Anda di halaman 1dari 32

Dinasti Abbasiyah

Sejarah Peradaban Islam: Dinasti Abbasiyah

Pendahuluan
Peradaban1 dalam Islam, dapat ditelusuri dari sejarah kehidupan
Rasulullah, para sahabat (Khulafaur Rasyidin), dan sejarah kekhalifahan Islam
hingga kehidupan umat Islam dewasa ini. Islam yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, dan
diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Bahkan, kemajuan
Barat pada mulanya bersumber pada peradaban Islam yang masuk ke Eropa
melalui Spanyol.
Islam memang berbeda dari agama-agama lain, sebagaimana pernah
diungkapkan oleh H.A.R. Gibb dalam bukunya Whither Islam kemudian dikutip
M.Natsir, bahwa, Islam is andeed much more than a system of theology, it is a
complete civilization (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia
adalah suatu peradaban yang sempurna). Landasan peradaban Islam adalah
kebudayaan Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan
Islam adalah agama. Jadi, dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang
menganut agama bumi (non-samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat
1

Istilah peradaban Islam merupakan terjemahan dari kata Arab, yaitu al-Hadharah alIslamiyyah. Istilah Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan
kebudayaan Islam. Padahal, istilah kebudayaan dalam bahasa arab adalah al-Tsaqafah. Di
Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua
kata : kebudayaan (Arab/al-tsaqafah dan culture/Inggris) dengan peradaban
(civilization/Inggris dan al-hadharah/Arab) sebagai istilah baku kebudayaan. Dalam perkembangan
ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan
tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestasi-manifestasi kemajuan
tekhnis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak di
reflesikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi
dan
teknologi.
Menurut Koentjoroningrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan
dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas
kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya.

Dinasti Abbasiyah

melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa
manusia, maka agama Islam adalah wahyu dari Tuhan.
Maju mundurnya peradaban Islam tergantung dari sejauh mana dinamika
umat Islam itu sendiri. Dalam sejarah Islam tercatat, bahwa salah satu dinamika
umat Islam itu dicirikan oleh kehadiran kerajaan-kerajaan Islam, diantaranya
Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah. Terlebih lagi Dinasti Abbasiyah, karena
memiliki peradaban yang tinggi. Salah satu indikasinya adalah munculnya
ilmuwan-ilmuwan dan para pemikir muslim.
Atas dasar itulah, kami merasa penting untuk mengusung pembahasan
mengenai bani Abbasiyah, demi memenuhi tugas makalah kuliah Sejarah
Peradaban Islam. Adapun topik bahasan yang kami ketengahkan adalah latar
belakang berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, pemerintahan dinasti Abbasiyah,
dan kemajuan dan kemunduran pada masa ini, baik dari aspek ekonomi, politik,
dan sosial.

Latar Belakang Berdirinya Abbasiyah (132 656 H/ 750-1258 M)


Dinasti

Abbasiyah

didirikan

secara

revolusioner,

yakni

dengan

menggulingkan kekuasaan dinasti Umayyah. Maka, bangkitnya Daulah Abbasiyah


bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian
struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani
Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar

(1998:84), ada 4 ciri yang

menjadi identitas revolusi yaitu :


1. Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat
kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan
masyarakat yang disebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang
berkuasa itu.
2. Mekanisme

pemerintahannya

tidak

menyesuaikan lembaga-lembaga

efisien

sosial

karena

yang

kelalaiannya

ada

dengan

Dinasti Abbasiyah

perkembangan keadaan dan tuntutan zaman.


3. Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang
berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4. Revolusi itu pada umumnya bukan hanya dipelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan
syistem yang ada .
Terdapat beberapa faktor yang mendukung keberhasilan pembentukan
dinasti ini diantaranya adalah meningkatnya kekecewaan kelompok Mawalli2
terhadap Bani Umayyah, pecahnya persatuan antar suku bangsa Arab, dan
timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan keinginan mereka memiliki
pemimpin kharismatik.3
Kekuatan baru ini muncul pada masa pemerintahan khalifah Hisyam ibn
Abd al-Malik, yang pada akhirnya menjadi tantangan berat bagi pemerintahan
bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan bani Hasyim yang dipelopori
keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini menghimpun beberapa
kelompok, diantaranya adalah:
a. Bani Alawiyah pemimpinnya Abu Salamah
b. Bani Abbasiyah pemimpinnya Ibrahim al-Aiman
c. Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al-Khurasany, mereka
memusatkan kegiatannya di khurasan.
d. Golongan Syiah
Sebelum daulah Bani Abbasiyah

berdiri, terdapat 3 tempat

yang

menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain
mempunyai

kedudukan

tersendiri dalam memainkan peranannya untuk

menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul
Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga

tempat itu adalah

Kelompok Mawalli adalah orang-orang non Arab yang telah memeluk agama Islam.
Mereka diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara itu bangsa Arab menduduki kelas
bangsawan. Mereka tersingkir dalam urusan pemerintahan dan dalam kehidupan sosial, bahkan
para penguasa Arab selalu memperlihatkan permusuhan dengan mereka.
3
Prof. K..Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), hlm. 347.

Dinasti Abbasiyah

Humaimah, Kufah dan Khurasan.


Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas.
Humaimah

terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang

penduduknya menganut aliran Syiah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia


bermusuhan

secara terang-terangan dengan golongan

Bani

Umayyah.

Demikian pula dengan Khurasan, kota

yang penduduknya mendukung

Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang

bertemperamen pemberani, kuat

fisiknya, tegap tinggi,teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu dan tidak
mudah bingung

dengan

kepercayaan

yang

menyimpang.

Disinilah

diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan.


Di bawah pimpinan Muhammad bin Ali al-Abbasy, gerakan Bani Abbas
dilakukan dalam dua fase yaitu : 1) fase sangat rahasia; dan 2) fase terangterangan dan pertempuran (Hasjmy, 1993:2 11).
Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat
rahasia. Propaganda dikirim
pengikut yang

keseluruh

pelosok negara,

banyak, terutama dari golongan yang

dan

mendapat

merasa tertindas,

bahkan juga dari golongan yang pada mulanya mendukung Bani Umayyah.

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan di seluruh negeri. Gerakangerakan perlawanan untuk melawan kekuasaan dinasti Bani Umayyah sebenarnya
sudah dilakukan sejak masa-masa awal pemerintahan dinasti Bani Umayyah,
hanya saja gerakan tersebut selalu digagalkan oleh kekuatan militer Bani
Umayyah,

sehingga

gerakan-gerakan

kelompok

penentang

tidak

dapat

melancarkan serangannya secara kuat. Tapi, dimasa-masa akhir pemerintahan


dinasti Bani Umayyah gerakan tersebut semakin menguat seiring banyaknya
protes dari masyarakat yang merasa tidak puas atas kinerja dan berbagai kebijakan
pemerinatah dinasti Bani Umayyah. Gerakan ini menemukan momentumnya
ketika para tokoh dari Bani Hasyim melancarkan serangannya.
Para tokoh tersebut antara lain Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga

Dinasti Abbasiyah

Abbas yang menjadikan kota Khufa sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan
Muhammad bin Ali mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu
ditempatkan sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu, juga dukungan kuat dari
kelompok Syiah yang menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah
dirampas oleh dinasti Banui UmayyahPemberontakan yang paling dahsyat dan
merupakan puncak dari segala pemberontakan, yakni perang antara

pasukan

Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani


Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan
jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama
dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.
Akhirnya, pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah Umayyah
dengan terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad. Pada tahun
inilah berdirilah kekuasaan dinasti bani abbas atau khalifah abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad
Saw., dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas (Abul Abbas alSaffah). Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun
132 H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya.

Pemerintahan Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem

politik. Menurut

pandangan

para

pemimpin

Bani

Abbasiyah,

kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari


Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan
Umar pada zaman khalifahurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan
Khalifah Al-Mansur Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya .
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda- beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :

Dinasti Abbasiyah

a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima,
Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan
mawali.
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan
tugasnya dalam pemerintah (Hasjmy, 1993:213-214).
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah
mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan
negara-negara bagian

(kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan

pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah


berkuasa

di

daerahnya, dan mereka

telah mendirikan atau membentuk

pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah- Daulah kecil, contoh;


daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang
dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan
dan

mempertahankan

dari

kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya

pemberontakan yaitu : pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah dan kedua,
pengutamaan orang-orang keturunan Persia.
Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada waktu
itu dibantu oleh

seorang wazir (perdana mentri)

atau

yang jabatanya

disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2


yaitu:

1)

Wizaraat

Tanfiz

(sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir

hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut
Tafwidl (parlemen kabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk

memimpin

pemerintahan. Sedangkan, Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya


fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya
Khalifah (Lapidus,1999:180).
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara

Dinasti Abbasiyah

diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara)


yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam
menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri
departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan
an-nidhamul idary al-markazy.
Lalu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang,
amirul umara,

baitul

maal, organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini

berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan


perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Berdasarkan perubahan

tersebut,

para sejarawan

membagi

masa

pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :


1. Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di bawah kekuasaan para
Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini
sebagai berikut:
a. Abul Abbas as-saah (750-754 M)
b. Abu Jafar al mansyur (754 775 M)
c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
d. Abu Musa Al-Hadi (785786 M)
e. Abu Jafar Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g. Abu Jafar Abdullah Al Mamun (813-833 M)
h. Abu Ishak M. Al Mutashim (833-842 M)
i. Abu Jafar Harun Al Watsiq (842-847 M)
j. Abul Fadhl Jafar Al Mutawakkil (847-861)

2. Periode kedua (232 H/847 M - 59


Pada

periode

ini,

H/1194 M)

kekuasaan

bergeser

dari

sistem

pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom:


a. Kaum Turki (232-590 H)
b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)

sentralistik

Dinasti Abbasiyah

c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)


Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah.

3. Periode ketiga (590 H/1194 M - 656 H/1258 M)


Pada periode ini,

kekuasaan berada

kembali

ditangan

Khalifah,

tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya.


Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam
di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :
1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun
750 M, sampai meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).
2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai
berdirinya daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M)
sampai masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055
M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako
(1268 M).
Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:
1. Periode pertama (750847 M)
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasannya.

Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan

merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,


kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu
dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah
Abbasiyah adalah Abu Jafar al-Mansur (754775 M). Pada mulanya ibu kota
negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan

Dinasti Abbasiyah

dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansur memindahkan
ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, dekat bekas
ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan
Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya.
menduduki

jabatan

di

Dia

mengangkat

lembaga

eksekuti

sejumlah

personal

dan yudikatif.

untuk

Di bidang

pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai


koordinator

departemen.

Jabatan

wazir

yang menggabungkan sebagian

fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50
tahun berada di tangan keluarga terpandang berasal dari Balkh, Persia (Iran).
Wazir yang

pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh

anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya,
Jafar bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin
Yahya, menjadi Gubernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Pada masa
tersebut

persoalan-persoalan

administrasi

negara

lebih banyak ditangani

keluarga Persia itu. Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan
merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang
berorientasi ke Arab.
Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris
negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk
Muhammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.
Jawatan pos yang

sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan

peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar
surat, pada masa al-Mansur, jawatan
seluruh

informasi

di

pos

daerah-daerah

ditugaskan
sehingga

untuk

administrasi

menghimpun
kenegaraan

dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan


tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.
Khalifah
daerah

yang

al-Mansur

juga

berusaha

menaklukan

kembali

daerah-

sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan

Dinasti Abbasiyah

memantapkan keamanan di

daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai

dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium


membayar upeti tahunan.
Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep
khilafah dalampandangannya dan berlanjut ke generasi sesudahnya
merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut
nabi sebagaimana pada masa al Khulafa al-Rasyidin.
Popularitas

Daulah Abbasiyah

mencapai

puncaknya

di

zaman

Khalifah Harun al- Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Mamun (813833

M).

Kekayaan

yang

banyak, dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk

keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan

dokter

dan

farmasi

didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah


ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa
inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak
tertandingi (Yatim, 2003:52-53).
Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun alRasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari
pada perluasan wilayah
pembangunan

peradaban

yang

memang

sudah

luas.

Orientasi

kepada

dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding

lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.


Selanjutnya, Al-Makmun, pengganti al-Rasyid, dikenal sebagai Khalifah
yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan bukubuku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya
yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah,

pusat

penerjemahan

yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.


Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan
ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar
kepada orang- orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini
di latar belakangi oleh adanya

persaingan

10

antara

golongan

Arab

dan

Dinasti Abbasiyah

Persia

pada

masa

al-Mamun

dan sebelumnya. Keterlibatan mereka

dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah,
Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek
orang

orang-

Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara

khusus menjadi prajurit-prajurit pro esional. Dengan demikian, kekuatan militer


Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat kuat.
Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu
stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakangerakan itu seperti gerakan

sisa-sisa

Dinasti

Umayyah

dan

kalangan

intern Bani Abbas dan lain-lain semuanya dapat dipadamkan. Dalam kondisi
seperti itu para Khalifah mempunyai prinsip kuat sebagai pusat politik dan
agama sekaligus. Apabila tidak, seperti pada periode sesudahnya, stabilitas
tidak lagi dapat dikontrol, bahkan para Khalifah sendiri berada di bawah
pengaruh kekuasaan yang lain.

2. Periode kedua (847-945 M)


Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang
dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa
untuk hidup mewah, bahkan
para

Khalifah

Demikian

ini

ini

ditiru

cenderung

mencolok.

oleh para hartawan

menyebabkan

dan

Kehidupan

mewah

anak-anak

pejabat.

roda pemerintahan terganggu

dan

rakyat

menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional


asal Turki yang semula diangkat oleh Khalifah al-Mutasim untuk mengambil
alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaan
sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani Abbas di
dalam Khilafah Abbasiyah

yang

didirikannya

mulai

pudar,

dan

ini

merupakan awal dari keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya
masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.
Khalifah Mutawakkil
periode

ini

adalah

seorang

(847-861 M) yang
Khalifah

yang

merupakan awal dari


lemah.

Pada

masa

pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat.

11

Dinasti Abbasiyah

Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang

memilih

mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi

dan

berada di

tangan Bani Abbas, meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah.


Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri dari para perwira Turki itu, tetapi
selalu gagal. Dari dua belas Khalifah pada periode kedua ini, hanya empat orang
yang wafat dengan wajar, selebihnya kalau bukan dibunuh, mereka diturunkan
dari tahtanya dengan paksa. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara
Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang
kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti
kecil. Inilah permulaan masa disintregasi dalam sejarah politik Islam.
Adapun faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani
Abbas pada periode ini adalah sebagai berikut:
a. Luasnya wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah yang harus dikendalikan,
sementara komunikasi lambat. Bersamaan dengan itu, tingkat saling
percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah.
b. Dengan profesionalisasi tentara, ketergantungan kepada mereka menjadi
sangat tinggi.
c. Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tentara sangat besar.
Setelah Khalifah merosot, Khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman
pajak ke Baghdad.

3. Periode ketiga (945 -1055 M)


Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan
Bani

Buwaih.

Khalifah pada masa ini tidak lebih sebagai pegawai yang

diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih membagi kekuasaannya kepada tiga
bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan negeri Persia, Hasan untuk wilayah
bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al- Ahwaz,

Wasit

dan

Baghdad.

Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat
pemerintahn Islam karena telah pindah ke Syiraz di masa berkuasa Ali
bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.

12

Dinasti Abbasiyah

Meskipun
Abbasiyah

demikian,

dalam

bidang

ilmu

pengetahuan

Daulah

terus mengalami kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah

muncul pemikir-pemikir besar


seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi
Ikhwan as-Shafa. Bidang ekonomi, pertanian, dan perdagangan juga mengalami
kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan masjid dan rumah
sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali
kerusuhan

aliran antara Ahlussunnah danSyiah, pemberontakan tentara dan

sebagainya.

4. Periode keempat (1055-1199 M)


Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah.
Kehadiran Bani Seljuk

ini

adalah

melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih

atas undangan
di

Baghdad.

Khalifah untuk

Keadaan

Khalifah

memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam bidang agama


kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang- orang Syiah.
Sebagaimana

pada

periode

sebelumnya,

ilmu

pengetahuan juga

berkembang pada periode ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa
Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan
madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang- cabang
didirikan

hampir

di setiap

kota

di Irak

dan

Madrasah

Nizamiyah

Khurasan. Madrasah ini

menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah
lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para
cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang pada periode ini adalah
al-Zamakhsari, penulis

dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi), Al-

Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam

bidang

ilmu

kalam

dan

tasawwuf, dan Umar Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.


Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad.
Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang
Gubernur untuk mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa
pusat

kekuasaan

melemah, masing-masing propinsi tersebut memerdekakan

13

Dinasti Abbasiyah

diri. Konflik-konflik dan peperangan yang terjadi di antara mereka melemahkan


mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan politik Khalifah menguat
kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka tersebut berakhir di Irak
di tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199 M.

5. Periode kelima (1199-1258 M)


Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah
Abbasiyah

merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah

Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan Dinasti tertentu, walaupun


banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada di antaranya yang cukup besar, namun
yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka
dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.

Wilayah

kekuasaan Khalifah yang sempit ini menunjukkan kelemahan politiknya. Pada


masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang Baghdad. Baghdad dapat
direbut dan

dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran

Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah
Islam, yang disebut masa pertengahan.
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa
kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor
penyebab kemunduran ini tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah
terlihat pada periode pertama, hanya karena Khalifah pada periode ini sangat
kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan
sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan berkuasa
mengatur roda pemerintahan.

Kemajuan Dinasti Abbasiyah


Setiap dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan fase
pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan kehancuran.
Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda karena bergantung

14

Dinasti Abbasiyah

pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang bersangkutan. Pada masa


pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan dari beberapa bidang,
diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang social-budaya. Pada masingmasing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kemajuan dalam Bidang Sosial Budaya
Sebagai sebuah dinasti, kekhalifahan Bani Abbasiyah yang berkuasa lebih
dari lima abad, telah banyak memberikan sumbangan positif bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Dari sekitar 37 orang khalifah yang
pernah berkuasa, terdapat beberapa orang khalifah yang benar-benar memliki
kepedulian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, serta
berbagai bidang lainnya, seperti bidang-bidang sosial dan budaya.
Di antara kemajuan dalam bidang sosial-budaya adalah terjadinya proses
akulturasi dan asimilasi masyarakat. Keadaan sosial masyarakat yang majemuk itu
membawa dampak positif dalam perkembangan dan kemajuan peradaban Islam
pada masa ini. Hal itu terjadi karena dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
yang mereka miliki, dapat dipergunakan untuk memajukan bidang-bidang sosial
budaya lainnya yang kemudian menjadi lambang bagi kemajuan bidang sosial
budaya dan ilmu pengetahuan lainnya. Diantara kemajuan ilmu pengetahuan
sosial budaya yang ada pada masa Khalifah Dinasi Abbasiyah adalah seni
bangunan dan arsitektur, baik untuk bangunan istana, masjid, bangunan kota dan
sebagainya. Seni asitektur yang dipakai dalam pembangunan istana dan kota-kota,
seperti pada istana Qashrul dzahabi, dan Qashrul Khuldi, sementara bangunan
kota seperti pembangunan kota Baghdad, Samarra dan sebagainya.
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada
masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu Nawas,
Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-lainnya. Karya
buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti kitab Kalilah wa
Dimna. Sementara tokoh terkenan dalam bidang musik yang kini karyanya juga

15

Dinasti Abbasiyah

masih dipakai adalah Yunus bin Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori
musik Islam, Al farabi dan lain-lainnya.
Selain bidangbidang tersebut di atas, terjadi juga kemajuan dalam bidang
pendidikan. Pada masa awal pemerintah Dinasti Abbasiyah, telah banyak
diushakan oleh para khalifah untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan.
Oleh karena itu, mereka kemudian mendirikan lembaga-lembaga pendidikan,
mulai dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi.
Di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal
dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam
unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur
kebudayaan yang mempengaruhi
Persia,

Kebudayaan

kehidupan

akal/rasio

yaitu

Kebudayaan

Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan

berkembangnya ilmu pengetahuan.


1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman
ini karena 2 faktor, yaitu :
a. Pembentukan lembaga wizarah
b. Pemindahan ibukota
2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan
Islam terjadi dengan dua cara:
a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orangorang India
seperti lewat perdagangan dan penaklukan.
b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam
kebudayaan Islam
lewat kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang
menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur
diantaranya adalah :

16

Dinasti Abbasiyah

a) Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan


tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah
kekuasaan Islam. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar
berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan
dan pembaharuan.
b) Harran, Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan
segala macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan
kebudayaan Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah
Abbassiyah.
c) Iskandariyyah,

Ibukota

Mesir

waktu

menjadi

jajahan

Yunani.

Dalam kota
Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal Filsafat Baru
Plato
(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam
pemikiran Neo
Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.
4. Kebudayaan Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan
dua jalan utama, yaitu :
a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Quran, Hadist, Fiqh yang
semuanya
dalam bahasa Arab.
b. Jalan Bahasa, Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya
diantara
rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.

Kemajuan dalam Bidang Politik dan Militer


Di antara perbedaan karakteristik yang sangat mencolok antara pemerintah
Dinasti Bani Umayyah dengan Dinasti Bani Abbasiyah, terletak pada orientasi
kebijakan yang dikeluarkannya. Pemerintah Dinasti Bani Umayyah, yaitu

17

Dinasti Abbasiyah

orientasi kebijakan yang dikeluarkannya selalu pada upaya perluasan wilayah


kekuasaanya. Sementara, pemerintah Dinasti Bani Abbasiyah, lebih menfokuskan
diri pada upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga
masa pemerintahan ini dikenal sebagai masa keemasan peradaban Islam.
Meskipun begitu, usaha untuk mempertahankan wilayah kekuasaan tetap
merupakan hal penting yang harus dilakukan. Untuk itu, pemerintahan Dinasti
Bani Abbasiyah memperbaharui sistem politik pemerintahan dan tatanan
kemiliteran.
Agar semua kebijakan militer terkoordinasi dan berjalan dengan baik,
maka pemerintah Dinasti Abbasiyah membentuk departemen pertahanan dan
keamanan, yang disebut diwanul jundi. Departemen inilah yamg mengatur semua
yang berkaiatan dengan kemiliteran dan pertahanan keamanan. Pembentukan
lembaga ini berdasarkan pada kenyataan politik-militer bahwa pada masa
pemertintahan Dinasti Abbasiyah, banyak terjadi pemebrontakan dan bahkan
beberapa wilayah berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan
Keberhasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah
dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sains, dan peradaban Islam secara
menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di antaranya
adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non
Arab (Mawali), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah
lama melingkupi kehidupan mereka. Mereka diberikan fasilitas berupa materi atau
finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu pengetahuan
melalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh masyarakat
sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang sangat positif
bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains yang membawa
harum dinasti ini.

18

Dinasti Abbasiyah

Perkembangan Ilmu

pengetahuan dan teknologi mencapai puncak

kejayaan pada masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada


waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang
lebih dahulu

mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan.

Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan.


selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat
dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah
dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan
dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi,
kedokteran, filsafat, kimia dan

sejarah.

Dari gerakan ini muncullah

tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain :


a. Bidang

filsafat:

al-Kindi,

al-Farabi,

Ibnu

Bajah,

Ibnu

Tufail, Ibnu Sina, al-Ghazali,Ibnu Rusyd.


b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib
bin Qurra ,Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan, al-Khawarizmi.
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni
dan sebagainya.
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para
alim ulama, berhasil

menemukan

berbagai

keahlian

berupa

berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :


1. Ilmu Umum
a.Ilmu Filsafat
1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.
2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.

19

penemuan

Dinasti Abbasiyah

3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)


4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara
lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain.
6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam,
karangannya: Al Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul
Amal,Ihya Ulumuddin dan lain- lain.
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza,
Kasful Afillah dan lain-lain
b. Bidang Kedokteran
1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.
2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal
disamping sebagai

penterjemah bahasa asing.

3) Thabib bin Qurra (836-901 M)


4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal
mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.

c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).

d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli
yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :
1) Al Farazi : pencipta Astro lobe
2) Al Gattani/Al Betagnius
3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan
4) Al Farghoni atau Al Fragenius

e. Bidang Seni Ukir


Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tari (961-976 M) dan ada seni

20

Dinasti Abbasiyah

musik,
seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.

2. Ilmu Naqli
a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu
Athiyah al
Andalusy (wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H),
Muhammad bin
Ishak dan lain-lain.
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194256 H),
Imam Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat
275 H), At
Tarmidzi, dan lain-lain.
c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mutazilah berjasa besar dalam
menciptakan
ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha, Abu Huzail
al Allaf,
Adh Dhaam, Abu Hasan Asyary, Hujjatul Islam Imam Ghazali.
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat
465 H).
Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H).
Karangannya :
Awariful Maarif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lainlain.
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka
masih
mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang
mengembangkan
faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam

21

Dinasti Abbasiyah

Syafii, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syiah (Hasjmy,
1995:276-278).

Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju


pesat, karena upaya- upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini
dapat kita lihat dari bangunan -bangunan yang berupa:
a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan
menengah.
b. Majlis Muhadharah, yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,
ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.
c. Darul Hikmah, adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun
Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga
disediakan tempat ruangan belajar.
d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula
mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan
nama Madrasah.
e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.
Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti
kehidupan
ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan
oleh Khalifah Mansyur.
Kehidupan Perekonomian Daulah Bani Abbasiyah
Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara
penuh dan berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran.
Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasardasar yang kuat bagi ekonomi dan keuangan negara. Dia mencontohkan Khalifah
Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam. Dan keberhasilan kehidupan
ekonomi maka berhasil pula dalam :
1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan

22

Dinasti Abbasiyah

meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan
sama sekali.
2. Perindustrian,

Khalifah

menganjurkan

untuk

beramai-ramai

membangun berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan


industri-industrinya.
3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan
seperti:
a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang
dilewati kafilah dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun

armada

: untuk melindungi parta-partai negara dari

serangan bajak laut.


Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan
perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum
muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh
lautan.
Selain
peninggalan

ketiga

hal

tersebut,

juga

terdapat

peninggalan-

yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah.

1. Istana Qarruzzabad di Baghdad


2. Istana di kota Samarra
3. Bangunan-bangunan sekolah
4. Kuttab
5. Masjid
6. Majlis Muhadharah
7. Darul Hikmah
8. Masjid Raya Kordova (786 M)
9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)
10. Istana Al Hamra di Kordova
11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Maruf,1996:39-40).

Kemunduran Dinasti Abbasiyah

23

Dinasti Abbasiyah

Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khalifah


Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah
Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun
banyak sekali Dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya dinasti yang cukup besar,
namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah
merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah
kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukan kelemahan politiknya. Pada masa
inilah tentara Mongol dan tatar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan
dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat
serangan tentara Mongol ini adalah awal babak baru dalam sejarah islam, yang
disebut masa pertengahan.
Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran
dimulai sejak periode kedua, namun demikian factor-faktor penyebab kemunduran
itu tidak datang secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama, hanya khalifah pada saat periode ini sangat kuat, benih-benih ini tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
kalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika
khalifah

lemah,

mereka

akan

berkuasa

mengatur

roda

pemerintahan.

Di samping kelemahan khalifah, banyak factor yang menyebabkan khalifah


Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu
sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Persaingan Antarbangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa, keduanya sama-sama tertindas.
Setelah khilafah Abbasiyyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih
orang-orang Persia daripada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang
Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga
kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya

24

Dinasti Abbasiyah

Ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, khilafah Abbasiyyah tidak ditegakkan di


atas `ashabiyyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara
itu, bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah
darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab di dunia
Islam.
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyyah pada periode pertama sangat
luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak,
Persia, Turki dan India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam,
pada waktu itu tidak ada kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacammacam tersebut dengan kuat. Akibatnya, disamping Fanatisme kearaban, muncul
juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang melahirkan gerakan syu`ubiyah.
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan
sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyyah berdiri. Akan tetapi, karena para
khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga keseimbangan kekuatan,
stabilitas politik dapat terjaga. Setelah Al-Mutawakkil, seorang khilafah yang
lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan
Bani Abbas sebenarnya telah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang
Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia pada periode
ketiga dan selanjutnya beralih kepada dinasti Saljuk pada periode keempat.

2. Kemerosotan Ekonomi
Khalifah Abbasiyyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta.
Pertambahan dana yang besar diperoleh dari al-Kharaj, semacam pajak hasil
bumi.

25

Dinasti Abbasiyah

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan Negara


menurun, sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan
Negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya
terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak
dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi
membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan
oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran
makin beragam, dan para pejabat melakukan korupsi.

3. Konflik Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan.
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong
sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan
Mazdakisme. Gerakan ini dikenal dengan gerakan Zindiq yang menyebabkan
menurut para khalifah dan orang-orang yang beriman harus diberantas, sehingga
menyebabkan konflik diantara keduanya, mulai polemik tentang ajaran hingga
berlanjut kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dari kedua belah
pihak.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung
dibalik ajaran Syi`ah, sehingga banyak aliran syi`ah yang dipandang ghulat
(ekstrem) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi`ah sendiri. Aliran Syi`ah
memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan
faham

Ahlussunnah

wal

Jama`ah.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim
dan zindik atau ahlussunnah dengan syi`ah saja, tetapi juga antaraliran dalam
Islam. Mu`tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bidah oleh
golongan salaf.
Berkenaan dengan konflik keagamaan itu, Syed Ameer Ali mengatakan:
Agama Muhammad Saw. seperti juga Agama Isa as., terkeping-keping oleh
perpecahan dan perselisihan dari dalam. Perbedaan pendapat mengenai soal-soal

26

Dinasti Abbasiyah

abstrak yang tidak mungkin ada kepastiannya dalam suatu kehidupan yang
mempunyai akhir, selalu menimbulkan kepahitan yang lebih besar dan
permusuhan yang lebih sengit dari perbedaan-perbedaan mengenai hal-hal yang
masih dalam lingkungan pengetahuan manusiasoal kehendak bebas manusia
telah menyebabkan kekacauan yang rumit dalam Islampendapat bahwa
rakyat dan kepala agama mustahil berbuat salah mustahil berbuat salahmenjadi
sebab binasanya jiwa-jiwa berharga.

4. Ancaman dari luar


Apa yang disebutkan di atas adalah factor-faktor internal. Di samping itu,
ada pula factor-faktor eksternal yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan
akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang
atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol ke
wilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen
Eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah Paus Urbanus II (1088-1099 M)
mengeluarkan fatwanya. Perang Salib itu juga membakar semangat perlawanan
orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara
komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Armenia dan Maronit Lebanon yang
tertarik dengan dengan Perang Salib dan melibatkan diri dalam tentara Salib itu.
Pengaruh Salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol.
Disebutkan bahwa Hulagu Khan, panglima tentara Mongol, sangat membenci
Islam karena ia banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang
anti-Islam itu dan diperkeras di kantong-kantong ahl al-kitab. Tentara Mongol,
setelah menghancurleburkan pusat-pusat Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.
Berbagai faktor yang telah menyokong tegaknya imperium Abbasiyah,
yakni kalangan elite imperium dan bentuk-bentuk kulturnya, sekaligus juga
menyokong kehancuran dan transformasi imperium tersebut. Bahkan kemerosotan
Abbasiyah telah berlangsung disaat berlangsung konsolidasi. Ketika rezim ini

27

Dinasti Abbasiyah

sedang memperkuat militernya dan institusi pemerintahan, dan sedang mendorong


sebuah kemajuan ekonomi dan kultur, terjadi beberapa peristiwa yang pada
akhirnya mengharubirukan nasib imperium Abbasiyah.
Semenjak awal pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809) problem suksesi
menjadi sangat kritis. Harun telah mewasiatkan tahta kekhalifahan kepada putra
mertuanya, al-Amin, dan kepada putranya yang lebih muda yang bernama alMakmun, seorang gubernur Khurasan dan orang yang berhak menjabat tahta
khilafah sepeninggal kakaknya. Setelah kematian Harun, al-Amin berusaha
mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya
kelak. Akibatnya pecahlah perang sipil. Al-amin didukung oleh militer Abbasiyah
di Baghdad, sementara al-Makmun harus berjuang untuk memerdekakan
Khurasan dalam rangka untuk mendapatkan dukungan dari pasukan perang
Khurasan. Al-makmun berhasil mengalahkan saudara tuanya, al-Amin , dan
mengklaim khilafah pada tahun 813.
Namun, peperangan sengit tersebut tidak hanya melemahkan kekuatan
militer Abbasiyah melainkan juga melemahkan warga iraq dan sejumlah propinsi
lainnya.
Al-Makmun berusaha menghadapi musuh-musuhnya dan sejumlah warga yang
tidak mau berdamai dengan sebuah kebijakan ganda. Satu sisi kebijakan tersebut
bertujuan untuk mempertahankan legitimasi kekhilafan dengan menguasai seluruh
urusan keagamaan. Kebijakan ini, sebagaimana yang telah kita lihat, tidak
membawa hasil dan gagal. Kebijakan ini justru menghilangkan dukungan
masyarakat umum terhadap sang khalifah.Al-Makmun juga mengambil sebuah
kebijakan politik, untuk menguasai kekhilafahan secara mutlak, al-Makmun
menggantungkan dukungan seorang panglima khurasan, yang bernama Thahir,
yang diberikan imbalan sebagai gubernur khurasan (820-822) dan menjadi
jenderal militer Abbasiyah diseluruh imperium dan disertai janji bahwa jabatanjabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya, selain mendatangkan
manfaat yang bersifat sementara konsesi atas sebuah jabatan gubernur yang dapat
diwariskan menggagalkan tujuan Abbasiyah untuk menyatukan sebuah wilayah

28

Dinasti Abbasiyah

propinsi besar menjadi sebuah system pemerintahan politik yang memusat


ditangan pemerintahan pusat. Upaya untuk menyatukan kalangan elit di bawah
arahan khalifah tidak akan terwujud dan sebagai gantinya imperium dikuasai oleh
sebuah persekutuan khalifah dengan kuasa gubernuran besar.

Kesimpulan
Daulah Abbasiyah merupakan lanjutan dari pemerintahan Daulah
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendirinya adalah
keturunan Abbas, paman Nabi. Daulah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah asSafah. Kekuasaannya berlansung dari tahun 750-1258 M. Di dalam Daulah Bani
Abbasiyah terdapat ciri-ciri yang menonjol yang tidak terdapat di zaman bani
Umayyah, antara lain :

1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas


menjadi jauh
dari pengaruh Arab. Sedangkan Dinasti Bani Umayyah sangat
berorientasi kepada
Arab.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada masa bani Abbas ada jabatan
Wazir, yang
membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam
pemerintahan
Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan
Bani Abbas.
Sebelumnya belum ada tentara Khusus yang pro esional.
Islam mengalami zaman keemasan pada masa Bani Abbasiyyah. Hal ini
merupakan

sumbangsih Dinasti Abbasiyah yang termaktub dalam Sejarah

Peradaban Islam. Pada masa ini, kegiatan pendidikan dan pengajaran mencapai
kemajuan yang signifikan. Mayoritas Khalifah dari Bani Abbasiyah merupakan
orang yang berpendidikan. Selain itu, masa pemerintahan dinasti Abbasiyah

29

Dinasti Abbasiyah

membuka era baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Pada masa
awal era Abbasiyah telah tercipta karya-karya kebudayaan yang sangat
berpengaruh dalam mendorong lahirnya ilmu dan peradaban muslim.
Kontribusi umat Islam pada masa ini sangat besar dalam bidang
kedokteran, filsafat, kimia, matematika, geografi, hukum, teologi, dan filologi.
Sesungguhnya, dalam hal ini, peradaban Barat berhutang budi kepada umat Islam,
sama halnya seperti Islam yang berhutang budi terhadap peradaban Yunani.
Namun, sangat disayangkan Khalifah Abbasiyah periode akhir lebih
mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan kewajiban mereka
terhadap Negara. Mereka menjalani kehidupan dengan bermegah-megahan dan
bermewah-mewahan. Selain itu, supremasi bangsa Turki pada periode akhir
Abbasiyah menyebabkan jatuhnya Dinasti Abbasiyah. Hal itu karena kelompok
Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas ketinggian posisi mereka. Sikap anti
Turki ini pada akhirnya melatarbelakangi timbulnya gerakan penglepasan diri
sejumlah dinasti yang membawa akibat fatal pada keutuhan Imperium Abbasiyah.

Lampiran
Berikut ini silsilah Bani Abbasiyah yang berkuasa pada masa pemerintahan
Daulah Bani Abbasiyah di Bagdad, yaitu:
1. Khalifah Abu Abbas As-Safah (750-754 M)
2. Khalifah Abu Jakfar al-Mansur (754-775 M)
3. Khalifah Al-Mahdi (775-785 M)
4. Khalifah Al-Hadi (785-786 M)
5. Khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M)
6. Khalifah Al-Amin (809-813 M)
7. Khalifah Al-Makmun (813-833 M)
8. Khalifah Al-Muktasim (833-842 M)
9. Khalifah Al-Wasiq (842-847 M)
10. Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M)

30

Dinasti Abbasiyah

11. Khalifah Al-Muntasir (861-862 M)


12. Khalifah Al-Mustain (862-866 M)
13. Khalifah Al-Muktazz (866-869 M)
14. Khalifah Al-Muhtadi (869-870 M)
15. Khalifah Al-Muktamid (870-892 M)
16. Khalifah Al-Muktadid (892-902 M)
17. Khalifah Al-Muktafi (902-908 M)
18. Khalifah Al-Muktadir (908-932 M)
19. Khalifah Al-Kahir (932-934 M)
20. Khalifah Ar-Radi (934-940 M)
21. Khalifah Al-Mustaqi (940-944 M)
22. Khalifah Al-Muktakfi (944-946 M)
23. Khalifah Al-Mufi (946-974 M)
24. Khalifah At-Tai (974-991 M)
25. Khalifah Al-Kadir (991-1031 M)
26. Khalifah Al-Kasim (1031-1075 M)
27. Khalifah Al-Muqtadi (1075-1084 M)
28. Khalifah Al-Mustazhir (1074-1118 M)
29. Khalifah Al-Mustasid (1118-1135 M)
30. Khalifah Ar-Rasyid (1135-1136 M)
31. Khalifah Al-Mustafi (1136-1160 M)
32. Khalifah Al-Mustanjid (1160-1170 M)
33. Khalifah Al-Mustadi (1170-1180 M)
34. Khalifah An-Nasir (1180-1224 M)
35. Khalifah Az-Zahir (1224-1226 M)
36. Khalifah Al-Mustansir (1226-1242 M)
37. Khalifah Al-Muktasim (1242-1258 M)

DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi, Abul a la, Khilafah dan Kerajaan : Evaluasi Kritis Atas Sejarah
Pemerintahan
Islam, Bandung : Mizan, 1998.
Ali, K, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003. Esposito, John L. (ed), The Oxford History of Islam, New York, Oxford
University Press,
1999.

31

Dinasti Abbasiyah

Hitti, Philip K., History of The Arabs, London : Mac Millan, 1970.
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Gramedia :
Jakarta, 1985.
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta : Rajawali Pers, 1999.
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, Cet.
1, 2004.
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2009.
Musyrifah, Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Nasution, Harun, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Bandung : Mizan,
1995.
Watt, W. Montgomery, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah, Jakarta : P3M,
1988.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam : Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT.
Grafindo
Persada, 2006.

32

Anda mungkin juga menyukai