Anda di halaman 1dari 27

IMPLIKASI INSTRUMEN ZAKAT DALAM

PEREKONOMIAN

MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keuangan Publik Islam
Dosen pengampu : Jujun Junaedi, M.Ag
Sarip Muslim, S.Ag., M.A

Disusun oleh : kelompok 3


Indah Wulan Kencana 1209220040
Nabila Nurhaliza Lisdiani 1199220057
Nurali Fakhrurrozi 1199220063
Shafa Raisya Fadhilah 1199220081

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat limpahan rahmat taufik dan hidayahnya penyusun bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Implikasi Instrumen Zakat dalam
Perekonomian” tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari
zaman Jahilliyah menuju zaman Islamiyah.

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Jujun Junaedi, M.Ag
dan Bapak Sarip Muslim, S.Ag., M.A selaku dosen pengampu mata kuliah
Keuangan Publik Islam yang telah membimbing kami dan teman-teman yang telah
berkontribusi dengan sumbangan materi maupun pikirannya. Harapan kami,
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan yang luas bagi
pembaca untuk kedepannya, serta dapat meperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Bandung, 17 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian Makalah .......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
A. Implikasi Zakat terhadap Perekonomian ...................................................... 4
B. Pengaruh Zakat pada Konsumsi Agregat dan Pasar Kerja........................... 8
C. Pengaruh Zakat Bagi Mustahik dan Muzakki ............................................ 10
D. Kebijakan Penggunaan Zakat dalam Perekonomian .................................. 12
E. Komparasi Implikasi Zakat dan Pajak Konvensional ................................ 15
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 22
A. Kesimpulan ................................................................................................ 22
B. Saran ........................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kekuatan masyarakat dapat tumbuh dengan adanya kebijaksanaan distribusi
pendapatan, jika sekelompok masyarakat sangat kaya, sedangkan kelompok lainnya
sangat miskin, maka terjadi sebuah ketimpangan yang membuat masyarakat tidak
memiliki kekuatan, sehingga lemah dan mudah dihancurkan. Oleh karena itu,
Ekonomi Islam menawarkan suatu solusi untuk mencegah terjadinya distribusi
pendapatan yang tidak merata dengan zakat sebagai instrumen untuk mengalirkan
harta dari kelompok masyarakat kaya kepada kelompok masyarakat miskin, Allah
SWT berfirman:

Artinya: “... supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (Q.S Al-Hasyr (59): 7)

Ayat di atas menjelaskan perihal distribusi pendapatan dalam Islam yang


dilakukan dalam bentuk berzakat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengentaskan kemiskinan dan mempersempit ketimpangan ekonomi hingga ke
batas yang seminimal mungkin.
Membayar zakat merupakan kewajiban agama yang dibebankan kepada orang
kaya agar dapat membantu anggota masyarakat yang miskin. Dengan cara ini Islam
menjaga harta di dalam masyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi
di tangan segelintir orang saja. (Rahman, 1995)
Tujuan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud
apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki
harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata
menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan

1
kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif
dalam pengelolaan dana zakat. (Dixit et al., 2018)
Permasalahan utama yang ditemukan pada dilematika zakat di Indonesia antara
lain:
1. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang jenis harta yang
dikenai zakat (objek zakat)
2. Masih sangat banyak masyarakat yang belum membayarkan zakat melalui
lembaga
3. Masih banyak masyarakat yang belum percaya kepada pengelola zakat
4. Masih banyak potensi zakat yang belum termobilisasi atau teroptimalkan
5. Masih banyak pengelola zakat yang belum menampilkan kinerja yang
amanah dan profesional
6. Belum efektifnya fungsi regulasi, koordinasi, sinergi dan pengawasan
7. Belum ada standar manajemen zakat, sebagai panduan pengelolaan
sekaligus sebagai acuan pengawasan
8. Zakat belum menjadi pengurang pajak, dan
9. Zakat belum signifikan dalam membantu masyarakat miskin, sehingga
memberi dampak dalam pengentasan kemiskinan.(Amirah, 2010)

Zakat mempunyai kedudukan utama dalam kebijakan fiskal dan keuangan


publik pada masa awal Islam. Disamping sebagai sumber pendapatan negara Islam
yang utama pada waktu itu, zakat juga mampu menunjang pengeluaran negara baik
dalam bentuk government expenditure maupun government transfer. Zakat juga
mampu mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah Islam untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat terutama kaum lemah. (Rini et al., n.d.)
Kedudukan zakat dalam kebijakan fiskal masih perlu dikaji secara lebih
mendalam. Salah satunya adalah dengan melakukan penelusuran sejarah
masyarakat muslim sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang. Sehingga akan
dapat dijabarkan pola implikasi zakat terhadap perekonomian. (Fajrina, 2020)

2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implikasi zakat terhadap perekonomian?
2. Bagaimana pengaruh zakat pada konsumsi agregat dan pasar kerja?
3. Bagaimana pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki?
4. Bagaimana kebijakan penggunaan zakat dalam perekonomian?
5. Bagaimana komparasi implikasi zakat dan pajak konvensional?

C. Tujuan Penelitian Makalah


1. Untuk mengetahui implikasi zakat terhadap perekonomian.
2. Untuk mengetahui pengaruh zakat pada konsumsi agregat dan pasar kerja.
3. Untuk mengetahui pengaruh zakat bagi mustahik dan muzakki.
4. Untuk mengetahui kebijakan penggunaan zakat dalam perekonomian.
5. Untuk mengetahui komparasi implikasi zakat dan pajak konvensional.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Implikasi Zakat terhadap Perekonomian


Dalam konteks pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas, zakat
disalurkan dalam bentuk bantuan konsumtif dan bantuan produktif. Dari segi
bantuan konsumtif diharapkan akan meningkatkan konsumsi mustahik secara
keseluruhan. Sedangkan dari segi bantuan produktif diharapkan akan meningkatkan
kapasitas produksi mustahik dan pada akhirnya akan meningkatkan output nasional
yang tergambar dalam Produk Domestik Bruto (PDB).(Puskas, 2018)
Zakat merupakan instrumen dalam Islam yang efektif dalam mengentaskan
kemiskinan. Sehingga salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah
mensosialisasikan kepada umat Islam tentang perhitungan zakat dengan benar dan
mengajar umat Islam menunaikan kewajibannya tersebut. Sehingga Pemerintah
harus berupaya memberikan mekanisme pembayaran yang mudah secara memadai
dan optimal, meningkatkan transparansi, dan sosialisasi kepada seluruh masyarakat
muslim di Indonesia. Oleh karena itu, zakat sangat berpotensi di Indonesia.
Dari aspek ekonomi, zakat bermanfaat untuk menghindari penumpukan harta
pada segelintir orang, mendistribusikan harta secara lebih adil dan merata,
menyejahterakan kaum lemah dan diharapkan menghasilkan tata ekonomi yang
harmoni dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Selain itu ada dimensi spiritual
sebagai tujuan, yaitu penjagaan keimanan umat atau masyarakat secara luas
maupun penjagaan aliran sumber daya ekonomi atau distribusi kekayaan dan
pendapatan dan pendapatan sektor keuangan publik dan sosial pada hakikatnya
bertujuan menyediakan kebutuhan dasar umat atau masyarakat agar mereka dapat
menunaikan kewajibannya kepada Tuhan (menjaga keimanan). Dalam konteks
keseluruhan sistem ekonomi Islam, zakat memiliki peran sebagai berikut. (Juhro &
dkk, 2019)
1. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti memenuhi kebutuhan
makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan.

4
2. Mendukung kemandirian, untuk melatih keterampilan kerja, mengatasi
pengangguran dan meningkatkan pendidikan atau keahlian (kompetensi)
sehingga mampu bekerja dan mendapatkan penghasilan.
3. Mendukung pengembangan ekonomi melalui dukungan bisnis pada level
sosial dan semi komersial, untuk pengembangan kewirausahaan,
memberikan modal usaha, asistensi usaha dan penguatan usaha.
4. Memenuhi kebutuhan sekunder yang penting, untuk melakukan pembelaan
hukum, pelestarian lingkungan, dakwah dan advokasi untuk mengurangi
kemiskinan dan menolong orang miskin.

Dalam pemberdayaan ekonomi, kedudukan zakat adalah menumbuhkan dan


mendukung pengembangan usaha mikro dan kecil terutama pada level sosial. Hal
tersebut akan meningkatkan frekuensi perputaran arus barang dan jasa yang
memberikan efek ganda secara luas akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi
makro. Zakat akan dapat memberikan dampak yang lebih luas dan menyentuh
semua aspek kehidupan, apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada
kegiatan yang bersifat produktif.
Para ulama seperti Imam Syafi’I, an-Nasa’I, dan lainnya menyatakan bahwa
jika mustahik zakat memiliki kemampuan untuk berdagang, selayaknya dia diberi
modal usaha yang memungkinkannya memperoleh keuntungan yang dapat
memenuhi kebutuhan pokoknya (Hafidhuddin, 2005). Demikian juga jika mustahik
tersebut memiliki keterampilan tertentu, maka akan diberikan peralatan produksi
yang sesuai dengan pekerjaannya. Jika mustahik tidak bekerja dan tidak memiliki
keterampilan tertentu, menurut Imam Syamsuddin ar-Ramli, mustahik akan
diberikan jaminan hidup dari zakat, misalnya dengan cara ikut menanamkan modal
(dari uang zakat tersebut) pada usaha tertentu, sehingga mustahik tersebut memiliki
penghasilan dari perputaran zakat itu.
Dalam Kitab Fiqih Zakat (Qardhawi, 2011), bahwa tujuan dan dampak zakat
bagi si penerima (mustahik) antara lain:

5
1. Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat
merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada
Tuhannya.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Karena sifat ini akan
melemahkan produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan
semata-mata nasihat dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya
dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan
persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.

Adapun tiga hal penting yang harus mendapatkan penekanan upaya


meningkatkan efektifitas dan kemanfaatan pendistribusian zakat, yaitu: Pertama,
prioritas target distribusi zakat. Distribusi zakat sudah ditentukan hanya untuk
delapan ashnaf. Hal tersebut dijelaskan bahwa fakir dan miskin sebagai kelompok
pertama dan kedua dalam daftar penerimaan zakat, dikarenakan menunjukkan
bahwa mengatasi masalah kemiskinan merupakan tujuan utama zakat.
Kedua, bentuk pendistribusian zakat yang sesuai. Kadar zakat untuk fakir
miskin tidak ditentukan menurut besarnya dana zakat yang terkumpul. Hal ini
karena tujuan zakat adalah memberikan tingkat hidup yang layak sebagai seorang
Muslim dengan cara memampukan mustahik untuk menghidupi dirinya sendiri
dengan kemampuan yang dimilikinya.
Ketiga, menyesuaikan dengan kondisi lokal dan perkembangan terkini.
Lembaga zakat perlu untuk memikirkan bentuk pendayagunaan zakat yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal serta perkembangan pemikiran
tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sebagai misal, dalam kondisi bencana
alam, distribusi zakat semestinya tidak hanya dalam bentuk cash transfer namun
juga bisa dalam bentuk cash for work.
Agar pendistribusian dana zakat tepat sasaran yakni membangun ekonomi
masyarakat supaya pada masa-masa yang akan datang tidak lagi menjadi orang-
orang yang berhak menerima zakat (mustahik), melainkan berubah menjadi orang-
orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat (muzakki), maka dilakukan program
amil zakat yang dikembangkan dengan program Zakat Community Development

6
(ZCD) yakni pengembangan komunitas secara komprehensif dengan
mengintegrasikan aspek ekonomi dan aspek sosial (pendidikan, kesehatan, agama,
lingkungan, dan aspek sosial lainnya) yang pendanaan utamanya bersumber dari
zakat, infaq, dan sedekah sehingga terwujud masyarakat sejahtera dan mandiri
(BAZNAS, 2013).
Pengaruh zakat terhadap konsumsi didasarkan pada empat faktor yaitu:
1. Adanya perbedaan nilai marginal prospensity to consume antara golongan
kaya dengan golongan miskin.
2. Jumlah golongan miskin sebagai penerima zakat cukup banyak,
3. Besarnya dana zakat yang disalurkan kepada golongan miskin, dan
4. Metode pendistribusian zakat yang digunakan seperti bantuan uang tunai
atau barang (barang konsumsi atau barang modal). Pengaruh zakat terhadap
konsumsi agregat dapat dijelaskan melalui fungsi konsumsi makro.

Menurut Kahft, zakat yang diterima oleh mustahik akan meningkatkan


konsumsinya yang tentu kemudian meningkatkan agregat permintaan secara makro.
Sementara itu, pada pihak muzakki, zakat akan meningkatkan rasio simpanan
mereka, dengan asumsi bahwa tiap individu akan mempertahankan tingkat
kekayaannya.
Pada sisi produksi, zakat pada hakikatnya menjaga transaksi di pasar agar
barang hasil produksi terus dapat diserap oleh pasar. Lebih lanjut Monzer Kahf
(1999), mengungkapkan bahwa zakat memiliki pengaruh yang positif pada tingkat
tabungan dan investasi. Peningkatan tabungan akibat peningkatan pendapatan akan
menyebabkan tingkat investasi juga meningkat. Karena jika tidak diinvestasikan,
angka tabungan yg terus meningkat tersebut, jika sampai nishab akan dikenakan
zakat. Jadi banyak yg melakukan investasi dari dana tabungannya agar hartanya
tidak mencapai nishab. Metode untuk menginvestasikan tabungan adalah qard al-
hasan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Anjuran ini menjadi motivasi tersendiri
bagi masyarakat Muslim untuk meminjamkan harta dan kekayaannya kepada
produsen.

7
Disamping itu kahf juga mengungkapkan bahwa zakat cenderung mengurangi
atau menurunkan resiko kredit macet, karena salah satu alokasi dana zakat adalah
menolong orang yg terlilit hutang. Sehingga secara riil zakat juga kemudian
menekan tingkat pengangguran. (Fajrina, 2020)

B. Pengaruh Zakat pada Konsumsi Agregat dan Pasar Kerja


1. Teori Konsumsi
Konsumsi ialah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan
/memanfaatkan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengeluaran konsumsi terdiri dari konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah
tangga/masyarakat. Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai
perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis
kebutuhannya dalam periode tertentu, atau dalam analisis makroekonomi lebih
lazim disebut dengan konsumsi rumah tangga.
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga antara lain
adalah pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang
konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa
depan, kebijakan pemerintah mengurangi kesenjangan distribusi pendapatan,
jumlah dan komposisi penduduk (usia, pendidikan, dan wilayah tinggal), serta
faktor sosial budaya.
Teori Konsumsi Islam menjelaskan bahwa MPC mustahik lebih tinggi
daripada muzakki sehingga MPC, APC, dan konsumsi agregat dalam ekonomi
Islam akan lebih tinggi daripada ekonomi sekuler. Dimulai dari fungsi
konsumsi Keynes: CS = a + bY dalam ekonomi sekuler. Untuk memperoleh
fungsi konsumsi agregat, penduduk dibagi menjadi dua kelompok yaitu
muzakki (pembayar zakat) dan mustahik (penerima zakat). Muzakki
mentransfer proporsi tertentu (α) dari pendapatannya kepada mustahik karena
pungutan wajib zakat.

2. Pasar Kerja

8
Pasar Kerja adalah seluruh kebutuhan dan persediaan tenaga kerja, atau
seluruh permintaan dan penawaran dalam masyarakat dengan seluruh
mekanisme yang memungkinkan adanya transaksi produktif diantara orang
menjual tenaganya dengan pihak pengusaha yang membutuhkan tenaga
tersebut.
Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang
mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja. Pelaku ini terdiri atas yang
membutuhkan Pengusaha tenaga, Pencari Kerja, dan Perantara atau pihak
ketiga yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dan pencari kerja untuk
saling berhubungan.

3. Pengaruh Zakat terhadap Konsumsi Agregat


Pengaruh zakat terhadap perilaku konsumsi tergantung pada empat faktor :
a. Perbedaan hasrat konsumsi muzakki dan mustahik
b. Tingkat jumlah penduduk yang menerima zakat
c. Nilai zakat yang tersalurkan pada kelompok miskin
d. Metode pendistribusian zakat pada mustahik

Analisis zakat terhadap konsumsi juga dipengaruhi oleh perilaku


konsumsi yang dianut masyarakat. Apabila perilaku konsumsi yang dianut
adalah konsumsi konvensional, maka akan sulit membuat zakat mampu
memberikan dampak pada kehidupan ekonomi. Akan tetapi jika perilaku
konsumsi yang diterapkan adalah perilaku konsumsi islam, maka zakat akan
berpengaruh pada volume konsumsi khususnya konsumsi agregat.
Contoh dampak dari distribusi zakat pada konsumsi mungkin disebabkan
oleh digunakannya data konsumsi agregat umat muslim dan non muslim,
sementara zakat yang terkumpul hanya disalurkan untuk memenuhi kebutuhan
umat muslim saja. Dalam hal ini zakat berpengaruh secara tidak langsung
terhadap konsumsi.
Zakat yang didistribusikan kepada orang yang membutuhkan akan
memberikan pengaruh lebih besar pada permintaan agregat karena kebutuhan

9
konsumsi terhadap golongan ini cenderung lebih besar. beberapa ekonom
muslim telah berpendapat bahwa secara agregat konsumsi akan bertambah
sejalan dengan bertambahnya pendapat dari zakat.

4. Pengaruh Zakat terhadap Pasar Kerja


Zakat memiliki dampak horizontal yaitu sebagai gerakan dari distribusi
kekayaan yang adil dan merata dan memberikan dampak positif bagi
penerimanya. Pengelolaan dana zakat dapat didistribusikan melalui dana
konsumtif dan dana produktif. Bagi penerima zakat dana produktif, dana
tersebut dapat digunakan sebaagai modal usaha sehingga dapat mencukupi
kebutuhannya. Oleh sebab itu zakat berpengaruh terhadap pasar kerja, karena
secara tidak langsung dapat mengurangi pengangguran. Pengaruh zakat dalam
perekonomian juga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, meningkatkan
produktifitas perusahaan yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja.
Sebagai contoh program kerja yang dilakukan oleh Baitul Mal Muamalat yaitu
program zakat yang membantu pengentasan kemiskinan melalui program
komunitas usaha mikro.
Pada dasarnya zakat itu mengandung makna produktif karena ditujukan
untuk memberdayakan kaum fakir miskin dalam rangka keluar dari jeratan
kemiskinan. Dengan adanya zakat, permintaan tenaga kerja semakin
bertambah dan akan mengurangi pengangguran.. Tujuan zakat bukan hanya
mengurangi pengangguran jangka pendek, akan tetapi juga bertujuan untuk
mengentaskan pengangguran dalam jangka panjang, dengan cara
mendayagunakan harta zakat untuk memodali mereka yang sebenarnya masih
mampu mengembangkan dan mencukupi kebutuhan dirinya sendiri. (Putri et
al., 2019)

C. Pengaruh Zakat Bagi Mustahik dan Muzakki


1. Pengaruh Zakat Bagi Mustahik
Pengaruh zakat bagi si penerima (mustahik) antara lain; Pertama Zakat
akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup

10
tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. Kedua
Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Karena sifat ini akan melemahkan
produktifitas. Islam tidak memerangi penyakit ini dengan semata-mata nasihat
dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui
mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan persaudaraan yang saling
memperhatikan satu sama lain.(Fakhruddin, 2008)

2. Pengaruh Zakat Bagi Muzakki


a. Zakat Membersihkan
Zakat juga dinamakan bersih (thaharah), karena dengan membayar
zakat, maka harta dan diri seorang yang berzakat menjadi bersih dari
kotoran dan dosa yang menyertainya, yang disebabkan oleh harta yang
dimilikinya tersebut, adanya hak-hak orang lain, yang apabila kita
menggunakanya berarti telah memakan harta orang lain dan demikian
hukumnya haram.(Zulkifli, 2017)
1) Zakat membersihkan harta yang tercampur antara harta yang baik dan
harta yang kotor.
2) Zakat membersihkan penyakit sifat tamak dan sifat bakhil.
3) Zakat membersihkan prasangka bahwa harta adalah milik pribadi.
4) Zakat membersihkan dosa akibat pengaruh harta.
5) Zakat membersihkan sifat materialime dan egoisme.
6) Zakat membersihkn penyakit hati bagi (mustahik) yaitu: iri, dengki dan
hasad.(Muhammad, 2011)
b. Zakat Mensucikan
Zakat bermakna bertambah dan berkembang. Zakat diharapkan akan
mendatangkan kesuburan dan tumbuhnya pahala-pahala dari amal ini. Juga
diharapkan akan mensucikan jiwa-jiwa orang yang telah berzakat(muzakki)
dan harta yang dizakati menjadi suci dari hal-hal yang mengotori dari segala
sesuatu syubhat.(Lari, 1997)
1) Hartanya menjadi suci, berkah, tumbuh berkembang, berlipat ganda
pahalanya.

11
2) Jiwanya menjadi suci, menghiasi jiwa dengan kebaikan yang banyak.
3) Jiwa yang suci senantiasa melakukan kebaikan melebihi atas
kewajibannya.(Rahman, 2002)
c. Zakat Memberikan Ketentraman
Ketentraman akan diperoleh saat muzakki dido’akan oleh mustahik
atau amil zakat, karena yang selama ini gelisah dan takut akibat dosa-dosa
yang mereka lakukan.(Shihab, 2002) Selain itu dalam sejarah Nabi SAW
saat menerima zakat dari sahabat, maka hilanglah segala jerih payah mereka
saat itu, saat mereka datang membawa zakat disambut Nabi SAW. dengan
muka jernih, menyebabkan barang yang berat menjadi ringan, dan yang jauh
menjadi dekat.(Hamka, 2015) Ketenteraman jiwa merupakan rahmat Allah
SWT yang sangat signifikan bagi seseorang dalam menempuh hidup.
Sebuah rumah tangga atau masyarakat pasti mendambakan ketentraman
dengan berbagai upaya untuk mendapatkannya, baik melalui individu atau
kelompok, karena jiwa itu sendiri pada dasarnya belum matang dan belum
sempurna wujudnya dalam dimensi sesungguhnya. Maka perlu ditempuh
jalan yang telah digariskan untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh
seseorang.

D. Kebijakan Penggunaan Zakat dalam Perekonomian


Zakat secara tidak langsung berpengaruh terhadap hasil produksi. Penghasilan
yang dalam bentuk kekayaan dapat diwujudkan untuk mencapai target
perkembangan ekonomi, yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dengan cara
melakukan pengembangan penghasilan ekonomi. Keuangan negara Islam yang
paling fundamental dalam pengembangan harta adalah zakat. Sedangkan di Negara
Indonesia, sebagian besar penduduknya mayoritas beragama Islam, yang berarti
potensi pengembangan harta dari zakat sangat besar.
Zakat adalah salah satu perangkat politis keuangan Islam dalam menghimpun
penghasilan untuk pengembangan harta, yaitu dengan mengembangkan hasil
produksi. Apabila kita berasumsi pada titik tolak hubungan antara zakat dan
penghasilan, maka zakat adalah upaya untuk mengembangkan penghasilan dengan

12
cara memberdayakan zakat untuk terus berproduksi. Meningkatnya penghasilan
masyarakat akan mewujudkan pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih tinggi.
Allah Berfirman:” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah, Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”
(Al-Baqarah;276)

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir dan miskin,


pengurus (amil) zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan
budak, orang-orang yang berhutang, untuk (usaha) di jalan Allah, dan untuk
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana“. (At-Taubah:
60)

Ayat di atas yang berbicara tentang kelompok yang ditetapkan oleh Allah sebagai
yang berhak mendapat dana zakat (mustahiq). Banyak ayat Al-Qur’an tentang
konsep kepemilikan ditegaskan bahwa kepemilikian harta yang hakiki disandarkan
kepada Allah swt, “Dan berikanlah kepada mereka dari harta Allah yang
dikaruniakan kepadamu…” (An-Nur: 33). Artinya, jika manusia mendapatkan atau
menguasai harta tersebut dengan mengabaikan aturan Allah, maka ia pada
hakikatnya tidak berhak untuk memilikinya. Inilah konsep kepemilikan dalam
Islam yang membedakan dengan konsep kepemilikan dalam aturan lain. Sehingga
harus disadari betul bahwa pada harta yang dimiliki seseorang ada kewajiban yang
ditetapkan oleh Allah dan hak orang lain yang keduanya bersifat melekat pada harta
tersebut.
Selama ini pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat terutama di Indonesia
dilakukan dalam beberapa model atau pola antara lain:
1. Pertama, pola konsumtif tradisionalis dimana zakat diberikan dalam bentuk
barang atau uang tunai (bagi habis)
2. Kedua, pola konsumtif produktif, dimana zakat diberikan dalam bentuk program
incidental seperti beasiswa, pelatihan-pelatihan dan training bagi para mustahik.

13
3. Ketiga, pola produktif tradisional dimana zakat diberikan dalam bentuk bantuan
modal usaha kepada kelompok kerja (usaha) masyarakat miskin dengan akad
Mudhorobah (bagi Hasil).
4. Keempat, pola produktif kreatif, dimana zakat diberikan kepada mustahik dalam
bentuk pendampingan usaha (Akad qordul hasan).

Distribusi dan pendayagunaan zakat dengan cara mengundang orang-orang


miskin datang secara masal datang kerumah orang kaya atau kantor BAZ/LAZ
merupakan fenomena kurang baik dan sehat. Sehingga mereka berbondong-
bondong dan berdesak-desakan atau sampai mengantri mengular dibawah terik
matahari adalah salah satu contoh distribusi zakat yang tidak mendidik.
Solusi alternatif dan strategis yang ditawarkan Islam tiada lain adalah dengan
sistem Pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat yang produktif dan
kreatif. Dengan pengelolaan sebagaimana dimaksud diharapkan dapat
memberdayakan umat dari nestapa ekonomi, sosial, dan moral, memberdayakan
orang miskin menjadi Aghniya dan menjadikan mustahiq menjadi muzakki.
Wallahu A`lam

Upaya-upaya Mewujudkan Peran Zakat dalam Meningkatkan Pertumbuhan


Ekonomi Melalui Pemerataan
1. Pendataan dan Pengklasifikasian Muzaki dan Mustahik kemudian
Dilakukan Pemetaan
Telah kita ketahui perkiraan besarnya potensi zakat di Negara Indonesia ini.
Dengan besarnya potensi zakat yang seharusnya terhimpun, maka disini akan
kita uraikan tentang pemetaan muzaki dan mustahik untuk memaksimalkan
penghimpunan dan penyaluran zakat di Indonesia.
2. Optimalisasi Penghimpunan Zakat dari Masyarakat
Fundraising sebagai kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya
dari masyarakat baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun
pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan

14
operasional lembaga yang pada akhirnya adalah untuk mencapai misi dan tujuan
dari lembaga tersebut.
3. Alokasi Harta Zakat Sesuai Pemetaan Mustahik
Sebelumnya sudah dibahas tentang pemetaan muzaki dan mustahik.
Pemetaan mustahik disini sangat diperlukan guna mencapai penyaluran zakat
yang tepat sasaran. Pemetaan mustahik juga berguna untuk menghindari
masyarakat yang menerima zakat ganda dari beberapa lembaga penyalur zakat.
Pemetaan mustahik juga menjadi dasar pedoman dalam prioritas mustahik mana
yang benar-benar lebih membutuhkan zakat.

E. Komparasi Implikasi Zakat dan Pajak Konvensional


1. Prinsip zakat dan pajak secara tekstual dalam ketegasan pada wajib
zakat dan pajak.
a. Prinsip zakat secara tekstual
Kata zakat secara etimologi berarti tumbuh, berkembang, kesuburan
atau bertambah, atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan.
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.s. al-Tawbah [9]: 103, yang artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka,
dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat: Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seorang Muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai
dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.
Menurut istilah fikih Islam zakat adalah: Harta yang wajib
dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada
mereka yang berhak menerimanya, dengan aturan-aturan yang
ditentukan didalam syara’. Anjuran untuk menunaikan zakat sangat lah

15
tegas bahkan Alquran sendiri menyebutkan sebanyak 30 kali, dan 27
kali diantaranya disebutkan beriringan dengan kata salat.
Pengelolaan Zakat.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji.
Allah Swt. berfirman dalam surah Q.s. Maryam [19]: 31 dan 55,
sebagai berikut:
Dia memerintahkan untuk mengerjakan salat dan membayar zakat,
selagi aku masih hidup.Ia menyuruh keluarganya untuk mengerjaan
shalat dan membayarkan zakat, dan dihadirat Tuhannya ia memperoleh
ridha-Nya.
Dari beberapa ayat di atas tampak jelas betapa Allah sangat tegas
menganjurkan me ngeluarkan sebagian hartanya untuk ber zakat,
bahkan bukan saja asal mengeluarkan hartanya, namun dianjurkan untuk
mengeluarkan harta yang baik-baik, setidaknya setara dengan harta-
harta yang ia nikmati. (Baznas, n.d.-b)
b. Prinsip Pajak secara tekstual
Menyikapi kewajiban pajak berdasarkan undang-undang, terdapat
beberapa pendapat di kalangan umat Islam dari yang setuju maupun
yang tidak setuju, karena telah ada kewajiban zakat terhadap harta dan
penghasilannya yang telah memenuhi syarat. Pro-kontra terkait dengan
hal ini harus didudukkan pada proporsi yang semestinya agar terjadi
mutual understanding yang membawa kemaslahatan bagi masa depan
kesejahteraan umat Islam khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah diutarakan pada
penjelasan sebelumnya, terdapat ciri-ciri khas pajak, yaitu:

16
Berdasarkan UU walaupun negara mempunyai hak untuk memungut
pajak namun pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari wakil-
wakil rakyat dengan menyetujui UU. Karena pemungutan pajak
berdasarkan UU berarti bahwa pemungutannya dapat dipaksakan.
Tanpa imbalan dari negara yang langsung dapat ditunjuk secara
individual. Artinya bahwa imbalan tersebut tidak dikhususkan bagi
rakyat secara individual dan tidak dapat dihubungkan secara langsung
dengan besarnya pajak. Imbalan dari negara kepada rakyat sifatnya tidak
langsung. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah, baik pengeluaran
rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Fungsi pajak diantaranya adalah:
1) Fungsi budgetair atau fungsi finansial
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga
atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber
penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber
utama penerimaan negara, tanpa pajak, sebagian besar kegiatan
negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak
meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan
berbagai proyek pembangunan.
Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan,
sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga
digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman
bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat
dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau
pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang
yang berasal dari pajak.
2) Fungsi redistribusi pendapatan bagi masyarakat.
Pajak juga berfungsi sebagai regulator atau fungsi mengatur,
yaitu fungsi pajak untuk mengatur sesuatu keadaan di masyarakat
dibidang sosial/ekonomi/politik sesuai dengan kebijaksanaan

17
pemerintah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar
merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi ini. Sehingga
pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam
masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
Beberapa jenis pajak yang berlaku di Indonesia secara umum, dapat
dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, yang dalam
hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal

2. Implementasi Zakat dan Pajak dalam Tegasan pada Wajib Zakat dan
Pajak dalam Perspektif Hukum Islam
Ulama berbeda pendapat terkait apakah ada kewajiban kaum Muslim
atas harta selain zakat. Mayoritas fukaha berpendapat bahwa zakat adalah
satu-satunya kewajiban kaum Muslim atas harta. Barang siapa telah
menunaikan zakat, maka bersihlah hartanya dan bebaslah kewajibannya.
Dasarnya adalah berbagai hadis Rasulullah.
Di sisi lain ada pendapat ulama bahwa dalam harta kekayaan ada
kewajiban lain selain zakat. Dalilnya adalah Q.s. Al-Baqarah [2]: 177; al-
An‘âm [6]: 141; al-Mâ‘ûn [107]: 4-7; al-Mâidah [5]: 2; al-Isrâ’ [17]: 26;
alNisâ’ [4]: 36; al-Balad: 11-18.
Jalan tengah dari dua perbedaan pendapat ini adalah bahwa kewajiban
atas harta yang wajib adalah zakat, namun jika datang kondisi yang
menghendaki adanya keperluan tambahan (dhârûrah), maka akan ada
kewajiban tambahan lain berupa pajak (dhâribah). Pendapat ini misalnya
dikemukakan oleh Qadhi Abu Bakar Ibn al-‘Arabi, Imam Mâlik, Imam
Qurtûbi, Imam Syâthibi, Mahmûd Syalthûth.
Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama tersebut di
atas, alasan utamanya adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana
pemerintah tidak mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”,
yang jika pengeluaran itu tidak dibiayai, maka akan timbul kemadaratan.

18
Sedangkan mencegah kemudaratan adalah juga suatu kewajiban.
Sebagaimana kaidah usul fikih “mâ lâ yatîm al-wajib illa bihî fahuwa
wâjib”.
Oleh karena itu pajak tidak boleh dipungut dengan cara paksa dan
kekuasaan semata, melainkan karena ada kewajiban kaum muslimin yang
dipikulkan kepada Negara, seperti member rasa aman, pengobatan dan
pendidikan dengan pengeluaran seperti nafkah untuk para tentara, gaji
pegawai, hakim, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pajak memang
merupakan kewajiban warga Negara dalam sebuah Negara Muslim, tetapi
Negara berkewajiban pula untuk memenuhi dua kondisi (syarat):
a. Penerimaan hasil-hasil pajak harus dipandang sebagai amanah dan
dibelanjakan secara jujur dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan
pajak;
b. Pemerintah harus mendistribusikan beban pajak secara merata di antara
mereka yang wajib membayarnya.

Para ulama yang mendukung diperbolehkannya memungut pajak


menekankan bahwa yang mereka maksud adalah sistem perpajakan yang
adil, yang selaras dengan spirit Islam. Menurut mereka, sistem perpajakan
yang adil adalah apabila memenuhi tiga kriteria:
a. Pajak dikenakan untuk membiayai pengeluaran yang benar-benar
diperlukan untuk merealisasikan maqâshid al-syariah;
b. Beban pajak tidak boleh terlalu kaku dihadapkan pada kemampuan
rakyat untuk menanggung dan didistribusikan secara merata terhadap
semua orang yang mampu membayar;
c. Dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang
karenanya pajak diwajibkan.

Adapun karakteristik pajak (dharibah) menurut syariat, yang hal ini


membedakannya dengan pajak konvensional adalah sebagai berikut:

19
a. Pajak bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh dipungut
ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang. Ketika baitul mal sudah
terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan
zakat, yang tetap di pungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang
membutuhkan (mustahik). Sedangkan pajak dalam perspektif
konvensional adalah selamanya (abadi);
b. Pajak hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan
untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak
dalam perspektif konvensional ditujukan untuk seluruh warga tanpa
membedakan agama;
c. Pajak hanya diambil dari kaum Muslim, tidak kaum non-muslim.
Sedangkan teori pajak konvensional tidak membedakan Muslim dan non-
muslim dengan alasan tidak boleh ada diskriminasi;
d. Pajak hanya dipungut dari kaum Muslim yang kaya, tidak dipungut dari
selainnya. Sedangkan pajak dalam perspektif konvensional, kadangkala
juga dipungut atas orang miskin, seperti PBB;
e. Pajak hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan, tidak boleh lebih;
f. Pajak dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan. Menurut teori pajak
konvensional, tidak akan dihapus karena hanya itulah sumber
pendapatan. Dalam konteks Indonesia, payung hukum bagi Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak untuk tidak tebang pilih dalam menerapakan
aturan perpajakan pada berbasis syariah di Indonesia telah terbit, yaitu
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2009 dengan tajuk Pajak
Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis Syariah. Maka mulai
tahun ini, penghasilan yang di dapat dari usaha maupun transaksi
berbasis syariah baik oleh wajib pajak (WP) pribadi maupun badan
usaha, akan dikenakan PP. Penerbitan PP PPh Syariah ini merupakan
bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31 D UU No. 36 Tahun
2008 tentang PPh.

20
3. Perbedaan dan Persamaan Zakat dan Pajak.
Zakat adalah rukun Islam yang langsung bersentuhan dengan aspek-
aspek sosial kemasyarakatan, itu terlihat pada Rukun Islam yang ketiga,
yaitu menunaikan zakat. Orang yang berzakat dengan baik, dengan ikhlas,
insya Allah dia akan menjadi orang yang shaleh. Kita seringkali
beranggapan bahwa setelah membayar pajak, tidak perlu lagi membayar
zakat. Atau sebaliknya sudah membayar zakat, untuk apa lagi harus
membayar pajak.
Memang ada banyak kesamaan antara pajak dengan zakat, tetapi tidak
bisa dipungkiri bahwa antara keduanya tetap ada perbedaan yang hakiki.
Sehingga keduanya, baik zakat maupun pajak tidak bisa disamakan begitu
saja.
Persamaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut:
a. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila
melalaikannya terkena sanksi;
b. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai
efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya;
c. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara;
d. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu didunia
e. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk
menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang
terdapat di masyarakat.

Namun dengan semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa begitu
saja disamakan dengan zakat. Sebab antara keduanya, ternyata ada
perbedaan-perbedaan mendasar dan esensial. Sehingga menyamakan begitu
saja antara keduanya, adalah tindakan yang fatal. Pajak bisa digunakan
untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak hal bisa lebih leluasa dalam
penggunaannya. Sedangkan zakat, dalam penggunaannya akan terikat ke
dalam ashnaf sebagai pada tercantum dalam Alquran. Zakat dengan dalih
apapun tidak dapat disamakan dengan pajak.(Baznas, n.d.-a)

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam konteks pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Baznas, zakat
disalurkan dalam bentuk bantuan konsumtif dan bantuan produktif. Zakat
merupakan instrumen dalam Islam yang efektif dalam mengentaskan kemiskinan.
Sehingga salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah mensosialisasikan kepada
umat Islam tentang perhitungan zakat dengan benar dan mengajar umat Islam
menunaikan kewajibannya tersebut. Oleh karena itu, zakat sangat berpotensi di
Indonesia.
Aspek ekonomi, zakat bermanfaat untuk menghindari penumpukan harta
pada segelintir orang, mendistribusikan harta secara lebih adil dan merata,
menyejahterakan kaum lemah dan diharapkan menghasilkan tata ekonomi yang
harmoni dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Dalam pemberdayaan ekonomi,
kedudukan zakat adalah menumbuhkan dan mendukung pengembangan usaha
mikro dan kecil terutama pada level sosial. Pada sisi produksi, zakat pada
hakikatnya menjaga transaksi di pasar agar barang hasil produksi terus dapat
diserap oleh pasar.
Pengaruh zakat terhadap perilaku konsumsi tergantung pada empat faktor :
Perbedaan hasrat konsumsi muzakki dan mustahik, tingkat jumlah penduduk yang
menerima zakat, nilai zakat yang tersalurkan pada kelompok miskin, dan metode
pendistribusian zakat pada mustahik. Zakat memiliki dampak horizontal yaitu
sebagai gerakan dari distribusi kekayaan yang adil dan merata dan memberikan
dampak positif bagi penerimanya. Pengelolaan dana zakat dapat didistribusikan
melalui dana konsumtif dan dana produktif.
Pengaruh zakat bagi si penerima (mustahik) antara lain; Pertama Zakat akan
membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tentram
dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. Kedua Zakat

22
menghilangkan sifat dengki dan benci. Pengaruh zakat bagi muzakki yaitu
membersihkan, mensucikan, dan memberikan ketentraman.
Selama ini pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat terutama di
Indonesia dilakukan dalam beberapa model atau pola antara lain: Pertama, pola
konsumtif tradisionalis. Kedua, pola konsumtif produktif. Ketiga, pola produktif
tradisional. Keempat, pola produktif kreatif, dimana zakat diberikan kepada
mustahik dalam bentuk pendampingan usaha (Akad qordul hasan). Upaya-upaya
mewujudkan peran zakat dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui
pemerataan: pendataan dan pengklasifikasian muzaki dan mustahik kemudian
dilakukan pemetaan, optimalisasi penghimpunan zakat dari masyarakat, dan alokasi
harta zakat sesuai pemetaan mustahik.
Persamaan zakat dengan pajak adalah sebagai berikut: Bersifat wajib dan
mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi;
zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi
penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya; dalam pemerintahan islam, zakat
dan pajak dikelola oleh negara; tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi
tertentu didunia, dan dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk
menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di
masyarakat. Pajak bisa digunakan untuk membangun jalan raya, dan dalam banyak
hal bisa lebih leluasa dalam penggunaannya. Sedangkan zakat, dalam
penggunaannya akan terikat ke dalam ashnaf sebagai pada tercantum dalam
Alquran. Zakat dengan dalih apapun tidak dapat disamakan dengan pajak.

B. Saran
Tiga hal penting yang harus mendapatkan penekanan upaya meningkatkan
efektifitas dan kemanfaatan pendistribusian zakat, yaitu: Pertama, prioritas target
distribusi zakat. Kedua, bentuk pendistribusian zakat yang sesuai. Ketiga,
menyesuaikan dengan kondisi lokal dan perkembangan terkini.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amirah. (2010). Zakat Produktif sebagai Solusi Alternatif Pengentasan


Kemiskinan.
Baznas. (n.d.-a). Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional. Baznas.Garutkab.Go.Id.
https://baznas.garutkab.go.id/sejarah-pengelolaan-zakat-nasional/
Baznas. (n.d.-b). Zakat. Baznas.Go.Id. https://baznas.go.id/zakat
Dixit, A. M., Subba Rao, S. V., Article, O., Choudhary, K., Singh, M., Choudhary,
O. P., Pillai, U., Samanta, J. N., Mandal, K., Saravanan, R., Gajbhiye, N. A.,
Ravi, V., Bhatia, A., Tripathi, T., Singh, S. C. S., Bisht, H., Behl, H. M., Roy,
R., Sidhu, O. P., … Helmy, M. (2018). Implementasi Zakat Produktif dan
Implikasinya terhadap Kesejahteraan Masyarakat ditinjau dari Perspektif
Ekonomi Islam. Analytical Biochemistry, 11(1), 1–5.
http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-59379-
1%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-420070-8.00002-
7%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.ab.2015.03.024%0Ahttps://doi.org/10.1080
/07352689.2018.1441103%0Ahttp://www.chile.bmw-
motorrad.cl/sync/showroom/lam/es/
Fajrina, A. N. (2020). 324158-Optimalisasi-Pengelolaan-Zakat-Implement-
Fbad01C3. 4(1), 100–120.
Fakhruddin. (2008). Fiqh Dan Manajemen Zakat Di Indonesia. UIN-Malang Press.
Hamka. (2015). Tafsir Al-Azhar. Gema Insani.
Lari, S. M. M. (1997). Menumpas Penyakit Hati. Lentera.
Muhammad. (2011). Manajemen Organisasi Zakat. Madani.
Puskas. (2018). Kemiskinan Masyarakat Pesisir Indonesia dan Program
Pemberdayaan Zakat. Baznas.
Putri, D. P., M.R., R., & Dkk. (2019). PENGARUH ZAKAT PADA KONSUMSI
AGREGAT DAN PASAR KERJA. Universitas Negeri Surabaya.
Qardhawi, Y. (2011). Hukum Zakat. Litera Nusantara.
Rahman, A. (1995). Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3. Dana Bakti Wakaf.
Rahman, A. (2002). Doktrin Ekonomi Islam. PT Dana Bhakti Prima.
Rini, N., Huda, Putra, & Mardoni. (n.d.). Peran Dana Zakat dalam Mengurangi
Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan,
108–127.
Shihab, Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati.
Zulkifli. (2017). Rambu-rambu Fiqh Ibadah. Kalimedia.

24

Anda mungkin juga menyukai