MAKALAH
“PEMIKIRAN EKONOMI PADA MASA BANI UMAYYAH DAN ‘ABBASIYAH”
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”
Dosen pembimbing:
Reni Dwi Puspitasari, M.Sy
Ditulis oleh :
MOH.HADI TRIONO
NIM :1711143054
Fakultas : Syariah Dan Ilmu Hukum
Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah(Muamalah)
Semester : III(Tiga)
Kelas : C
Tulungagung, 15 Oktober 2015
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Cover ........................................................................................................................ i
Kata pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar isi .................................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah..........................2
1. Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan.............................................................2
2. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan.............................................................2
3. Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz...................................................................4
B. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah.......................6
1. Abu Ja’far Al-Manshur:...........................................................................8
2. Harun al Rasyid.......................................................................................8
3. Kemunduran...........................................................................................12
BAB III : PENUTUP
A.Kesimpulan........................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan ekonomi islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah pemikiran
muslim tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila pemikir muslim berupaya
untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di masanya dalam perspektif yang dimiliki.
Sejalan dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh
pada al-Qur’an dan hadis nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya
merupakan respon pada cendikiawan Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada waktu
tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sesuai Islam itu sendiri.
Banyak ekonom muslim lahir di masa Dinasti abbasiyah, dibanding di masa sebelumnya
khulafa’ al-rashidin ataupun masa Dinasti ummayah. Hal ini bisa dijadikan alasan bahwa
tumbuhnya pemikir muslim tentang ekonomi tidak bebas dari kenyataan-kenyataan yang tumbuh
di zaman yang melahirkan menjadi pemikir yang ahli dibidang-bidang tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah?
2. Bagaimanakah praktek ekonomi pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah?
2. Untuk mengetahui praktek ekonomi pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Umayyah( 611-750 M)
Bani Umayyah (bahasa Arab: و أميةHHHHبن, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau
Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin
yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribukota di Damaskus) ;
serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti
ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani
Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan
kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Alinamun Hasan bin Ali menyerahkan
jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum
muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak
terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan penghianatan dari orang-
orangKhawarij dan Syi'ah. dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.[1]
B. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah ( 750-847 M -132-232 H
Daulah Abbasiyah adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan bani Umayyah.
Dinamakan daulah Abbasiah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah Al-Safah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al- Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H.
Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H[5].
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulat ‘Abbasiyah bermula ketika
Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di tangan mereka, karena, mereka adalah
keluarga nabi yang terdekat. Tuntutan itu sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rosullalalh.
Tetapi tuntutan itu baru mengeras ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mngalahkan Ali bin
Abi Thalib. Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu digolongkan menjadi dua
golongan besar. Pertama golongan ‘Alawi, keturunan Ali bin abi Thalib. Mereka ini dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari
Muhammad bin Al-Hanafiyah. Dan yang kedua adalah golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah),
keturunan Al-Abbas paman Nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut, yaitu
golongan Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada
golongan ‘Alawi.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat
dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas
melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat
Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat
diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih
dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan
Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatur evolusi. Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar
(1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi yaitu :
1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras dari
masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan ketimpangan-
ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2) Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya menyesuaikan lembaga-lembaga
sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan zaman.
3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang berkuasa pada
wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-orang lemah
dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa, oleh karena hal-hal tertentu yang
merasa tidak puas dengan sistem yang ada[6].
Dinasti Abbasiyah lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari
pada perluasan wilayah. Seperti pada gerakan terjemah yang membawa kemajuan ilmu
pengetahuan.
Imam madzhab yang sempat hidup pada masa ini adalah Imam Abu Hanifah (700-767M),
madzhab ini lebih banyak menggunkan rasio dari pada Hadits. Karena madzhab ini dipengaruhi
perkembangan Kufah. Sedangkan Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan Hadits dan
tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh ini ditengahi oleh Imam Syafi’I (767-820 M)
dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M)[7].
Awal kekuasaan Dinasti Abbasiah ditandai dengan pembangkangan oleh DinastiUmayah di
Andalusia (spanyol) yaitu pembangkangan Abd al-Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas yang
tidak tunduk kepada khalifah di Baghdad yang mirip dengan Muawiyyah terhadap Ali Ibn Abi
Thalib.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754M) adalah pendiri Dinasti Abbas. Akan tetapi karena
kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Manshur (754-775M) yang banyak berjasa
membangun Dinasti Abbasiyah. Ia digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas. Pada masa
pemerintahanya Baghdad sangat disegani oleh kekuasaan Byzantium. Bani Abbas juga meraih
tumpukan kekuasaan setelah menggulingkan Dinasti Umayyah pada tahun 750H.
Pada masa ini istilah jihbis yang dulu dikenal sebagai penagih pajak dan penghitung pajak atas
barang dan tanah sekarang popular sebagai penukaran uang. Pada masa ini juga dikenalkan uang
jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga, yang sebelumnya uang terbuat dari
emas (dinar) dan perak (dirham). Di zaman ini, jihbiz juga bisa menerima titipan dana,
meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.
Beberapa Khalifah yang pernah memimpin pemerintahan saat Dinasti Abbasiyah[8]:
1) Abu Ja’far Al-Manshur:
Pada awal pemerintahan beliau, perbendaharaan Negara dapat dikatakan tidak ada karena
khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan dana Baitul Maal untuk diberikan kepada
para sahabat dan tentara. Karena hal tersebut khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam
peneguhan kedudukan keuangan Negara, di samping itu juga penumpasan musuh-musuh
khalifah, sehingga pada zaman itu dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, Khalifah al-Manshur memerintahkan bawahannya untuk
melaporkan harga, jika terjadi kenaikan harga maka Khalifah al-Manshur akan memerintahkan
wakilnya agar menurunkan harga ke harga semula. Di samping itu beliau juga sangat menghemat
dana Baitul Maal sehingga saat beliau wafat kekayaan kas Negara sampai 810 juta dirham karena
Khalifah al-Manshur betul-betul meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan Negara,
sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dia pandang soal yang
paling penting.
2) Harun al Rasyid:
Popularitas Daulah Abbasiyyah mencapai puncaknya pada Khalifah Harun al-Rasyid (786-
809 M) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan berada dalam zaman keemasan. Penerjemahan
buku-buku Yunani ke bahasa Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi,
Eropa untuk membeli “Manuscript”. Pada mulanya buku-buku mengenai kedokteran, kemudian
meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsfat. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah
satu karyanya yang paling besar yaitu mendirikan Baitul Hikmah, yaitu pusat penerjemah yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Pada masa ini pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya. Ia membangun Baitul Maal untuk mengurus keuangan Negara
dengan menunjuk seorang wazir yang mengepalai beberapa dirwan. Pendapatan Baitul Maal
dialokasikan untuk reset ilmiah dan penterjemah buku-buku Yunani, disamping itu untuk biaya
pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk membiayai
para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian musim panas dan dingin.
Selain itu, Khalifah Harun juga sangat memperhatian masalah perpajakan, sehingga beliau
menunjuk Abu Yusuf menyusun sebuah kitab pedoman mengenai perekonomian syari’ah yang
kitabnya berjudul al-Kharaj.
Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu diperoleh dari sektor-sektor yang
beragam[9]:
a) Perdagangan Dan Industri :
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara memudahkan jalan-jalannya,
umpamanya :
Dibangun sumur dan tempat-tempagt istirahat dijalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.
Dibangunkan armada-armada dagang.
Dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantai-pantai Negara dari serangan bajak laut.
Untuk tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam bidang perdagangan, maka
Khalifah Harun al-Rasyid membuktikan satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran
dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan harga pasar, atau dengan kata lain mengatur
politik
Komoditas lain yang berorientasi komersil selain barang-barang logam seperti mas dan perak,
bahan pakaian, hasil laut, kertas dan obat-obatan, adalah budak-budak. Pada saat itu budak
merupakan komuditas yang dihasilkan untuk diperjual belikan. Daerah pemasok utama budak
yaitu Farghana dan Asia Tenga, serta Afrika dan Turki. Budak ini apabila sudah dibeli oleh
tuannya di gunakan untuk tenaga kerja ladang pertanian, perkebunan dan pabrik.
Namun bagi pemerintah, budak-budan ini direkrut sebagai anggota militer demi
mempertahankan Negara.
d) Pendapatan Negara :
Selain dari sector perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber pendapatan Negara juga
berasal dari pajak. Pendapatan dari jizyah juga merupakan masukan bagi Negara. Jizyah adalah
pajak kepala yang dipungut dari penduduk non Muslim kepada pemerintahan Islam sebagai
wujud loyalitas mereka kepada pemerintah dan konsekuensi dari perlindungan yang diberikan
pemerintah Islam untuk mereka. Sumber pendapatan lain adalah dari zakat, ‘asyur al-tijarah, dan
kharaj.
Pada masa Harun al-Rasyid terdapat klasifikasi pembayaran jizyah. Mereka yang kaya dikenakan
jizyah sebesar 48 dirham, golongan ekonomi menengah 24 dirham, sedangkan dibawah itu hanya
12 dirham.
e) Sistem Moneter:
Sebagai alat tukar , para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar dan dirham. Mata uang
dinar emas di gunakan oleh para pedagang, di wilayah kekuasaan setelahBarat, meniru orang-
orang Bizantium. Sedangkan mata uang dirham perak di gunakan oleh para pedagang di
wilayah Timur, meniru kekaisaran Sassaniah.
Penggunaan dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua konsekuensi.Pertama
mata uang dinar harus di perkenalkan di wilayah- wilayah yang hanya mengenal mata uang
dirham, kedua dengan mengeluarkan emas ini mengurangi penyimpanan emas batangan atau
perhiasan. Mata uang emas maupun perak, tidak bisa menempuh perjalanan jauh, karena dengan
resiko yang ssangat besar. Karena itu para pedagang dan orang-orang yang mengadakan
perjalanan jauh memerlukan sistem cek. Bisa di pastikan sistem cek yang di perkenalkan oleh
sistem perbankan modern, berasal di bahasa arab shakk.
Dan terjadiya kegiatan peningkatan ekonomi, maka berlangsunglah sirkulasi kekayaan dan
surplus ekonomi di dalam wilayah kekuasaan islamDalam masa–masa ini orang-orang yang
semula miskin ,tetapi emilki etos kerja dan etos ekonomi yang timggi, sangat mungkin
melakukan mobilitas sosial melalui usaha-usaha ekonomi.Didalam situasi dimana kekayaan
neredar dengan bebas dan lancar, maka bakat, kemauan, dan kerja keras lebih menjanjikan untuk
mencapai ,mobilitas sosial dari keturunan.mobilitas yang cepat, khususnya di masa dinasti
abbasiyah semakin mungkin sehubungan dengan penekanan ajaran islam tentang derajat
persamaan muslim[12].
Kemunduran
Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa di
antara nya adalah sebagai berikut[13] :
a. Faktor Internal :
Persaingan antar Bangsa.
Kemerosotan Ekonomi.
Konflik Keagamaan.
b. Faktor Eksternal:
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban.
Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
- Masa ke-Khalifahan Bani Umayyah yaitu hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa
kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan
Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan
ijtihad para fuqoha dan ulama sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang
satu abad) antara zaman kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
Khalifah pemikir ekonomi pada masa Bani Abbasiyah, yaitu : Abu Ja’far Al-Manshur , Khalifah
Abdul Malik ibn Marwan, dan Umar Ibn Abdul Aziz.
- Khalifah Abbasiyah atau Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjkan
kekuasaan dinasti bani umayyah. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang,
dari tahun 132 H ( 750 M) sampai dengan 847M). Selama Dinasti Bani Abbas berkuasa. Di mana
pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya.
di zaman Bani Abbasiyah, istilah jihbiz populer sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada
zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Khalifah-khalifah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah yaitu : Abu Ja’far Al-
Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa perubahan besar dalam aspek
ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer\
(Jakarta: Pustaka Asatrus,2005).
[1]. Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer (Jakarta: Pustaka
Asatrus,2005), hal:47.
[2]
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hal:42.
[3] .
Ibid, hal:43.
[4]
Ibid, hal:44.
[5]
A Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: P.T. Jayamurti 1997), hlm. 44.
[6]
Ahmad Syafi’i Ma’arif, M. Amin Abdullah, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007), hlm. 144.
[7]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.118.
[8]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.120.
[9]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.123.
[10]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.129.
[11]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.130.
[12]
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.135.
[13]
. Ibid hal:140.