Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

REFLEKSI SISTEM DISTERIBUSI SYARIAH PADA LEMBAGA WAQAF


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah (FIQIH WAKAF DIINDOSESIA)
Dosen Penampu:Bijuri S.pd.MMK

Di susun Oleh: Kelompok 12


1. Adi Setiadi
2. Anias Wati

SEKOLAH TINGI ILMU FIQIH (STIFF SYENTRA) SYEH AN-NAWAI


TANARA –BANTEN
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA FENGANTA
Puji yukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-
Nya lah, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “fikih wakaf di indonesia Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Dengan membuat tugas ini
semoga wawasan kita semakin bertambah. Amin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dan masukan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis berterima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya …

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belankang Masalah ……………………………………………………..i
2. Rumusan Masalah …………………………………………………………….ii
3. Tujuan Masalah ………………………………………………………………iii
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Dstribusi syariah…………………………………………………….1
2. Hukum wakaf……………………………………………………………………2
3. Pengelolahan wakaf pada lembaga secara umum………………………………..3
4. Sejarah wakaf diindonesia……………………………………………………….4
BAB III PENUTUP
1 kesimplan …………………………………………………………………………..
2 saran ………………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
2. Pendahuluan Persoalan distribusi pada umumnya sering dikaitkan dengan persoalan sistem
distribusi pendapatan (income distribution) diantara pelbagai golongan masyarakat.
Dikatakan bahwa distribusi kekayaan dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan
distribusi pendapatan. Ketidakseimbangan distribusi pendapatan akan menciptakan
ketidakseimbangan distribusi kekayaan (wealth distribution). Hal ini dianggap wajar karena
menyangkut masalah kesejahteraan kehidupan masyarakat, dan tidak dapat dipungkiri
bahwa hasil pembangunan yang dicapai seutuhnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat
dan dapat dinikmati oleh masyarakat secara merata. Teori ekonomi modern mengungkapkan
bahwa teori distribusi merupakan suatu teori yang menetapkan harga jasa produksi. Siapa
saja yang terlibat dalam suatu produksi, maka ia akan mendapatkan suatu konsekuensi dari
padanya. Sebaliknya, bagi yang tidak terlibat, walau dengan alasan apapun jelas tidak akan
mendapatkannya. Pengertian ini dapat memberikan pemahaman bahwa keadilan dalam
distribusi diartikan sebagai memberi balas jasa pada setiap orang sesuai sumbangan yang
diberikan (reward of desert). Di sisi lain, ‚keniscayaan‛ ada manusia yang tidak bisa ikut
andil di dalamnya karena barbagai alasan tertentu, menjelaskan bahwa sebagian orang
bekerja dan berpenghasilan, sedang sebagian lagi tidak1 atau bahkan sebagian kecil orang
kaya raya, sedang sebagian terbesarnya adalah orang miskin. Sistem distribusi syariah
mempunyai dua pedoman dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
atas. Pertama, mengurangi kesenjangan sosial diantara kelompok-kelompok yang ada dalam
masyarakat seperti membuka atau memperluas lapangan pekerjaaan dan memberikan
peluang bekerja, sehingga masyarakat dapat memiliki pendapatan untuk pemenuhan
kebutuhan dalam hidupnya. Kedua, secara langsung memberikan santunan dan bantuan
kepada warga masyarakat miskin agar mereka secara terus menerus dapat meningkatkan
mutu kehidupannya.2 Di Indonesia, sistem ekonomi yang digunakan pada dasarnya tidak
kapitalis dan tidak pula sosialis. Karena sistem-sistem tersebut dianggap akan berten-

3. Rumusan Masalah:
a. Bagaimana problematika dalam pengelolaan harta benda wakaf, terutama terkait aset wakaf
yang belum jelas asal usulnya, aset wakaf yang digugat oleh ahli waris, dan aset wakaf yang
belum dikelola dengan baik?
b. Bagaimana sistem distribusi syariah pada lembaga wakaf dan apakah sistem tersebut telah
berjalan dengan efektif dan adil?
c. Apa tujuan dari sistem distribusi syariah pada lembaga wakaf, terutama dalam konteks
perekonomian Indonesia?
d. Bagaimana kapabilitas sistem distribusi syariah pada lembaga-lembaga filantropi Islam
dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia?
4. Tujuan Masalah:
a. Menganalisis problematika dalam pengelolaan harta benda wakaf, termasuk aset wakaf yang
belum jelas asal usulnya, aset wakaf yang digugat oleh ahli waris, dan aset wakaf yang
belum dikelola dengan baik.?
b. Memahami sistem distribusi syariah pada lembaga wakaf, termasuk prinsip-prinsip yang
digunakan dalam distribusi hasil wakaf.?
c. Mengetahui tujuan dari sistem distribusi syariah pada lembaga wakaf, terutama dalam
konteks perekonomian Indonesia, seperti meningkatkan kesejahteraan umat dan
memberdayakan masyarakat.?
d. Mengkaji kapabilitas sistem distribusi syariah pada lembaga-lembaga filantropi Islam dalam
mendukung pembangunan ekonomi Indonesia, termasuk kontribusi mereka dalam
mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat.?

BABA II
PEBAHASAN
1 PENGERTIAN DISTRIBUSI SYARI’AH
istem Distribusi Syariah pada Lembaga Wakaf adalah suatu mekanisme distribusi ekonomi
yang berlandaskan prinsip-prinsip syariah dalam pengelolaan aset wakaf. Berikut adalah beberapa
informasi yang dapat diambil dari hasil pencarian:
Distribusi dalam ekonomi Islam melalui mekanisme nonpasar di antaranya adalah penerapan
sistem warisan, wasiat, hadiah, sedekah, pajak, dan wakaf
1. Sistem distribusi syariah pada lembaga zakat dan wakaf dalam perekonomian Indonesia
mengacu pada keadilan dalam distribusi, yaitu memberi balas jasa pada setiap orang sesuai
sumbangan yang diberikan
2. Distribusi dalam ekonomi Islam juga terkait dengan isu sistem distribusi pendapatan
3. Lembaga wakaf dapat membantu negara dalam mengurangi beban belanja pengelolaan
fasilitas umum, meningkatkan permintaan akan barang dan jasa, serta dapat membantu
pembangunan ekonomi
4. Pengelolaan wakaf uang oleh nazhir harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti
menjalankan usaha proyek sesuai dengan prinsip syaria
A .dasar hukum wakaf
Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam Al-quran dan asSunnah, namun makna dan kandungan
wakaf terdapat dalam dua
sumber hukum tersebut. Di dalam Al-quran sering menyatakan konsep wakaf dengan dengan
ungkapan yang menyatakan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan
dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf dengan ungkapan
hadist (tahan). Semua ungkapan yang ada di Al-quran dan hadits
senada dengan arti wakaf ialah penahanan harta yang dapat
diambil manfaatnya tanpa musnah seketika dan untuk
penggunaannya yang mubah serta dimaksudkan untuk
mendapatkan keridlaan Allah swt.6
Landasan hukum yang menjadi dasar dianjurkannya
wakaf bersumber dari:
a. Al-quran
Di dalam Al-quran tidak menyatakan konsep wakaf
secara khusu namun dengan ungkapan yang meyatakan tentang derama harta [infaq] demi
kepentingan umum
2 hukum wakaf
wakaf tidak terbatas pada tempat-tempat ibadah saja dan hal-hal yang menjadi
prasarana dan sarana saja, tetapi diperbolehkannya dalam semua macam
shadaqah. Semua shadaqah pada kaum fakir dan orang-orang yang
membutuhkannya. Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu bentuk
ibadah kebajikan.4
Wakaf adalah perikatan antara orang yang memberikan wakaf (wakif)
kepada orang yang menerima wakaf untuk tujuan wakaf (Nazir). Perikatan
adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang
atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak dan pihak lain berkewajiban
atas suatu prestasi.5
Perwakafan tanah sangat penting bagi kepentingan manusia karena
fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek sosial, ekonomi, politik maupun
budaya. Jumlah penduduk yang selalu bertambah sedangkan lahan tanah yang
sangat terbatas ditambah dengan perkembangan pembangunan sehingga
mengakibatkan fungsi tanah sangat dominan karena lahan tanah tidak
sebanding dengan kebutuhan yang diperlukan.6
Pengaturan tentang hukum, tata
cara, prosedur dan praktik perwakafan di atur dalam bentuk Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 6
Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran
Milik, Inpres Nomor 28 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan PP Nomer 42 tahun
2006 tentang pelaksanaan UU Nomer 41 tahun 2004.
Mengingat akan pentingnya persoalan mengenai pertanahan yang
berdasarkan hukum agama, sudah diatur dalam ketentuan pasal 49 Undangundang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok Agraria, yaitu sebagai berikut:
1. Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan
untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi.
Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup
untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara dengan hak pakai.
3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
Penerapan Hukum Islam telah diberlakukan sedikit demi sedikit secara bertahap oleh
umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penerapannya telah dilakukan
ijtihad-ijtihad dalam berbagai variasi kelembagaan dan pasang surutnya situasi dan
kondisi, dalam bentuk adat istiadat. Demikian juga dalam bentuk yurisprudensi dan
perundang- undangan, walaupun masih sedikit dibandingkan materi hukum Islam itu
sendiri. Dalam PP No.28 Tahun 1977, Perwakafan tanah merupakan perbuatan hukum seseorang
atau badan hukum yang memisahkan
4. sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya
untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan
umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam dan sosial.7
Karena itu perlu suatu upaya pemberdayaan wakaf berkesinambungan
dengan memperhatikan tanah wakaf agar tercapai tujuan optimal. Mengingat
wakaf merupakan perbuatan hukum yang berkembang dan dilaksanakan
masyarakat, yang pengaturannya belum maksimal. Perbuatan mewakafkan
adalah perbuatan yang suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama
Islam. Berhubungan dengan itu maka tanah yang hendak diwakafkan itu harus
betul-betul merupakan milik bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut
kepemilikan.8
Pada Pasal 17 ayat (1) UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf dilaksanakan
oleh wakif kepada nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi, pada Pasal 17 ayat 2 UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf
dinyatakan secara lisan dan / atau tulisan serta dituangkan dalam ikrar wakaf
oleh PPAIW. Pada Pasal 19 UU No. 41/2004 bahwa dalam hal wakif tidak
dapat memyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam
pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif
dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang
saksi.
Pada Pasal 21 ayat (1) UU No. 41/2004 bahwa ikrar wakaf dituangkan
dalam akta ikrar wakaf. Pada Pasal 21 ayat 2 UU No. 41/2004 bahwa akta ikrar
wakaf paling sedikit memuat :
1. Nama dan identitas wakif.
2. Nama dan identitas nadzir.
3. Data dan keterangan harta benda wakaf.
4. Peruntukan harta benda wakaf.
5. Jangka waktu wakaf.
3 pengolahan wakaf pada lembaga secara umum
Pengelolaan wakaf baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak telah
banyak dilakukan oleh para sahabat.
1 Wakaf zaman Islam dimulai bersamaan dengan
dimulainya masa kenabian Muhammad SAW. Di Madinah Rasulullah membangun
masjid Quba sebagai wakaf pertama, kemudian beliau membangun masjid Nabawi
pada tanah yang dibeli dari anak yatim Bani Najjar dengan harga delapan ratus
dirham.
2 Pengelolaan wakaf yang telah terjadi pada masa Nabi dan sahabat hanya fokus
pada wakaf tanah dan dibangun khusus untuk masjid. Dalam pengelolaan harta wakaf
tidak boleh menyimpang dari apa yang telah diwakafkan. Misalnya, Benda tersebut
telah diwakafkan untuk masjid maka tidak boleh digunakan untuk selain masjid.
Konsep wakaf pada periode klasik didominasi oleh wakaf konsumtif (langsung).
Wakaf secara langsung yaitu wakaf tanah dalam bentuk masjid dan kuburan.
3 Wakaf yang telah dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan tujuan wakif
(pemberi wakaf). Wakaf tersebut tidak boleh diperjualbelikan dan tidak boleh
digunakan selain untuk tujuan wakaf. Pengelolaan wakaf yang dilakukan pada masa
sahabat hanyalah wakaf tanah dan pengelolaan tersebut hanya dibolehkan untuk
masjid. Sedangkan penggunaan wakaf selain masjid tidak dilakukan pada masa
sahabat. Pengelolaan wakaf yang menyimpang dari tujuannya tidak dilakukan pada
masa sahabat. Seperti, wakaf yang telah dilakukan oleh Abu Bakar ra. mewakafkan
sebidang tanahnya di Mekkah untuk keturunannya yang datang di Mekkah.4 Wakaf
ini dilaksanakan sesuai dengan tujuannya yaitu membuat tempat tinggal untuk
keturunan Abu Bakar. ra.
Seiring berjalannya waktu, wakaf memiliki banyak cara dan model dalam
pengelolaan wakaf. Wakaf klasik tidak bisa berkembang dan hanya tertuju pada hal
tertentu. Pada saat ini kondisi wakaf mempunyai kekuatan ekonomi mulai
diperhatikan untuk diberdayakan secara produktif
.5 Wakaf produktif adalah harta
benda atau pokok tetapnya wakaf tidak secara langsung digunakan untuk mencapai
tujuannya, tapi dikembangkan terlebih dahulu untuk menghasilkan sesuatu
produktif) dan hasilnya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah
untuk digunakan bercocok tanam atau wakaf mata air untuk dijual airnya
6 wakaf produktif .
Wakaf produktif ini dikembangkan dan dikelola untuk mendapatkan hasil yang disalurkan
kepada ummat atau lembaga wakaf. Pengelolaan wakaf yang dilakukan tersebut tidak
diberikan secara sia-sia yang langsung diterima hasilnya saja tetapi diberikan untuk
dikelola dan menghasilkan sesuatu dari benda tersebut.
Dalam pelaksanaan pengelolaan wakaf secara produktif memiliki dimensi
ibadah dan dimensi sosial ekonomi. Wakaf dalam dimensi ibadah mengenai
pengelolaan harta benda adalah anjuran melakukan pengelolaan wakaf. Tujuannya
adalah untuk memanfaatkan harta benda dalam waktu jangka panjang yang telah
dipraktikkan oleh Rasul dan para sahabat dan juga membangun hubungan antara
manusia dengan Allah (hablu min Allah). Sedangkan dalam dimensi sosial ekonomi
yang berinteraksi membangun hubungan harmonis antar sesama manusia (hablu min
al-nas) dan harta wakaf yang telah dikelola bisa membantu kesejahteraan sesama
manusia.
4 Sejarah wakaf di indonesia
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat
yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama
mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW
ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari
‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari
Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam
Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang
Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.” (Asy-Syaukani: 129).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun
kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon
lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali
melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadits
yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, ia berkata:
Dari Ibnu Umar ra, berkata : “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang
tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta
petunjuk, Umar berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di
Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya)
tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak
diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah)
kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu.
Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan
cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud
menumpuk harta” (HR.Muslim)
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab dususul
oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”.
Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu Bakar yang
mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak
keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar.
Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu’ads bin Jabal mewakafkan
rumahnya, yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar”. Kemudian pelaksanaan
wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan
Aisyah Isri Rasulullah SAW.
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti
Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak
hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk
membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para
statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme
masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur
pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi
masyarakat.
Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat baik
dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang
pasti. Namun setelah masyarakatIslam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf,
maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik. Kemudian
dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan
menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau
keluarga.
Pada masa dinasti Umayyah yang menjadi hakim Mesir adalah Taubah bin Ghar
Al-Hadhramiy pada masa khalifah Hisyam bin Abd. Malik. Ia sangat perhatian dan
tertarik dengan pengembangan wakaf sehingga terbentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah
yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh
negara Islam. Pada saat itu juga, Hakim Taubah mendirikan lembaga wakaf di Basrah.

BAB III
PENUTUP

Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf
disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat
yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang
pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan
bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah
milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Di Indonesia, sejarah wakaf dimulai dari awal masuknya Islam di Indonesia.
B. SARAN
Demikianlah penyusunan makalah ini kami menyarankan kepada pembaca yang
ingin memahami lebih dalam, hendaklah juga membaca sumber lain yang lebih lengkap
untuk memperluas wawasan dan pemahaman kita tentang sejarah perkembangan wakaf.
Semoga makalah ini dapat diterima oleh khalayak umum sebagai sumber pengetahuan
yang baik dan bernilai positif untuk penulis dan pembacanya.

DAFTAR PUSTAKAN
Itang and Iik Syakhabyatin, ‘Sejarah Wakaf Di Indonesia’, Tazkiya Jurnal Keislaman,
Kemasyarakatan &
Kebudayaan, 18.2 (2017), 220–37.10
Hasanah, ‘Potensi Wakaf Uang Untuk Pembangunan Perumahan Rakyat’, Jakarta: BWI
Indonesia, 2010), 2010, h. 34-35
Itang, and Iik Syakhabyatin, ‘Sejarah Wakaf Di Indonesia’, Tazkiya Jurnal Keislaman,
Muhyar Fanani, Berwakaf Tak Harus Kaya (Dinamika Pengelolaan Wakaf Uang Di Indonesia),
(Semarang: Walisongo Press, 2010), h. 26.
4 M. Athoillah, Hukum Wakaf, (Bandung: Yrama Widya, 2014), h. 32.
5 Wadjdy, Wakaf Dan Kesejahteraan Umat, h. 6

Anda mungkin juga menyukai