Dalam proses pembangunannya, Sunan Kalijaga memegang peranan yang amat penting. Wali
inilah yang berjasa membetulkan arah kiblat. Menurut riwayat, Sunan Kalijaga juga
memperoleh wasiat antakusuma, yaitu sebuah bungkusan yang konon berisi baju hadiah dari
Nabi Muhammad SAW, yang jatuh dari langit di hadapan para wali yang sedang
bermusyawarah di dalam masjid itu. Memasuki pertengahan abad XVII, ketika kerajaan
Mataram berdiri, pemberontakan pun juga mewarnai perjalanan sejarah kekuasaan raja
Mataram
waktu
itu.
Sejarah yang sama juga melanda kerajaan Demak. Kekuasaan baru yang berasal dari
masuknya agama Islam ke tanah Jawa. Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama
Islam disekitar tahun 1500 bernama Raden Patah dan berkedudukan di Demak, secara
terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan
daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan
kerajaan Islam yang berpusat di Demak. Namun keberadaan kerajaan Demak tak pernah sepi
dari rongrongan pemberontakan. Dimasa pemerintahan raja Trenggono, walau berhasil
menaklukkan Mataram dan Singasari. Tapi perlawanan perang dan pemberontakan tetap
terjadi di beberapa daerah yang memiliki basis kuat keyakinan Hindu. Sehingga daerah
Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali
yang tetap Hindu. Pada tahun 1548 M, raja Trenggono wafat akibat perang dengan Pasuruan.
B.
KEISTIMEWAAN
MASJID
AGUNG
DEMAK
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid ini memiliki
nilai historis yang sangat penting bagi perkembangan Islam di tanah air, tepatnya pada masa
Kesultanan Demak Bintoro. Banyak masyarakat memercayai masjid ini sebagai tempat
berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, yang lebih dikenal dengan sebutan
Walisongo (Wali Sembilan). Para wali ini sering berkumpul untuk beribadah, berdiskusi
tentang penyebaran agama Islam, dan mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada penduduk
sekitar. Oleh karenanya, masjid ini bisa dianggap sebagai monumen hidup penyebaran Islam
di
Indonesia
dan
bukti
kemegahan
Kesultanan
Demak
Bintoro.
Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada
tahun 1466 M. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi
di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477 M, masjid ini dibangun kembali sebagai
masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478 M, ketika Raden Patah diangkat
sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Fatah
bersama Walisongo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat
sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali
menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali
yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang
memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di
bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan
Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya.
Arsitektur bangunan lokal yang berkembang pada saat itu, seperti joglo, memaksimalkan
bentuk
limas
dengan
ragam
variasinya.
Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara
umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satukesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya.
Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton
Demak ini
berada
di
sebelah selatan Masjid
Agung dan alun-alun.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang karismatik ini
dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan
arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari
kepala yang berarti angka 1 (satu), kaki 4 berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka
0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri
pada tahun 1401 Saka.
Soko Majapahit
Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda
purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden
Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.
Pawestren
Merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jamaah wanita. Dibuat menggunakan
konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati.
Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias ukiran motif
Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibuat
pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif ukiran Maksurah
atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.
Surya Majapahit
Merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa Majapahit. Para ahli
purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di
Masjid Agung Demak dibuat pada tahun 1401 Saka, atau 1479 M.
Maksurah
Merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang memiliki nilai estetika
unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak
Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan
Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di
mana saat itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.
Pintu Bledheg
Pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo
pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti "Condro Sengkolo" yang berbunyi
Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
1.Ornamen
Pintu
Bledeg
dilihat
dari
contour
Terdiri dari beberapa bagian yaitu motif tumpal, mahkota, kepala naga, jambangan, bunga
tumbuhan, lung dan camara. Dalam ornamen tersebut terdapat beberapa motif yang berasal
dari Majapahit, yaitu pada motif tumpal dan pemakaian lambang Surya Majapahit yang
distilir menjadi mata naga. Susunan lung (kalpalata) dan jambangan mempunyai kesamaan
dengan hasil seni ornamen Jawa-Budha abad VIII. Warna yang digunakan merah, hijau, dan
putih.
2.Ornamen
tersebut
dilihat
dari
content
Motif tumpal simbol hubungan manusia dengan Allah SWT, motif mahkota simbol AlWahid, motif kepala naga simbol kekuatan dalam berdakwah Islam, motif jambangan simbol
agama Islam, dan motif bunga tumbuhan simbol kesuburan ajaran Islam, sedangkan warna
merah,
biru
dan
putih
simbol
keselamatan
dari
Allah
SWT.
3.Ornamen
tersebut
dilihat
dari
context
Mengangkat mitos Ki Ageng Selo sewaktu menangkap dan menahlukkan halilintar atau petir
(Jawa: bledeg). Mitos ini divisualisasikan kedalam ornamen simbolis dan dijadikan sebagai
media
dakwah
Islam
yang
dilakukan
Walisanga.
Kesimpulannya, nilai-nilai Islam yang terkandung dalam ornamen Pintu Bledeg disimbolkan
kedalam warna dan motif-motif ornamen simbolis. Simbol-simbol tersebut adalah simbol
konstitutif yaitu simbol-simbol yang terbentuk sebagai kepercayaan-kepercayaan dan
merupakan inti dari agama Islam.
Mihrab
Adalah tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan
prasasti "Condro Sengkolo". Prasasti ini memiliki arti "Sariro Sunyi Kiblating Gusti",
bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah
kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar
Kencono warisan dari Majapahit.
Dampar
Kencana
Benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad XV, sebagai hadiah untuk Raden
Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak
tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 15211560 M, secara universal wilayah
Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
Soko Tatal / Soko Guru
Merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga yang berjumlah
4. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru
dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan
Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan
yang berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan
Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
Situs Kolam Wudlu
Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk
berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak
dipergunakan lagi.
Menara
Bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi
baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai
para ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto,
H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.