Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Perkembangan ekonomi Islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pemikiran muslim tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila
pemikir muslim berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di
masanya dalam perspektif yang dimiliki. Sejalan dengan ajaran Islam tentang
perberdayaan akal pikiran dengan tetap berpegang teguh pada Al-Quran dan hadis
nabi, konsep dan teori ekonomi dalam Islam pada hakikatnya merupakan respon
pada cendikiawan muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada waktu
tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran ekonomi Islam sesuai islam itu sendiri.
Banyak ekonom muslim lahir di masa Dinasti Abbasiyah, dibanding di
masa sebelumnya khulafa’ al-rashidin ataupun masa dinasti Umayyah. Hal ini bisa
dijadikan alasan bahwa tumbuhnya pemikir muslim tentang ekonomi tidak bebas
dari kenyataan-kenyataan yang tumbuh di zaman yang melahirkan menjadi pemikir
yang ahli dibidang-bidang tertentu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah pemikiran ekonomi Islam pada masa Bani Dinasti
Abbasiyah?
2. Apa saja faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui sejarah pemikiran ekonomi Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah.
2. Mengetahui faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pada Masa Bani Abbasiyah (750-847
M 132-232 H)
Daulah Abbasiyah adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan Bani
Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiyah karena pada pendiri dan pengguna dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini
adalah Abdullah Al-Safah Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas. Dia
dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi khalifah pada
tanggal 3 Rabiul Awal 132 H. Sejarah peralihan kekuasaan dari daulah Ummayah
kepada daulat Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan
Islam berada di tangan mereka.1
Karena, mereka adalah keluarga nabi yang terdekat. Tuntutan itu
sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rasulullah. Tetapi, tuntutan itu baru
mengeras ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mengalahkan Ali bin Abi Thalib.
Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar. Pertama, golongan ‘Alawi
keturunan Ali bin Abi Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu:
pertama keturunan dari Fatimah dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin Al-
Hanafiyah. Dan yang kedua adalah golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah),
keturunan Al-Abbas paman nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut
yaitu golongan Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih
besar daripada golongan ‘Alawi. Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan
diseluruh negeri, pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari
segala pemberontakan yakni perang antara pasukan pasukan Abdul Abbas melawan
pasukan Marwan ibn Muhammad (dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abdul Abbas. Dengan jatuhnya Syiria, berakhirlah
riwayat dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan
Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya daulah Abbasiyah bukan
penggantian dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan

1
Muhammad Hadi Trisno, 2015, Sejarah Ekonomi Bani Abbasiyah,
https://hadyliteon.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses tanggal 10 Maret 2019
pukul 01 : 00.

2
3

ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan daulah Bani Abbasiah merupakan


suatu evolusi. Menurut Crane Brinton, ada 4 ciri yang menjadi identitas revolusi
yaitu:
1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik
keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang
disebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa.
2) Mekanisme pemerintahannya tidak efisien karena kelalaiannya menyesuaikan
lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan keadaan dan tuntutan
zaman.
3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang
berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa, oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem
yang ada.2
Kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyar pada masa ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1) Relatif stabilnya kondisi politik sehingga mendorong iklim yang kondusif bagi
aktivitas perekonomian.
2) Tidak adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini
dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan mereka.
3) Besarnya arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik
yang bersifat primer, sekunder, dan tersier, telah mendorong para pelaku
ekonomi untuk memperbanyak kuantitas persediaan (supply) barang-barang
dan jasa.
4) Besarnya arus permintaan (demand) akan barang tersebut disebabkan
meningkatkan jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan yang menjadi
basis pertukaran aneka macam komoditas komersial.

2
Ahmad Zaki Mubarak, 2012, Kemajuan Ekonomi Daulah Bani Abbasiyah,
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/04/kemajuan-ekonomi-daulah-bani-abbasiyah.html, diakses
tanggal 10 Maret 2019 pukul 01 : 05.
4

5) Luasnnya wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran konoditas


menjadi ramai. Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium
yang menyimpan potensi ekonomi yang besar.
6) Jalur traansfortasi laut secara kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu
kelautan atau navigasi.
7) Etos kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekonomi dari golongan Arab
memang sudah terbukti dalam sejarah sebgai ekonom yang tangguh. Hal ini
didorong oleh kenyataan bahwa perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang
Arab, apalagi kenyataan juga mengatakan bahwa nabi sendiri juga adalah
pedagang.

Beberapa khalifah yang pernah memimpin pemerintahan saat dinasti Abbasiyah:


a. Abu Ja’far Al-Manshur
Pada awal pemerintahan beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan
tidak ada karena khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan dana
Baitul Mal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Karena hal tersebut
khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan
keuangan negara, di samping itu juga penumpasan musuh-musuh khalifah,
sehingga pada zaman itu dikenal sebagai masa yang penih dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah al-manshur memerintahkan
bawahannya untuk melaporkan harga, jika terjadi kenaikan harga maka khalifah
al-Manshur akan memerintahkan wakilnya agar menurunkan harga ke harga
semula. Di samping itu beliau juga sangat menghemat dana Baitul Mal sehingga
saat beliau wafat kekayaan kas negara sampai 810 juta dirham karena khalifah
al-Manshur betul-betul meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan
negara, sehingga dengan demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi
dia pandang soal yang paling penting. 3
b. Harun al-Rasyid
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada khalifah
Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial,

3
Muhammad Hadi Trisno, 2015, Sejarah Ekonomi Bani Abbasiyah,
https://hadyliteon.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses tanggal 10 Maret 2019
pukul 01 : 00.
5

kesehatan, pendidikan, ilimu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan


berada dalam zaman keemasan. Penerjemahan buku-buku Yunani ke bahasa
Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke kearajaan Romawi, Eropa untuk
membeli “manuscript”. Pada awalnya buku-buku mengenai kedokteranm
kemudian meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsafat. Ia juga
banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya nya yang paling besar yaitu
mendirikan Baitul Hikmah, yaitu pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Pada masa pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan
kemakmuran daulah Abbasiyahmencapai puncaknya. Ia membangun baituk Mal
untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yang
mengepalai beberapa dirwan pendapatan Baitul Mal dialokasikan untuk reset ilmiah
dan penterjemah buku-buku Yunani, disamping itu untuk biaya pertahanan dan
anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan untuk membiayai
para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan pakaian musin panas dan
dingin.
Selain itu, Harun juga sangat memperhatikan masalah perpajakan. Sehingga
beliau menunjukkan Abu Yusuf menyusun sebuah kitab pedoman mengenai
perekonomian syari’ah yang kitabnya berjudul al-Kharaj.
Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa lau diperoleh dari sektor-
sektor yang beragam :
a. Pedagangan dan industri 4
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara
memudahkan jalan-jalannya, umpamanya :
1. Dibangun sumur dan tempat-tempat istirahat dijalan-jalan yang dilewati
kafilah berjalan.
2. Dibangun armada-armada dagang.
3. Dibangunkan armada-arma untuk melindungi pantai-pantai negara dari
serangan bajak laut.

4
Al-Husaini M. Daud, “Sejarah Sosial Arab-Islam abad XII dan IX M (studi tentang pranata sosial era
Abbasiah)”, jurnal Analisis, 11 : 2, (Lampung, 14 Februari 2014), 351-352
6

Untuk tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam bidang


perdagangan, maka khalifah al-Rasyid membuktikan satu badan khusus yang
bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan, menentukan
harga pasar, atau dengan kata lain mengatur politik. Komoditas lain yang
berorientasi komersil selain barang-barang logam seperti mas dan perak, bahan
pakaian, hasil laut, kertas, dan obat-obatan adalah budak-budak. Pada saat itu
budak merupakan komuditas yang dihasilkan untuk diperjual belikan.
Daerah pemasok utama budak yaitu Farghana dan Asia Tengah, serta
Afrika dan Turki. Budak ini apabila sudah dibeli oleh tuannya digunakan untuk
tenaga kerja ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namun bagi pemerintah,
budak-budak ini direktur sebagai anggota militer demi mempertahankan
negara. Orang-orang Arab yang lebih suka berdagang daripada bertani. Harus
diakui, kekuasaan kerajaan yang sangat luas dan tingkat peradaban yang tinggi
itu dicapai dengan melibatkan jaringan perdagangan internasional yang luas.
Pelabuhan-pelabuhan seperti Baghdad, Barsah Sairaf, Kairo, dan Iskandariyah
segera berkembang menjadi pusat-pusat perdaganagn darat dan laut yang aktif.
Para pedagang muslim telah mampu merambah sampai ke belahan
dunia Timur, yakni Cina yang dilakukan sejak masa Khalifah kedua Abbasiah,
al-Mansur, sedangkan di sebelah barat pedagang muslim telah mencapai negeri
Maroko dan Spanyol. Semua capaian tersebut karena didukung oleh
pengembangan industri rumah tangga dan pertanian yang maju. Industri
kerajinan tangan menjamur di berbagai pelosok kerajaan. Daerah Asia Barat
menjadi pusat industri karpet, sutra, kapas dan kain wol, satin, dan brokat, sofa
dan sarung bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga lainnya.
Namun, pengaruh dari pertumbuhan perdagangan yang pesat
menyebabkan para pedagang mendapat banyak keuntungan dan mulai
menguasai tanah yang luas serta menjadikannya sebagai lahan investasi. Hal ini
menyebabkan munculnya kepemilikan pertanian yang besar. Sebaliknya, para
petani kecil terhimpit beban pajak yang sedemikian rupa sehingga hal ini
mendorong mereka mencari sarana guna menghindarkan diri, yaitu sarana yang
disebut dengan ilja’, yakni seorang petani mencatatkan tanahnya di Departemen
Perpajakan atas nama figur yang berpengaruh, dan menyerahkan sebagian
7

penghasilannya sebagai imbalan atas perlindungannya. Modus ini terus


berlanjut hingga akhirnya para petani ini merugi dan sebagian tanah mereka
disita oleh pihak yang menjadi tempat perlindungannya dan mereka berubah
menjadi petani penggarap saja.

b. Pertanian dan perkebunan


Terbentuknya kekhalifahan yang stabil, juga mempengaruhi
perkembangan-perkembangan di dalam sektor ekonomi khususnya di sektor
pertanian. Sebagai contoh Irak, sebelum di kuasai kaum muslim keadaan dari
produksi pertanian sangat merosot, di mana banjir melanda di beberapa kanal
dan bendungan Tigris, kemudian bencana ini di perbaiki oleh kaum Muslimin
setelah Irak di kuasai oelh kaum muslimin. Kota administratif dan tentara
muslim seperti Busrah, Kufah, Masul dan al-Wasid menjadi pusat usaha
pengembangan pertanian. Untuk menggarap daerah ini, di datangkan buruh tani
dari kawasan Afrika Timur, sehingga pertumbuhan desa-desa kecil, karena
majunya usaha tani dan perkebunan. 5
c. Perkembangan ilmu pertanian
Berbeda dengan khalifah dari daulah Umayyah yng bersikap
menindas para petani dengan pajak yang sangat amatlah tinggi, masa
pemerintahan khalifah daulah Abasiyah justru sebaliknya, mereka membela dan
menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada pula
yang dihapus sama sekali. Disamping itu di lakukan banyak kebijakan untuk
kaum tani, diantaranya:
1) Memperlakukan ahli zimah dan mawaly dengan perlakukan adil dan
menjamin hak miliknya.
2) Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku keras
terhadap para petani.
3) Memperluas daerah di berbagai wilayah negara.
4) Membangun dan menyempurnakan perhubungan ke daerah pertanian, baik
udara atau air.

5
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet, ke-2 (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2009) hal 168
8

5) Membangun dan memperbaiki kanal dan bendungan, agar tidak ada wilayah
yang kesulitan dalam hal irigasi.
Pertanian maju pesat pada awal pemerintahan dinasti Abbasiah karena
pusat pemerintahannya berada di daerah yang sangat subur, ditepian sungai
yang dikenal dengan nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama
pemasukan negara dan pengolahan tanah hampir sepenuhnya dikerjakan oleh
penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan pada masa rezim baru.
Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan desa-desa yang hancur di berbagai
wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun secara perlahan-lahan. Mereka
membangun saluran irigasi baru sehingga membentuk “jaringan yang
sempurna”. Tanaman asal Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas,
dan rami. Daerah yang yang sangat subur berada di bantaran tepian sungai ke
selatan, Sawad yang menumbuhkan berbagai jenis buah dan sayuran yang
tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan
beragam bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur.
Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan
perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum-
kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi
tujuh lautan.
d. Pendapatan negara
Selain dari sektor perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber
pendapatan negara juga berasal dari pajak. Pendapatan dari jizyah juga
merupakan masukan bagi negara jizyah adalah pajak kepala yang dipungt dari
penduduk non Muslim lepada pemerintahan Islam sebagai wujud loyalitas
mereka kepada pemerintah dan konsekuensi dari perlindungan yang diberikan
pemerintah Islam untuk mereka. Sumber pendapatan lain adalah zakat, ‘asyur
al-tijarah, dan kharaj. Pada masa Harun al-Rasyid terdapat klasifikasi
pembayaran jizyah. Mereka yang kaya dikenakan jizyah sebesar 48 dirham,
golongan ekonomi menengah 24 dirham, sedangkan dibawah itu hanya 12
dirham.
9

e. Sistem moneter
Sebagai alat tukar, para pelaku ekonomi menggunakan mata uang
dinar dan dirham. Mata uang dinar emas digunakan oleh para pedagang, di
wilayah kekuasaan setelah Barat, meniru orang-orang Bizantium. Sedangkan
mata uang dirham perak digunakan oleh para pedagang di wilayah Timur,
meniru kekaisaran Sassaniah. Penggunaan dua mata uang ini menurut
Azumardi Azra, memiliki dua konsekuesi. Pertama, mata uang dinar harus
diperkenalkan di wilayah-wilayah yang mengenal mata uang dirham, kedua
dengan mengeluarkan emas ini mengurangi penyimpanan emas batangan atau
perhiasan. Mata uang emas maupun perak tidak bisa menempuh perjalanan
jauh, karena dengan resiko yang sangat besar. Karena itu pada pedagang dan
orang-orang yang mengadakan perjalanan jauh memerlukan sistem cek. Bisa di
pastikan sistem cek yang diperkenalkan oleh sistem perbankan modern, berasal
di bahasa Arab shakk.
Dan terjadinya kegiatan peningkatan ekonomi, maka berlangsunglah
sirkulasi kekayaan dan surplus ekonomi di dalam wilayah kekuasaan Islam.
dalam masa-masa ini orang-orang yang semula miskin, tetapi memiliki etos
kerja dan ekonomi yang tinggi, sangat mungkin melakukan mobilitas sosial
melalui usaha-usaha ekonomi.di dalam situasi dimana kekayaan beredar dengan
bebas dan lancar. Maka bakat, kemauan dan kerja keras lebih menjanjikan untuk
mencapai mobilitas sosial dari keturunan. Mobilitas yang cepat khususnya di
masa dinasti Abbasiyah semakin mungkun sehubungan dengan penekanan
ajaran Islam tentang derajat persamaan muslim.6
Peninggalan-peninggalan yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani
Abbasiyah adalah:
1. Istana Qarruzzabad di Baghdad
2. Istana di kota Samarra
3. Bangunan-bangunan sekolah
4. Kuttab
5. Masjid

6
Yani Lindi, 2016, Perekonomian pada masa daulah Abbasiyah,
http://yanilindi1.blogspot.co.id/2016/04/perekonomian-pada-masa-daulah-abbasiyah.html, diakses tanggal
10 Maret 2019 pukul 01 : 10
10

6. Majilis Muhadharah
7. Darul Hikmah
8. Masjid Raya Kordova (786)
9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al-Cazar, dan lain-lain

2.2. Faktor Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Segala sesuatu di dunia ini berjalan menurut hukum sebab akibat, apa
yang terjadi pastilah ada sebabnya. Dinasti Abbasiyah yang begitu maju dan besar
akhirnya mengalami kemunduran yang drastis. Namun, kemunduran Abbasiyah
tidak terjadi begitu saja, melainkan ada faktor penyebab kemundurannya. Faktor
tersebut terdiri dari faktor intern dan ekstern.
a. Faktor intern
Faktor dari dalam penyebab mundurnya dinasti Abbasiyah adalah :
1) Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang diraih
dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa
untuk hidup serba mewah, bahkan cenderung mencolok.Perkembangan
peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang diraih Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk
hidup serba mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cendrung
ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondusi ini berpeluang kepada
tentara profesional asal Turki mengambil alih kendali pemerintahan.
2) Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiah
Perebutan kekuasaan keluarga Bani Abbasiyah dimulai sejak masa Al-
Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masuknya unsur Turki dan
Persia. Setelah Al-Mutawakkil wafat, pergantian khalifah terjadi secara
tidak wajar.
3) Konflik keagamaan
Sejak terjadinya konflik antara Muawiyah dan khalifah Ali yang berakhir
dengan lahirnya tiga kelompok umat, yaitu : pengikut Muawiyah, Syi’ah,
11

dan Khawarij. Ketiga kelompok tersebut senantiasa berebut pengaruh. Yang


paling berpengaruh pada masa kekhalifahan Muawiyah maupun Abbasiyah
adalah kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah. Walapun pada masa-masa
tertentu adalah kelompok tersebut saling mendukung. Misalnya pada masa
pemerintahan Buwaihi, antara kelompok yang tak pernah ada satu
kesepakatan.

b. Faktor ekstern
Faktor dari luar penyebab mundurnya dinasti Abbasiyah adalah :
1) Banyak pemberontakan
Banyaknya daerah yang dikuasai oleh khalifah, akibat kebijakan yang lebih
menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan islam, secara real,
daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan gubernur-gubernur yang
bersangkutan. Akibatnya, provinsi-provinsi tersebut banyak yang
melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas.
2) Dominasi bangsa Turki
Sejak abad ke-9, kekuatan militer Abbasiyah mulai mengalami
kemunduran. Sebagai gantinya, para penguasa Abasiyah memperkerjakan
orang-orang profesional di bidang kemiliteran, khusunya tentara Turki.
Kemudian mengangkatnya menjadi panglima. Pengangkatan anggota
militer inilah dalam perkembangan selanjutnya merebut kekuasaan tersebut.
Walaupun khalifah dipegang oleh Bani Abbas, di tengah mereka khalifah
bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, merekalah yang
memilih dan menjatuhkan khalifah yang sesuai dengan politik mereka.
3) Dominasi bangsa Persia
Masa kekuasaan bangsa Parsi (Banu Buyah) berjalan lebih dari 150 tahun.
Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad dilucuti dan di barbagai daerah
muncul negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemajuan dan
perkembangan baru. Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, keturunan
Parsi bekerja sama dalam mengelola pemerintahan dan dinasti Abbasiyah
mengalami kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada
periode kedua, saat kekhalifahan Bani Abbasiya sendang mengadakan
12

pergantian khalifah, yaitu khalifah Muttaqi (khalifah ke22) kepaa khalifah


Muthir (khalifah ke-23) tahun 334 H. Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut
kekuasaan. Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar
dari para khalifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglim
tentara, di antaranya menjadi panglima besar. Namun, setelah mereka
memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah Abbasiyah berada di bawah
telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan mereka.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan Daulah Abbasiyah adalah
sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan daulah
Abbasiah karena pada pendiri dan pengguna dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas
paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini adalah Abdullah Al-Safah
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada
tahun 104 H. Adapun emajuan ekonomi dan kemakmuran rakyar pada masa ini
disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya relatif stabilnya kondisi politik
sehingga mendorong iklim yang kondusif baagi aktivitas perekonomian. Beberapa
khalifah yang pernah memimpin pemerintahan saat dinasti Abbasiyah adalah Abu
Ja’far Al-Manshur. Pada awal pemerintahan beliau, perbendaharaan negara dapat
dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan
dana Baitul Mal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Kemudian, Harun
al-Rasyid. Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada khalifah Harun
al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial, kesehatan,
pendidikan, ilimu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan berada dalam
zaman keemasan. Segala sesuatu di dunia ini berjalan menurut hukum sebab akibat,
apa yang terjadi pastilah ada sebabnya. Dinasti Abbasiyah yang begitu maju dan
besar akhirnya mengalami kemunduran yang drastis. Namun, kemunduran
Abbasiyah tidak terjadi begitu saja, melainkan ada faktor penyebab
kemundurannya.

3.2. Saran
Dalam memahami makalah yang sangat jauh kesempurnaan ini yang
Alhamdulillah telah selesai kami susun, mudah-mudahan bisa memberikan sedikit
pengetahuan tentang ekonomi pada masa Abbasiyah . Untuk perbaikan makalah ini,
kami berharap agar kiranya para pembacanya bisa memberikan koreksi terhadap
makalah yang sangat sederhana ini.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Hadi Trisno, 2015, Sejarah Ekonomi Bani Abbasiyah,


https://hadyliteon.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html diakses
tanggal 10 Maret 2019 pukul 01 : 00.
Ahmad Zaki Mubarak, 2012, Kemajuan Ekonomi Daulah Bani Abbasiyah,
http://majelispenulis.blogspot.co.id/2012/04/kemajuan-ekonomi-daulah-bani-
abbasiyah.html, diakses tanggal 10 Maret 2019 pukul 01 : 05.
Al-Husaini M. Daud, “Sejarah Sosial Arab-Islam abad XII dan IX M (studi tentang
pranata sosial era
Abbasiah)”, Jurnal Analisis, 11 : 2, (Lampung, 14 Februari 2014), 351-352
Yani Lindi, 2016, Perekonomian pada masa daulah Abbasiyah,
http://yanilindi1.blogspot.co.id/2016/04/perekonomian-pada-masa-daulah-
abbasiyah.html, diakses tanggal 10 Maret 2019 pukul 01 : 10
Adonis, arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam.jilid 2, terj. Khairon
Nahdhiyin(Yogyakarta: Lkis, 2007).
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet, ke-2 (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2009).

Anda mungkin juga menyukai