Anda di halaman 1dari 10

Efektifitas Perananan Zakat Sebagai Instrument Pengentasan Kemiskinan

Erik Yunita Saputri (126402203184)

Zakia Roisatul Aimah (126402202173)

UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

yunitasaputri455@gmail.com

zakiarois@gmail.com

Abstract

This journal aims to determine the effectiveness of the role of zakat and the factors that
can affect zakat as poverty alleviation. Zakat is one of the pillars of Islam that must be
carried out for every Muslim. Zakat consists of certain assets that must be issued by
people who are Muslim and given to groups who are entitled to receive it. Zakat in
terms of language means 'clean', 'holy', 'fertile', 'blessing' and 'thriving'. The
methodology used in this journal is a qualitative descriptive method to see the factors
that affect the effectiveness of the role of zakat distributed to reduce poverty. This
journal consists of secondary data. Obtained from the Journal and several book
literature. The results of the study show the effectiveness in distributing zakat on
poverty alleviation.

Keywords: zakat, poverty, role, effectiveness

Abstrak

Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas peranan zakat serta faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi zakat sebagai pengentasan kemiskinan. Zakat
merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan kepada setiap orang beragama
Islam. Zakat terdiri dari harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang
beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Zakat dari
segi bahasa berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'.

Metodelogi yang digunakan dalam Jurnal ini adalah metode deskriptif kualitatif
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas peranan zakat yang
didistribusikan untuk menanggulangi kemiskinan. Jurnal ini terdiri dari data sekunder.

1
Yang diperoleh dari Jurnal dan beberapa literatur buku. Hasil dari penelitian
menunjukkan efektifitas dalam penyaluran zakat terhadap pengentasan kemiskinan.

Kata kunci : zakat, kemiskinan, peran, efektifitas

PENDAHULUAN

Pada masa ini kemiskinan merupakan salah satu masalah yang paling
utama di hadapi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta menjadi masalah
dalam proses pemerataan ekonomi di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi masalah kemiskinan ini tetapi, belum sepenuhnya mampu
untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Tinggi rendahnya tingkat
kemiskinan di Indonesia ini perlu dilakukan pendataan yang berarti berhubungan
dengan pengukuran juga indikator apa yang perlu digunakan. Beberapa institusi resmi
yang terdapat di Indonesia yang mengukur tingkat kemiskinan di antaranya, yaitu Biro
Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Pendekatan yang digunakan BPS dan juga BKKBN dalam megukur tingkat kemiskinan
di Indonesia baik melalui pendekatan kebutuhan fisik dasar minimum dengan objek
individual, maupun pendekatan multidimensi dengan objek keluarga menghasilkan data
yang di harapkan mampu mengukur secara akurat keadaan kemiskinan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat
kemiskinan di Indonesia sempat mengalami kenaikan pada tahun 2021. Terdapat
peningkatan jumlah penduduk miskin di 10 daerah di Indonesia yakni, Papua 27,38
persen, Papua Barat 21,82 persen, dan NTT 20,44 persen1.

Masalah kemiskinan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi
banyak faktor2. Dalam jurnal ini terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
kemiskinan. Pertama, kemiskinan yang disebabkan oleh faktor ilmiah, yaitu kondisi
lingkungan yang miskin, pendidikan yang kurang memadai, bencana alam dan lain-lain.
Kedua, yaitu faktor non alamiah yang disebabkan adanya kesalahan kebijakan ekonomi,

1
www.bps.go.id
2
Fitri, M. (2017). Pengelolaan Zakat Produktif sebagai Instrumen Peningkatan Kesejahteraan
Umat. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 8(1), 149-173. DOI: http://dx.doi.org/10.21580/
economica.2017.8.1.1830.

2
korupsi, maupun kondisi politik yang tidak stabil juga sangat berpengaruh terhadap
kemiskinan. Oleh karena itu, pada masa sekarang pemerintah menggunakan zakat
sebagai upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.

Zakat menjadi instrument penting dalam upaya pengentasan kemiskinan.


Banyaknya zakat yang terkumpul dan semakin tepat sasaran dalam pendistribusiannya
maka akan semakin mampu untuk mengurangi kemiskinan yang ada. Oleh sebab itu,
zakat memiliki peranan yang krusial dalam pertumbuhan roda perekonomian dan
pembangunan. Penyaluran dana zakat dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
tergantung dari bagaimana mekanisme pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga zakat
tersebut, baik diberikan langsung kepada orang fakir miskin yang bersifat konsumtif
maupun secara produktif yang digunakan dalam hal pengembangan perekonomian umat
dan menjadi investasi jangka Panjang. Adanya pendistribusian zakat yang tepat sasaran
di harapkan dapat membantu mengurangi kasus kemiskinan yang terjadi di Indonesia.

LANDASAN TEORI

Menurut Asy-Syaukani, zakat adalah pemberian sebagian harta yang telah mencapai
nishab kepada orang fakir dan sebagainya dan tidak mempunyai sifat yang dapat
dicegah syara’ untuk mentasharufkan kepadanya. Menurut Sayyid Sabiq, zakat adalah
suatu sebutan dari suatu hak Allah yang dikeluarkan seseorang untuk fakir miskin.
Dinamakan zakat, karena dengan mengeluarkan zakat di dalamnya terkandung harapan
untuk memperoleh berkah, pembersihan jiwa dari sifat kikir bagi orang. Dari beberapa
pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa zakat merupakan harta umat untuk umat, dari orang yang wajib membayarnya
kepada orang yang berhak menerimanya. Zakat dapat membersihkan jiwa para muzakki
dari sifat-sifat kikir, tamak serta membersihkan diri dari dosa dan sekaligus
menghilangkan rasa iri dan dengki si miskin kepada si kaya. Dengan zakat dapat
membentuk masyarakat makmur dan menumbuhkan penghidupan yang serba
berkecukupan.

PEMBAHASAN

1. Gairah dan Kesadaran Berzakat

3
Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa, sejak tahun terakhir
ini, seruan untuk menggalakkan zakat terasa mulai menggeliat seiring dengan mulai
besarnya kesadaran umat Islam untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk berzakat.
Berbagai institusi yang bergerak dalam bidang penghimpunan zakat juga mulai tumbuh
di sana-sini. Namun sembari mensyukuri fenomena ini, kita juga tidak boleh lengah.
Jangan sampai semangat mengajak umat Islam membayar zakat ini memasuki wilayah
yang berlebihan.

2. Zakat Pernah Mengentas Kemiskinan

Bukti pertama, yang terjadi dimasa Khalifah Umar bin Al-Khattab


radiyallahuanhu. Beliau pernah menjadikan Yaman sebagai satu provinsi yang mampu
mengentaskan kemiskinan. Yang dibuktikan dengan fakta bahwa Gubernur Yaman
waktu itu, Mu’adz bin Jabbal radiyallahuanhu, mengirim sepertiga dari total hasil zakat
provinsi itu ke Madinah, separuh di tahun berikutnya, dan semua hasil di tahun ketiga.
Zakat dikirim ke Ibu Kota setelah tidak bisa dibagi lagi di provinsi.

Bukti kedua, tengoklah apa yang terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dimasa
kekhilafahan bani Umayyah di Damaskus, Umar tidak lama menjadi khalifah, tercatat
hanya selama kurang llebih dua tahun pemerintahan. Namun, pada waktu sesingkat itu
beliau berhasil menegakkan zakat sehingga tidak sitemui lagi orang-orang yang bersedia
menerima zakat.3

3. Efektifitas Zakat sebagai Instrument Pengentasan Kemiskinan

Kewajiban yang perintahkan Allah kepada kaum muslimin. Zakat juga


merupakan sebuah ibadah yang tercakup adalam rukun Islam ketiga. Zakat dalam istilah
fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada
orang-orang yang berhak. Dari segi pelaksanaannya zakat merupakan kewajiban sosial
bagi para aghniya’ (hartawan) setelah kekayaannnya memenuhi batas minimal (nishab)
dan rentang waktu setahun (haul)4. Di antara hikmah disyariatkannya zakat adalah untuk
mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai salah stu asset lembaga
ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial strategis bagi upaya
3
Sarwat, Ahmad, Ensiklopedia Fikih Indonesia 4: Zakat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2019), hal.
127-128
4
Al- Qardhawi, Yusuf, Spektrum Zakat: dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan (Jakarta: Zikrul Media
Intelektual, 2005), hal.40-46

4
membangun kesejahteraan umat. Oleh karena itu al-Qur’an memberi rambu agar zakat
yang dihimpun disalurkan kepada mustahiq (orang-orang yang benarbenar berhak
menerima zakat) (Rofi, 2012: 259).

Indikator kesuksesan zakat tidak dinilai dari seberapa besar zakat yang kita
bayarkan tetapi dilihat dari asas kebermanfaatan zakat yang kita bayarkan. Namun
terkadang sering dijumpai bahwa muzaki merasa puas dengan membayarkan zakat
dengan tanpa meperdulikan manfaa zakat yang dibayarkan. Sehingga muzaki hanya
merasa telah berbuat baik sehingga tidak memperhatikan bagaimana zakat yang di
bayarkan itu bermanfaat atau tidak. Jika zakat didistribusikan untuk penyediaan barang
publik, seperti layanan ibadah atau pendidikan maka memungkintkan untuk terjadinya
efek penumpang gelap atau free rider effec adalah adanya sekelompok yang menikmati
layanan dengan tanpa memberikan kontribusi. Maka perlu adanya manajemen dan tata
kelola yang baik untuk menekan efek ini.

Efek zakat terhadap distribusi pendapatan tidak serta merta akan menjadikan
pendapatan masyarakat menjadi adil dan merata. Hal ini dipengaruhi oleh banyak hal,
seperti distribusi faktor produksi di suatu negara, gaya hidup masyarakat, proporsi
masyarakat penerima zakat, dan sebagainya.
4. Faktor Pendorong Dan Kendala Dalam Mekanisme Pemberdayaan Zakat
Penerapan pemberdayaan zakat bukan berarti tanpa hambatan dan kendala. Pada
praktiknya banyak sekali ditemukan kendala dan permasalahan.
a) Besarnya gap yang sangat besar antara potensi zakat dan realisasinya,
diidentifikasikan dan disebabkan karena masalah kelembagaan
pengelolaan zakat, masalah kesadaran masyarakat dan masalah system
manajemen zakat yang belum terpadu.
b) Muzakki membayarkan zakatnya langsung pada yang berhak menerima
zakat, sehingga tidak terdata pihak lembaga zakat.
c) Kepercayaan pada lembaga zakat masih sangat minim, yang disebabkan
oleh profesionalisme dan hasil pengelolaan zakat yang tidak
terpublikasikan kepada masyarakat.
d) Pendayagunaan dana zakat yang belum maksimal. Banyak mustahik
yang belum menerima dana zakat dari lembaga zakat, selain birokrasi

5
yang sangat rumit bagi mustahik untuk mendapatkan dana zakat dari
lembaga zakat
e) Rendahnya pemahaman tentang kewajiban zakat. Hal ini perlu dilakukan
edukasi oleh pemerintah agar terjadi peningkatan pemahaman yang utuh
tentang zakat.
f) Kualitas sumber daya manusia (SDM) pengelolaan zakat yang masih
rendah karena kebanyakan tidak menjadikan pekerjaan amil sebagai
profesi atau pilihan karier, tapi sebagai pekerjaan sampingan atau
pekerjaan paruh waktu.5
Faktor pendorong mekanisme pemberdayaan zakat
a) Faktor internal
 Memberikan dana zakat produktif untuk modal usaha janda
miskin masih sangat kecil. Yang disebabkan oleh kurangnya
kegiatan pengumpulan dana.
 Kurangnya koordinasi dengan ranting desa. Ranting desa tidak
memberikan laporan secara berkala sehingga LAZISNU tidak
mempunyai data yang valid tentang penerimaan dana zakat
produktif. Yang disebabkan oleh kurang intensnya koordinasi
antara kedua belah pihak. Yang berimbas pada ketidakjelasan
dalam menjalankan tugas masing-masing.
 Kurangnya SDM yang memadai dan juga pengelolaan
administrasi yang masih tradisional.
b) Faktor eksternal
 Masih banyaknya muzakki yang menunaikan zakatnya diluar
lembaga amil. Menurut Sartika dalam Nasrullah, dana zakat
untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan
oleh lembaga amil sebagai organisasi terpercaya untuk
pengalokasian, pendayagunaan dan pendistribusian dana zakat,
mereka tidak membeikan zakat begitu saja melainkan mereka itu
mendampingi, memberikan pengarahan serta pelatihan agar dana

5
Nurul Huda dkk, Zakat Perspektif Mikro-makro: Pendekatan Riset Edisi Pertama (Jakarta: KENCANA,
2015), hal. 31-32.

6
zakat tersebut benar-benar dijadikan modal kerja sehingga
penerimaan zakat tersebut memperoleh pendapatan yang layak
dan mandiri (Nasrullah,2015:12)
 Kurangnya pengetahuan mustahiq tentang manajemen usaha.
Yang dapat ditasi dengan penyaluran zakat produktif disertai
dengan bantuan pendidikan. Sehingga dapat menjadikan
mustahiq memiliki kemampuan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan mensejahterakan hidupnya yang sebelumnya
terkendala oleh pengetahuan dan modal usaha.6
5. Teori Pembelaan Antara Individu dan Masyarakat
Di antara hak masyarakat terhadap negaranya yang membimbing dan
mengurus kepentingannya ialah setiap anggota masyarakat yang punya kewajiban
menyerahkan sebagian hartanya akan digunakan untuk memelihara kelangsungan
hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan dan permusuhan serta segala sesuatu
untuk kebaikan masyarakat seluruhnya.7
6. Reinterpretasi Distribusi Zakat
Secara jelas Allah mengatur secara jelas kepada siapa zakat itu
didistribusikan. Allah sendirilah yang telah menetapkan delapan (8) golongan yang
berhak mendapatkan zakat. 1). Fuqara’ (Orang-orang fakir), yaitu kelompok orang yang
sangat menderita dalam hidupnya, ia tidak memiliki harta dan kemampuan untuk
memenuhi hajat hidupnya. 2). Masakin (Orang-orang miskin) adalah orang yang tidak
mampu kehidupannya dan serta kekuranga. Ia mempunya pekerjaan, namun tetap tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. 3). ‘Amilin (Pengelola zakat)
merupakan orang yang di mandati tugas untuk mengumpulkan, mengelola dan
mendistribusikan zakat. 4). Muallaf yaitu orang non Islam yang baru masuk Islam yang
imannya masih lemah. 5). Riqab (budak), yaitu mencakup juga untuk melepaskan
muslim yang ditawan oleh orang-orang kafi (tawanan perang). 6). Gharimin (Orang
yang dililit hutang), yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan
6
Syarifa Rachana (2020). faktor-faktor yang Mempengaruhi Program Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pendayagunaan Zakat Usaha Produktif Masyarakat Miskin: Jurnal Ekonomi, 1(1), 74-76. E-jurnal:
https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/At-Thariqah/article/download/298/259/

7
Rahmad Hakim, Manajemen Zakat Histori, Konsepsi, dan Implementasi (Jakarta: PRENADAMEDIA
GROUP, 2020), hal. 32.

7
ma’siat dan tidak sanggup membayarnya. Sementara bagi orang yang berhutang untuk
memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia
mampu membayarnya. 7). Sabilillah (orang yang berperang di jalan Allah), ialah orang
yang mempunyai keperluan mempertahankan Islam dan kaum muslimin. Terdapat
beberapa penafsiran, bahwa sabilillah pada masa sekarang orang-orang yang berjuang
untuk kepentingan penyebarluasan agama Allah seperti para ulama dan kyai, ta’mir
masjid dan lain sebagainya. 8). Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang menempuh
perjalanan yang bukan untuk ma’siat, dan ia mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
Adapula beberapa ulama yang memberikan penjelasan lebih detail
mengenai delapan golongan tersebut, berikut uraiannya:
a. Orang-orang fakir (fuqara’). Kata fuqara’ merupakan bentuk jama’ dari kata
faqir, yaitu orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, namun ia juga tidak
mampu memenuhi kebutuhan kesehariannya serta kebutuhan orang yang
menjadi tanggungannya yang meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan
lainnya. Maksud sebuah pekerjaan yaitu pekerjaan yang sesuai dengan kondisi
kehormatannya.
b. Masakin (orang-orang miskin) Masakin adalah bentuk plural dari miskin, yaitu
kelompok orang yang tidak berkecukupan kehidupannya. Namun, masakin
merupakan golongan orang yang mendapatkan pekerjaan dengan suatu
pekerjaan yang layak, akan tetapi mereka tidak dapat mencukupi kebutuhannya
yang meliputi makan, pakaian, tempat tinggal, dan keperluan-keperluan lainnya,
serta keperluan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungjawabnya (El-
Madani, 2013: 161).
PENUTUP
1. Kesimpulan
Masalah kemiskinan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja
tetapi banyak faktor. Pertama, kemiskinan yang disebabkan oleh faktor ilmiah,
yaitu kondisi lingkungan yang miskin, pendidikan yang kurang memadai,
bencana alam dan lain-lain. Kedua, yaitu faktor non alamiah yang disebabkan
adanya kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, maupun kondisi politik yang
tidak stabil juga sangat berpengaruh terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, pada

8
masa sekarang pemerintah menggunakan zakat sebagai upaya pengentasan
kemiskinan di Indonesia.

Bukti pertama, yang terjadi dimasa Khalifah Umar bin Al-Khattab


radiyallahuanhu. Beliau pernah menjadikan Yaman sebagai satu provinsi yang
mampu mengentaskan kemiskinan. Bukti kedua, tengoklah apa yang terjadi di
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tercatat hanya selama kurang llebih dua
tahun pemerintahan. Namun, pada waktu sesingkat itu beliau berhasil
menegakkan zakat sehingga tidak sitemui lagi orang-orang yang bersedia
menerima zakat.

Zakat menjadi instrument penting dalam upaya pengentasan


kemiskinan. Banyaknya zakat yang terkumpul dan semakin tepat sasaran dalam
pendistribusiannya maka akan semakin mampu untuk mengurangi kemiskinan
yang ada.

Zakat dalam istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang


diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Hikmah
disyariatkannya zakat adalah untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam
ekonomi.

Efek zakat terhadap distribusi pendapatan tidak serta merta akan


menjadikan pendapatan masyarakat menjadi adil dan merata. Hal ini dipengaruhi
oleh banyak hal, seperti distribusi faktor produksi di suatu negara, gaya hidup
masyarakat, proporsi masyarakat penerima zakat, dan sebagainya.

Di antara hak masyarakat terhadap negaranya yang membimbing


dan mengurus kepentingannya ialah setiap anggota masyarakat yang punya
kewajiban menyerahkan sebagian hartanya akan digunakan untuk memelihara
kelangsungan hidupnya, memberantas segala bentuk kejahatan dan permusuhan
serta segala sesuatu untuk kebaikan masyarakat seluruhnya.

DAFTAR PUSTAKA

9
AlArif, M. N. R. (2010). Efek Pengganda Zakat serta Implikasinya terhadap
Program Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi Fakultas Syariah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 5(1), 42-49.
Anwar, A. T. (2018). Zakat Produktif untuk Pemberdayaan Ekonomi
Umat. ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf, 5(1). 41-62.
El-Madani, Fiqh Zakat Lengkap, Jogjakarta: Diva Press, 2013.
Hakim, Rahmad, Manajemen Zakat Histori, Konsepsi, dan
Implementasi. Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP. 2020
Huda, Nurul dkk, Zakat Perspektif Mikro-Makro: Pendekatan Riset Edisi
Pertama. Jakarta: Kencana. 2015
Rachana, Syarifa, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Program
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendayagunaan Zakat Usaha Produktif
Masyarakat Miskin, Jurnal Ekonomi, Vol. 1 No 1: 74-76, 2020
Sarwat, Ahmad, Ensiklopedia Fikih Indonesia 4: Zakat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. 2019

10

Anda mungkin juga menyukai