Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“PEMIKIRAN DARI AL-MAWARDI, AL-GHAZALI DAN


IBNU TAIMIYAH”

Dosen Pengampu : Riya Susanti, S.E.I

Mata Kuliah : Filsafat Ekonomi Syariah

Disusun Oleh :

Nama : Nida Usofie


Prodi : Ekonomi Syariah
Semester : III (Tiga)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


YAYASAN PEMBANGUNAN KALIANDA
JL. Lettu Rochani No. 1 Kedaton Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan
TA. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Pemikiran Dari Al-Mawardi, Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah” ini tepat pada
waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kalianda, 08 Oktober 2020 


Penulis,

Nida Usofie

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Al-Mawardi...................................................................................... 3
1. Biografi Al-Mawardi.................................................................. 3
2. Pemikiran Al-Mawardi Tentang Ekonomi................................. 4
B. Al-Ghazali........................................................................................ 7
1. Biografi Al-Ghazali.................................................................... 7
2. Pemikiran Al-ghazali Tentang Ekonomi.................................... 8
C. Ibnu Taimiyah.................................................................................. 10
1. Biografi Ibnu Taimiyah.............................................................. 10
2. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah................................. 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................... 16
B. Saran............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah ekonomi sebagai masalah muamalat selalu berkembang
mengikuti perkembangan zaman. Bentuk-bentuk kelembagaan ekonomi dan
jenis-jenis transaksi makin beragam, berbeda dengan situasi zaman
Rasulullah SAW. Untuk mengatasi hal ini, Allah SWT memberikan
kebebasan untuk berijtihad terhadap masalah ekonomi yang secara zahir tidak
diatur dalam Al-qur’an dan Hadits. Pemerintah boleh mengembangkan
kebijakan sesuai tuntutan situasi dan kondisi, misalnya program kemitraan,
bantuan modal untuk pengusaha kecil pendidikan murah bagi keluarga
miskin, dan sebagainya.
Khazanah intelektual islam era kekhalifahan Abbasiyah pernah mengukur
sejarah emas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran keagamaan.
Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatar belakangi oleh
menjamurnya korupsi dan dekadasi moral serta melebarnya kesenjangan
antara golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi
perekonomian masyarakat islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat
pemikir-pemikir besar yang karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini,
misalnya Al-Mawardi, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan lain-
lain.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pemikiran islam menurut Al-Mawardi?
2. Jelaskan pemikiran islam menurut Al-Ghazali?
3. Jelaskan pemikiran islam menurut Ibnu Taimiyah?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemikiran islam menurut Al-Mawardi.
2. Untuk mengetahui pemikiran islam menurut Al-Ghazali.
3. Untuk mengetahui pemikiran islam menurut Ibnu Taimiyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Al-Mawardi
1. Biografi Al-Mawardi
Abu Al-Hasan bin Muhammad bin Habib al-Mawardi Al-Basri Al-Syafi’i
lahir dikota basrah pada tahun 364 H (974 M). Setelah mengawali
pendidikannya dikota Basrah dan Baghdad selama dua tahun, ia berkelana
diberbagai negeri islam untuk menuntut ilmu. Diantara guru-guru Al-
Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali bin Muhammad bin Al-fadhl Al-
Baghdadi Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin Al-Ma’ali Al-
Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini.
Berkat keluasan ilmunya, salah satu tokoh besar madzhab syafi’i ini
dipercaya memangku jabatan Qadhi(hakim) diberbagai negeri secara
bergantian. Setelah itu al-mawardi kembali kekota baghdad untuk
beberapa waktu kemudian diangkat sebagai hakim agung pada masa
pemerintahan Al-Qaim bin Amrillah Al-Abbasi.
Sekalipun hidup dimasa dunia islam terbagi kedalam tiga dinasti yang
saling bermusuhan, yaitu dinasti Abbasiyah di mesir, dinasti Umayah II di
Andalusia dan Dinasti abbasiyah di baghdad, al-mawardi memperoleh
kedudukan yang tinggi di mata para penguasa dimasanya bahkan para
penguasa Bani Buwaihi, selaku pemegang kekuasaan pemerintah
baghdad, menjadikannya sebagai mediator mereka dengan musuh-
musuhnya. Sekalipun telah menjadi hakim, al-mawardi tetap aktif
mengajar dan menulis. Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib
al-baghdadi dan Abu al-izza bin kadasy merupakan dua orang dari sekian
banyak murid al-mawardi. Sejumlah besar karya ilmiah yang meliputi
berbagai bidang kajian dan bernilai tinggi telah ditulis oleh al-mawardi,
seperti Tafsir Al-Qur’an al-Karim, al-amtsal wa al-hikam, al-hawi al-
kabir, al-iqna, al-adab ad-dunya wa ad-din, siyasah al-maliki. Nasihat
al-muluk, al-ahkam ash-shultaniyyah, an-nukat wa al-uyun dan Siyasah

3
al-wizarat wa as-siyasah al-maliki. Dengan mewariskan berbagai karya
tulis yang sangat berharga tersebut. Al-Mawardi meninggal pada awal
tahun 450 H (1058 M) dikota baghdad dalam usia 86 tahun.1

2. Pemikiran Al-Mawardi Tentang Ekonomi


Pemikiran Al-Mawardi tentang ekonomi terutama dalam bukunya
yang berjudul al-Ahkam al-Aulhoniyyah dan al-adab ad-dunya wa ad-
Din.
Buku yang pertama banyak membahas tentang pemerintahan dan
administrasi, berisi tentang kewajiban pemerintah, penerimaan, dan
pengeluaraan negara, tanah (negara dan masyarakat), hak
prerogratif  Negara untuk menghibahkan tanah, kewajiban negara untuk
mengawasi pasar, dan lain-lain.
Analisis atas kitab ini dengan karya-karya sebelumnya yang sejenis
menunjukkan bahwa Al-Mawardi membahas masalah-masalah keuangan
dengan cara yang lebih sistematis. Sumbangan utama Al-Mawardi terletak
pada pendapat mereka tentang pembenaan pajak tambahan dan
dibolehkannya peminjaman public.
a. Teori Keuangan Public
Teori keuangan publik selalu terkait dengan peran negara dalam
kehidupan ekonomi. Negara dibutuhkan karena berperan untuk
memenuhi kebutuhan kolektif seluruh warga negaranya. Permasalahan
inipun tidak luput dari perhatian negara islam. Al-Mawardi
berpendapat bahwa pelaksanaan imamah (kepemimpinan politik
keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan
pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya
agama dan pengelolaan dunia.
Dalam perspektif ekonomi, pernyataan Al-Mawardi ini berarti
bahwa negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material
dan spiritual. Ia menjadi kewajiban moral bagi bangsa dalam
membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara

1 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisika, Yogyakarta, 2002, hlm 85

4
kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian seperti para pemikir muslim
sebelumnya, al-mawardi memandang bahwa dalam islam pemenuhan
dasar setiap anggota masyarakat bukan saja merupakan kewajiban
penguasa dari sudut pandang ekonomi, melainkan moral dan agama.
Selanjutnya al-mawardi berpendapat bahwa negara harus
menyediakan infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan
ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya ,
“Jika hidup dikota menjadi tidak mungkin karena tidak
berfungsinya fasilitas sumber air minum, atau rusaknya tembok kota,
maka negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya dan
jika tidak memiliki dana, negara harus menemukan jalan untuk
memperolehnya.”
Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan
membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan public karena
setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan semacam itu.
Dengan demikian, layanan public merupakan kewajiban sosial (fardh
kifayah) dan harus bersandar kepada kepentingan umum. Pernyataan
Al-Mawardi ini semakin mempertegas pendapat para pemikir muslim
sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk mengadakan proyek
dalam kerangka pemenuhan kepentingan umum. Negara dapat
menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-
individu yang memiliki sumber keuangan yang memadai.2

b. Perpajakan
Perpajakan sebagaimana trend pada masa klasik, masalah
perpajakan juga tidak luput dari perhatian al-mawardi. Menurutnya,
penilaian atas kharaj harus berfariasi sesuai dengan faktor-faktor yang
menentukan kemampuan tanah dalam membayar pajak, yaitu
kesuburan tanah, jenis tanaman dan sistem irigasi.

2 Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami, Ekonisika, Yogyakarta, 2003, hlm 75

5
Lebih jauh ia menjelaskan alasan penyebutan ketiga hal tersebut
sebagai faktor-faktor penilaian kharaj. Kesuburan tanah merupakan
faktor yang sangat penting dalam melakukan penilaian kharaj karena
sedikit banyaknya jumlah produksi bergantung kepadanya. Jenis
tanaman juga berpengaruh terhadap penilaian kharaj karena berbagai
jenis tanaman mempunyai variasi harga yang berbeda-beda.
Begitupula halnya dengan sistem irigasi. Disamping ketiga faktor
tersebut al-mawardi juga mengungkapkan faktor yang lain, yaitu jarak
antara tanah yang menjadi objek kharaj dengan pasar. Faktor terakhir
ini juga sangat relevan karena tinggi-rendahnya harga berbagai jenis
barang tergantung pada jarak tanah dari pasar. Dengan demikian,
dalam pandangan al-mawardi keadilan baru akan terwujud terhadap
para pembayar pajak mempertimbangkan setidaknya empat faktor
dalam melakukan penilaian suatu objek kharaj, yaitu kesuburan
tanah, jenis tanaman, system irigasi dan jarak tanah ke pasar.”

Tentang metode penerapan kharaj, al-mawardi menyarankan untuk


menggunakan salah satu dari tiga metode yang pernah diterapkan
dalam sejarah islam, yaitu:
a) Metode Misahah, metode penerapan kharaj berdasarkan ukuran
tanah. Metode ini merupakan Fixed tax, terlepas dari apakah tanah
tersebut ditanami atau tidak, selama tanah tersebut bisa di tanami.
b) Metode penetapan kharaj berdasarkan ukuran tanah yang ditanami
saja. Dalam metode ini, tanah subur yang tidak dikelola tidak
masuk dalam penilaian objek kharaj.
c) Metode Musaqah yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan
presentase dari hasil produksi (proportional tax). Dalam metode
ini, pajak dipungut setelah tanaman mengalami masa panen.

Buku yang kedua banyak membahas tetntang perilaku ekonomi


muslim secara individual. Buku ini menyampaikan ajaran-ajaran
tasawuf tentang budi luhur. Individu dalam perekonomian yang

6
meliputi 4 mata pencaharian  utama yaitu: pertanian, peternakan,
perdagangan, dan industry. Selain itu, buku ini juga membahas
perilaku-perilaku yang merusak budi luhur, antara lain : ketamakan
dalam menimbun kekayaan dan menurut kekuasaan. Al-mawardi juga
membahas tentang berbagai hukum syari’ah dari mudharabah dalam
karyanya al-hawi al-mudharabah. Beberapa fuqaha tidak
memperbolehkan mudharabah, sementara imam hambali
memperbolehkannya.3

B. Al-Ghazali
1. Biografi Al-Ghazali
Al-ghazali lahir pada 1058 M dikota kecil khorosan bernama Toos.
Karena ayahnya penjual benang, ia diberi nama panggilan Ghazali, yang
dalam bahasa arab berarti “pembuat benang”. Abu hamid al-ghazali
terkenal dibarat sebagai al-gazel, merupakan salah satu pemikir besar
islam.
Al-ghazali hidup pada masa pemerintahan daulah abbasiyah,
persisnya pada masa dinasti saljuk yaitu (450-505/1058-1111 M) yang
mana pada masa pemerintahan daulah abasiyah islam telah mencapai
masa puncak keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi, dan
pengetahuan yang luar biasa yang bisa dikatakan kemajuannya tidak
pernah ada yang menandingi oleh kerajaan manapun didunia ini. Jadi bisa
dikatakan kondisi perekonomian pada masa Imam al-ghazali sangat baik
dan seimbang.4
Menurut para ulama’ karya-karya al-ghazali mencapai 200 buah.
Pada akhir hidupnya di Teheran pada 505 H/1111 M, seperti biasanya ia
bangun pagi tepatnya hari senin, bersembahyang kemudian meminta
dibawakan peti mati, ia seolah-olah mengusap peti itu dan berkata
“apapun perintah Tuhan aku telah siap melaksanakannya”. Sambil
mengucap kata-kata itu ia meluruskan kakinya dan ketika orang melihat
wajahnya, imam besar itu telah tiada.

3 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisika, Yogyakarta, 2002, hlm 138


4 Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm 157

7
2. Pemikiran Al-ghazali Tentang Ekonomi
Al-ghazali dikenal memiliki pemikiran yang luas dalam berbagai
bidang. Bahasanya tentang ekonomi dapat ditemukan dalam karya
momentumnya yaitu ihya ulum al Din disamping dalam ushul fiqih, al
Mustafa Mizan al amal   dan al Tibar al masbuk fi nasihat al
muluk. Bahasan ekonomi al-ghazali antara lain meliputi : uang,
perdagangan, pembagian tenaga kerja, perilaku konsumsi dan organisasi
masyarakat dalam perekonomian.
Dalam ihya ulum al Din  al-ghazali telah mendiskusikan tentang
kerugian system barter dan pentingnya uang sebagai alat tukar (means of
exchange). Ia mengibaratkan uang sebagai cermin. Uang dapat saja tidak
terbuat dari emas atau perak, misalnya uang kertas tetapi pemerintah
wajib menyatakan sebagai alat pembayaran yang resmi.
Al-ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang
dilarang atau diperbolehkan dalam pandangan islam. Riba merupakan
praktek penyalahgunaan fungsi uang, sebagaimana juga penimbunan
barang-barang pokok untuk kepentingan-kepentingan individual. Ia juga
menganggap bahwa korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat
menyebabkan penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus
memberantasnya.
Salah satunya adalah pandangan Abu Hamid al-ghazali (1058-
1111) mungkin cukup mengejutkan jika dia menyajikan penjabaran yang
rinci akan peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang
harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Maklum,
ia dikenal sebagai ahli tasawuf. Bagi al-ghazali pasar merupakan bagian
dari keteraturan alami. Secara rinci, dari juga menerangkan bagaimana
evolusi terciptanya pasar al-ghazali menyatakan :
Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia,
sebaliknya pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian
tidak ada. Namun secara alami, mereka akan saling memenuhi kebutuhan
masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makan,
tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut atau sebaliknya.

8
Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula
orang akan terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat
disatu pihak dan tempat penyimpanan hasil sesuai dengan kebutuhan
masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani, tukang kayu dan
pande besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga terdorong
pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang
melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang
relative murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang
kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku
untuk setiap jenis barang.
Imam Ghazali juga secara eksplisit menjelaskan perdagangan
regional. Kata Ghazali :
“Selanjutnya praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan
negara. Orang-orang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk
mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya ke tempat lain.
Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota di mana
tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada giliran
menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang
regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan.
Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan
mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain juga.5
Ghazali menyuguhkan pembahasan terperinci tentang peranan dan
signifikansi aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan sukarela serta
proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan
penawaran untuk menentukan harga dan laba. Selain itu al-ghazali juga
berpendapat bahwa “mutualisme” dalam pertukaran ekonomi, yang
mengharuskan spesialisasi pembagian kerja menurut daerah dan sumber
daya.
Al-ghazali juga mengemukakan pemikiran mengenai interaksi
permintaan dan penawaran. Ia mengatakan, harga yang timbul dari
interaksi permintaan dan penawaran adalah al-tsaman al-adil (harga yang

5 Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm 157

9
adil) ataiequilibrium price. Selain itu, al-ghazali juga mengemukakan
mengenai etika pasar. Ia melarang keras aktivitas penimbunan dan iklan
palsu. Dan dalam pemikiran mengenai aktivitas produksi, al-ghazali
membagi aktivitas produksi ke dalam tiga bagian, yaitu :
a. Industri dasar, yaitu industri yang menjaga kelangsungan hidup
manusia. Kelompok ini terdiri dari empat jenis aktivitas, yaitu
agrikultur, tekstil, konstruksi, dan aktivitas negara.
b. Aktivitas penyokong, yaitu aktivitas yang bersifat tambahan bagi
industri dasar, seperti industri baja dan eksplorasi.
c. Aktivitas komplementer, yaitu yang berkaitan dengan industri besar
seperti penggilingan dan pembakaran produk-produk agrikultur,
Al-ghazali juga memperkenalkan teori permintaan dan penawaran,
jika petani tidak mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harga
yang lebih murah, dan harga dapat diturunkan dengan menambah jumlah
barang di pasar. Ghazali juga memperkenalkan elastisitas permintaan, ia
mengidentifikasi permintaan produk makanan adalah inelastis, karena
makanan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena dalam perdagangan
makanan motif mencari keuntungan yang tinggi harus diminimalisir, jika
ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari perdagangan, selayaknya dicari
barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

C. Ibnu Taimiyah
1. Biografi Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari
Harran, Turki yang sangat dalam keilmuannya sehingga karya-karyanya
terkenal ke penjuru dunia. Beliau adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid
dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun
jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah dan penghidup
sunah Rasulullah SAW. Ia mempunyai nama lengkap Abul Abbas
Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al
Harrani. Ibnu Taimiyah lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah

10
Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada
hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H.
Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam,
yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi’in
yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi’ut
tabi’in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi’in, adalah
contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.
Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin
Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin
Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah
seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan
penghafal Al Qur’an (hafidz). Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika
Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa
Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu
Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara
Mongol atas Irak.

2. Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Taimiyah


a. Mekanisme Pasar
Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah pertemuan antara
permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ini, pasar bersifat
interaktif, bukan fisik. Adapun mekanisme pasar adalah proser
penentuan tingkat harga berdasarkan kekuatan permintaan dan
penawaran. Pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran
(supply) dinamakanequilibrium price (harga seimbang).6
Ibnu Taimiyah juga memiliki pandangan tentang pasar bebas,
dimana suatu harga dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan
permintaan. Ia mengatakan: “naik turunnya harga tak selalu berkait
dengan penguasaan (zulm) yang dilakukan oleh seseorang. Sesekali
alasannya adalah karena adanya kekurangan dalam produksi atau
penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jadi, jika

6 Umarudin, M, Ibnu Taimiyah: Pemikiran dan Pembaharuan dalam Buku Mihrajan Ibnu
Taimiyah, hlm. 725-726., lihat juga dalam, Nur Chamid, Op.cit.,hlm. 233

11
kebutuhan terhadap jumlah barang meningkat, sementara kemampuan
menyediakannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Disisi
lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaan
menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti
diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan
sebab yang tidak melibatkan ketidak adilan. Atau sesekali bisa juga
disebabkan oleh ketidak adilan. Maha besar Allah, yang menciptakan
kemauan pada hati manusia”.7

b. Mekanisme Harga
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya tarik
menarik antara konsumen dan produsen baik dari
pasar output (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi). Adapun
harga diartikan sebagai sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar
suatu unit benda tertentu.8
Ada dua tema yang sering kali ditemukan dalam pembahasan Ibnu
Taimiyah tentang masalah harga, yakni kompensasi yang setara/adil
(‘iwad al-mitsl) dan harga yang setara/adil (tsaman al-mitsl). Menurut
Ibnu Taimuyah“Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir
oleh hal-hal yang setara, dan itulah esensi dari keadilan (nafs
al-‘adl)”.9
1) ‘Iwad al-mitsl adalah penggantian sepadan yang merupakan nilai
harga yang setara dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.
Kompensasi yang setara tanpa ada tambahan dan pengurangan,
disinilah esensi dari keadilan.
2) Tsaman al-mitsl adalah nilai harga dimana orang-orang menjual
barangnya dapat diterima secara umum sebagai hal yang sepadan
dengan barang yang dijual itu ataupun barang-barang yang sejenis
lainnya di tempat dan waktu tertentu.

7 Adiwarman Azwar Karim, Op.cit., hlm. 356


8 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Pustaka Asatruss, 2005), Cet.1, hlm
167.
9 Ibid., hlm. 169

12
3) Keadilan yang dikehendaki oleh Ibnu Taimiyah berhubungan
dengan prinsip la dharar yakni tidak melukai dan tidak merugikan
orang lain. Maka dengan berbuat adil akan mencegah terjadinya
kezaliman.

c. Regulasi Harga
Regulasi harga adalah pengaturan terhadap harga barang-barang
yang dilakukan oleh pemerintah. Regulasi ini bertujuan untuk
memelihara kejujuran dan kemungkinan penduduk biasa memenuhi
kebutuhan pokoknya.10
Ibnu taimiyah membedakan dua jenis penetapan harga, yakni
penetapan harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan
harga yang adil dan sah menurut hukum. Penetapan harga yang tidak
adil dan cacat hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada
saat kenaikan harga-harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni
kelangkaansupply atau kenaikan demand.11
Pada kondisi terjadinya ketidak sempurnaan pasar, Ibnu Taimiyah
merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah. Misalnya dalam
kasus dimana komoditas kebutuhan pokok yang harganya naik akibat
adanya manipulasiatau perubahan harga yang disebabkan oleh
dorongan-dorongan monopoli. Maka dalam keadaan seperti inilah,
pemerintah harus menetapkan harga yang adil bagi penjual dan
pembeli.12

d. Hak Kekayaan
Hak kekayaan sama halnya dengan hak milik. Sebagaimana dari
literatur yang penulis lihat dalam bukunya Euis Amalia, beliau
membahasakannya dengan hak milik. Namun dalam literatur lain
penulis temukan konsep kepemilikan juga disebut dengan kekayaan.

10Adiwarman Azwar karim, sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : PT. RajaGrafindo


Persada, 2006), Ed. 3., hlm. 172.
11 Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2010), Cet. 1., hlm, 116.
12 Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,.. hlm. 236  

13
Seperti yang dijelaskan oleh Abdul Azim Islahi dalam
bukunya Economic Concepts of Ibn Taimiyah. Beliau menyatakan
Ibnu Taimyah membagi hak kekayaan pada tiga bagian, yaitu
kekayaan individu, kekayaan kolektif dan kekayaan negara.
1) Kekayaan Individu
Penggunaan kekayaan individu disesuaikan dengan apa
yang ditetapkan oleh syari’ah. Setiap individu dapat menggunakan
kekayaan yang dimilikinya secara produktif, memindahkannya,
dan menjaganya. Penggunaan kekayaan individu ini tetap pada
batas-batas yang wajar, tidak boros, atau membelanjakannya di
jalan yang dilarang oleh syari’at.13

2) Kekayaan Kolektif
Kekayaan kolektif yang disebutkan oleh hadis adalah air,
rumput, dan api. Jika kekayaan ini dikuasai oleh individu, maka
akan mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat. Air, rumput, dan
api hanya sebagai contoh saja, hal-hal lain yang serupa dengan itu
dapat dimasukkan sebagai kategori. Semua bahan mineral yang
berasal dari tanah bebas seperti nafta, emas, garam, minyak dan
lain-lain juga termasuk kekayaan kolektif. 14

3) Kekayaan Negara
Negara berhak untuk mendapatkan sumber-sumber
penghasilan dan kekuatan yang diperlukan untuk melaksanakan
kewajibannya. Sumber utama dari kekayaan Negara adalah zakat,
ghanimah, dan fa’i. Selain dari sumber ini, negara juga bisa
menambah pemasukannya dengan menerapkan pajak-pajak lain
ketika kebutuhan mendesak muncul. Kekayaan negara secara
aktual merupakan kekayaan umum (publik), kepala negara hanya

13 Abdul Azim Islahi, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, (London: Islamic Foundation, 1988),


hlm. 116
14 Ibid hlm. 117

14
bertindak sebagai pemegang amanah. Merupakan kewajiban
negara untuk mengeluarkannya guna kepentingan publik.15

e. Peranan Pemerintah Dalam Kebijakan Ekonomi


Ibnu Taimiyah, seperti halnya para pemikir Islam lainnya
menyatakan bahwa pemerintah merupakan institusi yang sangat
dibutuhkan. Ia memberikan dua alasan dalam menetapkan negara dan
kepemimpinan negara seperti apa adanya. Penekanan dari
pembahasannya lebih pada karakter religius dan tujuan dari sebuah
pemerintahan; “Tujuan terbesar dari negara adalah mengajak
penduduknya melaksanakan kebaikan dan mencegah mereka berbuat
munkar”.16
Fungsi ekonomi dari negara dan berbagai kasus dimana negara
berhak melakukan intervensi terhadap hak individual untuk
mendapatkan manfaat yang lebih besar. Bahwa kebijakan pemerintah
dalam regulasi harga dilakukan dalam rangka mensejahterakan
masyarakat. Pemerintah berhak menetapkan harga demi
keseimbangan harga pasar. Tujuan yang lebih jelas sebagaimana
dikatakan Ibnu Taimiyah agar tidak terjadinya monopoli dari pihak
tertentu dalam penetapan harga, sehingga masyarakat kecil dapat
melakukan kegiatan mikro ekonominya dengan lancar.

15 Euis Amalia, Op.cit., hlm. 179


16 Abdul Azim Islahi, Economic Concepts of Ibn Taimiyah, (London: Islamic Foundation, 1988),
hlm. 117

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bila dilihat dari biografi hidupnya. Al-mawardi adalah seorang ilmuwan
legendatis pada abad ke-10 M yang diakui dunia sebagai peletak dasar politik
islam, dan ekonomi islam terutama dalam bukunya yang berjudul al-ahkam
al-authonoiyyah dan at-adab ad-dunya wa ad-din. Buku yang pertama
banyak membahas tentang pemerintah dan administrasi, berisi tentang
kewajiban pemerintah, penerimaan, dan pengeluaran negara, tanah (negara
dan masyarakat), hak prerogratif negara untuk menghibahkan tanah,
kewajiban negara untuk mengawasi pasar, dan lain-lain.
Ghazali hidup pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah, persisnya pada
masa dinasti saljuk yaitu (450-505/1058-1111 M), yang mana pada masa
pemerintahan daulah Abbasiyah islam telah mencapai masa puncak
keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi, dan pengetahuan
yang luar biasa.
Al-ghazali juga banyak menyoroti kegiatan-kegiatan bisnis yang dilarang
atau diperbolehkan dalam pandangan islam. Riba merupakan praktek
penyalahgunaan fungsi uang, sebagaimana juga penimbunan barang-barang
pokok untuk kepentingan-kepentingan individual. Ia juga menganggap bahwa
korupsi dan penindasan merupakan faktor yang dapat menyebabkan
penurunan ekonomi, karenanya pemerintah harus memberantasnya.
Ibnu Taimiyah membahas masalah perekonomian ditinjau dari segi sosial
maupum hukum fiqh. Beliau telah membahas pentingnya persaingan dalam
pasar bebas, peranan market supervisor  dan lingkup dari negara. Dalam
transaksi ia juga mensayaratkan kesepakatan antara semua
pihak,kesepakatann ini harus berdasarkan informasai yang akurat dan
memadai. Hal ini ditujukan agar transaksi menjadi lebih bermakna. Moralitas
yang diperintahkan agama diharuskan tanpa adanya paksaan
sedikitpun. Sehingga dengan demikian syari’at bisa berjalan sesuai dengan

16
maksud dan tujuannya. Negara harus mempraktekkan aturan perekonomian
yang Islami hingga para pelaku ekonomi melakukan transaksi-transaksi
mereka dengan jujur dan ridho satu sama lain. Negara juga harus mengawasi
pasar dari tindakan-tindakan merugikan yang memanfaatkan kelemahan
pasar.

B. Saran
Pada penyusunan makalah ini kamin sangat menyadari masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya baik berupa
bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azim Islahi, Abdul Azim, 1988. Economic Concepts of Ibn


Taimiyah, London: Islamic Foundation.
Al- Ghazali, Abu Hamid. tt. Ihya ‘Ulum al-Din. Beirut: Dar al- Nadwah. Juz 2.
Al-Ghazali, 1964. Book of Counsel for king (Nasihat al- Mulk), New York and
London: Oxford University Press..
Amalia, Euis. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Pustaka Asatruss.
Ar. 2010. Diperlukan intervensi pemerintah untuk atasi tingginya gejolak
harga, http://bataviase.co.id/node, diakses tgl 1 Juni 2014.
Azra, Azyumardi. 2002 Historiografi Islam Kontemporer. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Azwar, Karim Adirawan. 2010. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:  Raja
Grafindo.
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hoetoro, Arif. 2007. Missin link dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi. Unibraw:
BPFE.
Islahi, Abdul Azim. 1988. Economic Concepts of Ibn Taimiyah, London: Islamic
Foundation.
Misanan, Munrokhim, dkk., Text Book Ekonomi Islam, Yogyakarta: Direktorat
Perbankan Syariah Bank Indonesia DPbS BI & Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam Universitas Islam Indonesia (P3EI UII).
P3EI dan Bank Indonesia, 2008. Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Raja grafindo
Persada.
S.ToddLowry, 1987. The Archeology of Economic Ideas: The Classied
Greek Tradition. Durham: Duke University Press.
Sudarsono, Heri. 2002. Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta: Ekonisia
Umarudin, M, tt. Ibnu Taimiyah: Pemikiran dan Pembaharuan dalam Buku
Mihrajan Ibnu Taimiyah.

18

Anda mungkin juga menyukai