Anda di halaman 1dari 10

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Lutfi Salim Hariri


NIM : 1707747
Mata Kuliah : Teori Pendidikan nilai
Jenjang : S2/ Magister
Departemen/Prodi : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampuh : Prof. Dr. H. Endang Sumantri, M.Ed
Dr. Lim Siti Masyitoh

1. Setiap Nilai Moral dan norma, selalu memiliki dua segi, makna dan nilai dan gunanya
yang berupa konsekuensi dari setiap tindakan. Analisis dua segi tersebut berdasarkan
hakekat Nilai Moral, Norma, Makna dan Pendekatan Nilai Moral Norma!

Jawaban
Nilai mengandung harapan atau sesuatu yang diinginkan oleh manusia. Oleh karena
itu nilai bersifat normatif yang merupakan keharusan untuk diwujudkan dalam tingkah laku
kehidupan manusia. Moral itu sendiri berarti kelakuan atau tingkah laku. Setiap manusia
dalam tindakan dan tingkah laku perbuatan digerakkan oleh nilai-nilai. Semua tingkah laku
perbuatan manusia harus berpedoman pada norma-norma kehidupan, seperti norma hukum,
norma kesopanan, norma kesusilaan, norma kejujuran dan lain sebagainya. Dengan demikian,
hubungan nilai, moral, dan norma adalah nilai merupakan suatu keharusan, berupa ide dan
ide ini memberi pedoman, ukuran bagi manusia, pedoman/ukuran ini berupa norma, baik
dalam hubungannya dengan manusia lain, alam dan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) merupakan pendekatan yang
memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam peserta didik. Tujuan dari
pendekatan penanaman nilai adalah untuk menanamkan nilai-nilai tertentu yang diinginkan.
Menurut pendekatan ini, nilai-nilai dipandang sebagai standar atau aturan perilaku yang
bersumber dari masyarakat dan budaya. Menilai dianggap sebagai identifikasi proses dan
sosialisasi dimana seseorang, kadang-kadang secara tidak sadar, mengambil standar atau
norma-norma dari orang, kelompok, atau masyarakat lain dan menggabungkan mereka ke
dalam sistem nilai sendiri.
Dalam pandangan ini tugas pendidikan nilai adalah untuk menanamkan nilai-nilai
sehingga orang harus menempatkan dirinya secara efisien sesuai peran yang ditentukan oleh
masyarakat. Lebih lanjut, pendekatan penanaman nilai ini sering diasumsikan sebagai
pendekatan negatif. Namun pendekatan ini seringkali digunakan oleh banyak kalangan,
termasuk di dalamnya kaum agamawan.
Metode lain yang dapat digunakan adalah metode teladan, yang dalam bahasa
Superka disebut dengan metode modeling, di mana orang tertentu dijadikan model nilai-nilai
yang diinginkan dimana guru mengaharapkan agar siswa dapat mengadopsi nilai-nilai
tersebut. Namun demikian, sebagai sebuah pendekatan dari proses pendidikan, pendekatan
penanaman nilai memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan tersebut
antara lain:
a. Kelebihan Pendekatan Penanaman Nilai
b. pendekatan ini digunakan secara meluas dalam berbagai masyarakat.
c. Para penganut agama memiliki kecenderungan yang kuat untuk menggunakan
pendekatan ini dalam pelaksanaan program-program pendidikan agama.
d. Kekurangan Pendekatan Penanaman Nilai
e. Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan
demokrasi.
f. Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara
bebas.
Pendekatan perkembangan moral kognitif ini didasarkan pada teori perkembangan
moral. Di dalam teori yang dikemukakan oleh Kolhberg, bahwasanya perkembangan kognitif
manusia terbagi menjadi tiga tingkat, yaitu:Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan
perkembangan kognitif ini adalah dengan menyajikan nilai cerita faktual yang kemudian
dibahas dalam kelompok-kelompok kecil. Melalui bacaan singkat atau film, siswa disajikan
dengan cerita yang melibatkan satu atau lebih karakter yang dihadapkan pada dilema moral.
Siswa diminta untuk menyatakan apa yang harus dilakukan oleh orang dalam cerita tersebut
dan dengan memberikan alasan untuk jawaban tersebut, dan kemudian mendiskusikannya
dengan orang lain. Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa mengekspos siswa untuk tingkat
yang lebih tinggi dari penalaran melalui diskusi kelompok merangsang mereka untuk
mencapai tahap berikutnya dari perkembangan moral.
Namun demikian, sebagai sebuah pendekatan dari proses pendidikan, pendekatan
perkembangan moral kognitif memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan
kekurangan tersebut antara lain:
a. Kelebihan Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif
b. Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan
kemampuan berpikir.
c. Karena pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan
penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu
dalam masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik.
d. Penggunaannya dapat menghidupkan suasana kelas.
e. Kekurangan Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif
f. pendekatan ini menampilkan bias budaya barat. Antara lain sangat menjunjung tinggi
kebebasan pribadi yang berdasarkan filsafat liberal.
g. pendekatan ini juga tidak mementingkan kriteria benar salah untuk suatu perbuatan.
Yang dipentingkan adalah alasan yang dikemukakan atau pertimbangan moralnya.

Sumber Referensi
Lickona, T. 1992 Education for Character, How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibilyty. New York: Bantam Books.
Elmubarok Zaim. 2013. Membumikan Pendidikan Nilai Mengumpulkan Yang Terserak,
Menyambung Yang Terputus, Dan Menyatukan Yang Tercerai. Bandung: Alfabeta

2. Rujuklah beberapa Teori tentang pendidikan nilai dan moral menurut para ahli. Uraikan
pandangannya, Anda komentari terkait pandangan tersebut didasarkan implementasinya!

Jawaban
Pengertian nilai, menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan pesan,
semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga
bermakna secara fungsional. Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan,
dan menentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku.
Pendidikan adalah untuk kehidupan, bukan untuk memenuhi ambisi-ambisi yang
bersifat pragmatis. Pendidikan bukan non vitae sed scholae discimus (belajar bukan untuk
kehidupan melainkan untuk sekolah). Pendidikan harus bercorak non scholae sed vitae
discimus, kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk kehidupan.
Dalam pendidikan untuk kehidupan, hal utama yang dilakukan adalah menenamkan nilai-
nilai. Pendidikan nilai bukan saja perlu karena dapat mengembalikan filosofi dasar
pendidikan yang seharusnya non scholae sed vitae discimus, namun juga perlu karena ciri
kehidupan yang baik terletak dalam komitmen terhadap nilai-nilai: nilai kebersamaan,
kejujuran, kesetiakawanan, kesopanan, kesusilaan, dan lain-lain.
Pertama-tama pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari Pendidikan Nilai.
Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan Pendidikan Nilai melalui pengalaman panca
indera adalah dunia pengalaman manusia secara empiris. Objek materil Pendidikan Nilai
adalah manusia seutuhnya, manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya. Objek formal
Pendidikan Nilai dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi
pendidikan. Di dalam situasi sosial, manusia sering kali berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi mahluk berperilaku individual dan/atau mahluk sosial yang berperilaku kolektif.
Sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang menjadi syarat
mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar. Hal itu terjadi
mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri secara utuh memperlakukan peserta
didik secara terhormat sebagai pribadi pula.
Kemanfaatan teori Pendidikan Nilai tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom
tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai
proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai Pendidikan Nilai tidak
hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik.
Dan ilmu digunakan untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek
melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif
dalam pendidikan. Dengan demikian Pendidikan Nilai tidak bebas nilai, mengingat hanya
terdapat batas yang sangat tipis antar pekerjaan Pendidikan Nilai dan tugas pendidik sebagai
pedagok. Dalam hal ini, sangat relevan sekali untuk memperhatikan Pendidikan Nilai sebagai
bidang yang sarat nilai. Itulah sebabnya Pendidikan Nilai memerlukan teknologi pula, tetapi
pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa Pendidikan Nilai belum
jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku.
Sumber Referensi
Mulyana, R, dkk. (1999). Cakrawala Pendidikan Umum, Bandung: Ikatan Mahasiswa dan
Alumni Pendidikan Umum-PPS IKIP. Bandung.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1999). Jakarta: Balai Pustaka.

3. Model pembelajaran melalui media ceritera dilema moral prinsipnya membiasakan


peserta didik mengindentifikasi perasaanya sendiri dan perasaan orang lain agar
menjadi peka terhadap nilai-nilai kehidupan. Rujuklah beberapa teori yang
mendasarinya. Kembangkan salah satu ceritera dilema moral lengkap dengan
pertannyaan? Dilema moralnya!! (Jika meujuk cantumkan sumbernya).

Jawaban:
Model pembelajaran bercerita merupakan pembelajaran berbicara yang hampir
sepenuhnya pemikiran peserta didik sendiri. Guru hanya sebagai moderator dan motivator.
Pada pembelajaran awal dimungkinkan mengangkat tema-tema cerita dari gagasan peserta
didik sendiri, namun seiring waktu ide/tema cerita berasal atau ditentukan guru. Tentu saja
tema cerita yang menggugah, menarik dan aktual. Bisa juga dimulai cerita dari lingkungan
kehidupan sehari-hari peserta didik, lalu menuju lingkungan/kawasan yang luas dan lebih
kompleks.
Kisah lebih mudah dipahami dibandingkan dengan wacana yang sering kali sulit
untuk dicerna. Proses identifikasi antara seorang dan tokoh tertentu sebenarnya bersifat
alamiah karena setiap orang butuh untuk dituntun dalam mengarungi kehidupan dan
menjalani dirinya sendiri. Oleh karena itulah, kisah selalu ada diciptakan dan dinikmati. Akan
tetapi tentu saja sangat mengenaskan ketika di negeri ini kisah-kisah yang layak konsumsi
tidak terlalu diperhatikan dengan baik.
Cerita: Demokrasi Kebun Binatang
Demokrasi kebun binatang adalah judul puisi satire yang ditulis pujangga Taufiq
Ismail. Kebun binatang adalah gambaran masyarakat yang heterogen. Dalam rumah besar
demokrasi kebun binatang, masing-masing penghuni tinggal dalam bilik yag diperuntukkan
baginya. Mereka boleh bebas dalam biliknya tetapi akan memdapatkan peringatan keras bila
mengganggu bilik tetangga. Kebutuhan fisiologis dan biologis dipenuhi dan disalurkan oleh
kepala kebun binatang sesuai naluri masing-masing penghuni. Pujangga Taufik Ismail
menulis sebuah metafora demokrasi kebun binatang secara menarik.
Kandang itu berpagar kawat yang cantik ornamennya, tinggi oleh siapa pun tak
terlompati, kekar oleh siapa pun tak tergoyahkan, luasnya sepuluh hektar, di dalamnya ada
danau, gua, padang rumput dan belukar. Penduduk kandang itu kambing, kancil, kelinci,
kijang, kucing, kuda, kerbau, keledai, anjing, domba, sapi, gajah, rusa, monyet, perkutut,
burung hantu, dan jerapah.
Pak kepala kebun binatang berminat benar memasukkan serigala ke dalam kandang
besar itu, karena katanya, sudah 34 tahun lamanya makhluk ini berada di luar sana.
Alasannya adalah bahwa demokrasi hewan harus ditegakkan, termasuk demokrasi serigala.
Menurut serigala, ukuran demokrasi adalah "sama-sama hewan", dan gagasan ini dengan
gigih didukung kepala kebun binatang. Ke-17 hewan lainnya itu tak setuju. Menurut mereka,
definisi demokrasi adalah "sama-sama hewan yang tidak memakan satu sama lain, tidak
memangsa satu sama lain". Pak kepala, ganjilnya, tak menerima logika ini dan tetap berfihak
kepada definisi demokrasi serigala.
Keesokan harinya, selepas acara makan pagi penghuni kebun binatang, dia membawa
seekor hewan berkaki empat ke depan kandang itu. "Kalian tengoklah makhluk penyabar ini.
Perhatikan bulunya yang bersih berkilat, telinganya yang lemas terkulai dan bahasa badannya
yang sopan. Nah, kan dia jinak dan baik hati," kata pak kepala.
Ke-17 hewan itu berteriak. "Lho, itu kan serigala, yang memakai jaket kulit kambing
dan memakai telinga kambing palsu!" seru mereka. "Biar menyamar seperti apa, pak kepala,
kami tetap kenal betul bau keringat badannya!"
Dua puluh empat jam kemudian, kepala kebun binatang datang ke depan pintu
kandang, menuntun lagi makhluk itu. "Saya minta kalian dengan hati terbuka memperhatikan
ciptaan Tuhan ini. Perhatikan tingkah lakunya yang mandiri, matanya yang bening dan suci,
ekspresi luhurnya budi pekerti. Nah, bukankah dia jinak dan baik hati?" tanyanya.
Ke-17 hewan penghuni kandang bersorak. "Yaaah, itu kan serigala menyamar lagi,
yang memakai rompi bulu domba, dan memakai tanduk domba palsu!" seru mereka. "Biar
menyamar seperti apa, pak kepala, biar bulunya wol putih seperti domba Ostrali, kami tetap
kenal gigi dan taringnya yang runcing-runcing itu!"
Kepala kebun binatang tampak kesal, gerahamnya gemeletuk dan wajahnya mulai
memerah. "Bagaimana ini kalian, kok tidak menghormati demokrasi serigala? Hargailah hak
asasi hewan, artinya, jangan mengucilkan hewan apa pun," katanya.
Ke-17 hewan penghuni kandang berebutan bicara. "Bagi kami, hak asasi hewan
adalah tidak mempertakuti hewan yang lain. Serigala ini dulu, 42 tahun yang lalu, juga 34
tahun yang lalu, bukan saja mempertakuti, tapi memakan daging penghuni kandang yang
lain. Buas sekali dia ini. Bekas ceceran darah mangsanya masih melekat di pagar kandang.
Pak kepala kok seperti tidak belajar biologi. Dulu 34 tahun silam, di mana pak kepala?"
Demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang terbaik, tetapi sayangnya belum ada sistem
lain yang lebih teruji. Demokrasi adakalanya terdorong memilih pemerintahan yang
memangsa rakyatnya sendiri. Sebab dengan berpayung legalitas atas nama rakyat,
pemerintahan yang demokratis bisa melakukan apa saja, termasuk memperkaya rezim. Tabik.
Sumber Referensi
Driyarkara, 1991. Driyarkara: tentang Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
4. Apa makna yang terkandung dalam pepatah petitih budaya kerifan lokal jawa/sunda
Mikul Duwur Mendem Jero (Jawa) Tilawat ka sepuh (Sunda) Hormat pada Orang
Tua (Indonesia). Klasifikasikan jawaban anda tersebut berdasarkan ontologi pertanyaan
What Eksplorasika berdasarkan realitas hubungan pergaulan anak, orangtua dalam
konteks dulu dan sekarang.

Jawaban
Mikul dhuwur mendhem jerodiartikan meninggikan atau menonjolkan kelebihan serta
kebaikan keluarga dan menutupi kekurangan atau keburukan keluarga. Ingat kata orang tua
Le Kowe Dadi Anak Kudu Iso Mikul Dhuwur Mendhem Njero artinya nak kamu jadi anak
harus bisa menjunjung tinggi derajat orang tua dan menutup segala kekurangannya. Sebagai
orang tua falsafah tersebut harus ditanamkan kepada anak sejak dini agar menjadi anak yang
sholeh dan sholehah.
Pada dasarnya kita harus sopan dimana saja, kapan saja dan dalam kondisi apapun.
Apalagi kita hidup dalam budaya Timur yang sarat akan nilai-nilai kesopanan, sehingga
seharusnya kita berpatokan dalam budaya timur dan berpedoman pada sopan santun ala
timur. Sopan santun itu bukan warisan semata dari nenek moyang, lebih dari itu, dia sudah
menjadi kepribadian kita. Memang kadar kesopanan yang berlaku dalam setiap masyarakat
berbedabeda, tergantung dari kondisi sosial setempat. Dan permasalahan ini sangat komplek
karena berkaitan dengan faktor internal dan eksternal yang menyebabnya lunturnya nilai
sopan santun.
Faktor eksternal terealisasi dalam kondisi sekarang yang secara realita kebudayaan
terus berubah karena masuknya budaya barat yang akan sulit mempertahankan kesopanan
disemua keadaan ataupun disemua tempat. Perubahan tersebut mengalami dekadensi karena
berbedanya kebudayaan barat dengan kebudayaan kita. Misalnya saja sopan santun dalam
tutur kata. Di barat, anak-anak yang sudah dewasa biasanya memanggil orang tuanya dengan
sebutan nama, tetapi di Indonesia sendiri panggilan tersebut sangat tidak sopan karena orang
tua umurnya lebih tua dari kita dan kita harus memanggilnya bapak ataupun ibu. Sedangkan
faktor internalnya ada pada diri sendiri, keluarga, lingkungan tempat nongkrong, lingkungan
sekolah, ataupun media massa. Pengetahuan tentang sopan santun yang didapat disekolah
mungkin sudah cukup tapi dilingkungan keluarga ataupun tempat tongkrongan dan media
massa kurang mendukung tindakan sopan disemua tempat ataupun sebaliknya, sehingga
membuat tindakan sopan yang dilakukan oleh anak-anak atau pun remaja hanya dalam
kondisi tertentu.
Fakta lain yang menunjukkan menurunnya tingkat kesopanan remaja di Indonesia
adahal seperti halnya zaman dahulu, para remaja sangatlah sopan terhadap orang yang lebih
tua. Mereka harus berlutut atau dalam bahasa jawa sungkem jika sedang berhadapan
dengan orang yang lebih tua. Para remaja sangat hormat dan tunduk kepada orang tua dan hal
tersebut membuktikan bahwa para remaja sangatlah sopan terhadap orang tua. Tetapi
sangatlah berbeda dengan zaman sekarang. Kebanyakan remaja berlaku tidak sopan terhadap
orang yang lebih tua. Melawan ketika dinasihati, memotong pembicaraan, membiarkan
berdiri sedangkan ia tetap memilih duduk dikursi dalam angkutan umum, dan masih banyak
lagi lainnya.
Melihat kondisi demikian, agaknya tepat jika orang tua ikut berperan dalam
pembentukan etika pada anak. Dan orang tua pula dituntut untuk mengajarkan nilai-nilai
tersebut. Namun mengajarkan etika tidak bisa dilakukan hanya satu hari. Hal ini
membutuhkan proses yang cukup panjang dan haris dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan. Hal tersebut adalah suatu langkah awal untik membentuk suatu generasi
yang sadar diri terhadap tatakrama dan sopan santun.

5. William Klipatrik mengatakan bahwa dua tugas besar dalam pendidikan, yaitu hasil
dari proses pendidikan itu para peserta didik harus pintar dan baik. Coba kembangkan
pemikiran anda dari pernyataan tersebut dengan logis dan bermakna dimulai dengai
mengurai indikator nilai pintar dan baik tersebut hingga arah hasil pendidikan
tersebut.
Jawaban :
Pintar adalah sebutan untuk orang yang teratur dan disiplin sehingga ia selalu mampu
mengerjakan apa yang diperintahkan. Orang pintar selalu melakukan segala sesuatunya
dengan baik dan mampu mencerna apapun dengan sempurna. Pintar itu bisa dicari. Misalkan
sekarang Anda tidak pintar, tetapi jika Anda disiplin mengejar cita cita dan mau bekerja
keras saya jamin Anda mampu menjadi orang pintar.
Menurut Moore dalam buku Frans Magis Suseno (2006:3) Baik merupakan data dasar
yang tidak dapat direduksikan kepada sesuatu yang lebih mendasar lagi Baik pun
merupakan sifat primer, tidak terdiri atas bagian-bagian lagi dan karena itu tidak dapat
dianalisa. Kalaupun kita memeriksa dengan teliti apa yang dimiliki bersama oleh segala
benda, tindakan dan pengertian yang baik, kita tetap tidak akan mengetahui apa yang
dimaksud dengan baik. Arti kata baik diketahui secara intuitif.
Pada era otonomi pendidikan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang amat
besar bagi penentuan kualitas guru yang diperlukan di daerahnya masing-masing. .Oleh
karena itu di masa yang akan datang, daerah benar-benar harus memiliki pola rekrutmen dan
pola pembinaan karier guru agar tercipta profesionalisme pendidikan di daerah. Dengan pola
rekrutmen dan pembinaan karier guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional dan
efektif. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan
kunci keberhasilan bagi proses belajar-mengajar di sekolah itu.
Harapan terbesar orang tua adalah ingin memiliki anak yang soleh, sopan, pandai
bergaul, pintar dan sukses , tetapi harapan besar ini jangan sampai menjadi tinggal harapan
saja. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut, itulah yang paling
penting.Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia sangatlah penting
dan fundamental, keluarga pada hakekatnya merupakan wadah pembentukan masing-masing
anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang
tuanya.
Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan
intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara baik maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut
dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat periodeperiode kritis yang
berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul
gejala-gejala yang menunjukan misalnya keterlambatan, ketegangan, kesulitan penyesuaian
diri dan kepribadian yang terganggu. Lebih jauh lagi bahkan tugas sebagai makhluk sosial
untuk mengadakan hubungan antar manusia yang memuaskan baik untuk diri sendiri maupun
untuk orang di lingkungannya akan gagal sama sekali.
Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan
pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-
anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua
adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan
kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja
yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya akan menjadikan anak-anak
mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah buruk.
Anak-anak pada masa peralihan lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih
sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada guru
di sekolah, artinya orang tua harus banyak berkomunikasi dengan gurunya di sekolah begitu
juga sebaliknya, hal penting dalam pendidikan adalah mendidik jiwa anak. Jiwa yang masih
rapuh dan labil, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dapat mengakibatkan
pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa anak. Banyaknya tindakan kriminal yang dilakukan
generasi muda saat ini tidak terlepas dari kelengahan bahkan ketidakpedulian para orang tua
dalam mendidik anakanaknya.
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan memiliki
keterkaitan yang kuat satu sama lain. Terlepas dari beragamnya asumsi masyarakat,
ungkapan buah tak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya adalah sebuah gambaran bahwa
betapa kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya.
Supaya orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh karena itu harus
terjalin kerjasama yang baik di antara kedua belah pihak. Orang tua mendidik anaknya di
rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar
berjalan dengan baik kerja sama di antara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu
rel yang sama supaya bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah
ataupun di sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
dalam memperlakukan anak.

Sumber
Suseno, Magnis, Frans. 2006. Etika Abad Kedua Puluh. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai