Anda di halaman 1dari 36

HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP

HUBUNGAN ANTARA MORAL , NILAI, DAN SIKAP


Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria didalam diri individu yang dijadikan
dasar untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek yang lebih berdasarkan pada sistem nilai
tertentu daripada hanya sekedar karakteristik objek tersebut.
Moral merupakan tatanan prilaku yang memuat nilai-nilai tertentu untuk dilakukan
individu dalam hubungannya dengan individu, kelompok, atau masyarakat. Moralitas
merupakan pencerminan dari nilai-nilai idealitas seseorang (Rogers, 1985). Dalam
moralitas terkandung aspek-aspek kognitif, afektif, dan prilaku ( Saffer, 1979).
Adapun sikap merupakan predisposisi tingkah laku atau kecendrungan untuk
bertingkah laku yang sebenarnya juga merupakan ekspresi atau manifestasi dari
pandangan individu terhadap suatu objek atau sekumpulan objek. Sikap merupakan sistem
yang bersifat menetap dari komponen kognisi, afeksi, dan konasi (Krech,1973). Perubahan
pengetahuan individu tentang suatu objek atau sekumpulan objek akan menimbulkan
perubahan perasaan individu yang bersangkutan mengenai objek atau sekumpulan objek
tersebut dan selanjutnya akan memengaruhi kecendrungannya untuk bertindak terhadap
objek atau sekumpulan objek tersebut.

 Dengan demkian, dapat ditarik benang merah bahwa nilai merupakan dasar petimbangan bagi
individu untuk melakukan sesuatu, moral merupakan perilaku yang seharusnya dilakukan atau
dihindari, sedangkan sikap merupakan predisposisi atau kecendrungan individu untuk merespons
terhadap suatu objek atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sitem nilai dan moral yang
ada didalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang
selanjutnya akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut.
Dengan sistem nilai yang dimiliki, individu akan menentukan perilaku mana yang harus
dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai
perwujudan dari sitem nilai dan moral yang mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud (Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui teori
Psikoanalisinya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-
bedakan. Nilai dan moral itu menyatu dalam salah satu struktur kepribadiannya, yang
dikenal dengan super ego atau das uber ich yang merupakan sumber moral. Dalam konsep
Sigmand Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu :
1.       Id atau Das Es,
2.       Ego atau Das Ich, dan
3.       Super Ego atau Das Uber Ich.
Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan
bersifat memenuhi dorongan kesengangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan dan menghindari kesakitan. Id merupakan kepribadian yang orisinil.
Kepribadian setiap manusia ketika lahir hanya terdiri dari id. Ego merupakan eksekutif
dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kepribadian individu.
Tugas utama ego adalah mengantar dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang
ada didunai sekitar. Super ego adalah kode moral individu yang tugas utamanya adalah
mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Super ego
mempresentasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta mendorong ke arah
kesempurnaan bukan kesenangan.
Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral dan sikap adalah jika ketiganya
sudah menyatu dalam super ego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan super
ego nya dengan baik, sikapnya akan cendrung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan
moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi
karena super ego yang sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-
dorongan naluriah dari id yang bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan.
Berkembangnya super ego dengan baik, juga akan mendorong berkembang kekuatan ego
untuk mengatur dinamika kepribadian antara id dan super ego, sehingga perbuatannya
selaras dengan kenyataan didunia sekelilingnya.
KARAKTERISTIK NILAI, MORAL, DAN SIKAP
Karena masa remaja merupakan masa mencari jati diri, dan berusaha melepaskan
diri dari lingkungan orang tua untuk menemukan jati dirinya maka masa remaja menjadi
suatu periode yang sangat penting dalam pembentukan nilai (Horrocks, 1976; Adi, 1986;
Monks, 1989). Salah satu karakteristik remaja yang sangat menonjol berkaitan dengan nilai
adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan pentingnya tata nilai dan mengembangkan
nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai pedoman, pegangan, atau petunjuk dalam
mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan identitas diri menuju kepribadian yang
semakin matang (Sarwono, 1989). Pembentukan nilai-nilai baru dilakukan dengan cara
identifikasi dan imitasi terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha
mengembangkannya sendiri.
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa
sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir
operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-
masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan
tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral
yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988). Perkembangan pemikiran moral remaja
dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan
dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu
mempertanggung jawabkannya secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral
remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti
sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki
tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika
orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja
berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau
pranata yang bersifat konvensional.
Tingkat perkembangan fisik dan psikis yang dicapai remaja berpengaruh pada
perubahan sikap dan perilakunya. Perubahan sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan
sebagai salah satu karakter remaja adalah sikap menentang nilai-nilai dasar hidup orang
tua dan dewasa lainnya (Gunarsa, 1988). Apalagi kalau orang tua atau orang dewasa
berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang pranata
adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja merupakan gejala wajar yang terjadi
sebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap segala sesuatu yang dihadapi dalam
realitas. Gejala sikap menentang pada remaja hanya bersifat sementara akan berubah serta
bekembang ke arah moralitas yang lebih matang dan mandiri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN NILAI, MORAL, DAN
SIKAP
Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu
melalui interaksi antara aktifitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya
seoarang anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu
atau tentang apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya.
Selanjutnya, dalam berinteraksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai
aspek kehidupan yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Dalam konteks ini,
lingkungan merupakan faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral,
dan sikap individu (Harrocks, 1976 ; Gunarsa, 1988).
Faktor lingkungan yang berpengaru terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan, baik yang
terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kondisi psikologis, pola
interaksi, pola kehidupan beragama, berbagai sarana rekreasi yang tersedia dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan memengaruhi perkembangan nilai,
moral, dan sikap individu yang tumbuh dan berkembang didalamnya.
Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat yang penuh rasa aman secara psikologis, pola interaksi yang demokratis, pola
asuh bina kasih, dan religius dapat diharapkan berkembang menjadi remaja yang memiliki
budi luhur, moralitas tinggi, serta sikap dan perilaku terpuji. Sebalinya, individu yang
tumbuh dan berkembang dengan kondisi psikologis yang penuh konflik, pola interaksi
yang tidak jelas, pola asuh yang tidak berimbang dan kurang religius maka harapan agar
anak dan remaja tumbuh dan berkembang menjadi individu yang memiliki nilai-nilai luhur,
moralitas tinggi, dan sikap perilaku terpuji menjadi diragukan

1. Hubungan antara Nilai, Moral, dan Sikap

         Nilai merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan predikposisi atau
kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek atau sekumpulan objek bebagai
perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada di dalam dirinya. Sistem nilai mengarahkan
pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya akan menentukan sikap individu
sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu
akan menentukan perilaku mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan
tampak dalam sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang
mendasarinya.
Bagi Sigmund Freud (Gerald Corey, 1989), yang telah menjelaskan melalui teori
Psikoanalisisnya, antara nilai, moral, dan sikap adalah satu kesatuan dan tidak dibeda-bedakan.
Dalam konsep Sigmund Freud, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari tiga, yaitu:

1. Id atau Das Es
2. Ego atau Das Ich
3.  Super Ego atau Da Uber Ich.

         Id berisi dorongan naluriah, tidak rasional, tidak logis, tak sadar, amoral, dan bersifat
memenuhi dorongan kesenangan yang diarahkan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan
dan menghindari kesakitan. Ego merupakan eksekutif dari kepribadian yang memerintah,
mengendalikan dan mengatur kepribadian individu. Tugs utama Ego adalah mengantar
dorongan-dorongan naluriah dengan kenyataan yang ada di dunia sekitar. Superego adalah
sumber moral dalam kepribadian. Superego adalah kode moral individu yang tugas utamanya
adalah mempertimbangkan apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar atau salah. Superego
memprestasikan hal-hal yang ideal bukan hal-hal yang riil, serta mendorong ke arah
kesempurnaan bukan ke arah kesenangan.

         Dalam konteksnya hubungan antara nilai, moral, dan sikap adalah jika ketiganya sudah
menyatu dalam superego dan seseorang yang telah mampu mengembangkan superegonya
dengan baik, sikapnya akan cenderung didasarkan atas nilai-nilai luhur dan aturan moral tertentu
sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral. Ini dapat terjadi karena superego yang
sudah berkembang dengan baik dapat mengontrol dorongan-dorongan naluriah dari id yang
bertujuan untuk memenuhi kesenangan dan kepuasan. Berkembangnya superego dengan baik,
juga akan mendorong berkembang kekuatan ego untuk mengatur dinamika kepribadian antara id
dan superego, sehingga perbuatannya selaras dengan kenyataannya di dunia sekelilingnya.

A. Makna Perkembangan Moral


Perkembangan sosial merupakan proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangan ini berlangsung sejak
masa bayi hingga akhir hayat. Perkembangan merupakan suatu proses pembentukan social self
(pribadi dalam masyarakat), yakni pembentukan pribadi dalam keluarga, bangsa dan budaya.
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan merupakan perkembangan moral, sebab perilaku
moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam bertingkah laku sosial. Seorang
siswa hanya akan berperilaku sosial tertentu secara memadahi apabila menguasai pemikiran
norma perilaku moral yang diperlukan untuk menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan.

Seperti dalam proses perkembangan yang lannya, proses perkembangan sosial dan moral selalu
berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil perkembangan sosial sangat
bergantung pada kualitas proses belajar (khususnya belajar sosial), baik dilingkungan sekolah,
keluarga, maupun di lingkungan masyarakat. Hal ini bermakna bahwa proses belajar sangat
menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma
moral, agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam dunia psikologi belajar terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang
berhubungan dengan perkembangan moral. Diantara ragam mazhab perkembangan sosial ini
paling menonjol dan layak dijadikan rujukan adalah :
1. Aliran teori cognitive Psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg.
2. Aliran teori Social Learning dengan tokoh utama Albert. Bandura dan R.H Walters.
Pada tokoh-tokoh psikologi tersebut telah banyak melakukan penelitia yang mana pada
penelitiannya setiap tahapan perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan
perkembangan perilaku moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. Salah satu teori perkembangan moral adalah teori menurut Kohlberg.

B. Teori Perkembangan Moral Menurut Kohlberg.


Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama
pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Dalam Teori Kohlberg mendasarkan
teori perkembangan moral pada prinsip-prinsip dasar hasil temuan Piaget. Menurut Kohlberg
sampai pada pandangannya setelah 20 tahun melakukan wawancara yang unik dengan anak-
anak. Dalam wawancara , anak-anak diberi serangkaian cerita dimana tokoh-tokohnya
menghadapi dilema-dilema moral. Berikut ini ialah dilema Kohlberg yang paling populer:
” Di Eropa seorang perempuan hampir meninggal akibat sejenis kanker khusus. Ada satu obat
yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat tersebut adalah sejenis radium yang baru-
baru ini ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang sama. Biaya membuat obat ini sangat
mahal, tetapi sang apoteker menetapkan harganya 10X lebih mahal dari biaya pembuatan obat
tersebut. Untuk pembuatan 1 dosis obat ia membayar $ 200 dan menjualnya $2.000. Suami
pasien perempuan, Heinz pergi ke setiap orang yang ia kenal untuk meminjam uang, tetapi ia
hanya dapat mengumpulkan $1.000 atau hanya setengah dari harga obat. Ia memberitahu
apoteker bahwa istrinya sedang sakit dan memohon agar apoteker bersedia menjual obatnya
lebih murah atau membolehkannya membayar setengahnya kemudian. Tetapi sang apoteker
berkata ”tidak, aku menemukan obat, dan aku harus mendapatkan uang dari obat itu.” Heinz
menjadi nekat dan membongkar toko obat itu untuk mencuri obat bagi istrinya.”

Cerita ini adalah salah satu dari 11 cerita yang dikembangkan oleh Kohlberg untuk
menginvestigasi hakekat pemikiran moral. Setelah membaca cerita, anak-anak yang menjadi
responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang dilema moral. Haruskah Heinz mencuri
obat? Apakah mencuri obat tersebut benar atau salah? Pataskah suami yang baik itu mencuri?
Dll. Berdasarkan penalaran-penalaran yang diberikan oleh responden dalam merespon dilema
moral ini dan dilema moral lain. Dengan adanya cerita di atas menurut Kohlberg menyimpulkan
terdapat 3 tingkat perkembangan moral, yang masing-masing ditandai oleh 2 tahap.
Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg , ialah
internalisasi yakni perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal
menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.
Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6
tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut :

Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.


Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan
dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan
tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman.

Tahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan


Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan
anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

Tahap II. Individualisme dan tujuan


Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri. Anak-
anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat.
Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah.

Tingkat Dua : Penalaran Konvensional


Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana
seseorang tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati
stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.
Tahap III. Norma-norma Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain
sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh
orang tuanya sebagai yang terbaik.
Tingkat IV. Moralitas Sistem Sosial
Yaitu : dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-
hukum, keadilan, dan kewajiban.

Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional


Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak
didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral
alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.

Tahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual


Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari
satu orang ke orang lain.

Tahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal


Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak
manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara
hati, seseorang akan mengikuti suara hati.

Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin bahwa dalam ketentuan
diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak
cenderung pada prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional dan pada
awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional. Demikian hasil teori perkembangan
moral menurut kohlberg dalam psikologi umum.
Ketika kita khususkan dalam memandang teori perkembangan moral dari sisi pendidikan pada
peserta didik yang dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3 tingkat dan 6 tahap
yaitu :

Tingkat Satu : Moralitas Prakonvensional


Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana mulai dari usia 4-10 tahun
yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini anak
masih belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.

Pada tingkat pertama ini terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman.
Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-anak taat karena orang-
orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Dengan kata lain sangat memperhatikan ketaatan dan
hukum. Dalam konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan perilaku
berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan perilaku baik akan
dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman.

Tahap 2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan.


Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan keinginan dan kebutuhan sendiri
tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain.

Tingkat Dua : Moralitas Konvensional


Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana pada usia 10-
13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.

Pada Tingkat II ini terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik
· Maksudnya : anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar dapat
memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman.
· Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada perkembangan
kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat pada pendidikan anak.
Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional ialah : dimana seseorang
menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan
pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang
tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagi seorang anak yang baik.
Tahap 4. Memperhatikan Hukum dan Peraturan.
· Anak dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang dan aturan.
· Hukum harus ditaati oleh semua orang.
Tingkat Tiga : Moralitas Pascakonvensional
Yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana dari mulai
usia 13 tahun ke atas yang memandang moral lebih dari sekadar kesepakatan tradisi sosial.
Dalam artian disini mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan moral itu sendiri adalah nilai yang
harus dipakai dalam segala situasi.

Pada perkembangan moral di tingkat 3 terdapat 2 tahap yaitu :


Tahap 5. Memperhatikan Hak Perseorangan.
· Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja dan dewasa mengartikan
perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan ddan patokan sosial.
· Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk mencapai hal-hal yang
paling baik.
· Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsan-alasan tertentu.

Tahap 6. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Etika


· Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip
moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan
kepentingan orang lain.
· Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu
berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk menetapkan aturan sosial. Contoh : Seorang suami
yang tidak punya uang boleh jadi akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya
dengan keyakinan bahwa melestarikan kehidupan manusia merupakan kewajiban moral yang
lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.
Pengertian Bakat Khusus

Bakat (aptitude) mengandung makna kemampuan bawaan yang merupakan potensi (potential
ability) yang masih perlu pengembangan dan latihan lebih lanjut. Karena sifatnya yang masih
potensial, bakat memerlukan ikhtiar pengembangan dan pelatihan secara serius dan sistematis
agar dapat terwujud (Utami Munandar,1992). Bakat berbeda dengan kemampuan (ability) yang
mengandung makna sebagai daya untuk melakukan sesuatu, sebagai hasil pembawaan dan
latihan. Bakat juga berbeda dengan kapasitas yaitu kemampuan yang dapat dikembangkan di
masa yang akan datang apabila latihan dilakukan secara optimal. ( Conny Semiawan,1987).

Bakat adalah mencakup segala faktor yang ada pada individu sejak awal pertama dari
kehidupannya, yang kemudian menumbuhkan perkembangan keahlian, kecakapan dan
keterampilan khusus tertentu.bakat bersifat laten potensial sepanjang hidup manusia dan dapat di
aktifkan potensinya. (Kartini kartono, 1979). Bakat sebagai “benih dari suatu sifat , yang baru
akan nampak nyata jika mendapat kesempatan atau kemungkinan untuk berkembang”. (Suganda
purbakawatja, 1982)

Bakat adalah suatu kondisi atau serangkaian karakteristik dari kemampuan seseorang untuk
mencapai sesuatu dengan sedikit latihan (khusus) mengenai pengetahuan, keterampilan, atau
serangkaian respon. (Dyke Bingham dalam Ny.Moesono, 1989). Bakat adalah kondisi dalam diri
seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan
pengetahuan dan keterampilan khusus. (Sarlito Wirawan Sarwono, 1979)

Bakat adalah tingkat kemampuan yang tinggi yang berhasil dicapai seseorang dalam
keterampilan tertentu. (Tedjasaputra,2003). Menampilkan bakat dibutuhkan motivasi kuat yang
disebut minat, yakni kebebasan seseorang memilih segala sesuatu yang disukai, disenangi dan
ingin dilakukan. (Gardner,1993) mengganti istilah bakat dengan “ kecerdasan “ yang berupa
kecerdasan umum maupun kecerdasan khusus. Sedikitnya ada sembilan kecerdasan atau bakat
yang mungkin dimiliki seseorang, yakni logical mathematical, linguistic/verbal, visual spatial,
musical, bodily-kinesthetic, interpersonal, intrapersonal, natural, dan moral/ spiritual. Teori
Gardner ini menjadi pegangan bahwa setiap orang memiliki bakat unik dan berbeda. Orang tidak
dapat dipaksa berprestasi di luar bakat bakat khusus yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Bakat merupakan kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan
dan dilatih agar dapat terwujud.
2. Bakat tidaklah diturunkan semata, tetapi merupakan interaksi dari faktor keturunan dan
faktor lingkungan, artinya dibawa sejak lahir berupa potensi dan berkembang melalui
proses belajar, dan memiliki ciri khusus.
3. Orang yang berbakat dalam bidang tertentu diperkirakan akan mampu mencapai prestasi
tinggi dalam bidang itu. Jadi prestasi sebagai perwujudan bakat dan kemampuan.
4. Bakat mencakup ciri-ciri lain yang dapat memberi kondisi atau suasana memungkinkan
bakat tersebut terealisasi, termasuk inteligensi, interes (minat), kepribadian, dan
keterampilan khusus. “Bakat adalah suatu kapasitas untuk belajar sesuatu”. Arti kapasitas
adalah potensi kemampuan untuk berkembang.

2.2  Jenis-jenis Bakat Khusus

Bakat khusus (talent) adalah kemampuan bawaan berupa potensi khusus dan jika memperoleh
kesempatan berkembang dengan baik, akan muncul sebagai kemampuan khusus dalam bidang
tertentu sesuai potensinya. Klasifikasi jenis-jenis bakat khusus, yaitu :

1.      Bakat akademik khusus.

Bakat akademik khusus misalnya bakat untuk bekerja dalam angka-angka (numerik), seperti
logika bahasa, dan sejenisnya.

2.      Bakat kreatif – produktif.

Bakat khusus dalam bidang kreatif – produktif artinya bakat dalam menciptakan sesuatu yang
baru misalnya menghasilkan rancangan arsitektur baru, menciptakan teknologi terbaru dan
lainnya.

3.      Bakat seni.

Bakat khusus dalam bidang seni, misalnya mampu mengaransemen musik dan sangat dikagumi,
menciptakan lagu hanya dalam waktu 30 menit, mampu melukis dengan sangat indah dalam
waktu singkat dan sejenisnya.

4.      Bakat kinestetik / psikomotorik,

Bakat khusus kinestetik / psikomotorik, misalnya bakat dalam bidang sepakbola, bulu tangkis,
tenis, dan keterampilan tekink.

5.      Bakat sosial.

Bakat khusus dalam bidang sosial misalnya sangat mahir melakukan negoisasi, mahir
berkomunikasi, dan sangat mahir dalam kepemimpinan.

 
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu
pekerjaan.[1]

Kemampuan adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang.

Kemampuan intelektual

Albert Einstein, tokoh sains dengan kemampuan intelektual yang sangat tinggi.

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai


aktivitas mental -berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.[1] Individu dalam sebagian besar
masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi.[1]
Individu yang cerdas juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.[1]

Tujuh dimensi yang paling sering disebutkan yang membentuk kemampuan intelektual adalah:[2]

1. kecerdasan angka
2. pemahaman verbal
3. kecepatan persepsi
4. penalaran induktif
5. penalaran deduktif
6. visualisasi spasial

Kemampuan fisik

Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan,


kekuatan, dan karakteristik serupa.[1] Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan
dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam
kinerja dari tugas-tugas fisik.[3] Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-
beda.[3]

Kesesuaian kemampuan-pekerjaan

Kemampuan intelektual atau fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan
memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut[1]. Sebagai contoh,
pilot pesawat terbang membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat; petugas penjaga
pantai membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat dan koordinasi tubuh yang baik;
eksekutif senior membutuhkan kemampuan verbal; dan pekerja konstruksi yang tinggi
membutuhkan keseimbangan.[1]

Karakteristik-karakteristik biografis

Karakteristik biografis adalah karakteristik perseorangan -seperti usia, gender, ras, dan masa
jabatan- yang diperoleh secara mudah dan objektif dari arsip pribadi seseorang.[1]

Usia

Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan akan menjadi masalah yang lebih
penting selama dekade mendatang karena terdapat kepercayaan yang luas bahwa kinerja
pekerjaan menurun seiring bertambanya usia; kenyataan bahwa angkatan kerja menua; dan
perundang-undangan, terutama di AS, yang melarang perintah pensiun[1].

Gender
Bukti menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk memulai adalah dengan pengakuan bahwa
hanya terdapat sedikit, jika ada, perbedaan penting antara pria dan wanita yang memengaruhi
kinerja mereka[1]. Misalnya, tidak terdapat perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita
dalam hal kemampuan memecahkan masalah, menganalisis, dorongan kompetitif, motivasi,
sosiabilitas, atau kemampuan belajar[4].

Ras

Sebagian individu di AS mengidentifikasi diri menurut kelompok rasial[1]. Departemen


pendidikan mengklasifikasikan individu berdasarkan lima kategori rasial: Amerika Afrika,
Amerika Pribumi, Asia, Hispanik, dan Kulit Putih.[1]

Dalam situasi pekerjaan, terdapat sebuah kecenderungan bagi individu untuk lebih menyukai
rekan-rekan dari ras mereka sendiri dalam evaluasi kerja, keputusan promosi, dan kenaikan gaji.
[5]
Selain itu, terdapat sikap-sikap yang berbeda secara substansial terhadap sikap afirmatif,
dengan orang-orang Amerika-Afrika mendapatkan program seperti ini dalam tingkat yang lebih
besar dibandingkan dengan orang kulit putih[6]. Hal lain yang dapat dipelajari adalah orang-orang
Amerika-Afrika biasanya mengalami perlakuan lebih buruk dibandingkan orang-orang kulit
putih dalam keputusan-keputusan pekerjaan[6].

Masa jabatan

Tinjauan ekstensif mengenai hubungan senioritas-produktivitas telah dilakukan[7]. Jika


mendefinisikan senioritas sebagai waktu pada suatu pekerjaan, maka dapat dikatakan bahwa
bukti terbaru menunjukkan adanya hubungan positif antara senioritas dan produktivitas
pekerjaan[7]. Masa jabatan, bila dinyatakan sebagai pengalaman kerja, tampaknya menjadi sebuah
dasar perkiraan yang baik atas produktivitas karyawan[7].

Contoh kemampuan

 Kecakapan akademik
o Membaca
o Logika
o Alasan kritis
 Komunikasi antarpribadi
o Pidato: mendengarkan, berbicara
o Komunikasi nonverbal
o Melek huruf: menulis, membaca
 Keterampilan motorik
o Berjalan, seni, kerajinan tangan, olahraga
 Buruh terlatih
 Keahlian inovasi
ENDAHULUAN

Sampai saat ini, upaya mencari potret atau sosok pemerintahan yang ideal masih menjadi isu
paling menarik. Pemerintahan yang ada, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif masih
dinilai kurang memiliki kinerja untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan merespons
perkembangan situasi baik di dalam maupun di luar negeri. Lembaga eksekutif atau birokrasi
yang semula dibentuk untuk memecahkan masalah-masalah publik, justru kemudian menjadi
sumber masalah dari pemecahan masalah-masalah publik itu sendiri karena cenderung mengidap
penyakit birokrasi yang dikenal dengan “bureaupathologies” (lihat Caiden, 1991). Sementara itu,
lembaga legislatif yang dibangun untuk mengartikulasikan dan memperjuangkan kepentingan
rakyat dan mengontrol kinerja pemerintah juga menjadi sumber masalah karena rendahnya
kemampuan dan komitmen terhadap kepentingan masyarakat, serta seringkali dikooptasi oleh
berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab. Dan lembaga yudikatif yang dibentuk untuk
menegakkan keadilan semakin lama semakin tidak memiliki kewibawaan karena mudah
“dibeli”oleh pihak-pihak yang berkuasa atau yang mampu membayar tawarannya.

Akibatnya, masyarakat merasa kecewa dan mulai meragukan integritas pemerintahan yang ada.
Wujud ketidakpuasan masyarakat sering nampak dalam bentuk tindakan “main hakim sendiri”,
upaya menghasut dan memprovokasi kelompok-kelompok tertentu agar bertindak menentang
pemerintah, munculnya kelompok yang sengaja mengembangkan berbagai bentuk kejahatan dan
mengacaubalaukan situasi, dan lebih parah lagi timbul keinginan kelompok masyarakat tertentu
untuk berpisah dari negara kesatuan RI, yang berarti mengarah kepada perpecahan dan
disintegrasi bangsa.

Ajakan melakukan reformasi di berbagai bidang telah diakomodasikan dalamGBHN 1999 –


2004 dan dalam berbagai forum seperti demonstrasi yang terorganisir, seminar, dialog dan
diskusi ilmiah oleh kelompok cendekiawan dan masyarakat yang peduli terhadap masa depan
Indonesia. Pemerintah Indonesia dalam masa ini dilihat sebagai suatu institusi yang telah
“bangkrut” dan sulit bangkit kembali. Karena itu, dibidang pemerintahan muncul ide-ide
menarik yang ditujukan untuk memperbaikikinerja aparat dan institusi pemerintahan, misalnya
mengadopsi karya Ted Gaebler dan David Osborne (1992) tentang “reinventing government”,
Michael Barzelay (1992) tentang “post-bureaucratic paradigm”, dan Steven Cohen dan Ronald
Brand (1993) tentang penerapan “Total Quality Management” dalam tubuh pemerintahan. Ide-
ide monumental tersebut kini mulai mewarnai wawasan dan sikap kaum cendekiawan termasuk
birokrat yang menginginkan perubahan menuju Indonesia Baru.

Dalam beberapa tahun terakhir ini negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia diajak
untuk memperbaiki kinerja pemerintahannya dengan mengadopsi doktrin “good governance”
sebagaimana dipromosi oleh World Bank, UNDP, United Nations dan beberapa agen
internasional lainnya (lihat Edralin, 1997). Visi instiusi yang jelas, bekerja efisien dan efektif,
transparan dalam pengambilan keputusan, akuntabel dalam berbagai tindakan dan keputusan,
menghormati hak asasi manusia, dan sebagainya merupakan nilai-nilai utama yang perlu
mendapatkan perhatian segera.

Meskipun demikian, ajakan untuk melakukan reformasi ini tidak menjamin perbaikan kinerja
pemerintahan di masa mendatang, sebagaimana diungkapkan dalam tulisan ini, kecuali: (1) ada
komitmen untuk memperbaiki validitas dari standar penilaian kinerja kelembagaan dan aparat
pemerintahan; (2) menggunakan nilai-nilai “good governance” sebagai indikator utama dalam
standar penilaian kinerja kelembagaan dan aparat pemerintahan; dan (3) memfokuskan
pengukuran kinerja tersebut pada “capacity building” yaitu kemampuan atau strategi yang
dibangun untuk menangani bidang-bidang strategis.

PENGERTIAN KAPASITAS

Definisi kapasitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:  1 ruang yg tersedia; daya
tampung; 2 daya serap (panas, listrik, dsb); 3 keluaran maksimum; kemampuan
berproduksi; 4 El kemampuan kapasitor untuk menghimpun muatan listrik (diukur dl satuan
farad); ber·ka·pa·si·tas v memiliki kapasitas.

Pengertian kapasitas berdasarkan McNair, C.J (1994) yang dirangkum oleh Maria Du
mendefinisikan kapasitas sebagai sumber daya yang dimiliki oleh  perusahaan yang siap untuk
digunakan yang dapat menggambarkan potensi  keuntungan yang akan didapatkan oleh
perusahaan pada masa mendatang. McNair C.J dan Vangermeersch (1998) mendefinisikan
kapasitas sebagai kemampuan dari  suatu organisasi atau perusahaan untuk menciptakan nilai
dimana kemampuan  tersebut didapatkan dari berbagai jenis sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan.

Menurut Chase (2001, p355), definisi kapasitas dalam konteks manajemen operasi sebaiknya
didefinisikan sebagai, “The amount of resource inputs available relative to output requirements
over a particular period of time”. Berdasar definisi tersebut maka disimpulkan bahwa kapasitas
adalah kemampuan pengelolaan sumberdaya yang ada untuk menghasilkan hasil akhir yang
sesuai dengan kebutuhan pelanggan dalam kerangka waktu tertentu.
Definisi kapasitas menurut Hilton, Maher dan Selto (2003) adalah  kapasitas merupakan ukuran
dari kemampuan proses produksi dalam mengubah sumber daya yang dimiliki menjadi suatu
produk atau jasa yang akan digunakan oleh konsumen.

PENGEMBANGAN KAPASITAS

Pengembangan kapasitas (capacity development) adalah sebuah pendekatan yang pada masa
sekarang ini secara luas digunakan dalam pembangunan masyarakat (community development).
Istilah pengembangan kapasitas telah digunakan sejak tahun 1990an oleh negara-negara donor
untuk memperbaiki kapasitas negara partner (negara yang mendapat bantuan).  Untuk memahami
konsep pengembangan kapasitas kita terlebih dahulu perlu memahami pengertian kapasitas.

Kata kapasitas sering digunakan ketika kita berbicara tentang peningkatan kemampuan
seseorang, ketika kita memperoleh sertifikasi, mengikuti pelatihan atau mengikuti pendidikan 
(JICA, 2004). Dalam pengertian yang lebih luas, yang sekarang digunakan dalam pembangunan
masyarakat, kapasitas tidak hanya berkaitan dengan keterampilan dan kemampuan individu,
tetapi juga dengan kemampuan organisasi untuk mencapai misinya secara efektif dan
kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang.

Kebanyakan literatur mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan umum untuk melaksanakan


sesuatu. UNDP mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan (kemampuan memecahkan
masalah) yang dimiliki seseorang, organisasi, lembaga, dan masyarakat untuk secara perorangan
atau secara kolektif melaksanakan fungsi, memecahkan masalah, serta menetapkan dan mencapai
tujuan (UNDP, 2006).

Menurut Uni Eropa pengembangan kapasitas adalah proses yang dialami oleh individu,
kelompok dan organisasi untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam melaksanakan fungsi
mereka dan mencapai hasil yang diinginkan (Morgan, 2004). Dari pengertian ini kita dapat
memberi penekanan pada dua hal penting: 1) pengembangan kapasitas sebagian besar berupa
proses pertumbuhan dan pengembangan internal, dan 2) upaya-upaya pengembangan kapasitas
haruslah berorientasi pada hasil.

United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan pengembangan kapasitas sebagai


suatu proses yang dialami oleh individu, kelompok, organisasi, lembaga dan masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan mereka agar dapat: 1) melaksanakan fungsi-fungsi essensial,
memecahkan masalah, menetapkan dan mencapai tujuan, dan 2) mengerti dan menangani
kebutuhan pengembangan diri mereka dalam suatu lingkungan yang lebih luas secara
berkelanjutan (CIDA, 2000).

Jika kita dalami semua pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa pengembangan masyarakat
merupakan suatu  proses yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri (endogenous process).
Kita, sebagai pihak luar tidak dapat mengembangkan orang-orang, organisasi, atau masyarakat,
namun orang-orang, organisasi atau masyarakat itu sendirilah yang dapat mengembangkan diri
mereka. Kita hanya dapat mendukung mereka dengan cara memfasilitasi proses untuk
mempercepat perkembangan mereka, serta membantu mereka menemukan akses terhadap
sumberdaya dan input yang mereka butuhkan. Dengan demikian, secara singkat ”pengembangan
kapasitas dapat diartikan sebagai suatu proses dimana orang-orang, organisasi, dan masyarakat
secara keseluruhan mengeluarkan, memperkuat, menciptakan, mengadaptasikan dan memelihara
kemampuan mereka seiring dengan berjalannya waktu.”

Brown (Rainer Rohdewohld, 2005:11) mendefinisikan “Capacity building is a process that


increases the ability of persons, organisations or system to meet its stated purposes and
objectives”. Dari pengertian tersebut dapat dimaknai bahwa Pengembangan Kapasitas adalah
suatu proses yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang, organisasi atau sistem untuk
mencapai tujuan yang hendak dicapai.

Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Yap (Gandara 2008:9) bahwa
Pengembangan Kapasitas adalah sebuah proses untuk meningkatkan individu, grup, organisasi,
komunitas dan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan.

Selain itu menurut Yeremias T. Keban (1999:75) lebih khusus dalam bidang pemerintahan
berpendapat bahwa Pengembangan Kapasitas merupakan serangkaian strategi yang ditujukan
untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan, dengan
memusatkan perhatian kepada pengembangan dimensi, sumber daya manusia, penguatan
organisasi; dan reformasi kelembagaan atau lingkungan.

Dalam definisi Pengembangan Kelembagaan (Capacity Building) diatas terkandung makna suatu
upaya yang berhubungan dengan perbaikan kualitas sumber daya manusia, upaya untuk
mendorong organisasi agar dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, serta upaya untuk
menciptakan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh organisasi agar dapat berfungsi dengan
baik.

Sedangkan menurut Soeprapto (2006:11) tentang pengertian Pengembangan Kapasitas, yaitu:

1. Pengembangan kapasitas bukanlah produk, melainkan sebuah proses.


2. Pengembangan kapasitas adalah proses pembelajaran multi-tingkatan meliputi individu,
grup, organisasi, dan sistem.
3. Pengembangan kapasitas menghubungkan ide terhadap sikap.
4. Pengembangan kapasitas dapat disebut sebagai actionable learning dimana
pengembangan kapasitas meliputi sejumlah proses-proses pembelajaran yang saling
berkaitan, akumulasi benturan yang menambah prospek untuk individu dan organisasi
agar secara terusmenerus beradaptasi atas perubahan.

TUJUAN, MANFAAT, FOKUS CAPACITY BUILDING PADA ORGANISASI

TUJUAN

Menurut Keban (2000:7) bahwa Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) adalah


serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan responsifitas
dari kinerja.
Lebih lanjut Morrison (2001:23) mengatakan bahwa “Learning is a process, which flows from
the need tomake sense out of experience, reduce the unknown and uncertain dimensions of life
and build the competencies required to adapt to change”. Dari penjelasan diatas dapat dipahami
bahwa tujuan dari Capacity Building(Pengembangan Kapasitas) adalah pembelajaran, berawal
dari mengalirnya kebutuhan untuk mengalami suatu hal, mengurangi ketidaktahuan dan
ketidakpastian dalam hidup, dan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan untuk
beradaptasi menghadapi perubahan.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, penjelasan tersebut menunjukkan bahwa adapun tujuan dari
Capacity Building(Pengembangan Kapasitas) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Secara umum diidentikkan pada perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) suatu sistem.


2. Secara khusus ditujukan untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dilihat dari aspek:
1. Efisiensi dalam hal waktu (time) dan sumber daya (resources) yang dibutuhkan
guna mencapai suatu outcome.
2. Efektifitas berupa kepantasan usaha yang dilakukan demi hasil yang diinginkan.
3. Responsifitas yakni bagaimana mensinkronkan antara kebutuhan dan kemampuan
untuk maksud tersebut.
4. Pembelajaran yang terindikasi pada kinerja individu, grup, organisasi dan sistem.

MANFAAT

Sedangkan manfaat dari kegiatan Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) dalam


pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu :

1. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk.

Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang
dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas
kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.

1. Meningkatkan produktivitas.

Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan


ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan
semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

1. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja.


Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan
mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi
dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi
tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai
yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut.

1. Meningkatkan komitmen karyawan.

Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik
tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta
dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.

1. Mengurangi turn over dan absensi.

Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan
dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti
meningkatkan produktivitas organisasi.

Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan
pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.


2. Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
3. Agar pegawai lebih cepat berkembang.
4. Menstabilisasi pegawai.

Manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu:

A. Dari sisi individu pegawai yang memberi manfaat sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan


yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan
terakhir.
2. Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki
cara-cara pelaksanaan yang lama.
3. Merubah sikap.
4. Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat
bekerja.

B. Dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Menaikkan produktivitas pegawai.


2. Menurunkan biaya.
3. Mengurangi turnover pegawai
4. Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya ketiga
manfaat tersebut terlebih dahulu.

FOKUS

Pengembangan kapasitas berlangsung di dalam organisasi, di dalam masyarakat, di seluruh


wilayah geografis, di dalam sektor nirlaba, serta di seluruh sektor kehidupan. Pengembangan
kapasitas melibatkan perorangan dan kelompok orang, organisasi, kelompok organisasi di dalam
bidang atau sektor yang sama, dan juga organisasi serta pihak-pihak dari bidang dan sektor yang
berbeda.

Secara umum terdapat tiga tingkatan atau tiga lapisan pengembangan kapasitas, yakni tingkat
individu, tingkat organisasi, dan tingkat masyarakat (JICA, 2004). Semua tingkatan
pengembangan kapasitas ini sama pentingnya serta saling tergantung dan saling mendukung satu
sama lain. Karena Indonesia merupakan merupakan sebuah negara yang memiliki jumlah
penduduk yang besar, dengan kondisi sosial ekonomi dan kondisi sosial budaya yang beragam,
serta wilayah pelayanan yang sangat luas, maka pendekatan yang digunakan dalam
pengembangan kapasitas di Indonesia adalah pendekatan kelompok. Dengan demikian, dalam
prakteknya pengembangan kapasitas banyak berlangsung di dalam kelompok. Melalui fasilitasi
kelompok, kapasitas kelompok serta kapasitas individu anggota kelompok dapat dikembangkan
secara simultan.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana melaksanakan pengembangan kapasitas di tingkat


masyarakat? Diharapkan  dengan memfasilitasi kerjasama diantara kelompok-kelompok dan
mengembangkan jejaring (network) dengan organisasi-organisasi lain yang terkait di dalam
masyarakat (misalnya di dalam wilayah sebuah desa, kecamatan, kabupaten atau bahkan di
wilayah provinsi dan nasional),  pengembangan kapasitas pada tingkat masyarakat dapat
berlangsung. Pemberlakuan kebijakan pengembangan kapasitas secara nasional bisa menjadi alat
yang baik untuk mempercepat terjadinya pengembangan kapasitas di tingkat masyarakat.

Dalam suatu pendekatan yang holistik, kita hendaknya ingat bahwa pengembangan kapasitas
harus menyentuh tingkat masyarakat, namun dalam prakteknya kita tidak harus memfasilitasi
pengembangan masyarakat pada semua tingkatan sekaligus pada waktu yang sama. Terjadinya
pengembangan kapasitas pada tingkatan-tingkatan tersebut tergantung pada tujuan program
pembangunan masyarakat yang dilaksanakan. Pengembangan kapasitas bukanlah sesuatu yang
instant. Pengembangan kapasitas merupakan suatu proses yang berlangsung dalam waktu
panjang dan bisa dilakukan secara bertahap.

Pihak yang Terlibat dan Kapasitas yang Dikembangkan

Kebutuhan pembangunan masyarakat selalu berubah. Suatu program atau proyek pembangunan
masyarakat haruslah sesuai dengan kebutuhan situasi dan organisasi setempat. Orang-orang yang
terlibat dalam pengembangan kapasitas hendaknya adalah orang-orang yang kegiatan dan
aksesnya terhadap sumberdaya berkaitan dengan upaya perbaikan yang diinginkan oleh program
pemberdayaan masyarakat. Mereka ini terutama adalah masyarakat, pemerintah, lembaga non-
pemerintah, serta organisasi swasta komersial. Mereka adalah pengguna sekaligus juga penyedia
jasa pengembangan kapasitas.  Semua mereka adalah co-learner (orang yang bersama-sama
belajar)  di dalam kelompok pelaksana pengembangan kapasitas.

Tantangan terhadap pengembangan kapasitas adalah bagaimana bekerja dengan masyarakat yang
beragam. Di dalam negara yang memiliki beragam budaya dan agama seperti Indonesia, aspek
agama dan aspek-aspek budaya seperti kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
perlu mendapat perhatian khusus.

Kapasitas masyarakat yang ingin dikembangkan mencakup kapasitas:

 Mengakses informasi, teknologi baru, sumberdaya finansial dan material, serta


keterampilan dan pengetahuan.
 Menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah yang dihadapi serta potensi yang dimiliki.
 Kapasitas menetapkan tujuan-tujuan.
 Merencanakan anggaran, mengelola dan melaksanakan program atau proyek.
 Memonitor dan mengevaluasi.
 Mengorganisasikan dan memobilisasi sumberdaya.
 Membuat keputusan dan berpartisipasi dalam proses pembangunan.
 Membangun kerjasama dan mengembangkan jejaring kegiatan.
 Mengatasi konflik.
 Mengembangkan kepercayaan diri.

LEVEL CAPACITY BUILDING PADA ORGANISASI

Pengembangan kapasitas harus dilaksanakan secara efektif dan berkesinambungan pada 3 (tiga)
tingkatan-tingkatan menurut Riyadi (2006:15) adalah:

1. Dimensi dan tingkatan Individu, adalah tingkatan dalam sistem yang

paling kecil, dalam tingkatan ini aktivitas Capacity Buildingyang ditekankan adalah pada aspek
membelajarkan individu dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas
dalam ruang lingkup penciptaan peningkatan keterampilan-keterampilan dalam diri individu,
penambahan pengetahuan dan teknologi yangberkembang saat ini, peningkatan tingkah laku
untuk memberikantauladan, dan motivasi untuk bekerja lebih baik dalam rangka melaksanakan
tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan lembaga/oragnisasi yang telah dirancang sebelumnya
dengan berbagai kegiatan-kegiatan misalnya contoh kecil dengan pelatihan, sistem rekruitmen
yang baik, sistem upah dan sebagainya. Contohnya pada bidang pendidikan dimensi
pengembangan kapasitas melalui upaya pembinaan guru agar dapat mengembangkan potensi
yang ada dalam diri dengan baik, seperti kemampuan mengelola pembelajaran beserta
keterampilan-keterampilannya, membimbing murid, melakukan penelitian tindakan kelas dan
penulisan karya ilmiah, mengukuti seminar, pelatihan yang erat kaitannya dengan tugas dan
fungsi sebagai guruserta serangkaian kegiatan lain yang dapat meningkatkan potensi diri guru
demi kepentingan pembelajaran.
1. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada kelembagaan atau organisasi terdiri
atas sumber daya organisasi, budaya organisasi, ketatalaksanaan, struktur organisasi atau
sistem pengambilan keputusan dan lainnya. Contoh dalam pengembangan kapasitas
diaplikasikan pada dimensi organisasi dengan fokus pada upaya penciptaan iklim sekolah
yang kondusif berdasarkan hasil kesepakatan dengan masing-masing elemen yang ada di
sekolah atau pemberlakuan peraturan-peraturan yang dilakukan untuk meningkatkan
mutu sekolah.
2. Tingkatan dan dimensi pengembangan kapasitas pada sistem merupakan tingkatan yang
paling tinggi dimana seluruh komponen masuk didalamnya. Tingkatan sistem, seperti
kerangka kerja yang berhubungan dengan pengaturan, kebijakan-kebijakan dan kondisi
dasar yang mendukung pencapaian obyektivitas kebijakan tertentu; Komponen-
komponen tersebut diantaranya seperti kebijakan dan sumber daya manusia dan lainnya.
Contohnya dalam bidang pendidikan adalah pembenahan kebijakan skala makro terkait
peraturan atau undang-undang untuk sertifikasi dan sebagainya,agar tercapai tujuan
pendidikan yang bermutu.

CARA/ TEKNIK/ METODE CAPACITY BUILDING

Salah satu faktor kunci dalam pengembangan kapasitas adalah pembelajaran. Pembelajaran
terjadi pada tingkat individu, tingkat organisasi dan tingkat masyarakat. Pengembangan kapasitas
adalah suatu proses yang berlangsung dalam jangka panjang secara berkesinambungan dimana
orang-orang belajar untuk lebih capable (lebih mampu melaksanakan pekerjaannya).  Mereka
belajar agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, dan mengubah perilaku mereka
untuk mencapai tujuan mereka, yakni memperbaiki kualitas hidup. Dalam pengembangan
kapasitas kita tidak dapat memandang orang sebagai sebuah gelas kosong. Kita tahu bahwa
mereka, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok, memiliki pengalaman hidup yang
dapat menjadi sebuah sumber yang kaya bagi proses pembelajaran. Mereka memiliki
kemampuan untuk menetapkan tujuan-tujuan mereka sendiri. Dalam diri mereka telah ada
kemampuan yang mungkin untuk dikembangkan. Kita tentu saja perlu memperhatikan semua hal
ini.

Dalam mengembangkan kapasitas individu, kelompok, organisasi atau masyarakat, kita tidak
hanya sekedar mentransfer pengetahuan, keterampilan atau sikap, namun kita berbagi dengan
mereka. Dalam proses pengembangan kapasitas kita tidaklah mengubah kemampuan mereka
dengan hanya menambah atau mengganti kemampuan yang sudah mereka miliki, namun yang
kita lakukan melalui proses berbagi tersebut adalah menciptakan suatu pengetahuan,
keterampilan atau sikap yang baru, yang dikembangkan dari apa yang telah mereka miliki.
Dalam proses pengembangan kapasitas di bidang tertentu setiap orang belajar bersama, dan
terbuka kemungkinan dalam proses ini mereka juga memperoleh input dari orang-orang yang
ahli dalam bidang yang dikembangkan tersebut.

Pengembangan kapasitas berbeda dengan pembangunan kapasitas (capacity building), suatu


istilah yang sering digunakan pada tahun 1980an. Alasan penggantian kata ”pembangunan”
dengan kata ”pengembangan” adalah untuk menekankan pentingnya proses perkembangan yang
terjadi dalam diri masyarakat itu sendiri. Dengan perkataan lain, karena istilah pembangunan
mempunyai konotasi menciptakan sesuatu yang tadinya belum ada, istilah ini cenderung untuk
secara tidak sadar memandang remeh rasa memiliki dan potensi yang ada dalam masyarakat itu
sendiri. Penting kita sadari bahwa peran para pekerja/petugas yang terlibat dalam pembangunan
masyarakat adalah untuk memupuk peluang-peluang perubahan yang ada dalam masyarakat
tanpa meremehkan inisiatif yang muncul dari mereka.  Pekerja/petugas pembangunan
masyarakat juga mempunyai peran menciptakan suatu lingkungan yang mendukung terjadinya
pembangunan masyarakat yang berkelanjutan.

Pengembangan kapasitas memiliki aktifitas tersendiri yang memungkinkan terjadinya


pengembangan kapasitas pada sebuah sistem, organisasi, atau individu, dimana ada aktifitas
tersebut terdiri atas beberapa fase umum.Adapun fase tersebut menurut Gandara (2008 : 18)
adalah:

1. Fase Persiapan. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1). Identifikasi kebutuhan
untuk pengembangan kapasitas, langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu
mengenali alasan-alasan dan kebutuhan nyata untuk mengembangkan kapasitas. (2).
Menentukan tujuan-tujuan. Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu melakukan
konsultasi dengan stakeholder utama untukmengidentifikasi isu utama pengembangan
kapasitas (3). Memberikan tanggung jawab. Langkah kerja ini memiliki kegiatanutama
yaitu menetapkan penanggungjawab kegiatan pengembangan kapasitas, misal
membentuk tim teknis atau satuan kerja (4). Merancang proses pengembangan kapasitas.
Langkah kerja ini memiliki kegiatan utama yaitu menentukan metodologi pemetaan
sesuai permasalahan yang muncul dan membuat penjadwalan kegiatan tentang proses
pemetaan dan tahapan perumusan berikutnya tentang rencana tindak pengembangan
kapasitas. (5). Pengalokasian sumber daya. Kegiatan utamanya adalah mengidentifikasi
pendanaan kegiatanproses pengembangan kapasitas dan mengalokasikan sumber daya
dengan membuat formulasi kebutuhan sumber daya sesuai anggaran yang dibutuhkan dan
dapat disetujui oleh pihak berwenang
2. Fase Analisis. Pada fase ini terdapat 5 langkah kerja yaitu : (1). Mengidentifikasi
permasalahan dalam hal ini kegiatan utamanya berupa melakukan pemeriksaan terhadap
masalah untukpenyelidikan lebih lanjut. (2). Analisis terhadap proses dalam hal ini
kegiatan utamanya berupa menghubungkan permasalahan untuk pemetaan kapasitas
dengan proses kinerja system, organisasi dan individu. (3). Analisis organisasi dalam hal
ini kegiatan utamanyaberupa memilih organisasi untuk diselidiki legih dalam (pemetaan
organisasional). (4). Memetakan gap dalam kapasitas dalam hal ini kegiatan utamanya
adalah berupa memetakan jurang pemisah antara kapasitas ideal dengan kenyataannya.
(5). Menyimpulkan kebutuhan-kebutuhan pengembangan kapasitas yang mendesak
dalam hal ini kegiatan utamanya adalah berupa menyimpulkan temuan-temuan dan
mengumpulkan usulan-usulan untuk rencana tindak pengembangan kapasitas.
3. Fase Perencanaan. Pada fase ini terdapat 3 langkah kerja yaitu : (1). Perencanaan
tahunan, kegiatan utamanya adalah merumuskan draf rencana tindak pengembangan
kapasitas. (2). Membuatrencana jangka menengah, kegiatan utamanya berupa pertemuan-
pertemuan konsultatif. (3). Menyusun skala prioritas, kegiatan utamanya berupa
menetapkan skala prioritas pengembangan kapasitas dan tahapan-tahapan
implementasinya.
4. Fase Implementasi. Pada fase ini terdapat 5 langkahkerja yaitu : (1). Pemrograman,
kegitan utamanya berupa mengalokasikansumber daya yang dimiliki saat ini. (2).
Perencanaan proyek pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa merumuskan
kebijakan implementasi pengembangan kapasitas. (3). Penyeleksian penyedia jasa
layanan pengembangan kapasitas, kegiatan utamanya berupa mengidentifikasi layanan
dan produk luar terkait kebutuhan implementasi pengembangan kapasitas yang akan
dikerjanakan. (4). Implementasi proyek, kegiatan utamanya berupa implementasi
program tahunan pengembangan kapasitas sesuai sumber daya yang ada dan jadwal yang
tersedia. (5). Monitoring proses, kegiatan utamanya berupa melakukan monitoring
terhadap aktifitas-aktifitas pengembangan kapasitas.
5. Fase Evaluasi. Pada fase ini terdapat 2 langkah kerja yaitu : (1). Evaluasi dampak,
kegiatan utamanya berupa mengevaluasi pencapaian pengembangan kapasitas, seperti
peningkatan kinerja.(2). Merencanakan ulang rencana tindak pengembangan kapasitas,
kegiatan utamanya adalah melakukan analisa terhadap temuan monitoring proses dan
evaluasi dampak dalam konteks kebutuhan perencanaan ulang pengembangan kapasitas.

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan mengenai definis-definisi dari beberapa ahli tentang Pengembangan


Kapasitas (Capacity Building), dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengembangan Kapasitas
(Capacity Building) secara umum merupakan suatu proses pembelajaran dalam meningkatkan
kemampuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki oleh individu, kelompok atau organisasi
serta sistem untuk memperkuat kemampuan diri, kelompok dan organisasi sehingga mampu
mempertahankan diri/ profesinya ditengah perubahan yang terjadi secara terus menerus.

Tujuan Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) secara umum diidentikkan pada


perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) suatu sistem dan secara khusus ditujukan untuk
mewujudkan kinerja yang lebih baik.

Manfaat Pengembangan Kapasitas (Capacity Building), antara lain: Mengurangi dan


menghilangkan kinerja yang buruk, meningkatkan produktivitas, meningkatkan fleksibilitas dari
angkatan kerja, meningkatkan komitmen karyawan, serta mengurangi turn over dan absensi.

Fokus Pengembangan Kapasitas (Capacity Building)berlangsung di dalam organisasi, di dalam


masyarakat, di seluruh wilayah geografis, di dalam sektor nirlaba, serta di seluruh sektor
kehidupan. Pengembangan kapasitas melibatkan perorangan dan kelompok orang, organisasi,
kelompok organisasi di dalam bidang atau sektor yang sama, dan juga organisasi serta pihak-
pihak dari bidang dan sektor yang berbeda.

Level Pengembangan Kapasitas (Capacity Building) pada organisasi yaitu: Tingkat individu,
Tingkat kelembagaan, dan Tingkat sistem.

Cara atau teknik (metode) Pengembangan Kapasitas (Capacity Building), antara lain: Fase
persiapan, Fase analisis, Fase perencanaan, Fase implementasi, dan Fase evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA
Definisi Kapasitas. http://www.artikata.com/arti-332913-kapasitas.html(diakses pada24 Maret
2013)

Definisi Kapasitas.http://library.binus.ac.id/eColls/eThesis/Bab2/Bab%202_04-59.pdf(diakses
pada24 Maret 2013)

Definisi Kapasitas. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/132561-T%2027779-Perhitungan


%20idle-Tinjauan%20literatur.pdf(diakses pada24 Maret 2013)

Pengembangan Kapasitas,Fokus.
http://nidaimekingofblue.blogspot.com/2011/05/pengembangan-kapasitas-
sumberdaya.html(diakses pada 24 Maret 2013)

Pengembangan Kapasitas, Tujuan, Metode.


http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adp_053811_chapter2(1).pdf(diakses pada 24 Maret
2013)

Manfaat. http://chevichenko.wordpress.com/2009/11/26/tujuan-dan-manfaat-pengembangan-
sumber-daya-manusia/ (diakses pada 24 Maret 2013)

Level Kapasitas Organisasi. http://karwono.wordpress.com/2008/08/28/pengembangan-


kapasitas-berkelanjutan-untuk-desentralisasi/

http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adp_053811_chapter2%281%29.pdf(diakses pada 24
Maret 2013)
sudah diterapkan sistem PGM-FI pastinya semua sistem pada motor dikontrol secara otomatis
dengan sistem elektronik, dari jumlah bahan bakar,jumlah udara masuk, dan waktu busi
memercikan bunga api semua diatur secara elektronik dan otomatis, di motor injeksi (PGM-FI)
terdapat otak yang mengatur semua komponen elektronik yang berhubungan dengan mesin yaitu
ECU (Electronic Control Unit), jika unit ini rusak pastinya ada komponen mesin yang tidak aktif,
jika unit ini rusak total maka mesin motor tidak bisa hidup, karena ini adalah otak dari mesin
motor. berikut komponen elektronik yang mengatur mesin yang terdapat pada motor injeksi anda
:

1. ECU (Electronic Control Unit

 ECU adalah adalah otak dari motor, atau bahasa bengkelnya


komputer. ECU bertugas mengkalkulasi data yang masuk dan hasilnya didistribusikan ke semua
sistem pada mesin

2. Sensor Tekanan Udara Masuk (MAP Sensor)


          Sensor Tekanan udara masuk adalah sensor yang bertugas mendeteksi tekanan udara
masuk, dan 
    mengirimnya ke ECU untuk dikalkulasikan, jika sensor ini rusak biasanya mesin masih dapat
hidup tapi 
    lampu check engine pada spedometer menyala dan pada waktu idle mesin tidak bisa langsam,
atau RPM 
    mesin naik turun
3. Sensor Temperatur Udara Masuk (Intake Air Temperature Sensor)

Sensor ini bertugas untuk mendeteksi suhu udara


yang masuk dan mengirim data tersebut ke ECU  untuk dikalkulasikan. Sensor ini letaknya
difilter udara, jika sensor ini rusak mesin masih bisa hidup tapi lampu indikator check engine
pada spedometer menyala

4. Sensor Temperatur Air Radiator (Engine Coolant Temperature)

Sensor ini bertugas untuk mendeteksi suhu air pendingin pada


mesin dan mengirimkan datanya ke ECU untuk dikalkulasikan. Selain itu sensor ini bertugas
menyalakan Fan radiator. Sensor ini hanya ada dimotor yang sudah ada radiatornya seperti
Honda CBR,Vario, Yamaha Vixion,Kawasaki Ninja,dll. Sensor ini biasanya terpasang diblok
mesin. jika suhu air pendingin melebihi dari spesifikasi normal maka sensor ECT akan mengirim
sinyal ke lampu indikator temperatur yang terdapat dispedometer, sehingga lampu indikator
temperatur menyala. jika sensor ini rusak mesin masih bisa hidup tapi lampu check engine juga
akan hidup dan hal ini cukup bahaya jika suhu temperatur diatas suhu normal maka tidak ada
sensor yang memberi informasi kepada kita, tau-tau air radiator habis dan silinder cop akan
memuai karena mesin overheat
5. Sensor Crank Angle
 Crank Angle Sensor bertugas untuk mendeteksi
posisi crankshaft (poros engkol),dan mendeteksi posisi TMA saat mesin baru menyalakan dan
mengirimkan data tersebut ke ECU untuk dikalkulasikan dan mengatur saat pengapian dan waktu
penyemprotan bahan bakar ke ruang bakar oleh injector. selain itu bertugas mendeteksi putaran
mesin, dan dapat menghasilkan energi listrik, jika Crank Angle Sensor rusak maka mesin tidak
dapat hidup dan lampu check engine juga akan menyala.

6.  Sensor TP (Throttle Position Sensor)


          Sensor ini bertugas mendeteksi sudut pembukaan katup throttle lalu mengirimkan data ke
ECU untuk 
     dikalkulasikan berapa bahan bakar yang akan disemprotkan. Jika sensor ini rusak mesin dapat
hidup tapi 
     tidak bisa stabil dan bahan bakar sangat boros dan lampu check engine juga akan menyala.

7.  Sensor O2 (Oxygen Sensor)

Sensor ini bertugas menjaga gas buang sisa pembakaran agar selalu pas
dan memberi informasi ke  ECU untuk memberikan campuran bahan bakar yang ideal sehingga
gas buang yang dihasilkan lebih ramah lingkungan. sensor ini terdapa dimotor keluaran terbaru
seperti CBR 150, New Vixion,Vario tecno,dll  

8.  Sensor Kemiringan Motor (Lean Angle Sensor/Bank Angle Sensor)


 Sensor ini bertugas mendeteksi kemiringan motor, atau
yang lebih tepatnya berfungsi ketika terjadi kecelakaan jika motor anda ambruk, otomatis sudut
kemiringan motor anda kurang dari 65 derajat, maka sensor ini akan mengirimkan sinyal ke ECU
untuk menonakifkan semua sistem mesin kemudian mesin mati secara otomatis, Lean Angle
sensor untuk motor brand yamaha, dan Bank Angle Sensor untuk motor bran honda, tetapi sistem
kerjanya sama, sensor ini terdapat dibawah jok motor 

9.  Sensor EOT (Engine Oil Temperature)


          Sensor ini sistem kerjanya sama dengan sensor ECT, hanya saja sensor ini bekerja
mengukur suhu oli. 
     dan sensor ini hanya terdapat pada motor yang berpendingin udara seperti Supra x 125 PGM-
FI

10.Injector

Injector bertugas menyemprotkan bahan bakar ke ruang bakar.


jika injektor rusak maka akelerasi motor kurang bahkan mesin ada juga yang mogok jika injector
sampai rusak parah

11.IACV (Intake Air Cut Valve)/ FID (Fast Idle Solenoid)


IACV/FID bukanlah sensor tetapi aktuator yang bertugas meningkatkan
RPM saat mesin dalam keadaan dingin (Fast Idle). Fungsi Piranti tersebut sama dengan fungsi
choke pada mesin karburator. Jika unit ini rusak, maka mesin sulit dinyalakan ketika mesin
dingin. atau RPM mesin akan drop saat mesin dingin
            

Elektrik control yunit

Saat ini, hampir setiap mobil keluaran terbaru memiliki microprocessor di dalamnya. Setiap
microprocessor memiliki fungsinya sendiri, mulai dari mengatur suplai bahan bakar ( mobil yang
menggunakan system injeksi ), mengatur kelistrikan kendaraan, hingga fitur keamanan yang ada
di dalam mobil tersebut. Lantas, siapa yang mengatur kerja dari microprocessor tersebut ?

Seluruh microprocessor tersebut, dikendalikan oleh Electronic


Control Unit ( ECU ). Situs Wikipedia menjelaskan ECU adalah
istilah umum untuk sistem yang dipasang yang mengendalikan satu
atau lebih dari sistem atau subsistem listrik di kendaraan
bermotor. Walau begitu, ECU tidak hanya berfungsi untuk mengatur
system kelistrikan, terdapat berbagai macam tipe ECU yang
mempunyai fungsi berbeda. Dikutip dari Wikipedia, beberapa tipe
ECU antara lain :

 Airbag Control Unit ( ACU ) – berfungsi mengatur airbag


dalam kendaraan.
 Body Control Module
 Convenience Control Unit (CCU).
 Door Control Unit.
 Engine Control Unit – mengatur kerja mesin kendaraan,
seperti suplai bahan bakar ke mesin.
 Man Machine Interface ( MMI ).
 Powertrain Control Module ( PCM ).
 Seat Control Unit.
 Speed Control Unit.
 Telephone Control Unit.
 Transmission Control Unit.

ECU Mobil Ford Ranger

ECUbekerja menggunakan metode closed-loop control, skema control


yang memonitor output sebuah system untuk mengontrol input ke
system tersebut. ECU dapat mengetahui seluruh data yang terdapat
di dalam mobil, mulai dari suhu pendingin radiator hingga jumlah
oksigen yang terdapat di dalam mesin. Dari data tersebut, ECU
mampu melakukan jutaan operasi per detik.

Skema Closed Loop Control

Terdapat sebuah processor 32 bit, 40 MHz. Processor ini mungkin


dapat dikatakan memiliki kemampuan lebih lambat dibandingkan
dengan processor computer. Tapi processor yang terdapat di ECU
jauh lebih efisien dibandingkan dengan processor yang terdapat di
dalam computer. Processor di dalam mobil hanya memakan memori
sebesar 1 Megabyte untuk menjalankan proses.
ECU (Engine / Electronic Control Unit)...merupakan “otak” dari sebuah mesin, dan sebenarnya
bisa buat mesin apa aja, misalkan mesin cuci atau kulkas. Pada sebuah kendaraan ECU ini
bertugas me-manage mesin secara keseluruhan, baik itu mengatur pasokan bahan bakar dan
udara kemudian pengapian dll. Dalam perkembangan nya fungsi ECU pun semakin banyak
seperti mengatur buka tutup katup secara variabel dan melakukan kontrol gas buang agar lebih
ramah lingkungan bahkan suspensi dengan banyak penambahan komponen-komponen
pendukungnya.

Fungsi  ECU adalah :

1. Menentukan lama penyemprotan bahan bakar.


2. Mengontrol saat pengapian yang tepat.
3. Mengontrol saat mesin dingin, adanya cold starter.
4. Mempertahankan tenaga tetap besar pada RPM rendah, agar tidak terjadi detonasi.
5. Untuk mobil matic, ECU ikut mengontrol kecepatan.
6. Dan banyak lagi fungsinya. Semakin maju teknologi yang dilengkapkan pada mobil,
maka fungsi ECU semakin besar. Merubah dan memanipulasi ECU entah untuk
mengiritkan maupun menaikan poser mesin beresiko merusak ECU.

Sebuah mesin ECU atau pengendali mesin dapat menentukan kualitas bahan bakar untuk
disuntikan kepada mesin yang berdasarkan pada sejumlah parameter. Dan ECU (Engine Control
Unit) akan menyuntikkan lebih banyak bahan bakar yang sesuai dengan jumlah udara yang lewat
ke dalam mesin.

Sebagian besar sistem mesin memiliki pengendali yang berpusat pada ECU. RPM mesin dapat
dipantau oleh sensor dimana posisi mesin pengendali memiliki fungsi utama sebagai :
pengukuran waktu pada mesin untuk pengisian bahan bakar, petunjuk / penanda peristiwa , dan
pengaturan katup jantung pada mesin.

Sebuah ECU (Engine Control Unit) dapat menyesuaikan waktu yang tepat untuk sebuah
pergerakan mesin (istilah ini disebut dengan mesin waktu) yang bermanfaat untuk memberikan
penghematan ekonomis yang lebih baik bagi pemiliknya. Jika ECU / pengendali mesin
mendeteksi ketukan dimana suatu kondisi berpotensi untuk merusak mesin, maka hal ini terjadi
sebagai bentuk dari hasil waktu pengapian yang terlalu dini dikompersi.
Dalam sebuah mesin, ECU dapat mengontrol waktu pada siklus mesin dalam keadaan terbuka.
Dan, biasanya katup terbuka lebih cepat saat kecepatan yang lebih tinggi daripada kecepatan
yang lebih rendah. Hal ini dapat mengoptimalkan aliran udara ke dalam silinder.

Air adalah salah satu musuh utama ECU (Electronic Control Unit), karena daya rusak air dapat
mengakhiri masa kerja ECU pada mobil Anda. Namun, bukan berarti ECU tidak bisa
diselamatkan bila basah atau terrendam banjir, dan hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara /
langkah berikut ini, yaitu :
1. Sebelum memberi pertolongan pertama, Anda harus mengetahui posisi / letak ECU Anda yang
disesuaikan dengan jenis mobil Anda, misalnya : Mitsubisi Lancer GLXi, Galant V6 atau VR,
posisi ECU pada mobil – mobil jenis ini berada di samping laci kiri depan. Untuk jenis mobil
Toyota Great Corolla atau Corona letak ECU-nya berada di konsel boks bagian depan tuas
perseneling. Untuk Honda Civig Genio, Estilo, dan Accord Maestro ECU-nya terletak di bagian
bawah depan pintu kiri. Dan, untuk mobil BMW 520i (E-34) letak ECU-nya berada di ruang
bagian mesin sebelah kanan.
2. Langkah penting yang Anda harus lakukan jika ECU pada mobil Anda terkena air adalah
jangan pernah menghidupkan atau menempatkan kunci kontak dalam posisi on. Karena hal ini
dilakukan agar tidak ada arus listrik yang mengalir ke ECU, dan resiko korsletpun dapat
dihindari. Biar Anda yakin, bukalah kap mesin mobil Anda, dan cabut kepala aki minus (-).
Tujuannya untuk memutuskan arus air ke dalam ECU, dan menghindari computer mobil terkunci
pada saat dipasang kembali. Namun untuk jenis mobil Eropa seperti : BMW, PEUGEOT,
MERCEDES – BENZ keluaran tebaru, ECU pada mobil – mobil tersebut sudah dilengkapi
dengan kode. Tetapi untuk jenis mobil – mobil Jepang jarang ditemukan kode pada ECU mobil –
mobil tersebut, maka dari itu cara serupa perlu untuk dilakukan agar dapat mencegah kerusakan
mobil yang lebih parah.
3. Setelah melakukan tahapan ke 3, untuk selanjutnya ECU dilepas dari soketnya, dan mulailah
dengan langkah P3K, yakni siapkan baskom, air bersih, minyak kayu putih, atau detergen , kuas,
dan obeng. Untuk mobil buatan Jepang gunakan obeng sekrup kembang, sedangkan untuk mobil
buatan Eropa gunakan obeng model bintang.
Bila semua penahan cashing dilepas, lalu taruh ECU Anda di dalam baskom, guna untuk
membersihkan kotoran di PCB (Printed Circuit Board) yang dicampur dengan minyak kayu putih
atau air yang telah dicampur sedikit deterjen. Kemudian bersihkan kuas secara perlahan.
Cuci kembali PCB menggunakan air bersih yang mengalir, tanpa tekanan, lalu kita bisa sambil
melihat apakah ada komponen yang hangus atau lepas, bila ada, maka tidak ada cara lain, yakni
mobil harus diperbaiki / disservice sama yang ahli di bidangnya.
Keringkan PCB yang telah dibersihkan dengan cara mendinginkan dengan kipas angin, atau bisa
juga menggunakan hair dryer, tetapi harus hati – hati jangan terlalu panas, atau terlalu dekat
dengan komponen elektroniknya. Sebelum dirakit kembali, pastikan semua PCB kering, dan
tidak ada air yang tersisa. Lalu gunakan Cotton Bud untuk mengangkat sisa air yang melekat
pada sela- sela komponen.
Jika semua sudah bersih, pasang kembali ECU di mobil Anda. Kemudian setelah itu, kencangkan
/ atur posisi baut kepala aki (-). Lalu tunggu sesaat baru mobil dapat distart. Namun, bila sudah 5
kali dikontak tidak mau hidup, maka periksalah soket pada ECU Anda apakah sudah terpasang
kuat, atau belum.

Bila ECU (Electronic Control Unit) sampai rusak, maka Anda akan mengeluarkan biaya besar,
namun semua jenis ECU mobil bisa ditangani kerusakanya, yang terpenting periksalah
komponen mekaniknya dahulu. Karena, biasanya ECU bisa rusak disebabkan oleh bencana
banjir, selain itu dikarenakan kesalahan mekanik ketika membenahi sistem arus listrik pada
mobil yang terhubung dengan ECU mobil ini, atau karena usia ECU itu sendiri, sebab ECU
sebuah mobil hanya bertahan sekitar 8 s/d 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai