Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan moral yang sering terjadi dikalangan peserta didik disebabkan kurangnya
pemahaman tentang makna moral itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya degradasi
moral dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Menganalisis dengan cara
memecahkan setiap masalah yang menyimpang dari moral yang baik, dan cara peserta didik
beperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang baik di dalam masyarakat.

Masih banyak peserta didik yang belum mengerti dan memahami konsep serta makna moral
yang sebenarnya dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang moral yang baik. Selain itu,
peserta didik belum bisa membedakan moral yang baik dan buruk dikarenakan perbedaan
gender dari peserta didik dikarenakan proses penalaran yang berbeda. Selanjutnya peserta
didik belum mampu mengambil langkah atau solusi dari setiap permasalahan moral yang
terjadi. Untuk itu, pentingnya memberikan wawasan kepada peserta didik tentang moral yang
baik dan sesuai dengan kaidah masyarakat. Dengan demikian, guna mengatasi persoalan
tersebut, maka pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat diupayakan untuk
menganalisis penalaran seseorang dalam berperilaku jika dilihat dari jenis kelamin.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penjelasan mengenai pengertian penalaran moral menurut gender dalam


pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ?
2. Bagaimana Upaya yang dilakukan untuk menghadapi permasalahan moral ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai engertian penalaran moral menurut


gender dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
2. Untuk mengetahui dan memahami upaya yang dilakukan untuk menghadapi
permasalahan moral

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Penalaran Moral Menurut Gender Dalam Pembelajaran Pendidikan


Kewarganegaraan

Moral merupakan hal yang penting dalam membentuk warga negara yang baik sesuai yang
diamanatkan dalam undang-undang. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
pada inti juga menjadi acuan dan pedoman dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bermuatan nilai-nilai moral.
Moral Berkaitan dengan baik buruknya perilaku atau perbuatan seseorang. Seseorang yang
dikatakan bermoral jika mengikuti dan mematuhi peraturan dalam masyarakat, bangsa dan
negara.

Seorang laki-laki tentu saja berbeda dengan perempuan bila dilihat dari bentuk fisiknya namun
ketika dikaitkan perilaku moral, tentu akan sama. Artinya seseorang yang bergender laki-laki
yang melakukan kesalahan maka akan sama dengan seorang perempuan yang melakukan
kesalahan karena jenis kelamin bukan berarti berbeda perilakuan namun hukuman yang
diberikanakan sama dan lihat dari kesalahan yang dilakukan seseorang tersebut. Untuk itu,
diperlukan suatu upaya dari berbagai pihak, agar perbedaan jenis kelamin tidak dijadikan alasan
untuk membentuk moral seseorang karena yang menjadi permasalahan adalah ketika Sesorang
tidak memiliki sikap moral. Seseorang yang melakukan kesalahan maka akan
mempertimbangkan salah, namun disarankan diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak
untuk bekerja sama dalam menghadapi permasalahan moral yang ada.

2.2 Upaya yang Dilakukan Untuk Menghadapi Permasalahan Moral

Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalah moral yang ada sebagai
berikut;

1. Pria sosialisasikan bahwa Pentingnya pembelajaran moral terutama dalam


pembelajaran pendidikan kewarganegaraan karena pendidikan kewarganegaraan
merupakan sala satu pelajaran penting dalam membentuk warganegara yang baik dan
bermoral. Selanjutnya
2. Kesadaran dari seorang pendidik dalam memposisikan anak atau peserta didik agar
tidak terjadi penyimpangan moral. Diberikan arah sebuah nasehat agar peserta didik
yang menjadi penerus bangsa nanti dapat memimpin bangsa dan negara ini secara
bermoral.
3. pentingnya dalam memberikan wawasan kepada peserta didik tentang moral yang baik
dan sesuai dengan kaidah masyarakat. Dengan demikian, guna mengatasi persoalan
tersebut, maka pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat diupayakan untuk
menganalisis penalaran seseorang dalam berperilaku jika dilihat dari gender.

2.3 Tujuan moral dalam pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan moral juga bertujuan untuk mengajarkan anak memahami konsep moral itu
sendiri dari perspektif agama, tradisi dan sosial budaya, dimulai dari langkah awal
memperkenalkan konsep konkrit ke dalam konsep abstrak (seperti keadilan, kebaikan,
kesusilaan) dan konsep yang benar. Di sisi lain, penalaran moral merupakan metode yang dapat
digunakan untuk mengajarkan perilaku moral kepada anak. Metode ini berkaitan erat dengan
teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Earl dan Kohlberg. Demikian pula, cinta dan
altruisme adalah moral yang bersumber dari jiwa. Seperti halnya doktrin agama: "Cintailah
temanmu seperti halnya kamumencintai dirimu sendiri". Likona percaya bahwa kecenderungan
moral meliputi:

1. Kesadaran merupakan keterampilan dalam mengenali tata susila, standar moral dan
keterikatan untuk melaksanakan segala hal.
2. Pengendalian diri merupakan keterampilan dalam mengendalikan hati dan kepuasan
instan serta menggantinya melalui tindakan yang tepat.
3. Kerendahan nurani merupakan keterampilan dalam memahami batasan diri dan
rasionalisasi pribadi.
4. Kebiasaan moral merupakan keterampilan menumbuhkan kepribadian yang positif
untuk menjadikannya menjadi terbiasa.
5. Kemauan merupakan mau melaksanakan hal yang positif bahkan di kondisi yang berat.

2.4 Pengembangan moral dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pengembangan moral dengan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah cara


untuk membangun serta menumbuhkan moral (akhlak) pada siswa. Maka dari itu, Pendidikan
Kewarganegaraan dirasa perlu untuk diajarkan kepada siswa. Dengan rencana bembelajaran
yang berkesinambungan, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki harapan untuk selalu
memberikan dorongan serta langkah selaku aspek psikis kesehatan jiwa untuk
menyelenggarakan kesetimbalan kehidupan di masyarakat serta berbangsa. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan disiplin ilmu yang dipergunakan selaku sarana pengembangan
serta pemeliharaan nilai-nilai dan moral berawal dari tradisi masyarakat di Indonesia, sehingga
dapat diharapkan untuk dapat terwujudnya sikap pro-sosial selaku perseorangan atau selaku
anggota dari masyarakat dari Yang Maha Kuasa.
Proses pembentukan manusia sepenuhnya terdapat bagian-bagian yang tidak dapat
diabaikan dari pendidikan, yakni pemahaman serta penghayatan terhadap nilai di masyarakat.
Perilaku moral dapat diakui dan dihargai jika dalam diri seseorang ditanamkan perilaku moral
yang baik. Artinya di aspek pembelajaran, pertumbuhan karakter moral serta pengetahuannya
terhadap nilai-nilai moral yaitu sikap jujur, sikap selalu bertanggungjawab serta sikap selalu
peduli bagi sesama perlu diajarkan sejak kecil. Pemahaman siswa tentang nilai-nilai humanistik
bukan pertama kali tumbuh dari konsep ataupun teori, tetapi dengan pengalaman serta latihan
khusus oleh siswa di lembaga pendidikan. Setiap disiplin ilmu memiliki perannya sendiri-sendiri
pada pembelajaran moral para siswa, pembinaan moral bukan semata-mata dilaksanakan dari
pembelajaran keagamaan, pembelajaran sejarah dan lain-lain. Tetapi, Pendidikan
Kewarganegaraan sangat memiliki peran dalam pembentukan moral peserta didik. Maka dari
itu, Pendidikan kewarganegaraan memiliki metode nya dalam menumbuhkan moral siswa,
yakni dengan tahap-tahap dibawah ini:

a. menumbuhkan karakter yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan sertaakhlak yang pada


akhirnya peserta didik mampu hidup berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya. Contohnya
pengajaran yang berkenaan tentang beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Masyarakat semacam itu memberi kita sekilas tentang studi Islam.
b. Mengajarkan siswa untukberkembang menjadi individu yang mandiri dan matang, yakni
mengajar serta melatih diri melakukan perbuatan baik, seperti menghargai orang lain
dan membantu teman sebayanya.
c. Mengajarkan siswa agar selalu dapat memilah antara karakter yang positif dan negatif,
agar mereka dapat secara selalu menghindari perilaku yang tidak jujur, seperti tidak
menggunakan kata-kata yang tidak senonoh di sekolah.

2.5 Moral, Moralitas dan Urgensinya untuk pendidikan Kewarganegaraan

Moral didefinisikan sebagai tingkah laku yang benar, tidak hanya dalam relasi-relasi social dekat
kita, tetapi juga hubungan-hubungan kita dengan anggota warga-warga negara kita dan dengan
seluruh ras manusia (Oladipo, 2009). Sementara moralitas menurut Haydon (1999) adalah
sistem dari batasan-batasan terhadap perilaku orang, yang memenuhi fungsi-fungsi sosial untuk
melindungi kepentingankepentingan dari orang-orang lain. Sekaitan dengan itu, Haydon (1999)
mengemukakan PKn sebaiknya menempatkan moralitas secara jelas sebagai suatu topik, dan
karena moralitas adalah pandangan-pandangan berkompetisi – bahwa moralitas adalah
persoalan dari pilihan pribadi, yang Tuhan berikan, moralitas juga adalah konvensi sosial, dan
karena itu, moralitas harus didiskusikan. Bok (2006) mencatat,meskipun saran-saran akan etika
terapan sudah biasa, etika terapan jarang diwajibkan. Sebagai hasil, mayoritas dari peserta didik
lulusan sekolah tanpa menerima pelajaran dalam penalaran moral atau dalam mata pelajaran
yang dibutuhkan untuk menyiapkan mereka sebagai warga negara yang banyak mengetahui
dalam demokrasi.

2.6 Perkembangan moral

(Penalaran/Pertimbangan) Moral menurut Kohlberg Isu tentang bagaimana orang


mengembangkan pengetahuan dan pertimbangan moral masih merupakan hal yang penting
dari literatur psikologi baik teoritis maupun empiris (Manavipour, 2012). Perkembangan moral
berkaitan dengan pertumbuhan dari pada seluruh pemikiran, nilai dan emosi yang berpengaruh
kuat terhadap perilaku dalam situasi-situasi etis (Eisenberg. et al, 2009, dalam Manavipour,
2012). Salah satunya komponen-komponen kognitif dari teori tahapan seperti Piaget dan
Kohlberg yang juga dibicarakan secara menonjol sekali dalam literatur perkembangan moral
(Lapsley, 2006, dalam Manavipour, 2012). Teori yang secara lebih khusus membahas
perkembangan penalaran dan perkembangan moral adalah Teori Kohlberg tentang penalaran
dan perkembangan moral (1999, dalam Dellaportas, Cooper, Leung, 2006), berpusat pada
bagaimana sistem keyakinan seseorang mengarahkan resolusi dan memecahkan masalah
konflik dalam kehidupan sehari-hari. Teori Kohlberg mengusulkan bahwa individu-individu
mempunyai keterampilan-ketrampilan kognitif yang mampu mengidentifikasi, dan digunakan
untuk memecahkan dilema-dilema etis. Keterampilan-keterampilan itu, ditentukan oleh alasan-
asalan yang diberikan tentang bagaimana tindakantindakan tertentu yang dirasa hanya secara
moral atau lebih disukai. Alasanalasan yang digunakan oleh Kohlberguntuk memberikan
kontinum hierarkis yang terdiri dari 6 tahapan perkembangan moral. Tahapan tersebut secara
berturut-turut mewakili tingkat lebih tinggi dari penalaran tentang definisi dan bentuk dari
benar dan salah. Dasar rasional yang digunakan para individu untuk memecahkan dilemadilema
moral, memperlihatkan karakteristik-karakteristik yang memungkinkan peneliti mengklasifikasi
orang sesuai dengan tahapan tertentu dari perkembangan moral (Weber, 1990, dalam
Dellaportas, Cooper, Leung, 2006). Dalam studi Kohlberg, para subyek ditanya terutama,
apakah yang mereka pikiran tentang tokoh utama dalam cerita, yang akan dilakukan dan
mengapa, misalnya, suatu dilema yang berjudul “Heinz dan Obat”, yang melibatkan seseorang
bernama Heinz dan istrinya sakit sekarat karena kanker.

2.7 Tahapan Perkembangan Moral

Tahapan Perkembangan Moral Kohlberg Kohlberg menghabiskan banyak waktu untuk


memperbaiki dan menghaluskan teori perkembangan moralnya seperti metode-metode
pentahapannya. Kohlberg kemudian mendalilkan enam tahapan teorinya ke dalam tiga
kelompok tingkatan; prekonvensional, konvensional dan postkonvensional (Kohlberg, 1984,
dalam Rudd, Mullane, Stoll, 2010). Pada tahapan prekonvensional, keputusankeputusan moral
dibuat dari perspektif egosentris. Apa yang benar didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan-
aturan, karena menghindari hukuman (Tahap 1) atau dengan mempertimbangkan pentingnya
untuk memenuhi kebutuhankebutuhan dari orang-orang lain, jadi kebutuhan yang dimiliki
seseorang dapat dipenuhinya (Tahap 2) .Penalaran individu-individu pada tingkat konvensional
digerakkan melintasi kepentingan-kepentingan yang dimiliki diri sendiri dan lebih menaruh
perhatian terhadap keanggotaan mereka dalam suatu kelompok atau masyarakat yang lebih
luas (Tahap 3), bagi mereka, apa yang benar adalah didasarkan pada pemenuhan kepentingan
harapanharapan dari orang-orang lain (misalnya, teman-teman, anggota-anggota.

BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bermuatan nilai-nilai moral. Moral
Berkaitan dengan baik buruknya perilaku atau perbuatan seseorang. Seseorang yang dikatakan bermoral
jika mengikuti dan mematuhi peraturan dalam masyarakat, bangsa dan negara.

Seorang laki-laki tentu saja berbeda dengan perempuan bila dilihat dari bentuk fisiknya namun ketika
dikaitkan perilaku moral, tentu akan sama. Artinya seseorang yang bergender laki-laki yang melakukan
kesalahan maka akan sama dengan seorang perempuan yang melakukan kesalahan karena jenis kelamin
bukan berarti berbeda perilakuan namun hukuman yang diberikanakan sama dan lihat dari kesalahan
yang dilakukan seseorang tersebut.

Upaya yang Dilakukan Untuk Menghadapi Permasalahan Moral

1. Pentingnya pembelajaran moral terutama dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan


karena pendidikan kewarganegaraan merupakan sala satu pelajaran penting dalam membentuk
warganegara yang baik dan bermoral. Selanjutnya
2. Kesadaran dari seorang pendidik dalam memposisikan anak atau peserta didik agar tidak terjadi
penyimpangan moral. Diberikan arah sebuah nasehat agar peserta didik yang menjadi penerus
bangsa nanti dapat memimpin bangsa dan negara ini secara bermoral.
3. pentingnya dalam memberikan wawasan kepada peserta didik tentang moral yang baik dan
sesuai dengan kaidah masyarakat. Dengan demikian, guna mengatasi persoalan tersebut, maka
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat diupayakan untuk menganalisis penalaran
seseorang dalam berperilaku jika dilihat dari gender.

3.2 Saran

Berdasarkan materi yang kami sampaikan, maka kami penulis meminta kritikan dan saran saudara
apabila terdapat kata-kata yang tidak sesuai, dan kami penulis meminta maaf apabila ada kesalahan
dalam pengetikan makalah ini, sebab manusia tak luput dari kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai