PEREKONOMIAN
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keuangan Publik Islam
Dosen pengampu : Jujun Junaedi, M.Ag
Sarip Muslim, S.Ag., M.A
Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat limpahan rahmat taufik dan hidayahnya penyusun bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Implikasi Instrumen Zakat dalam
Perekonomian” tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari
zaman Jahilliyah menuju zaman Islamiyah.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Jujun Junaedi, M.Ag
dan Bapak Sarip Muslim, S.Ag., M.A selaku dosen pengampu mata kuliah
Keuangan Publik Islam yang telah membimbing kami dan teman-teman yang telah
berkontribusi dengan sumbangan materi maupun pikirannya. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan yang luas bagi
pembaca untuk kedepannya, serta dapat meperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Artinya: “... supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (Q.S Al-Hasyr (59): 7)
1
kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif
dalam pengelolaan dana zakat. (Dixit et al., 2018)
Permasalahan utama yang ditemukan pada dilematika zakat di Indonesia antara
lain:
1. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang jenis harta yang
dikenai zakat (objek zakat)
2. Masih sangat banyak masyarakat yang belum membayarkan zakat melalui
lembaga
3. Masih banyak masyarakat yang belum percaya kepada pengelola zakat
4. Masih banyak potensi zakat yang belum termobilisasi atau teroptimalkan
5. Masih banyak pengelola zakat yang belum menampilkan kinerja yang
amanah dan profesional
6. Belum efektifnya fungsi regulasi, koordinasi, sinergi dan pengawasan
7. Belum ada standar manajemen zakat, sebagai panduan pengelolaan
sekaligus sebagai acuan pengawasan
8. Zakat belum menjadi pengurang pajak, dan
9. Zakat belum signifikan dalam membantu masyarakat miskin, sehingga
memberi dampak dalam pengentasan kemiskinan.(Amirah, 2010)
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implikasi zakat terhadap perekonomian?
2. Bagaimana pengaruh zakat pada konsumsi agregat dan pasar kerja?
3. Bagaimana pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki?
4. Bagaimana kebijakan penggunaan zakat dalam perekonomian?
5. Bagaimana komparasi implikasi zakat dan pajak konvensional?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. Mendukung kemandirian, untuk melatih keterampilan kerja, mengatasi
pengangguran dan meningkatkan pendidikan atau keahlian (kompetensi)
sehingga mampu bekerja dan mendapatkan penghasilan.
3. Mendukung pengembangan ekonomi melalui dukungan bisnis pada level
sosial dan semi komersial, untuk pengembangan kewirausahaan,
memberikan modal usaha, asistensi usaha dan penguatan usaha.
4. Memenuhi kebutuhan sekunder yang penting, untuk melakukan pembelaan
hukum, pelestarian lingkungan, dakwah dan advokasi untuk mengurangi
kemiskinan dan menolong orang miskin.
5
1. Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat
merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada
Tuhannya.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Karena sifat ini akan
melemahkan produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan
semata-mata nasihat dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya
dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan
persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.
6
(ZCD) yakni pengembangan komunitas secara komprehensif dengan
mengintegrasikan aspek ekonomi dan aspek sosial (pendidikan, kesehatan, agama,
lingkungan, dan aspek sosial lainnya) yang pendanaan utamanya bersumber dari
zakat, infaq, dan sedekah sehingga terwujud masyarakat sejahtera dan mandiri
(BAZNAS, 2013).
Pengaruh zakat terhadap konsumsi didasarkan pada empat faktor yaitu:
1. Adanya perbedaan nilai marginal prospensity to consume antara golongan
kaya dengan golongan miskin.
2. Jumlah golongan miskin sebagai penerima zakat cukup banyak,
3. Besarnya dana zakat yang disalurkan kepada golongan miskin, dan
4. Metode pendistribusian zakat yang digunakan seperti bantuan uang tunai
atau barang (barang konsumsi atau barang modal). Pengaruh zakat terhadap
konsumsi agregat dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi makro.
7
Disamping itu kahf juga mengungkapkan bahwa zakat cenderung mengurangi
atau menurunkan resiko kredit macet, karena salah satu alokasi dana zakat adalah
menolong orang yg terlilit hutang. Sehingga secara riil zakat juga kemudian
menekan tingkat pengangguran. (Fajrina, 2020)
2. Pasar Kerja
8
Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau
seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh
mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang
menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga
tersebut.
Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang
mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini terdiri atas yang
membutuhkan Pengusaha tenaga, Pencari Kerja, dan Perantara atau pihak
ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk
saling berhubungan.
9
konsumsi terhadap golongan ini cenderung lebih besar. beberapa ekonom
muslim telah berpendapat bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah
sejalan dengan bertambahnya pendapat dari zakat.
10
tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. Kedua
Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Karena sifat ini akan melemahkan
produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan semata-mata nasihat
dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui
mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan persaudaraan yang saling
memperhatikan satu sama lain.(Fakhruddin, 2008)
11
2) Jiwanya menjadi suci, menghiasi jiwa dengan kebaikan yang banyak.
3) Jiwa yang suci senantiasa melakukan kebaikan melebihi atas
kewajibannya.(Rahman, 2002)
c. Zakat Memberikan Ketentraman
Ketentraman akan diperoleh saat muzakki dido’akan oleh mustahik
atau amil zakat, karena yang selama ini gelisah dan takut akibat dosa-dosa
yang mereka lakukan.(Shihab, 2002) Selain itu dalam sejarah Nabi SAW
saat menerima zakat dari sahabat, maka hilanglah segala jerih payah mereka
saat itu, saat mereka datang membawa zakat disambut Nabi SAW. dengan
muka jernih, menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh
menjadi dekat.(Hamka, 2015) Ketenteraman jiwa merupakan rahmat Allah
SWT yang sangat signifikan bagi seseorang dalam menempuh hidup.
Sebuah rumah tangga atau masyarakat pasti mendambakan ketentraman
dengan berbagai upaya untuk mendapatkannya, baik melalui individu atau
kelompok, karena jiwa itu sendiri pada dasarnya belum matang dan belum
sempurna wujudnya dalam dimensi sesungguhnya. Maka perlu ditempuh
jalan yang telah digariskan untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh
seseorang.
12
cara memberdayakan zakat untuk terus berproduksi. Meningkatnya penghasilan
masyarakat akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih tinggi.
Allah Berfirman:” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”
(Al-Baqarah;276)
Ayat di atas yang berbicara tentang kelompok yang ditetapkan oleh Allah sebagai
yang berhak mendapat dana zakat (mustahiq). Banyak ayat Al-Qur’an tentang
konsep kepemilikan ditegaskan bahwa kepemilikian harta yang hakiki disandarkan
kepada Allah swt, “Dan berikanlah kepada mereka dari harta Allah yang
dikaruniakan kepadamu…” (An-Nur: 33). Artinya, jika manusia mendapatkan atau
menguasai harta tersebut dengan mengabaikan aturan Allah, maka ia pada
hakikatnya tidak berhak untuk memilikinya. Inilah konsep kepemilikan dalam
Islam yang membedakan dengan konsep kepemilikan dalam aturan lain. Sehingga
harus disadari betul bahwa pada harta yang dimiliki seseorang ada kewajiban yang
ditetapkan oleh Allah dan hak orang lain yang keduanya bersifat melekat pada harta
tersebut.
Selama ini pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat terutama di Indonesia
dilakukan dalam beberapa model atau pola antara lain:
1. Pertama, pola konsumtif tradisionalis dimana zakat diberikan dalam bentuk
barang atau uang tunai (bagi habis)
2. Kedua, pola konsumtif produktif, dimana zakat diberikan dalam bentuk program
incidental seperti beasiswa, pelatihan-pelatihan dan training bagi para mustahik.
13
3. Ketiga, pola produktif tradisional dimana zakat diberikan dalam bentuk bantuan
modal usaha kepada kelompok kerja (usaha) masyarakat miskin dengan akad
Mudhorobah (bagi Hasil).
4. Keempat, pola produktif kreatif, dimana zakat diberikan kepada mustahik dalam
bentuk pendampingan usaha (Akad qordul hasan).
14
operasional lembaga yang pada akhirnya adalah untuk mencapai misi dan tujuan
dari lembaga tersebut.
3. Alokasi Harta Zakat Sesuai Pemetaan Mustahik
Sebelumnya sudah dibahas tentang pemetaan muzaki dan mustahik.
Pemetaan mustahik disini sangat diperlukan guna mencapai penyaluran zakat
yang tepat sasaran. Pemetaan mustahik juga berguna untuk menghindari
masyarakat yang menerima zakat ganda dari beberapa lembaga penyalur zakat.
Pemetaan mustahik juga menjadi dasar pedoman dalam prioritas mustahik mana
yang benar-benar lebih membutuhkan zakat.
15
tegas bahkan Alquran sendiri menyebutkan sebanyak 30 kali, dan 27
kali diantaranya disebutkan beriringan dengan kata salat.
Pengelolaan Zakat.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji.
Allah Swt. berfirman dalam surah Q.s. Maryam [19]: 31 dan 55,
sebagai berikut:
Dia memerintahkan untuk mengerjakan salat dan membayar zakat,
selagi aku masih hidup.Ia menyuruh keluarganya untuk mengerjaan
shalat dan membayarkan zakat, dan dihadirat Tuhannya ia memperoleh
ridha-Nya.
Dari beberapa ayat di atas tampak jelas betapa Allah sangat tegas
menganjurkan me ngeluarkan sebagian hartanya untuk ber zakat,
bahkan bukan saja asal mengeluarkan hartanya, namun dianjurkan untuk
mengeluarkan harta yang baik-baik, setidaknya setara dengan harta-
harta yang ia nikmati. (Baznas, n.d.-b)
b. Prinsip Pajak secara tekstual
Menyikapi kewajiban pajak berdasarkan undang-undang, terdapat
beberapa pendapat di kalangan umat Islam dari yang setuju maupun
yang tidak setuju, karena telah ada kewajiban zakat terhadap harta dan
penghasilannya yang telah memenuhi syarat. Pro-kontra terkait dengan
hal ini harus didudukkan pada proporsi yang semestinya agar terjadi
mutual understanding yang membawa kemaslahatan bagi masa depan
kesejahteraan umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diutarakan pada
penjelasan sebelumnya, terdapat ciri-ciri khas pajak, yaitu:
16
Berdasarkan UU walaupun negara mempunyai hak untuk memungut
pajak namun pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari wakil-
wakil rakyat dengan menyetujui UU. Karena pemungutan pajak
berdasarkan UU berarti bahwa pemungutannya dapat dipaksakan.
Tanpa imbalan dari negara yang langsung dapat ditunjuk secara
individual. Artinya bahwa imbalan tersebut tidak dikhususkan bagi
rakyat secara individual dan tidak dapat dihubungkan secara langsung
dengan besarnya pajak. Imbalan dari negara kepada rakyat sifatnya tidak
langsung. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran
rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Fungsi pajak diantaranya adalah:
1) Fungsi budgetair atau fungsi finansial
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga
atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber
penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber
utama penerimaan negara, tanpa pajak, sebagian besar kegiatan
negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak
meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga
digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman
bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat
dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau
pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang
yang berasal dari pajak.
2) Fungsi redistribusi pendapatan bagi masyarakat.
Pajak juga berfungsi sebagai regulator atau fungsi mengatur,
yaitu fungsi pajak untuk mengatur sesuatu keadaan di masyarakat
dibidang sosial/ekonomi/politik sesuai dengan kebijaksanaan
17
pemerintah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar
merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi ini. Sehingga
pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam
masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
Beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia secara umum, dapat
dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, yang dalam
hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal
2. Implementasi Zakat dan Pajak dalam Tegasan pada Wajib Zakat dan
Pajak dalam Perspektif Hukum Islam
Ulama berbeda pendapat terkait apakah ada kewajiban kaum Muslim
atas harta selain zakat. Mayoritas fukaha berpendapat bahwa zakat adalah
satu-satunya kewajiban kaum Muslim atas harta. Barang siapa telah
menunaikan zakat, maka bersihlah hartanya dan bebaslah kewajibannya.
Dasarnya adalah berbagai hadis Rasulullah.
Di sisi lain ada pendapat ulama bahwa dalam harta kekayaan ada
kewajiban lain selain zakat. Dalilnya adalah Q.s. Al-Baqarah [2]: 177; al-
An‘âm [6]: 141; al-Mâ‘ûn [107]: 4-7; al-Mâidah [5]: 2; al-Isrâ’ [17]: 26;
alNisâ’ [4]: 36; al-Balad: 11-18.
Jalan tengah dari dua perbedaan pendapat ini adalah bahwa kewajiban
atas harta yang wajib adalah zakat, namun jika datang kondisi yang
menghendaki adanya keperluan tambahan (dhârûrah), maka akan ada
kewajiban tambahan lain berupa pajak (dhâribah). Pendapat ini misalnya
dikemukakan oleh Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi, Imam Mâlik, Imam
Qurtûbi, Imam Syâthibi, Mahmûd Syalthûth.
Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama tersebut di
atas, alasan utamanya adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana
pemerintah tidak mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”,
yang jika pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemadaratan.
18
Sedangkan mencegah kemudaratan adalah juga suatu kewajiban.
Sebagaimana kaidah usul fikih “mâ lâ yatîm al-wajib illa bihî fahuwa
wâjib”.
Oleh karena itu pajak tidak boleh dipungut dengan cara paksa dan
kekuasaan semata, melainkan karena ada kewajiban kaum muslimin yang
dipikulkan kepada Negara, seperti member rasa aman, pengobatan dan
pendidikan dengan pengeluaran seperti nafkah untuk para tentara, gaji
pegawai, hakim, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pajak memang
merupakan kewajiban warga Negara dalam sebuah Negara Muslim, tetapi
Negara berkewajiban pula untuk memenuhi dua kondisi (syarat):
a. Penerimaan hasil-hasil pajak harus dipandang sebagai amanah dan
dibelanjakan secara jujur dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan
pajak;
b. Pemerintah harus mendistribusikan beban pajak secara merata di antara
mereka yang wajib membayarnya.
19
a. Pajak bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh dipungut
ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal sudah
terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan
zakat, yang tetap di pungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang
membutuhkan (mustahik). Sedangkan pajak dalam perspektif
konvensional adalah selamanya (abadi);
b. Pajak hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan
untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak
dalam perspektif konvensional ditujukan untuk seluruh warga tanpa
membedakan agama;
c. Pajak hanya diambil dari kaum Muslim, tidak kaum non-muslim.
Sedangkan teori pajak konvensional tidak membedakan Muslim dan non-
muslim dengan alasan tidak boleh ada diskriminasi;
d. Pajak hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak dipungut dari
selainnya. Sedangkan pajak dalam perspektif konvensional, kadangkala
juga dipungut atas orang miskin, seperti PBB;
e. Pajak hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan, tidak boleh lebih;
f. Pajak dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan. Menurut teori pajak
konvensional, tidak akan dihapus karena hanya itulah sumber
pendapatan. Dalam konteks Indonesia, payung hukum bagi Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tidak tebang pilih dalam menerapakan
aturan perpajakan pada berbasis syariah di Indonesia telah terbit, yaitu
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2009 dengan tajuk Pajak
Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis Syariah. Maka mulai
tahun ini, penghasilan yang di dapat dari usaha maupun transaksi
berbasis syariah baik oleh wajib pajak (WP) pribadi maupun badan
usaha, akan dikenakan PP. Penerbitan PP PPh Syariah ini merupakan
bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31 D UU No. 36 Tahun
2008 tentang PPh.
20
3. Perbedaan dan Persamaan Zakat dan Pajak.
Zakat adalah rukun Islam yang langsung bersentuhan dengan aspek-
aspek sosial kemasyarakatan, itu terlihat pada Rukun Islam yang ketiga,
yaitu menunaikan zakat. Orang yang berzakat dengan baik, dengan ikhlas,
insya Allah dia akan menjadi orang yang shaleh. Kita seringkali
beranggapan bahwa setelah membayar pajak, tidak perlu lagi membayar
zakat. Atau sebaliknya sudah membayar zakat, untuk apa lagi harus
membayar pajak.
Memang ada banyak kesamaan antara pajak dengan zakat, tetapi tidak
bisa dipungkiri bahwa antara keduanya tetap ada perbedaan yang hakiki.
Sehingga keduanya, baik zakat maupun pajak tidak bisa disamakan begitu
saja.
Persamaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:
a. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila
melalaikannya terkena sanksi;
b. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai
efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya;
c. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara;
d. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu didunia
e. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk
menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang
terdapat di masyarakat.
Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu
saja disamakan dengan zakat. Sebab antara keduanya, ternyata ada
perbedaan-perbedaan mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu
saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Pajak bisa digunakan
untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak hal bisa lebih leluasa dalam
penggunaannya. Sedangkan zakat, dalam penggunaannya akan terikat ke
dalam ashnaf sebagai pada tercantum dalam Alquran. Zakat dengan dalih
apapun tidak dapat disamakan dengan pajak.(Baznas, n.d.-a)
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas, zakat
disalurkan dalam bentuk bantuan konsumtif dan bantuan produktif. Zakat
merupakan instrumen dalam Islam yang efektif dalam mengentaskan kemiskinan.
Sehingga salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah mensosialisasikan kepada
umat Islam tentang perhitungan zakat dengan benar dan mengajar umat Islam
menunaikan kewajibannya tersebut. Oleh karena itu, zakat sangat berpotensi di
Indonesia.
Aspek ekonomi, zakat bermanfaat untuk menghindari penumpukan harta
pada segelintir orang, mendistribusikan harta secara lebih adil dan merata,
menyejahterakan kaum lemah dan diharapkan menghasilkan tata ekonomi yang
harmoni dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Dalam pemberdayaan ekonomi,
kedudukan zakat adalah menumbuhkan dan mendukung pengembangan usaha
mikro dan kecil terutama pada level sosial. Pada sisi produksi, zakat pada
hakikatnya menjaga transaksi di pasar agar barang hasil produksi terus dapat
diserap oleh pasar.
Pengaruh zakat terhadap perilaku konsumsi tergantung pada empat faktor :
Perbedaan hasrat konsumsi muzakki dan mustahik, tingkat jumlah penduduk yang
menerima zakat, nilai zakat yang tersalurkan pada kelompok miskin, dan metode
pendistribusian zakat pada mustahik. Zakat memiliki dampak horizontal yaitu
sebagai gerakan dari distribusi kekayaan yang adil dan merata dan memberikan
dampak positif bagi penerimanya. Pengelolaan dana zakat dapat didistribusikan
melalui dana konsumtif dan dana produktif.
Pengaruh zakat bagi si penerima (mustahik) antara lain; Pertama Zakat akan
membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tentram
dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. Kedua Zakat
22
menghilangkan sifat dengki dan benci. Pengaruh zakat bagi muzakki yaitu
membersihkan, mensucikan, dan memberikan ketentraman.
Selama ini pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat terutama di
Indonesia dilakukan dalam beberapa model atau pola antara lain: Pertama, pola
konsumtif tradisionalis. Kedua, pola konsumtif produktif. Ketiga, pola produktif
tradisional. Keempat, pola produktif kreatif, dimana zakat diberikan kepada
mustahik dalam bentuk pendampingan usaha (Akad qordul hasan). Upaya-upaya
mewujudkan peran zakat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
pemerataan: pendataan dan pengklasifikasian muzaki dan mustahik kemudian
dilakukan pemetaan, optimalisasi penghimpunan zakat dari masyarakat, dan alokasi
harta zakat sesuai pemetaan mustahik.
Persamaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut: Bersifat wajib dan
mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi;
zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi
penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya; dalam pemerintahan islam, zakat
dan pajak dikelola oleh negara; tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi
tertentu didunia, dan dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk
menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di
masyarakat. Pajak bisa digunakan untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak
hal bisa lebih leluasa dalam penggunaannya. Sedangkan zakat, dalam
penggunaannya akan terikat ke dalam ashnaf sebagai pada tercantum dalam
Alquran. Zakat dengan dalih apapun tidak dapat disamakan dengan pajak.
B. Saran
Tiga hal penting yang harus mendapatkan penekanan upaya meningkatkan
efektifitas dan kemanfaatan pendistribusian zakat, yaitu: Pertama, prioritas target
distribusi zakat. Kedua, bentuk pendistribusian zakat yang sesuai. Ketiga,
menyesuaikan dengan kondisi lokal dan perkembangan terkini.
23
DAFTAR PUSTAKA
24