Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


“ PERKEMBANGAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA
MASA DINASTI UMMAYAH DAN ABBASIYAH “

Disusun Oleh :

Nama : Nilna Nurun Niswah


NIM : 2022010053
Prodi : Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Nurrana Fitria Lutfhi S.Pd

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH


NAHDLATUL ULAMA SUMBER AGUNG
TAHUN AJARAN 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah- Nya sehingga saya bisa menyusun tugas SPI ini dengan baik serta tepat waktu.
Semuanya perlu dibahas pada makalah ini serta layak dijadikan bagaikan modul pelajaran.

Mudah-mudahan makalah yang saya buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita jadi
lebih luas lagi. Saya menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat diharapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nurrana Fitria Luthfi
S.Pd selaku dosen pengampu, yang sudah membimbing kami sampai saat ini. Atas perhatian
serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.

Suka Bumi, 10 Mei 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
C. Tujuan................................................................................................................................ 4
BAB II........................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 5
A. Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M) ...................................... 5
B. Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah ............................... 6
C. Masa Pemerintahan Bani Ummayah ........................................................................... 9
D. Pertumbuhan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah ....................................... 10
F. Lembaga-lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah ......................................... 11
BAB III .................................................................................................................................... 13
PENUTUP................................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika seseorang telah berhasil menjadi orang maksudnya sukses, tentu seseorang itu
memiliki sejarah yang telah bisa membawanya hingga dia bertemu dengan kesuksesannya
tersebut.Begitu besar jasa sejarah ketika terus diingat dan dijadikan pelajaran demi
kemajuan diri.
Segala yang ada di sekeliling kita, segala apa yang kita nikmati saat ini, seharusnya
tak begitu saja kita rasakan. Namun, hasrat untuk mengetahui apa yang menyebabkan
sesuatu itu terwujud, harus kita miliki, agar kita dapat menjadi manusia yang bersyukur dan
bertanggung jawab terhadap hal yang kita raih tersebut.
Salah satu sejarah yang harus kita ketahui serta pahami, yaitu sejarah pendidikan
Islam. Sejarah pendidikan Islam merupakan keterangan yang menjelaskan mengenai
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di dunia Islam dari waktu ke waktu, dari
suatu Negara ke Negara lain dari masa Rasulullah SAW sampai masa sekarang. Yang
hebatnya pendidikan Islam sejak zaman dahulu masih bisa dijadikan acuan untuk
pendidikan Islam pada zaman sekarang, jadi pendidikan Islam zaman dahulu dengan
sekarang masih relevan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masa pemerintahan Bani Abbasiyah?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah?
3. Bagaimana masa pemerintahan Bani Ummayah?
4. Bagaimana pertumbuhan Pendidikan islam pada masa bani ummayah?

C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini ialah menjadi referensi pembelajaran
mengenai materi pendidikan Islam pada masa Daulah Bani Abbasiyah dan Bani
Ummayah, sehingga memudahkan para mahasiswa/i dalam memahami materi tersebut.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M)


Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah
bin al-Abbas as-Saffah atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas (750-754 M).
Sekalipun Abu al-Abbas adalah orang yang mendirikan dinasti Abbasiyah, namun
pembina yang sesungguhnya adalah Abu Ja’far al-Mansyur (754-775 M).
Al-Mansyur dengan keras menghadapai perlawanan dari lawan-lawannya yaitu
terutama Bani Ummayyah, Khawarij, dan Syi’ah.Untuk memperkuat kekuasaannya,
tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu persatu disingkirkan.
Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk
sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syiria dan mesir. Mereka dibunuh karena
tidak bersedia membaiatnya, al-Mansyur memerintahkan Abu Muslim al-Khurasani
melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-Khurasani pada tahun 755
M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya.
Ibukota yang awalnya terletak di al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri, khalifah al-Mansyur
memindahkannya ke Baghdad, dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.
Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada d tengah-tengah bangsa
Persia. Lalu, al-Mansyur juga melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di
antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif.
Khalifah al-Mansyur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat dan memantapkan keamanan di
daerah pembatasan. Di antara usaha-usaha tersebut ialah merebut kembali benteng-
benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M.
Banyak kebijakan yang dilakukan oleh al-Mansyur demi terciptanya kesejahteraan
Daulah Bani Abbasiyah. Namun, masa kejayaan dinasti Abbasiyah bukanlah berada di
masa pemerintahan al-Mansyur, akan tetapi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan
puteranya al-Makmun.
Pada masa al-Rasyid (786-809 M), kekayaan negara banyak dimanfaatkan untuk
keperluan social, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi.Setelah

5
al-Rasyid, al-Makmunlah yang menggantikan, al-Makmun dikenal sebagai kalifah yang
sangat cinta dengan ilmu filsafat.
Selanjutnya khalifah al-Makmun digantikan oleh al-Mu’tasim (833-842 M), al-
Mu’tasim member peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam
pemerintahan.Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.Para pengawal
berkebangsaan Turki ini kemudian berkuasa di istana, sehingga khalifah-khalifah
Abbasiyah pada akhirnya menjadi boneka dalam tangan mereka.Yang memerintah pada
hakekatnya bukan lagi khalifah, tetapi perwira-perwira dan tentara pengawal Turki itu.
Al-Wathiq (842-847 M), khalifah penggantinya, sadar dengan keadaan yang ada, lalu
dia berusaha melapaskan diri dari cengkraman perwira-perwira Turki, dengan cara
memindahkan ibu kota pemerintahan ke Sammara, tetapi usahanya tidak berhasil.
Khalifah-khalifah Abbasiyah tetap berada di bawah bayang-bayang para perwira Turki.
Selanjutnya, khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) merupakan kekhalifahan besar
terakhir dari dinasti Abbasiyah. Khalifah-khalifah sesudahnya pada umumnya lemah dan
tidak mampu melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan yang kemudian
datang menguasai ibu kota. Ibu kota kemudian dipundahkan lagi ke Baghdad oleh al-
Mu’tadid (870-892 M). khalifah terakhir dari dinasti Abbasiyah adalah al-Mu’tasim (1242-
1258 M), pada masanyalah Baghdad kemudian dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan di
tahun 1258 M.

B. Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Daulah Abbasiyah


Pada Daulah Bani Ummayyah merupakan masa ekspansi1[1],
tetapi pada Daulah Bani Abbasiyah merupakan masa pembentukan dan perkembangan
kebudayaan dan peradaban Islam. Di masa Abbasiyah inilah perhatian terhadap ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani meningkat pesat.Dan yang termasuk ilmu pengetahuan
yang berkembang ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografika, fisika, astronomi,
sejarah dan filsafat.
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan mulainya kegiatan penerjemahan
buku-buku, baik dari bahasa Sansekerta, Suriani mapun Yunani. Dan khalifah al-
Mansyurlah yang meletakkan batu pertama bagi kegiatan penerjemahan ini. Diantara
penerjemah yang terkemuka ialah Abdullah bin Muqaffa (757 M), seorang Majusi yang

Suryantara, H. Bahroin. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor: Yudhistira.


.

6
kemudian masuk Islam. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kalilah Wa Dimmah,
yang berasal dari bahasa Sansekerta dan sudah dialihbahasakan ke bahasa Persi.
Pada masa khalifah al-Rasyid, Yuhannad bin Masuwaih diangkat sebagai penerjemah
buku-buku lama yang terdapat di Ankara, Amuriayah dan di seluruh negeri Romawi.
Penerjemah-penerjemah lainnya antara lain al-Hajjaj bin Matar, yang menerjemahkan buku
Element karya Enclide. Yahya bin Khalid al-Barmaki, menerjemahkan sebagian dari buku
Illiad, karya Hormeh. Abu Yahya bin al-Batriq (796-806 M) menerjemahkan buku-bukku
karya Hipocrates (536 SM) dan Gallen (200 M).
Pada masa al-Rasyid juga merupakan masa kesejahteraan bagi penduduk seluruh
negeri.Gambaran kesejahteraan pada masa ini digambarkan dalam satu kisah yang terkenal,
yaitu “Kisah Seribu Satu Malam”.Kemakmuran pada masa ini tidak semata-mata hanya
untuk lingkungan kerajaan, tetapi juga diperlihatkan dalam bentuk pembangunan fasilitas
social, seperti mendirikan rumah sakit, pendidikan kedokteran dan farmasi. Dinyatakan
bahwa di kota Baghdad terdapat 800 dokter. Al-Rasyid merupakan Raja Besar di zaman
tersebut dan hanya Charlemagne dari Eropa yang dapat menandinginya, al-Rasyid
dipandang seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia dibandingkan khalifah-
khalifah Abbasiyyah.Pasa masanya inilah Abbsiyah memasuki era baru yang sangat
gemilang.
Pada tahun 832 M khalifah al-Makmun mendirikan sebuah akademi di Baghdad yang
bernama Bait al-Hikmah. Di tempat ini para ilmuan Muslim melakukan kegiatan
penerjemahan, penelitian dan menulis buku. Kegiatan ilmiah terpenting dari lembaga ini
adalah pada saat diketuai oleh Hunain bin Ishak. Dengan bantuan para penerjemahnya,
Hunain berhasil memindahkan ke dalam bahasa Arab isi kandungan buku-buku karangan
Eculide, Gallen, Hipocrates, Apollonius, Plato, Aristoteles, Themistus dan Paulus al-Agini.
Di akhir masa pemerintahan al-Rasyid dan selama masa pemerintahan al-Makmun
telah bermunculan perbendaharaan ilmu pengetahuan yang amat besar melalui hasil
peninggalan Yunani.Sejak masa itu muncullah nama-nama ilmuwan Muslim dengan
berbagai keahliannya.Pada bidang ilmu pengetahuan ada yang dikenal dengan al-Fazari
sebgaai ahli astronomi, orang yang pertama kali menyusun astrolabe (alat untuk mengukur
bintang).Al-Farghani, di Barat dikenal dengan sebutan al-Fragnus, orang yang mengarang
ringkasan tentang ilmu astronomi dan bukunya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Dalam bidang optika dikenal nama Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham (abad X), namun di
Barat dikenal dengan sebutan al-Hazen. Menurut teorinya, yang diakui kebenarannya,

7
“Bendalah yang mengirim cahaya ke mata dank arena menerima cahaya itu mata melihat
benda yang bersangkutan.”.
Dalam ilmu kimia dikenal nama jabir bin Hayyan dengan julukan bapak al-Kimia.
Kemudian Abu Bakar al-Razi (856-925 M) adalah pengarang buku terbesar tentang
kimia.Dalam bidang fisika ada Abu Raihan Muhammad al-Baituni (973-1048 M) yang
menemukan teori tentang bumi berputar sekitar porosnya juga melakukan penyelidikan
tentang kecepatan suara dan cahaya, serta berhasil menentukan berat dan kepadatan 18
macam permata dan metal. Dalam bidang geografis dikenal nama Abu al-Hasan Ali al-
Mas’ud, seorang pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai penjuru dunia
Islam. Bukunya Maruj al-Zahab, berisi tentang geografi, agama, adat istiadat dari daerah-
daerah yang dikunjunginya.
Pengaruh Islam terbesar terdapat dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat. Dalam
bidang kedokteran dikenal al-Razi, yang di Eropa dikenal dengan nama Rhazes. Al-Razi
menulis masalah cacar dan campak.Begitu pentingnya buku ini sehingga diterjemahkan ke
dalam beberapa bahasa Eropa.Bukunya, al-Hawi, yang terdiri dari 20 jilid, membahas
berbagai cabang ilmu kedokteran. Nama lain dalam bidang ini adalah Ibnu Sina (980-1037
M), selain filosof juga seorang dokter. Ibnu Sina mengarang ensiklopedia ilmu kedokteran
yang berjudul al-Qanun fi al-Thib.Buku ini secara berulang diterjemahkan ke dalam bahasa-
bahasa Eropa.
Dalam bidang filsafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu
Rusyd.Diantara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Ibnu Rusyd, yang dikenal
dengan sebutan Averros.Bahkan di Eropa ada aliran yang bernama Averroism.Al-Farabi
mengarang buku-buku filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi tentang
filsafat Aritoteles.Sementara Ibnu Sina di Eropa dikenal sebagai penafsir filsafat Aristoteles.
Dalam periode ini pulalah lahirnya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan
Islam.Diantaranya adalah penyusunan al-Hadits. Dalam bidang ini terkenal nama al-
Bukhari dan Muslim (abad IX). Dalam bidang fiqih atau hukum Islam muncul nama-nama
yaitu Malik bin Anas, al-Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal (abad VIII dan IX).
Dalam bidang tafsir antara lain dikenal al-Thabari (839-923 M). Dalam bidang sejarah
dikenal nama Ibnu Hisyam (abad VIII) dan Ibnu Sa’d (abad IX). Dalam bidang ilmu kalam
dikenal nama-nama seperti Wasil bin Atha’, Ibnu Hudzail, al-Allaf (golongan Mu’tazilah),
Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi (Ahlus Sunnah). Dalam bidang Tasawuf lahirlah
nama-nama Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansyur al-Hallaj dan
seterusnya. Dalam bidang sastra dikenal nama abu Farraj al-Isfahani dengan bukunya Kitab
8
al-Aghani. Perguruan tinggi yang didirikan pada masa ini antara lain Bait al-Hikmah di
Baghdad dan al-Azhar di Kairo.
Pada masa ini juga pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam dengan
kebudayaan Barat, yaitu antara kebudayaan Yunani Klasik yang terdapat di Mesir, Suria,
Mesopotamia dan Persia.Kontaknya dengan kebudayaan Barat telah membawa masa yang
gemilang bagi Islam. Seterusnya, periode ini memiliki pengaruh, sekalipun tidak secara
langsung pada munculnya masa Renaisans2[2] di Barat. Dengan diterjemahkannya buku-
buku yang ditulis oleh ilmuwan Islam ke dalam bahasa Eropa, mulailah Eropa kenal pada
filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani.Masa kejayaan Islam adalah bersamaan dengan masa
kegelapan Eropa.Tetapi dengan terjemahan buku-buku itu sedikit demi sedikit memberikan
jalan bagi Eropa untuk memasuki abad pencerahan Jacques C. Rislar mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat berpengaruh pada kebudayaan Barat yang terus
berkembang hingga sekarang.

C. Masa Pemerintahan Bani Ummayah


Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah
masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di
Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan
Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-
temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan
kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang
dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa perang Jamal dan
penghianatan dari orangorang Khawarij dan Syi’ah. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama
nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang
terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya
Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-proses
sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun Umayyah lebih dominan. Hal itu disebabkan
karena ia merupakan pengusaha yang kaya, dan memiliki harta yang melimpah. Harta dan
kekayaan menjadi faktor dominan untuk merebut hati di kalangan Qureisy, sehingga Hasyim
tidak dapat mengimbangi keponaknnya tersebut
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa
pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750).
Adapun raja-raja yang berkuasa pada dinasti Umayyah I ini berjumlah 14 antara lain:
1. Mu’awiyah I bin Abi Sufyan (41- 61H/661-680M)
2. Yazid bin Mu’awiyah (61-64H/680- 683M)

9
3. Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683- 684M)
4. Marwan bin Hakam (65-66H/684- 685M)
5. Abdul Malik bin Marwan (66-86H/685- 705M)
6. Al-Walid bin Abdul Malik (86- 97H/70
5-715M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (97- 99H/715-717M)
8. Umar bin Abdul Azis (99-102H/717- 720M)
9. Yazid bin Abdul Malik (102-106H/720- 724M)
10. Hisyam bin Abdul Malik (106- 126H/724-743M)
11. Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743- 744M)
12. Yazid III bin Walid(127H/744M)
13. Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14. Marwan II bin Muhammad (127- 133H/744-750M)
Namun dari keempat belas khalifah di atas, hanya lima saja yang merupakan khalifah-khalifah
besar menurut Harun Nasution. Mereka adalah Muawiyah bin Abu Sufyan (661-680M.), Abdul
Malik bin Marwan (685-705M.), Al Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz (717-
720M.), dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M.).
D. Pertumbuhan Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayyah
Secara essensial pendidikan Islam pada masa dinasti umayyah kurang begitu
diperhatikan, sehingga sistem pendidikan berjalan secara alamiyah.1 walaupun sistemnya
masih sama seperti pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Pada masa ini pola pendidikan
telah berkembang, sehingga peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga
Benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu di
persatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Dengan kata lain Periode Dinasti
Umayyah ini merupakan masa inkubasi. Dimana dasar-dasar dari kemajuan pendidikan
dimunculkan, sehingga intelektual muslim berkembang.
Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikannya bersifat desentralisasi dan belum memiliki
tingkatan dan standar umum. Kajian pendidikan pada masa itu berpusat di Damaskus, Kufah,
Mekah, Madinah, Mesir, Kardoba dan beberapa kota lainnya, seperti Basyarah, Kuffah (Irak)
Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-imu yang dikembangkan yaitu,
Kedokteran, Filsafat, Astronomi, Ilmu Pasti, Sastra, Seni Bagunanan, Seni rupa, maupun Seni
suara. Dengan demikian pendidikan tidak hanya berpusat di Madinah seperi pada zaman nabi
dan Khulaur Rasyidin melainkan ilmu itu telah mengalami ekspansi seiring dengan ekspansi
territorial. Lebih lanjut Menurut H. Soekarno dan ahmad Supardi. Memaparkan bahwa Pada
periode Dinasti Umayah terdapat dua jenis pendidikan, yaitu;
1) Pendidikan khusus yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukan bagi anak-anak
khalifah dan anak-anak para pembesarnya, Tempat Proses pembelajaran berada dalam

10
lingkungan istana, Materi yang diajarkan diarahkan untuk kecakapan memegang kendali
pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan dengan keperluan dan kebutuhan
pemerintahan, sehingga dalam penentuan dan penetapan kurikulumnya bukan hanya oleh guru
melainkan orang tua pun turun menentukannya. Adapun Materi yang diberikan yaitu materi
membaca dan menulis al-Quran, al-Hadits, bahasa arab dan syair-syair yang baik, sejarah
bangsa Arab dan peperangannya, adab kesopanan, pelajaran-pelajaran keterampilan, seperti
menunggang kuda, belajar kepemimpinan berperang. Pendidik atau guru-gurunya dipilih
langsung oleh khalifah dengan mendapat jaminan hidup yang lebih baik. Peserta didik atau
Anak-anak khalifah dan anak-anak pembesar.
2) Pendidikan yang di peruntukan bagi rakyat biasa. Proses pendidikan ini merupakan
kelanjutan dari pendidikan yang telah diterapkan dan dilaksanakan sejak zaman Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Sehingga kelancaran proses pendidikan ini ditanggungjawabi
oleh para ulama.
F. Lembaga-lembaga Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada
pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan
beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat
(Mesir). Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik
diKuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh
guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersamasama. Perluasan negara Islam
bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur
diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat
pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut: Di kota Mekkah dan Madinah
(HIjaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat
(Mesir). Adapun tempat dan lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada masa Bani Umayyah
adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era
Khulafaur Rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias
gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji
guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan
adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab.
b. Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat
keagamaan. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi.
Materi pelajaran yang ada seperti Alquran dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam.
c. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi
ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah
badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan
kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah
untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di antaranya adalah Al Khalil ibn
Ahmad.
d. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah Dinasti Umayyah mendirikan perpustakaan yang
besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir.

11
e. Majlis Sastra/Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah
untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era Khulafaur
Rasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa Dinasti Umayyah pelaksanaannya
dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja.
f. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi
kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran.
Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir
untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap
Bamaristan.
g. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah
takluk, ialah Mu’az bin Jabal yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram
dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke
Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra.
Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
h. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di
sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat Nabi Muhmmad. Berarti disana banyak terdapat ulama-
ulama terkemuka.
i. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan
Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an.
Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh,
juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-
kisah di masjid Basrah.
j. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar,
yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, AlHaris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil.
Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru di Kufah. Ulama Kufah,
bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah bahkan mereka pergi
ke Madinah.
k. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan
penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para
Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy
yang sederajat

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani
Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti didirikan oleh Abdullah Alsaffah
Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti
islam yang sempat membawa kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan islam
dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak
melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para
ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehinnnngga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju
pesat.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid
(786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Kekayaan yang dimanfaatkan Harun
Arrasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi
didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak sekittar 800 orang dokter. Disamping itu,
pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi
terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya.pada masa
inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi. Al-
Ma’mun pengganti Al- Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada
masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakan, untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut
golongan lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang
terpenting adalah pembangunan Bait Al- Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi. Dan dari keterangan makalah diatas sudah jelas bahwa pendidikan pada masa
Bani Umayyah dan Abbasiyah sangat erat hubungannya. Halnya saja beda dalam konteks, dan
metode-metodenya. Dan itu sudah jelas bahwa pendidikan Islam dimasa Bani Umayyah dan
Abbasiyah ini juga masih sama dan diterapkan pada masa sekarang ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Suryantara, H. Bahroin. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor: Yudhistira.


Ramayulis. 2011. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Dr. Marzuki, M.Ag_. Buku PAI SMP - 8 Sejarah Bab 10.pdf.
file:///C:/Users/WINDOSW/Downloads/573-Article%20Text-1246-2-10-20230309.pdf
file:///C:/Users/WINDOSW/Downloads/MAKALAH_PERTUMBUHAN_PENDIDIKAN_IS
LAM_PAD.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai