Anda di halaman 1dari 13

Sejarah Lembaga Keuangan Pada Zaman Dinasti Umayyah,Abbasiyah,

dan Kontemporer Kekinian (Modern)

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Ulfah Alfiyah Darajat, M.E

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Dimas Widya Puspito (1721030020)

Khofifah Luciana Anggriani (1721030038)

Yolan Ilamia Nur Cahani (1721030462)

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Sejarah Praktek Lembaga Keuangan Pada Zaman Dinasti
Umayyah, Abbasiyah dan Kontemporer Kekinian (Modern)” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Lembaga Keuangan Syariah. Dalam
penyusunan ini, kami mendapatkan banyak bantuan, masukan, bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Ibu. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah di Fakultas
Syari’ah UIN Raden Intan Lampung.
2. Orang tua kami yang selalu mendukung kami dalam penyusunan makalah ini.
3. Serta teman-teman semua kelas H muamalah semester 4.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu lebih lanjut. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yanng bersifat konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini dan semoga bermaanfaat buat kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Febuari 2019

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Ummayyah
B. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
C. Lembaga Keuangan Modern

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya bisnis keuangan syariah pada dekade terakhir ini khususnya pada
konsep lembaga keuangan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang harus kita ketahui
bersama jawabannya, diantaranya adalah apakah lembaga keuangan tersebut telah ada
konsepnya di dalam Al-Quran? Dan bagaimana perspektif al-Qur’an tentang lembaga
keuangan itu sendiri ?
Al-Qur’an di turunkan kepada nabi Muhammad SAW. yang artinya apakah sudah ada
lembaga keuangan pada masa Rasulullah SAW. Hal ini membutuhkan pengkajian lebih
dalam agar dapat kita ketahui hukum dari pengelolaan lembaga keuangan syari’ah
menurut Al-Qur’an baik yang ada pada masa klasik maupun yang ada saat ini (modern).
Setelah Rasulullah SAW wafat, kepemimpinan umat Islam di lanjutkan oleh para sahabat
rasul yaitu khulafaur rasyidin, yang kemudian kepemimpinan dilanjutkan oleh Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyyah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana
perkembangan lembaga keuangan syari’ah dari masa Dinasti Umayyah hingga era
modern.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kelanjutan praktek keuangan pada masa Ummayyah saat Sayydina


Ali wafat?
2. Bagaimana praktek keuanagan pada masa Abbasiyah?
3. Apa saja tujuan didirikannya lembaga keuangan syariah?

C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui bagaimana praktek keuangan pada masa dinasti Umayyah
2) Untuk mengetahui bagaimana praktek keuangan pada masa dinasti Abbasiyah
3) Untuk mengetahui tujuan dibentuknya lembaga keuangan syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Ummayyah

Setelah terbunuhnya Sayyidina Ali, kepemimpinan umat Islam berada di tangan


Muawiyah bin Abi Sufyan yang kemudian tongkat estafet kepemimpinan diserahkan kepada
putra mahkota secara sepihak dalam bentuk pewarisan tahta. Ketika dunia Islam berada di
bawah kepemimpinan Khalifah Muawiyah dan keturunannya yang sering disebut dengan
Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah.1 Jika pada masa sebelumnya Baitul Mal
dikelolah dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, pada
masa pemerintahan ini Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan khalifah tanpa
adanya transparansi kepada rakyat dan tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.

Hal ini berlangsung sampai terpilihnya Umar bin aziz sebagai khalifah. Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, khususnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah,
fungsi Baitul Mal semakin meluas. Baitul Mal tidak hanya sebatas menyalurkan dana
tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi
keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum. Bahkan, Baitul Mal juga dipakai untuk
membiayai proyek penerjemahan buku-buku kekayaan intelektual Yunani kuno. Di sinilah
gelombang intelektual Islam dimulai.

Muawiyah memisahkan urusan keuangan dari urusan pemerintahan. Dia


mengangkat seorang gubernur di setiap provinsi untuk melaksanakan pemerintahan. Akan
tetapi, untuk memungut pajak di masing-masing provinsi, dia mengangkat seorang pejabat
khusus dengan gelar “sahbulkharaj”. Pejabat ini tidak terikat dengan gubernur, dan dia
diangkat oleh khalifah. Dalam masalah keuangan, gubernur harus menggantungkan dirinya
pada sahibulkharaj. Hal ini membatasi kekuasannya. Demkian Muawiyah mengembangkan
suatu keadaan yang teratur dari kekacauan.2

Kemudian pada periode-periode awal ketika Khilafah Abbasiyah menggantikan,


Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang
keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh

1
Jaih Mubarok, op. cit., hlm. 97.
2
Ibid., hlm. 153.
antara lain dari Kharaj. Perbendaharaan Negara penuh dan berlimpah-limpah, uang masuk
lebih banyak daripada pengeluaran. Khalifahyang paling berjasa adalah al-Mansyur. Dia
betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan keuangan negara. Dia
mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam. Dari keberhasilan
kehidupan ekonomi masa al-Mansyur ini maka sektor lain pun ikut mendulang keberhasilan.

B. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti Abbasiyah

Kehidupan pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari


zaman sebelumnya. Menurut Zaidan, bahwa masyarakat yang ada pada masa pemerintahan
Daulah Abbasiyah terbagi menjadi dua kelas yaitu: kelas khusus dan kelas umum. Sedangkan
kemajuan dalam bidang ekonomi ini bisa dilihat dari berkembangnya keuangan kas negara
yang banyak. Pada masa pemerintah Daulah Abbasiyah, sistem perekonomian dibangun
dengan menggunakan sistem ekonomi pertanian, peindustrian dan perdagangan.
Perkembangan Perdagangan dan Industri Ekonomi imperium Abbasiyah paling dominan
digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain linen di
mesir, sutra dari syiria dan irak, kertas dari samarkand, serta berbagai produk pertanian
seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Irak.3

Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan


Abbasiyah dan Negara lain. Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi
tak dapat dibendung lagi. Selain itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang
ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara
bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan Perdagangan antara keduanya menambah semaraknya
kegiatan perdagangan dunia. Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah,
perbendaharaan negara penuh dan berlimpah-limpah, Uang masuk lebih banyak dari pada
pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan
dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan kewangan negara. Dia mencontohi Khalifah Umar
bin Khattab dalam menguatkan Islam. Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil
pula dalam :

3
Dedi Supryadi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 2016), hlm. 132-133
1) Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak
hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.
2) Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai
industri, sehingga terkenalah beberapa kota dan industri-industrinya.
3) Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:
a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati
kafilah dagang.
b) Membangun armada-armada dagang.
c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak
laut.

Pertanian maju pesat pada awal pemerintahan Dinasty Abbasiyah karena pusat
pemerintahanya berada di daerah yang sangat subur, di tepian sungai yang dikenal dengan
nama Sawad. Pertanian merupakan sumber utama pemasukan negara dan pengolahan tanah
hampir sepenuhnya dikerjakan oleh penduduk asli, yang statusnya mengalami peningkatan
pada masa rezim baru. Lahan-lahan pertanian yang terlantar dan desa-desa yang hancur di
berbagai wilayah kerajaan diperbaiki dan dibangun secara perlahan-lahan. Mereka
membangun saluran irigasi baru sehingga membentuk ”jaringan yang sempurna”. Tanaman
asal Irak terdiri atas gandum, padi, kurma, wijen, kapas, dan rami.4 Daerah yang sangat subur
berada di bantaran tepian sungai ke selatan, Sawad, yang menumbuhkan berbagai jenis buah
dan sayuran, yang tumbuh didaerah panas maupun dingin. Kacang, jeruk, terong, tebu, dan
beragam bunga, seperti bunga mawar dan violet juga tumbuh subur. Usaha-usaha tersebut
sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri.
Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal
dagangnya mengarungi tujuh lautan.

C. Lembaga Keuangan Modern

Pada tahun 1963, di desa Mit Ghamr salah satu daerah di wilayah Mesir, dibentuk
lembaga keuangan pedesaan yang bernama Mit Ghamr Saving Bank atau bisa disebut Mit
Ghamr Bank yang dipelopori seorang ekonom bernama Dr. Ahmad El Najjar. Bank ini tidak
membebankan bunga dalam setiap kegiatan keuangannya. Menjadi lembaga keuangan

4
Dedi Supryadi, M.Ag., Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Setia, 2016), hlm. 134
syariah pertama yang ada didunia.Lalu ide berdirinya Bank Syariah ditingkat internasional ini
muncul dalam konferensi negara-negara Islam se dunia di Kuala Lumpur Malaysia pada
tanggal 21 sampai 27 April 1969 yang di ikuti 19 negara peserta. Pada sidang menteri
keuangan OKI 1975 di Jeddah disepakati pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic
Development Bank (IDB). Bank ini memainkan peran penting dalam perkembangan
perbankan syariah selanjutnya dimana IDB memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek
infrastruktur dan pembiayaan kepada negara anggota. IDB juga menbantu membantu
mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara. Keberadan IDB ini telah memotivasi banyak
negara Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah yang akhirnya pada awal dekade
1980an bank-bank syariah banyak muncul di berbagai negara seperti Mesir, Sudan, Pakistan,
Iran, Malaysia, Bangladhes dan Turki.

Bagaimana pun penjajahan dinegara-negara Islam telah berhasil mengubah sistem


pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun sudah banyak negara Islam yang berhasil
merdeka, namun sisa-sisa penjajahan masih sangat terlihat dalam sistem ekonomi dan
sosial.Mereka dapat merdeka secara politik namun mungkin tidak secara ekonomi dan sosial
kemasyarakatan. Para pemimpin negara-negara Islam pasca kolonialisme umumnya mereka
yang telah mengenyam pendidikan dari penjajahnya. Paham sekularisme yang menjadi
doktrin kaum penjajah,secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan
akidahnya. Sehingga sistem pemerintahannya masih menjiplak sistem pemerintahan kaum
penjajah. Bahkan nama Baitul Maal pun sudah tersingkir dari kosa kata pemerintahan
mereka. Sistem ekonomi umumnya tidak bisa terlepas dari sistem politik. Warisan kaum
penjajah telah membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler. Warisan
ekonomi sebagai akibat penjajahan, membawa masalah baru yang akan terus terjadi seperti
pengangguran, inflasi terpisahnya agama dan ekonomi serta politik.

Berbagai warisan tersebut ternyata tidak mampu membawa negara berhasil dalam
pembangunan ekonomi. Akhirnya negara Islam mencoba mencari terobosan baru untuk
keluar dari masalah ekonomi. Yang lebih menarik upaya mencari solusi tersebut dikaitkan
dan dikembalikan kepada ideologi. Konsep kembali keideologi ini berangkat dari kesadaran
para pemimpin negara Islam, bahwa sistem ekonomi kaum penjajah tidak dapat mengatasi
masalah. Dalam bidang keuangan misalnya, ditemukan terminologi baru. Jika sistem bunga
yang ribawi telah dikenalkan oleh kaum penjajah seiring dengan menghilangnya Baitul Maal
dalam khazanah kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengerahkan sistem keuangan yang
bebas riba.
Gerakan lembaga keuangan yang bebas riba dengan sistem modern yang pertama
kali terdapat di desa Mith Gramer, tepi sungai Nil di Mesir. Didirikan pada tahun 1969
olehDR. Abdul Hamid al-Naghar. Bank ini semula hanya menerima simpanan lokal. Bank ini
tidak beroperasi dalam waktu lama. Karena masalah manajemen yang melilitnya, maka bank
ini terpaksa ditutup.5 Bagaimanapun juga, bank dengan sistem bagi hasil ini telah
mencatatkan sejarah yang berharga dalam khazanah ekonomi dan keuangan Islam. Kelahiran
bank ini telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam yang pertama pada tahun
1975 di Mekah. Dua tahun kemudian lahir Bank Pembangunan Islam. Pada sidang Menteri
Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970, Mesir mengusulkan
perlunya mendirikan Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis dalam bentuk proposal yang
berisi tentang studi pendirian Bank Islam Internasional untuk perdagangan dan pembangunan
senta pendirian Federasi Bank Islam.Hasil kajian dari proposal tersebut ditindaklanjuti pada
sidang Menteri Luar Negeri negara OKI pada tahun 1973 di Benghazi Libya. Dalam sidang
ini, terjadi kesepakatan tentang pentingnya OKI memiliki bidang khusus yang menangani
masalah ekonomi dan keuangan. Pada tahun yang sama, komite ahli wakil dari negara-negara
penghasil minyak bertemu kembali untuk membicarakan secara lebih rinci rencana pendirian
Bank Islam.

Namun, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya baru selesai dibicarakan
pada pertemuan lanjutan kedua tahun 1974. Pada sidang Menteri Luar Negeri negara-negara
anggota OKI pada tahun 1975 di Jeddah telah menyetujui pendirian Bank Islam Internasional
dengan nama Islamic Bank Development Perbankan syariah merupakan suatu kebutuhan
masyarakat. Di mana keberadaannya diharapkan dapat menghilangkan sistem riba yang
terdapat dalam bank-bank konvensional dan dapat mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
ada saat ini. Walaupun bank syariah masih dipertanyakan kesyariahannya, namun seiring
berjalannya waktu, bank syariah mulai memiliki tempat di hati masyarakat. Yang tentunya
merupakan peluang bagi bankir bankir Islam untuk mengembangkan produk-produk bank
syariah, dan pastinya juga diikuti pemurnian kesyariahan produk produknya agar tidak
mengecewakan nasabahnya.

5
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta:Rajawali Grafindo,2009), hlm. 10.
Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah

1) Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
banyaksehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat,antara lain memperluas
jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-daerah terpencil.
2) Meningkatkan kualitas kehidupan social ekonomi masyarakat bangsa
Indonesia,sehingga dapat mengurangi kesenjangan social ekonomi. Dengan demikian
akan melestarikan pembangunan nasional yang antara lain melalui:
a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha
b) Meningkatkan kesempatan kerja
c) Meningkatkan penghasilan masyarakat banyak
d) Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses
pembangunan,terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini
diketahui masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank
ataupun lembaga keuangan lainnya,karena menganggap bahwa bunga adalah
riba.
e) Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara
ekonomi,berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Setelah terbunuhnya Sayyidina Ali, Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah


kekuasaan khalifah tanpa adanya transparansi kepada rakyat dan tanpa dapat
dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat. Hal ini berlangsung sampai terpilihnya
Umar bin aziz sebagai khalifah. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah,
khususnya ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, fungsi Baitul Mal
semakin meluas. Baitul Mal tidak hanya sebatas menyalurkan dana tunjangan,
tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan
demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum. Bahkan, Baitul
Mal juga dipakai untuk membiayai proyek penerjemahan buku-buku kekayaan
intelektual Yunani kuno. Di sinilah gelombang intelektual Islam dimulai.
2) Pada masa pemerintah Daulah Abbasiyah, sistem perekonomian dibangun
dengan menggunakan sistem ekonomi pertanian, peindustrian dan
perdagangan. Perkembangan Perdagangan dan Industri Ekonomi imperium
Abbasiyah paling dominan digerakkan oleh perdagangan. Permulaan masa
kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan
berlimpah-limpah, Uang masuk lebih banyak dari pada pengeluaran. Yang
menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-
dasar yang kuat bagi ekonomi dan kewangan negara. Dia mencontohi Khalifah
Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.
3) Mengembangkan lembaga keuangan syariah (bank dan non bank syariah) yang
sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan,serta mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat banyaksehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi
rakyat,antara lain memperluas jaringan lembaga keuangan syariah ke daerah-
daerah terpencil dan meningkatkan kualitas kehidupan social ekonomi
masyarakat bangsa Indonesia,sehingga dapat mengurangi kesenjangan social
ekonomi. Dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari sempurna. Banyak kekurangan, untuk itu mohon kiranya para pembaca
sekalian mau memberikan masukan kritik dan saran guna perbaikan dimasa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Maryam,Siti, dkk. Sejarah Perdaban Islam, Yogyakarta.

Surawardi K. Lubis. Hukum Ekonomi Islam, Jakarta:Sinar Grafika, 2000.

Supriyadi,Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pustaka Setia, 2008.

Anda mungkin juga menyukai