaum muda saat mereka mengembangkan kesadaran moral mereka. Kami
mempertimbangkan bagaimana moralitas harus diajarkan di sekolah, dan apakah kelompok
fokus akan mengakui tahapan perkembangan moral anak-anak.
Kurikulum yang ada sudah bagus, tetapi dalam praktiknya, nilai-nilai moral tidak
diajarkan. Meskipun ada pendidikan moral di sekolah, hanya sedikit bukti perubahan
perilaku siswa (seperti kekerasan). Jadi siapa yang harus disalahkan? Kurikulum harus
mewakili keyakinan khusus masing-masing sekolah, seperti kode keyakinan Mummadiyah
atau kode cinta payung. FGD di Yogyakarta berpendapat bahwa pendidikan akhlak tertentu
perlu diajarkan di sekolah, dengan penekanan pada ajaran dan prinsip yang harus dimiliki
anak. Pendidikan moral adalah tanggung jawab bersama sekolah, pemerintah, orang tua,
masyarakat, masjid, gereja dan fokus kepercayaan lainnya, dan media massa.
FGD 10 merekomendasikan kolaborasi antara tiga pusat pendidikan: sekolah,
lingkungan dan keluarga. Guru agama SMP 11 FGD merekomendasikan peningkatan
pemahaman anak tentang etika dalam berbahasa dan bertingkah laku. Tanggapan
mengungkapkan bahwa ada isu perdebatan mengenai siapa yang harus memiliki tanggung
jawab untuk membentuk pendidikan moral di sekolah dan dalam masyarakat pada
umumnya. Sifat kerja sama antara lembaga sosial dan lembaga filosofis atau agama dalam
kurikulum pendidikan moral sebenarnya adalah kompetisi.
Guru di sekolah negeri cenderung mengabaikan kebutuhan dan perhatian siswa,
meskipun beberapa melakukannya dengan baik. Guru perlu menunjukkan contoh yang baik,
seperti halnya sekolah, orang tua dan masyarakat. Kelompok fokus menyalahkan
ketidakcukupan guru pendidikan moral untuk program cacat, dan menyarankan bahwa
kurikulum perlu diajarkan sedemikian rupa untuk mengenali tingkat perkembangan siswa
mereka. Para peserta menganggap kurikulum pendidikan moral sebagai kumpulan ajaran
atau prinsip yang perlu diajarkan. Model pengajaran didaktik sangat cocok untuk program
ini. Kurikulum Pendidikan Agama hendaknya menitikberatkan pada iman dan amalan
ibadah, karena iman itulah yang akan mengarahkan kehidupan manusia.
Pelajaran Kewarganegaraan dan Pendidikan Pancasila harus dimasukkan dalam
kurikulum sekolah. Media memberikan pesan yang kontradiktif dan ada banyak contoh
korupsi moral. Pengumpulan data ini menggambarkan beberapa pengertian tentang letak
dan pendukung pendidikan akhlak, antara lain bahwa pendidikan akhlak tidak mungkin
terjadi di luar konteks pendidikan agama, bahwa pendidikan akhlak paling baik diajarkan di
sekolah-sekolah agama daripada sekuler, dan pendidikan paling baik dianggap sebagai
perusahaan nasional.
Moralitas dalam masyarakat sekuler kontemporer dibangun secara sosial dan
diabadikan dalam konvensi sosial yang dapat diterima. Ini memiliki perhatian nasional
daripada perhatian individu atau kelompok, dan memiliki dimensi masyarakat luas (publik)
serta pribadi. Indonesia memiliki doktrin moral multi-keyakinan, tetapi perdebatan publik
tentang ajarannya terus-menerus diperebutkan, terutama sejak era pasca-Suharto ketika
kekuatan doktrin Pancasila untuk mempersatukan umat yang beragam agama dilemahkan
oleh reinterpretasi Pancasila. doktrin. Anak-anak dan orang muda mengembangkan
kesadaran moral dan kapasitas untuk menjalankan pilihan moral dalam proses bertahap dan
bertahap, meluas dari masa kanak-kanak hingga dewasa.
Kurikulum pendidikan moral di sekolah perlu mempertimbangkan faktor-faktor
perkembangan utama yang mempengaruhi siswa. Kami menggunakan metodologi
kelompok terarah untuk mengeksplorasi persepsi guru dan dosen tentang program
pendidikan moral saat ini yang beroperasi di Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta,
Indonesia. Para peserta dalam penelitian ini percaya bahwa pendidikan moral merupakan
bagian penting dari pengembangan pribadi dan masyarakat. Mereka juga percaya bahwa
pendidikan moral harus dirancang oleh segmen agama yang dipercaya masyarakat dan
diajarkan oleh guru yang berkomitmen dan taat.
Para peserta percaya bahwa ada krisis moralitas dalam masyarakat Indonesia, dan
bahwa para guru pendidikan moral seringkali tidak tulus, apatis, tidak tahu tentang sifat
moralitas, tidak saleh atau kurang memiliki keterampilan yang memadai dalam menyajikan
program. Kelompok fokus menyimpulkan bahwa program pendidikan moral di sekolah harus
ditujukan untuk menciptakan masyarakat toleran yang saling menghormati dan memberi
siswa kompas moral yang akan membantu mereka bertahan hidup di dunia yang terus
berubah. Mereka juga berpendapat bahwa program pendidikan moral harus membantu
mendefinisikan dan mencirikan negara Indonesia.
Pendidikan moral di Indonesia merupakan area perdebatan yang sangat
diperebutkan. Responden berpendapat bahwa pendidikan akhlak harus multikultural dan
multikeimanan, namun menegaskan perlunya keyakinan pada dasar-dasar moralitas Islam
dan perlunya masyarakat beribadah yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kami
menganggap bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dalam kurikulum perlu dikembangkan kembali untuk mengembangkan
dalam diri siswa alat-alat untuk pemahaman kritis tentang kode moral kita, kapasitas untuk
berpikir tanpa perasaan melalui masalah moralitas dan kemampuan untuk membuat
penilaian moral atas dasar akal.
Semua kurikulum nasional diturunkan dari landasan ideologis negara yang menciptakan dan
mendukungnya. Untuk meningkatkan moralitas di kalangan anak muda di Indonesia,
kurikulum harus direvisi untuk mencerminkan kebingungan ideologi saat ini dan kompromi
dalam moralitas dalam ruang politik-budaya. Ada kebutuhan mendesak untuk memikirkan
kembali pendidikan moral, karena persatuan bangsa dengan kesamaan pemahaman dan
penegasan moralitas yang merangkul semua orang sangat penting untuk perdamaian dan
kemakmuran.

Anda mungkin juga menyukai