Disusun Oleh:
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah
ini tanpa hambatan yang berarti. Tak lupa sholawat serta salam kita curahkan
kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa cahaya terang
benderang dari kegelapan jaman jahiliah. Saya selaku penyusun makalah yang
berjudul “Psikologi Positif dan Islam dalam Pendidikan Moral” mengucapkan
terima kasih kepada dosen mata kuliah Psikologi Islam yakni Bapak Dr., Ahmad
Muhammad Diponegoro yang telah memberikan ilmunya kepada saya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, saya menyadari bahwa dalam
penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun penulisan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun, guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi saya agar lebih
baik di masa yang akan datang. Serta saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencetus psikologi positif Seligman menjelaskan bahwa kebajikan telah
digunakan oleh para filsuf dan ilmuwan sosial untuk menjelaskan berbagai
karakteristik manusia, termasuk dasar-dasar perkembangan manusia, unsur-
unsur karakter, dan tujuan pendidikan moral (Seligman, 2011). Bagi ahli teori
kebajikan (virtue), kebajikan adalah “. . . dipahami sebagai keadaan karakter
yang mapan, berkaitan dengan perilaku terpuji dalam bidang kehidupan
manusia yang signifikan (Kristjánsson, 2015).
Perspektif seperti ini mengasumsikan setidaknya beberapa kesamaan
lintas budaya dan konteks untuk identifikasi dan pemahaman tentang
kebajikan. Apakah kesamaan ini disebabkan oleh interaksi sejarah dan
budaya antara budaya Barat, Timur, dan Asia dan teks etika, perluasan
praktik pendidikan Barat, atau sesuatu yang secara fundamental universal
tentang apa yang membentuk perkembangan manusia.
Menurut Islam, moral memang sudah terbentuk sejak nabi Adam ada.
Dalam kisah Adam, Alloh menjelaskan moral yang buruk dari Iblis, yang
berlaku sombong, tidak mau sujud kepada Adam, atau tidak mau menaati
perintah Allah. Kebajikan yang ada dalam kisah Adam, adalah kemauan
untuk belajar, kemudian mengakui kesalahan dan bertobat serta minta
ampun.
Sekarang ada dukungan yang muncul, bahwa sejumlah kebajikan atau
virtues, memiliki relevansi dan pengakuan lintas budaya yang luas atau diakui
oleh berbagai budaya. misalnya kejujuran, kasih sayang, dan bersyukur
(misalnya, McGrath, 2014; Niemiec, 2013). Meskipun beberapa kebajikan
dapat diakui dan didukung dalam berbagai budaya atau agama, tapi ada
masalah dalam penerapan. Atau kurang jelas apakah penerapan reflektif dari
kebajikan untuk masalah sosial tertentu. Apakah juga menampilkan elemen
yang bersifat umum. Mungkin individu dalam berbagai konteks memiliki
pemahaman yang sama tentang kebajikan namun memiliki interpretasi
khusus tentang bagaimana suatu kebajikan paling baik diterapkan dalam
situasi kehidupan nyata.
Kembali ke Islam, dari Adam hingga nabi Muhammad saw, terjadi
perkembangan moral yang semakin sempurna. Nabi Muhammad saw sendiri
menyatakan bahwa sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia. Apakah Ada Bukti untuk Pemahaman Bersama (antar
negara atau antar budaya) tentang Kebajikan?
Bukti bahwa deskripsi tentang moral kebajikan yang digunakan di
Amerika Serikat mungkin memiliki kegunaan dalam latar budaya lain, tapi
tidak sama persis, bahkan mungkin memiliki penafsiran yang berbeda.
Misalnya tentang kasih sayang.
Munculnya psikologi positif, yang saat ini banyak membicarakan dan
meneliti masalah moral, karakter dan kebajikan, telah memfokuskan kembali
perhatian pada penelitian ilmiah perbedaan individu yang positif (Seligman &
Csikszentmihalyi, 2000). Sejumlah besar literatur yang berkembang di bidang
ini telah menunjukkan kemampuan karakteristik psikologis positif untuk
memprediksi berbagai bentuk kesejahteraan (misalnya, Park, Peterson, &
Seligman, 2004) serta kinerja (Harzer & Ruch, 2014; Park & Peterson, 2006).
Bagaimana inventarisasi moral kebajikan dan model kekuatan
karakternya dari psikologi positif dapat diterapkan pada bidang pendidikan
moral dengan pertimbangan filosofis moral. Pendidikan Moral Membantu
perkembangan siswa dan menjadi salah satu tujuan terpenting di bidang
pengembangan manusia dan pendidikan (Han, 2015a; Seligman, 2011)
Penelitian terbaru tentang pendidikan moral menekankan bahwa
pengembangan aspek moralitas manusia yang lebih beragam, seperti
pengaruh moral, empati, motivasi, dan sifat karakter keseluruhan
mempromosikan perilaku moral selain pengembangan penalaran moral, yang
telah digarisbawahi dalam pendidikan moral tradisional, diperlukan untuk
fungsi moral yang optimal (Bebeau, 2002a; Han, 2014; Sanderse, 2012).
Selanjutnya, pendidik moral mulai fokus pada bagaimana mempromosikan
perkembangan dan perkembangan remaja yang positif, yang juga telah
digarisbawahi oleh psikolog positif, dengan menggunakan ide dan alat dalam
psikologi positif untuk pendidikan moral (Han, 2015a, 2015b; Kristjánsson,
2013). Jadi, dalam tulisan ini, saya akan mempertimbangkan bagaimana
menerapkan konsep dan alat yang dikembangkan dalam psikologi positif
untuk pendidikan moral. Ini tepat waktu karena mempromosikan
perkembangan pemuda yang positif dan berkembang di kalangan siswa telah
menjadi topik sentral dalam pendidikan moral. Inventarisasi Kekuatan VIA
dan model VIA (Peterson & Seligman, 2004), yang telah dikembangkan oleh
psikolog positif untuk mengoperasionalkan dan mengukur kekuatan karakter
di antara individu secara sistematis (Niemiec, 2013). Istilah VIA awalnya
adalah singkatan dari “Values in Action”. Karena model VIA adalah salah satu
alat yang paling banyak digunakan untuk mempelajari kekuatan karakter
yang berpotensi menjadi dasar karakter moral (Niemiec, 2013).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud moral dalam kajian psikologi?
2. Bagaimana kebajikan bisa dijadikan sebagai tujuan pendidikan islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan moral dalam kajian psikologi.
2. Mengetahui penjelasan bahwa tujuan dari pendidikan moral adalah suatu
kebajikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Psikologi Positif
Psikologi sebagai salah satu cabang ilmu yang memfokuskan kajian
dalam perilaku manusia selama dekade terakhir mulai beranjak dari topik
bahasan gangguan jiwa dan penyakit mental. Kini psikologi mulai berpindah
haluan pada variabel-variabel psikologis yang dapat meningkatkan
kesejahteraan mental dari dasar ‘kenormalan’. Lahirlah gerakan psikologi
positif (positive psychology) yang mengutamakan potensi positif manusia
agar dapat beradaptasi dan mengaktualisasikan dirinya di lingkungan dengan
optimal sehingga mendapatkan kehidupan yang baik (good life) (Hamdan,
2018).
Sebagai salah satu disiplin ilmu pengetahuan, psikologi merupakan
disiplin ilmu yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai entitas dari
representasi keilmuan yang bersifat empiris-realistis sehingga hanya mungkin
didekati dengan pendekatan objektif. Sifatnya yang objekti itulah yang
menjauhkannya dari disiplin lmu keagamaan. Bahkan, di kalangan sebagian
psikolog ada anggapan bahwa spiritualitas agama sebagai penyebab
kemandekan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, ilmu pengetahuan dalam
perspektif sebagian kaum agamawan merupakan ancaman terhadap dogma
agama (Nurdin, 2021).
Psikologi positif merupakan cabang psikologi yang bertujuan mencapai
pemahaman ilmiah tentang fungsi manusia yang positif dan mengembangkan
intervensi yang efektif untuk membantu individu, keluarga, komunitas, dan
masyarakat mencapai kesejahteraan. Singkatnya, psikologi positif adalah
studi ilmiah tentang apa yang memungkinkan individu dan komunitas untuk
berkembang melalui pengambangan potensi positif untuk mencapai
kesejahteraan (Hude et al., 2020).
Poin penting dari psikologi positif adalah fokus pembahasannya yang
memandang manusia sebagai sosok yang positif, sehingga melihat manusia
tidak hanya melulu permasalahan psikologis yang dihadapinya. Tetapi
terdapat fokus yang dinilai lebih penting, yaitu aspek positif misalnya well-
being, fully functioning, dan kesehatan mental (Nurdin, 2021).
Oleh karena itu salah satu tema yang paling awal dibahas oleh psikologi
positif adalah mengenai kebahagiaan (happiness). Seligman, melalui
bukunya Authentic Happiness (2002), mulai menggali apa itu kebahagiaan
manusia serta upaya mengukurnya. Konsep kebahagiaan yang bersifat
abstrak semakin berkembang menjadi konsep yang terukur, salah satunya
diturunkan menjadi konsep Well Being yang kini banyak berkembang menjadi
penelitian di bidang psikologi pada abad 21 (Hamdan, 2018).
b. Engagement
Menurut Seligman, keterlibatan menyatu dengan musik.
Keterlibatan mirip dengan konsep aliran. Hal ini mengacu pada
hilangnya kesadaran diri dan penyerapan penuh dalam suatu
aktivitas. Hal ini berarti fokus penuh pada tugas yang sedang
dikerjakan.
c. Relationships
Hubungan mencakup semua interaksi yang dilakukan individu
dengan pasangan, teman, anggota keluarga, dan komunitas mereka
secara luas. Bagian dari model ini mengacu pada perasaan didukung,
dicintai, dan dihargai oleh orang lain.
d. Meaning
Makna didefinisikan sebagai rasa memiliki dan melayani sesuatu yang
lebih besar dari diri kita sendiri. Memiliki tujuan membantu individu
untuk fokus pada apa yang penting dalam menghadapi tantangan
atau kesulitan yang signifikan (Seligman, 2012).
e. Accomplishments
Rasa pencapaian merupakan hasil dari menguasai suatu usaha
dan bekerja untuk mencapai tujuan. Pencapaian berkontribusi pada
kesejahteraan karena individu dapat melihat kehidupan mereka
dengan rasa bangga.
DAFTAR PUSTAKA