Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

OPTIMALISASI PERAN ZAKAT DALAM MEMBERDAYAKAN


PEREKONOMIAN UMAT

Disusun Oleh:
Intan Nuraini (X IPA 4)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 TEMBILAHAN


2023

DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………….……………….. i
Daftar Isi …………………………………………….………………………………………ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………..…………………………….1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………………......2
C. Tujuan Masalah ……………………………………………………….………………….2
D. Manfaat Masalah ……………………………………………………………. ………….2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi Zakat……………...…………………………………..…………………………3
B. Zakat dan Jaminan Sosial …………………………….……...…………………………..5
C. Positioning Zakat dan Pajak dalam Perekonomian…………….…………………………7
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………....9
B. Saran …………………………………………………….…………………………..…...9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………...…….………………………….......10

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap negara selalu menghadapi masalah sosial, yaitu kemiskinan, baik
absolut maupun relatif. Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan yang diukur
terhadap garis kemiskinan tertentu. Kemiskinan relatif, di sisi lain, adalah tingkat
kemiskinan yang relatif terukur di antara penduduk. Kompleksitas penyelesaian
masalah kemiskinan bersumber dari pendekatan yang tidak hanya diambil dari sisi
ekonomi, tetapi juga mempertimbangkan aspek sosial. Selain itu, ketidakmerataan
hasil pembangunan juga menjadi faktor penyebab yang tidak bisa diabaikan. Sharp
mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan dari perspektif ekonomi (Kuncoro,
1997: 30). Pertama, kemiskinan mikro diakibatkan oleh ketidaksetaraan pola
kepemilikan sumber daya. Kedua, kemiskinan diakibatkan oleh perbedaan kualitas
sumber daya manusia. Ketiga, kemiskinan dihasilkan dari perbedaan akses terhadap
modal. Menurut Nurski, ketiga penyebab kemiskinan ini mengarah pada teori
lingkaran setan kemiskinan, di mana menurutnya “negara miskin menjadi miskin
karena miskin”. Untuk mengatasi kemiskinan, pemerintah mengeluarkan berbagai
kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, antara lain kebijakan (1) Inpres
Desa Tertinggal (IDT); (2) jaring pengaman sosial (SPS) yang disediakan pada saat
krisis; (3) PNPM Mandiri; dan berbagai program pengentasan kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat lainnya. Tetapi tidak semua program ini dapat
menyelesaikan masalah ini. Semua program pengentasan kemiskinan yang
dilaksanakan pemerintah untuk memberdayakan masyarakat, khususnya masyarakat
miskin, belum menunjukkan hasil yang signifikan di masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa program pemberdayaan masyarakat masih membutuhkan
dukungan dari subsistem lainnya. Dukungan dari subsistem selain negara sangat
dibutuhkan agar manfaat pemberdayaan masyarakat dapat lebih efektif dalam
meningkatkan kemaslahatan masyarakat. Salah satu subsistem yang dapat
mendukung program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan oleh pemerintah
adalah optimalisasi sumber pembiayaan syariah, termasuk zakat. Wacana yang
berkembang saat ini adalah zakat produktif, dimana zakat bertujuan untuk membantu
masyarakat secara produktif
Mereka yang akhirnya tidak bisa mandiri tanpa bantuan orang lain. Namun,
pelaksanaan zakat produktif bukan berarti tidak memberikan bantuan konsumsi sama
sekali. Pendampingan konsumen tetap dibutuhkan selama proses transisi
pemberdayaan masyarakat. Karena program pemberdayaan masyarakat untuk
kemandirian membutuhkan waktu yang lama. Berdasarkan berbagai penjelasan di
atas, nampaknya berbagai program kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah tidak
dapat menghapuskan kemiskinan, oleh karena itu diperlukan partisipasi aktif dari
subsistem perekonomian lainnya. Salah satu subsistem yang dibahas dalam artikel
ini adalah untuk melihat sejauh mana zakat dapat memperkuat perekonomian suatu
negara. Teknik yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah penggunaan
metode teori dasar, yang bertujuan untuk menjelaskan kajian zakat dari perspektif
teoritis kemudian mengaitkannya dengan aplikasi sosial.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Zakat?
2. Bagaimana Zakat dan Jaminan Sosial?
3. Bagaimana Positioning Zakat dan Pajak dalam Perekonomian?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Zakat
2. Untuk Mengetahui Zakat dan Jaminan Sosial
3. Untuk Mengetahui Positioning Zakat dan Pajak dalam Perekonomian
D. Manfaat
1. Mengetahui Definisi Zakat
2. Mengetahui Zakat dan Jaminan Sosial
3. Mengetahui Positioning Zakat dan Pajak dalam Perekonomian

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Zakat
Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah Allah tetapkan bagi umat
Islam sebagai amal ibadah yang setara dengan shalat, puasa dan haji. Zakat,
bagaimanapun, diklasifikasikan sebagai ibadah Maria, ibadah kekayaan, bukan
ibadah fisik yang dilakukan secara fisik. Ini membedakan Zakat dari ibadah ritual
lainnya seperti shalat, puasa dan haji. Manfaat zakat tidak hanya untuk individu,
tetapi juga untuk orang lain. Allah mewajibkan orang yang mampu membayar zakat
untuk mengetahui seberapa besar cinta seorang hamba kepada Penciptanya lebih dari
hartanya. , jika kekayaan atau Pencipta mereka lebih peduli, mereka akan dapat
menunjukkan citra manusia yang sebenarnya dari iman mereka. Ada dua aspek
ibadah Zakat. Aspek hubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) dan aspek
hubungan dengan sesama (hablum minannas). Aspek hubungan kita dengan Allah
SWT adalah bahwa menunaikan zakat berarti kita taat dan taat pada apa yang Dia
perintahkan. Anda mengatakan Anda percaya ketika Anda siap untuk mengikuti
Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Sang Pencipta, termasuk kewajiban
membayar zakat. Selain itu, membayar zakat berarti hamba berterima kasih kepada
Sang Pencipta atas semua keberuntungan, nikmat dan hadiah yang diberikan
kepadanya. Bentuk syukur lebih dari sekedar ucapan “terima kasih Tuhan”. Itu harus
ditunjukkan dengan perbuatan, dan pembayaran zakat membuktikan rasa terima
kasih melalui perbuatan dan juga perkataan. Secara bahasa, kata zakat memiliki
banyak arti. Al Barakatu (Berkah), Al Namah (Pertumbuhan dan Perkembangan),
Sebagai Taharath (Kesucian) dan Ash Sharaf (Kebaikan). Makna keberkahan dalam
zakat artinya dengan membayar zakat maka harta kita berkah dan Allah berkenan
menolong kita di akhirat nanti. dan ilmu yang bermanfaat, amal (Doa, 2001: 10).
Makna istilah yang digunakan dalam pembahasan Islamfiqh adalah
“mengeluarkan sebagian dari harta tertentu yang telah mencapai nisabh (untuk
mengeluarkan zakat diperlukan sejumlah uang, yang merupakan batas minimal dari
harta tersebut). adalah)”. Berhak menerimanya (berdasarkan pengelompokan yang
terdapat dalam Al-Qur'an), sepenuhnya dimiliki dalam artian harta itu adalah
milikmu, tidak ada orang lain yang memilikinya, 1 Tahun tidak memiliki harta
sebagai haul (Qadir, 2001: 5). Pasal 38 Pasal 1 (2) UU 1999 memberikan definisi
tentang zakat.
Zakat adalah harta yang harus disisihkan oleh seorang Muslim atau entitas
milik Muslim untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya, menurut
aturan agama.
Yusuf Qardhawi berbagi tiga tujuan Zakat: Muzakki, Mustahik dan
Masyarakat. Tujuan zakat Muzakki antara lain untuk menyucikan diri dari
keserakahan, keegoisan, dll (Qardhawi, 1988: 30). Itu tidak hanya mempromosikan
kemurahan hati, empati, dan solidaritas dengan orang lain. Mustahik, sebaliknya,
menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidup, membersihkan pikirannya dari

3
rasa iri dan benci yang sering melingkupinya ketika melihat orang kaya pemarah.
Tujuan zakat daerah adalah agar memiliki nilai ekonomi dan memenuhi fungsinya
Harta sebagai alat perjuangan untuk menegakkan agama Allah dan untuk
mencapai keadilan sosial ekonomi bagi masyarakat luas. Saat menghitung
kemungkinan zakat, beberapa ekonom Muslim telah melakukannya. Menurut
perhitungan Pusat Advokasi Riset Kepentingan Umum (PIRAC) pada 2007, potensi
zakat Indonesia mencapai Rp 9,09 triliun dalam survei terhadap 2.000 responden di
11 kota besar. Potensi zakat Indonesia bisa mencapai Rp 17 triliun, menurut ekonom
syariah Muhammad Shafi Antonio. Selanjutnya, menurut hasil penelitian terbaru
tahun 2008 oleh Ivan Syaftian, peneliti Universitas Indonesia, potensi zakat profesi
sebesar Rp 4,825 triliun per tahun. Lainnya menghitung potensi zakat berdasarkan
produk domestik bruto negara tersebut. Perhitungan potensi zakat didasarkan pada
2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Namun perhitungan dengan
menggunakan GDP di negara non muslim seperti Indonesia masih dianggap kurang
tepat karena GDP yang didapat campuran.
Namun jika dibandingkan dengan jumlah dana zakat yang dikumpulkan oleh
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) serta digabung dengan seluruh lembaga amil
zakat nasional pada tahun 2007, ternyata dana zakat yang dikumpulkan hanya
mencapai sebesar Rp 600 miliar. Jika dibandingkan dengan potensi zakat minimal
sebesar Rp 4,8 triliun. Hal ini memperlihatkan bahwa pengumpulan zakat masih
sangat jauh dari potensi minimal yang dapat dikumpulkan. Adapun yang menjadi
sasaran dari dana zakat ini telah ditentukan oleh Allah swt dalam al Quran surat at
Taubah ayat 60: “Sesungguhnya harta zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang sedang dilembutkan hatinya
(untuk Islam), budak (yang akan memerdekan dirinya), orang-orang yang berhutang,
sabilillah, dan Ibnu Sabil. Semua itu merupakan kewajiban dari Allah, dan Allah
Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 60) . Berdasarkan ayat di
atas terdapat delapan kelompok (asnaf) kaum yang berhak untuk menerima zakat,
yaitu kaum fakir, kaum miskin, amilin (pengelola zakat), mualaf (orang yang
mendapatkan hidayah Islam), budak (hamba sahaya), gharimin (orang yang
berhutang), untuk keperluan di jalan Allah (fi sabilillah), dan Ibnu Sabil (orang yang
sedang bepergian untuk keperluan maslahat seperti menuntut ilmu dan bukan
perjalanan maksiat). Delapan kelompok di atas secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua jenis
Jenis pertama adalah mereka yang membutuhkan jatah dari Zakat. Anda
bisa mendapatkan lebih atau kurang jika Anda mau. Seperti Fakir, bebaskan budak
miskin dan bebaskan Ibnu sabil. Jenis kedua adalah mereka yang menerima
bagiannya dengan pertimbangan jasa dan manfaat, dan mereka yang berjuang di
jalan Allah SWT. Jika Anda tidak membutuhkan zakat dan tidak ada manfaat dalam
memberikannya, Anda tidak berhak menerima bagian darinya. Tidak hanya terpaku
pada ayat-ayat teks penginjilan, sebagaimana maknanya dapat diperluas dari delapan
asnakh. Fakir dalam keadaan sangat sulit dalam kehidupan sehari-hari, tanpa sumber
penghasilan. Dalam diskusi biasanya selalu dikaitkan dengan orang miskin karena
kondisi kehidupan mereka yang mirip. Orang miskin adalah mereka yang memiliki
sumber pendapatan tetapi penghasilannya masih terlalu kecil untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Masalah yang muncul sehubungan dengan penentuan
kemiskinan adalah penentuan
4
standar hidup minimum yang layak. Selain itu, kemiskinan di sini juga dapat
diartikan sebagai kemiskinan intelektual atau kebodohan yang melekat pada umat
Islam, dan kemiskinan iman. Mereka berhak menerima zakat karena mencakup biaya
operasional dan hidup. Namun jatah Amil dibatasi maksimal 12,5%. Masuknya amil
sebagai salah satu asnaf zakat diharapkan dapat menggugah mereka untuk berbuat
lebih baik demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Muallaf adalah pendatang
baru dalam Islam. Mereka sering dikeluarkan dari kehidupan karena masuk Islam
dan karena itu berhak atas zakat. Reqab atau perbudakan adalah keadaan perlakuan
buruk terhadap orang yang dipandang sebagai objek. Tidak ada budak di sana
sekarang, tetapi situasi serupa masih ada. Sebagai contoh, tenaga kerja Indonesia
(TKI), khususnya perempuan, sering diperlakukan tidak manusiawi oleh
majikannya. Karena di beberapa negara pembantu masih dianggap budak.
Garimin adalah orang yang terlilit hutang. dimana hutangnya. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, bukan untuk tujuan maksiat seperti judi. Dalam konteks
saat ini, sedang dipikirkan apakah Asnakh ini dapat ditambah dengan utang dari
negara dan dana Zakat dapat membebaskan negara dari belitan utang. Sabilillah
adalah keadaan individu berjuang untuk mempertahankan agama Allah. Ini terjadi
pada para Mujahid Islam di Palestina atau Afghanistan yang berjuang menegakkan
agama Allah melawan imperialisme Amerika Serikat dan sekutunya. Mujahidin ini
berhak menerima Zakat yang ada. Mengkategorikan dana untuk pembangunan
masjid, rumah sakit, pondok pesantren, madrasah dan sekolah baik sebagai
perjuangan di jalan Allah (Fi Sabirira) maupun sebagai cara untuk membawa
kesegaran spiritual bagi umat.muslim yang malang. Ibnu Sabil adalah seorang
individu yang perjalanannya untuk kebajikan bukan maksiat. Mereka yang
melakukan perjalanan dakwah berhak menerima zakat. Asnaf ini juga dapat
diperluas dengan beasiswa bagi siswa laki-laki dan perempuan.

B. Zakat dan Jaminan Sosial


Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional
negara-negara berkembang, berdasarkan kesadaran untuk mencapai keadilan sosial
dan mencapai agenda pembangunan sosial ekonomi. Persaingan global
meningkatkan kepercayaan negara berkembang untuk membentuk sistem jaminan
sosial yang kuat, terpadu dan terintegrasi. Beberapa negara yang tergabung dalam
welfare state yang memberikan jaminan sosial berupa bantuan sosial sudah mulai
memperkenalkan asuransi sosial. Alasan utamanya adalah jaminan kesejahteraan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan tidak mendorong masyarakat untuk
merencanakan kesejahteraannya sendiri. Secara keseluruhan, keberadaan jaminan
sosial nasional dapat mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Jenis
program jaminan sosial antara lain asuransi kesehatan, asuransi santunan tenaga
kerja, asuransi pengangguran, asuransi hari tua, pensiun, dan asuransi kematian.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional
menjelaskan: “Jaminan sosial adalah perlindungan sosial yang dijamin untuk semua.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang bermartabat dan untuk meningkatkan
martabat hidup.

5
Jaminan sosial mulai dikenal ketika Indonesia masih berada di bawah kekuasaan
kolonial Belanda. Saat itu, jaminan sosial berupa pensiun bagi pegawai pemerintah
kolonial Belanda. Konsep jaminan sosial yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan
rakyat setelah negara ini mendeklarasikan, pada dasarnya dimasukkan dalam dasar
rencana pengaturan ekonomi Indonesia atau dasar pemikiran PPSE, dan dikatakan:
Kebijakan ekonomi Indonesia adalah untuk memenuhi kebutuhan vital rakyat Indonesia
dan menyejahterakan mereka baik lahir maupun batin...".Tujuan awal jaminan sosial
adalah mewujudkan masyarakat sejahtera. adalah. Oleh karena itu, sistem jaminan sosial
nasional cukup untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengingat bahwa masyarakat tetap
menjadi sumber utama pendanaan untuk sistem ini, Pasal 34(1) UUD 1945 menyatakan
bahwa “fakir miskin dan anak terlantar” dilindungi oleh negara.” Di mana peran negara?
Seperti pada ayat (2), “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial untuk semua dan
memperkuat yang lemah dan tidak mampu menurut martabat kemanusiaan”.
Mencermati mekanisme Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, terlihat
bahwa pemerintah tidak lebih dari badan pengatur yang menerapkan subsidi silang dari
si kaya ke si miskin.
Zakat merupakan ibadah berdimensi ganda selain untuk memperoleh ridha dan
pahala Allah. Zakat merupakan shalat yang memiliki dimensi sosial. Dalam sejarah
Islam zakat sering digunakan untuk kepentingan sosial. Bentuk kepedulian sosial dapat
berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, dll. Zakat ini
memiliki dimensi sosial yang sangat mulia, jauh sebelum munculnya konsep
pemerataan pembangunan di negara-negara Barat, karena ajaran Islam memecahkan
masalah ketimpangan dan ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat. Padahal,
konsep zakat merupakan konsep jaminan sosial yang pertama kali muncul dibandingkan
dengan konsep jaminan sosial yang saat ini digunakan di negara-negara Barat. Bahkan,
strategi pembangunan pun banyak negara Barat yang juga mengadopsi Islam pada masa
jayanya. Ada banyak strategi pemerataan pembangunan yang diciptakan oleh negara-
negara Barat, dan sejauh ini belum ada yang secara konsisten membuktikan
keberhasilan konsep tersebut, terutama di negara-negara berkembang. Karena konsep
tersebut dijabarkan berdasarkan situasi dan keadaan yang sedang terjadi di negara-
negara Barat. Bahkan, lebih maju dibandingkan negara-negara di belahan dunia lain.
Konsep keadilan Islam berhasil didemonstrasikan pada masa kekhalifahan Umar bin
Abdul Aziz. Saat itu beliau juga mengalami kesulitan dalam mengelola zakat, namun
kesulitan yang beliau hadapi bukan pada Muzakki (orang yang mampu mencarinya
(membayar zakat), melainkan Umar Tidak semua penduduk mengalami kekurangan
pada masa kekhalifahan bin Abdul Aziz, mempersulit pencarian mustahik (yang
membutuhkan). Bahkan, semua penduduk dikategorikan sebagai penduduk yang wajib
membayar zakat. Hal ini membuktikan bahwa konsep-konsep yang diperkenalkan oleh
ajaran Islam telah terbukti dalam berbagai situasi dan kondisi. Beberapa bentuk
pemberian zakat didasarkan pada pengelompokan fakir miskin menjadi tiga kelompok
(Qadir, 2001:45).
Kelompok yang sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Karena faktor yang membuat mereka tidak berdaya adalah faktor seperti usia lanjut
(lansia) dan cacat tetap yang menghalangi mereka untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, mereka mendapat jaminan dana zakat secara teratur seumur hidup, dan bantuan
zakat yang
6
mereka berikan. Zakat diberikan kepada kelompok ini dalam bentuk subsidi konsumsi.
Mereka yang tergolong sehat secara fisik tetapi kurang keterampilan adalah sebagian
dari orang-orang dalam masyarakat. Dengan kata lain, orang miskin dengan pendidikan
rendah dan keterampilan rendah. Pengentasan Kemiskinan Kelompok ini mendapat
pelatihan dan pendidikan khusus serta bekerja di bidang ekonomi dan bisnis yang
dikelola oleh Amir Zakat setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara
mandiri. Bencana seperti bencana alam menghancurkan semua harta benda mereka,
mereka mungkin secara fisik dan mental masih bekerja dan berbisnis, tetapi mereka
miskin karena tidak punya modal, maka bantuannya untuk usaha dari dana zakat
Memberikan pinjaman modal. Berdasarkan tipologi masyarakat miskin yang
diklasifikasikan oleh Abdurrachman Qadir, dapat dikembangkan sistem asuransi sosial
berbasis penggunaan zakat. Zakat dapat digunakan dalam berbagai bentuk skema
jaminan sosial. Asuransi tenaga kerja, asuransi anuitas dan asuransi jiwa. Dan hal itu
dapat dicapai dengan memaksimalkan penguasaan dan penggunaan zakat untuk
mengatasi berbagai masalah seperti perumahan, akses permodalan dan pendidikan
masyarakat miskin.
Pemanfaatan zakat sebagai sistem jaminan sosial diharapkan dapat
mengintegrasikan program penanggulangan kemiskinan secara paralel dengan program
pemerintah. Namun, agar zakat ini dapat optimal sebagai salah satu sarana dalam
penerapan sistem jaminan sosial, maka diarahkan pada zakat yang produktif. Dana
Zakat yang terkumpul sepenuhnya dikelola untuk sesuatu yang produktif, sehingga dana
Zakat yang terkumpul dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu, hasil Dana Zakat akan
disalurkan sepenuhnya sebagai salah satu dana sistem jaminan sosial. Dengan
penyederhanaan administrasi Dana Zakat, diharapkan akan tercapai sinkronisasi Zakat
dengan sistem jaminan sosial yang dikendalikan pemerintah. Jika hal ini dapat dicapai,
Zakat menyatakan dalam Pasal 34(2) UUD 1945 bahwa ``negara mengembangkan
sistem jaminan sosial untuk semua, dan dengan demikian memperkuat yang lemah dan
yang tidak memiliki martabat manusia''. dengan Hal ini karena sistem jaminan sosial
dapat berdiri sendiri dengan dukungan berbagai subsistem perekonomian dan tidak dapat
diserahkan begitu saja kepada negara. Dalam pelaksanaannya nanti dapat dibedakan
dalam bidang pemberdayaan apakah asuransi sosial dibiayai dari hasil pengelolaan
Dana Zakat. Hal ini untuk menghindari duplikasi dengan jaminan sosial yang dikelola
negara. Jika semua subsistem ekonomi dapat terintegrasi satu sama lain, Indonesia dapat
memiliki sistem asuransi sosial yang lebih matang dibandingkan dengan negara-negara
kesejahteraan yang hanya mengandalkan jaminan sosial pemerintah.
C. Positioning Zakat dan Pajak dalam Perekonomian
Selanjutnya akan dijelaskan bagaimanakah positioning zakat dan pajak dalam
sistem ekonomi Islam. Hal ini penting untuk dijelaskan, karena berdasarkan kajian
teori yang dilakukan memperlihatkan bahwa zakat sebenarnya lebih efektif dalam
menggerakkan perekonomian terutama perekonomian di sektor riil dibandingkan
dengan pajak. Terdapat beberapa perbedaan pendapat di antara para ekonom
muslim mengenai posisi zakat dan pajak (Al Arif, 2010: 290): Pandangan pertama
yaitu bahwa zakatlah yang merupakan kewajiban bagi umat Islam dan sementara
pajak hukumnya wajib hanya bagi non muslim (atau dalam bahasa instrumen fiskal
dalam literatur Islam selama ini adalah jizyah). Sehingga dalam sistem pemerintahan
Islam hanya
7
zakat yang diperkenankan untuk dipungut untuk kaum muslim, sementara pajak
hanya dikenakan kepada kaum non-muslim yang merupakan kompensasi atas
perlindungan yang diberikan oleh pemerintahan Islam kepada mereka atau dengan
kata lain jizyah merupakan pajak pribadi atas kaum non muslim. Pandangan kedua
yaitu bahwa zakat dan pajak sama-sama kewajiban negara sehingga keduanya wajib
untuk dipenuhi oleh setiap warga negara dalam suatu pemerintahan. Pendapat ini
pertama kali dikemukakan oleh Masdar F. Mas'udi pada awal tahun 1990-an.
Menurutnya, zakat dan pajak adalah kewajiban, dan jika zakat merupakan aspek
ruhani dari perintah Tuhan untuk menggunakan harta secara baik dan benar, maka
pajak merupakan upaya kelembagaan dari perintah Tuhan. Pandangan ketiga adalah
bahwa zakat identik dengan pajak atau bahwa zakat adalah bagian dari pajak
pemerintah. Artinya, asumsi berdasarkan dua hal: kesatuan pengertian dan kesatuan
beban. Dalam kaitannya dengan pengertian umum, zakat identik dengan pajak
karena kesamaan unsur, istilah dan maknanya. Yang lain berpendapat bahwa zakat
pada satu beban sama dengan pajak pada beban kekayaan yang harus dibayar oleh
individu atau masyarakat dalam posisi yang sama di hadapan hukum. Bagian
terpenting dari beban harta untuk mewujudkan tujuan zakat itu sendiri. Baik pajak
dan zakat adalah salah satu instrumen pajak yang paling penting. Pandangan
keempat memposisikan zakat sebagai sumber pendapatan utama dalam sistem
ekonomi negara, tetapi pajak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan dan
pendapatan tambahan. Oleh karena itu zakat merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh setiap warga negara, dan pemerintah dapat mengenakan pajak selama
penerimaan zakat belum terpenuhi. Namun jika pendapatan zakat mencukupi,
pendapatan pajak hilang. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan ayat 17 (1) a dan b, Zakat dapat melipatgandakan pajak
penghasilan. Pertama, kurangi penghasilan kena pajak Anda. Kedua, tingkat
kemajuan juga menurun dari nilai tertentu. Zakat sebagai pengurang pajak
penghasilan dapat memiliki implikasi ekonomi makro sebagai berikut (Al Arif,
2010: 291-292).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu alat keuangan dalam perekonomian yang digunakan
oleh pemerintahan Islam sejak Nabi Muhammad SAW, dan berdasarkan perjalanan
sejarah, zakat telah berperan penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam
perekonomian. Zakat merupakan sistem jaminan sosial pertama di dunia yang
diterapkan sebelum sistem jaminan sosial tersebar luas di negara-negara Barat. Zakat
tersedia dalam berbagai bentuk skema jaminan sosial seperti asuransi tenaga kerja,
asuransi pensiun dan asuransi jiwa. Dan hal itu dapat dicapai dengan memaksimalkan
penguasaan dan penggunaan zakat untuk mengatasi berbagai masalah seperti
perumahan, akses permodalan dan pendidikan masyarakat miskin. Hal ini dapat tercapai
jika potensi Zakat dapat digali dengan benar-benar efektif dan efisien.
B. Saran
Zakat dan pajak adalah dua alat fiskal yang dapat digunakan pemerintah untuk
mendanai pembangunan suatu negara, terlepas dari pendapat pembunuh fiyyah di
kalangan cendekiawan Muslim dan ekonom.Zakat dapat memengaruhi ekonomi makro
dengan memengaruhi tingkat konsumsi, tingkat tabungan, dan tingkat pendapatan
masyarakat secara keseluruhan investasi. Selain itu, zakat lebih optimal bila merupakan
pengurang pajak penghasilan, bukan hanya sebagai pengurang penghasilan kena pajak,
dibandingkan dengan pengurang penghasilan kena pajak murni.

\
9
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M. Nur Rianto. 2010. Efek Pengganda Zakat Serta Implikasinya Terhadap Program
Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Ekbisi. Volume 5, No. 1, Desember 2010.
Doa, M Djamal. 2001. Membangun Ekonomi Umat: Melalui Pengelolaan Zakat Harta.
Nuansa Madani: Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. UPP
AMP YKPN: Yogyakarta.
Qadir, Abdurrachman. 2001. Zakat: Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial.Srigunting: Jakarta.
Qardhawi, Yusuf. 1988. Hukum Zakat, alih bahasa SalmanHarun, et.al. Pustaka
Litera Antar Nusa dan Mizan: Jakarta.
10

Anda mungkin juga menyukai