Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH KEUANGAN PUBLIK DAN SOSIAL DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Publik Islam

yang dibina oleh Ibu Wasilatul Rohmaniyah, M.A.

Oleh Kelompok 9:

Akmilatun Nadiroh (20383032123)

Yulia Kartini (20383032118)

Lukluil Baidoih (20383032135)

Asmaul Husna (20383032003)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

MEI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Sejarah Keuangan Publik dan Sosial di Indonesia” dengan tepat waktu. Tidak
lupa juga kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan semua umatnya yang selalu
istiqomah dijalan Allah SWT sampai akhir zaman.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Keuangan Publik Islam”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca. Dalam perampungan makalah ini, kami
mendapatkan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, kami
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa dirincikan satu-
persatu yang telah membantu dalam merampungkan makalah ini sebaik mungkin.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih penuh dengan
kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat berharap adanya kritik dan saran yang
membangun demi menyempurnakan makalah ini. Harapannya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai pihak. Aamiin.

Pamekasan, 19-Mei-2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 6

A. Sejarah Keuangan Publik dan Sosial di Indonesia ............................... 6


1. Masa Kerajaan Islam ...................................................................... 6
2. Masa Kemerdekaaan ...................................................................... 7
B. Bentuk-Bentuk Perkembangan Pengelolaan Keuangan Publik dan
Sosial di Indonesia ............................................................................... 10
1. BAZNAS sebagai Peran Regulator, Operator dan Pengawas
Zakat ............................................................................................... 10
2. Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) ............................................ 12

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 14

A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
B. Saran ..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kajian ekonomi, istilah keuangan publik atau keuangan Negara
ialah menekankan pada upaya rasionalisasi peran Negara dalam kehidupan
ekonomi atas dasar kegagalan pasar dan kebutuhan untuk memodifikasi
distribusi pendapatan yang dihasilkan dari proses mekanisme pasar sesuai
dengan norma-norma umum dan distributif keadilan. Menelusuri kajian
keuangan publik yang dilakukan pada tahun 1990-an, menunjukan suatu
kepercayaan pada kepentingan maksimalisasi kesejahteraan sosial yang
dipublikasikan melalui beberapa artikel klasik tentang public finance pada
tahun 1958, kemudian beberapa materi penting dalam kajian tersebut masih
diperdebatkan oleh para ekonom sampai sekarang ini.
Dengan meningkatnya sumber-sumber keuangan Negara, sistem
pengelolaan keuangan publik yang baik menjadi jauh lebih penting dalam
rangka menjamin mutu pengeluaran anggaran serta mengurangi risiko tindak
korupsi. Dengan semakin besarnya jumlah sumber daya keuangan publik yang
akan dibelanjakan pemerintah, tuntutan perencanaan, penganggaran, dan tata
cara pelaksanaan anggaran juga akan semakin besar. Modernisasi sistem,
proses, dan institusi dalam siklus anggaran diperlukan agar peningkatan
pengeluaran tersebut mencapai sasaran priorotas program pemerintah, seperti
pengentasan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Mengenai keuangan publik Islam, berdasarkan data Kementerian
Keuangan, ekonomi syariah pertama kali hadir di Indonesia ketika Bank
Muamalat beroperasi pada 1991, yang merupakan bank syariah pertama di
Indonesia. Kemudian pada 1998, Perkembangan industri keuangan syariah
diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank konvensional
dapat melakukan kegiatan usaha sesuai prinsip syariah. Pada 2004,
perkembangan sektor keuangan sosial syariah dengan memperbaiki tata kelola
keuangan sosial syariah melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

4
tentang Wakaf. Dari uraian tersebut, maka kami akan mencoba mengkaji
sejarah dan sejauh mana keuangan publik di Indonesia itu sudah berjalan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah keuangan publik dan sosial di Indonesia pada masa
kerajaan Islam dan masa kemerdekaaan?
2. Bagaimana bentuk-bentuk perkembangan pengelolaan keuangan publik
dan sosial di Indonesia seperti BAZNAS sebagai peran regulator, operator
dan pengawas zakat, dan peran Badan Wakaf Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Bagaimana sejarah keuangan publik dan sosial di Indonesia pada masa
kerajaan Islam dan masa kemerdekaaan?
2. Bagaimana bentuk-bentuk perkembangan pengelolaan keuangan publik
dan sosial di Indonesia seperti BAZNAS sebagai peran regulator, operator
dan pengawas zakat, dan peran Badan Wakaf Indonesia (BWI)?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Keuangan Publik dan Sosial di Indonesia


Di Indonesia, sejarah pengelolaan keuangan pemerintahan sudah ada sejak
masa lampau. Setiap pemerintahan, mulai zaman kerajaan sampai sekarang,
memiliki pengelola keuangan untuk memastikan terlaksananya pembangunan
dalam pemerintahannya. Pembangunan ekonomi akan berjalan lancar jika
disertai dengan administrasi yang baik dalam pengelolaan keuangan negara.
Pengelolaan keuangan tersebut dilakukan atas dana yang dihimpun dari
masyarakat, antara lain berupa upeti, pajak, bea dan cukai, dan lain-lain.
Sebagai bagian dari suatu pemerintahan. Kementerian Keuangan merupakan
instansi pemerintah yang memiliki peranan vital dalam suatu negara. Peranan
vital Kementerian Keuangan adalah mengelola keuangan negara dan
membantu pimpinan negara di bidang keuangan dan kekayaan negara. Oleh
karena itu, Kementerian Keuangan dikatakan sebagai penjaga keuangan
negara (Nagara Dana Rakca).1
1. Masa Kerajaan
Praktik ekonomi dan keuangan pada masa kerajaan-kerajaan Islam
di Indonesia selalu menjadi bahasan yang menarik karena aktivitas
ekonomi dan keuangan dapat menjadi tolak ukur kemakmuran suatu
kerajaan saat itu. Sultan misalnya, memiliki peran sentral dalam
perekonomian kerajaan Islam, karena ia harus mampu mengalokasikan
sumber daya alam di wilayahnya secara optimal, sekaligus melakukan
aktivitas dagang dengan kerajaan lain untuk memenuhi kebutuhan
domestik.
Kekayaan sejarah dan keragaman budaya Indonesia menambah
kekayaan referensi bagi pengembangan praktik ekonomi saat ini. Hal
tersebut tergambar pada praktik ekonomi dan keuangan yang menyatu
dengan nilai-nilai agama, sosial budaya, dan adat.

1
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Sejarah Pengelolaan Keuangan Negara,” diakses
dari https://www.kemenkeu.go.id/profil/sejarah/sejarah-pengelolaan-keuangan/, pada tanggal 19
Mei 2022 pukul 20:00 WIB.

6
a. Pada aktivitas keuangan sosial
Aktivitas tersebut tergambar pada kegiatan yang fokus pada
pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah atau praktik tolong-
menolong antara sesama anggota masyarakat dalam mencapai
kesejahteraan. Kegiatan sosial yang dikenal dahulu misalnya seperti
pengelolaan lumbung desa. Melalui lumbung desa, masyarakat suatu
desa mempraktikkan kegiatan menyisihkan sebagian hasil panen
pertanian atau perkebunan untuk disimpan dalam lumbung desa yang
akan dipergunakan membantu warga yang membutuhkan khususnya
pada masa paceklik. Praktik tersebut sejalan dengan prinsip syariah
yakni ta’awun (tolong menolong) dan takaful (saling menanggung).
b. Pada aktivitas keuangan publik
Aktivitas tersebut tergambar pada praktik zakat. Zakat telah
dipraktikkan pada masa kerajaan-kerajaan yang dikelola oleh lembaga
resmi kerajaan semacam Baitulmal yang dikelola oleh pejabat kerajaan
(penghulu). Penerimaan dari zakat dikelola untuk berbagai
kepentingan sosial. Selain itu, penerimaan devisa bisnis, dimana
penerimaan ini diperoleh karena kerajaan juga melakukan usaha-usaha
komersial baik secara domestik maupun internasional (impor-ekspor).
Hal ini terjadi akibat peran kerajaan yang begitu dominan, seperti
klaim atas semuan tanah di wilayah kerajaan merupakan tanah
kerajaan atau sultan. Beberapa kerajaan menerapkan peraturan bahwa
tanah itu milik raja, sehingga penggunaannya harus seizin atau
mengikuti kebijakan raja. Oleh karena itu, kerajaan memainkan peran
yang sangat sentral dalam perekonomian.2
2. Masa Kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera
memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
1945. Kota Jakarta dijadikan pusat pemerintahan. Pada masa ini, Gedung
Department of Financien masih berfungsi sebagai pusat kegiatan

2
Ferry Syarifuddin dan Ali Sakti, Praktik Ekonomi dan Keuangan Syariah oleh Kerajaan Islam di
Indonesia, (Leuwinanggung: PT. RajaGrafindo Persada, 2021), 179.

7
pengolahan keuangan sehari-hari. Keadaan ekonomi keuangan awal
kemerdekaan amat buruk, dimana terjadi inflasi yang tinggi yang
disebabkan beredarnya tiga buah mata uang yang berlaku di wilayah RI,
yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia
Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Permasalahan ekonomi ini
menyebabkan diadakannya rapat tanggal 2 september 1945 oleh BPKKP
dan BKR di kapresidenan Surabaya. Mereka sama-sama menyadari,
disamping mempertahankan kemerdekaan selain kekuatan bersenjata juga
diperlukan kekuatan dana untuk membiayai perjuangan itu.
Pada kabinet presidensial pertama RI 19 Agustus 1945, Soekarno
mengangkat Dr. Samsi sebagai Menteri Keuangan. Dr. Samsi memiliki
peranan besar dalam usaha mencari dana guna membiayai perjuangan RI.
Ia mendapatkan informasi bahwa di dalam Bank Escompto Surabaya,
tersimpan uang peninggalan pemerintahan Hindia Belanda yang dikuasai
Jepang. Kedekatannya dengan pemerintah Jepang memudahkannya untuk
melakukan upaya pencairan dana, sehingga dapat digunakan untuk
perjuangan. Pada 26 September 1945, Dr. Samsi mengundurkan diri dan
digantikan oleh A.A. Maramis.
 Hari Oeang
Pada 24 Oktober 1945, Menteri Keuangan A.A Maramis
menginstruksikan tim serikat buruh G. Kolff selaku tim pencari data
untuk menemukan tempat percetakan uang dengan teknologi yang
relatif modern. Hasilnya, percetakan G. Kolff Jakarta dan Nederlands
Indische Mataaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) Malang
dianggap memenuhi persyaratan. Menteri pun melakukan penetapan
pembentukan Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas
Republik Indonesia yang diketuai oleh TBR Sabarudin. Akhirnya,
uang ORI (Oeang Republik Indonesia) pertama berhasil dicetak.
Pada 6 Maret 1946, panglima AFNEI (Allied Forces for
Netherlands East Indies) mengumumkan berlakunya uang NICA di
daerah yang dikuasai sekutu. Hal ini menyebabkan kabinet Sjahrir
berupaya untuk menindaklanjuti pengumuman NICA tersebut untuk

8
mengedarkan ORI. Hanya saja, peredaran ORI tersebut membutuhkan
dana. Langkah awal kabinet Sjahrir adalah menggantikan Menteri
Keuangan oleh Ir. Surachman Tjokroadisurjo. Pada 2 Oktober 1946,
Menteri keuangan digantikan oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara.
Akhirnya, usaha penerbitan uang sendiri memperlihatkan hasilnya
dengan diterbitkannya EMISI PERTAMA uang kertas ORI pada
tanggal 30 Oktober 1946. Pemerintah Indonesia menyatakan tanggal
tersebut sebagai tanggal beredarnya Oeang Republik Indonesia (ORI).
Dimana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak
berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh
rakyat Indonesia. Mata uang yang dicetak itu ditandatangani oleh
Alexander Andries Maramis (15 mata uang periode 1945-1947).
30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia
oleh presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik
Indonesia, yang membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah
lambang utama suatu negara merdeka serta sebagai alat untuk
memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Untuk menghargai jasa
A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung
Daendels diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini menjadi pusat
kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan Departemen Keuangan
Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-hari.
Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang
Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009
tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta
merujuk pada surat edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan
Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang perubahan Nomenklatur
Departemen Keuangan menjadi Kementerian keuangan, maka sejak
2009 Departemen Keuangan resmi berubah nama menjadi
Kementerian Keuangan.3

3
Wikipedia Bahasa Indonesia, “Kementerian Keuangan Republik Indonesia,” Ensiklopedia Bebas,
diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia, pada
tanggal 21 Mei 2022 Pukul 17.03 WIB.

9
B. Bentuk-Bentuk Perkembangan Pengelolaan Keuangan Publik dan Sosial
di Indonesia
Keuangan publik meliputi setiap sumber keuangan yang dikelola untuk
kepentingan masyarakat, baik yang dikelola secara individual, kolektif
ataupun oleh pemerintah. Abu Ubaid memandang kekayaan publik merupakan
suatu kekayaan khusus, dimana pemerintah berhak mengatur dan
mengelolanya, bahkan mendistribusikannya kepada masyarakat. Kebijakan
pengelolaan keuangan publik juga dikenal dengan kebijakan fiskal, yaitu suatu
kebijakan yang berkenaan dengan pemeliharaan, pembayaran dari sumber-
sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan publik dan
pemerintahan. Kebijakan fiskal meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam penerimaan, pengeluaran dan utang.4
Dengan semakin besarnya jumlah sumber daya keuangan publik yang akan
dibelanjakan pemerintah, tuntutan perencanaan, penganggaran, dan tata cara
pelaksanaan anggaran juga akan semakin besar. Modernisasi sistem, proses,
dan institusi dalam siklus anggaran diperlukan agar peningkatan pengeluaran
tersebut mencapai sasaran prioritas program pembangunan pemerintah.
Indonesia telah mencapai kemajuan besar dalam membangun kerangka kerja
perundangan mengenai pengelolaan keuangan publik dan meningkatkan
transparansi. Penetapan UU tentang Keuangan Negara, UU Perbendaharaan
Negara, UU tentang Audit Keuangan Negara dan UU tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional merupakan langkah-langkah penting yang membawa
Indonesia menuju praktik-praktik keuangan berstandar internasional.5
1. BAZNAS sebagai Peran Regulator, Operator dan Pengawas Zakat
Peran dan fungsi Lembaga Amil Zakat diakui oleh UU sebagai
bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dana zakat, infaq, dan
shadaqah di Indonesia. Pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 menyebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,

4
Haniyah Indayani, “Pengelolaan Keuangan Publik di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Ekonomi
Islam” (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010) 21.
5
Aan Jaelani, “Pengelolaan Keuangan Publik di Indonesia: Tinjauan Keuangan Publik Islam”
Munic Personal Repec Archive (November, 2015) 12-13,
https://www.researchgate.net/publication/295907876_PENGELOLAAN_KEUANGAN_PUBLIK
_DI_INDONESIA_Tinjauan_Keuangan_Publik_Islam.

10
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian
serta pendayagunaan zakat. Berdasarkan ketentuan di atas terdapat tiga
peran yang dimainkan dalam pengelolaan zakat, yaitu operator, pengawas
dan regulator.
Peran yang dimainkan LAZ hanya sebagian kecil, yaitu sebagai
operator. Sedangkan peran-peran lain menjadi kewenangan pemerintah.
Peran ini diatur dalam Pasal 8 yang menyatakan badan amil zakat
sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan,
mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan
agama. LAZ dengan BAZ memiliki peran dan kedudukan yang sama,
yaitu membantu pemerintah mengelola zakat. Keduanya berdiri sendiri
dalam melakukan aset zakat. Keberadaan LAZ maupun BAZ harus
mampu mewujudkan tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat,
seperti meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penunaian zakat,
meningkatkan fungsi pranata keagamaan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatkan hasil guna dan daya
guna zakat.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
yang baru, membawa perubahan terhadap peran LAZ dalam menjalankan
fungsi pengelolaan zakat. Pasal 17 yang menyatakan bahwa untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan dan
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk
LAZ.6
Dalam konteks fungsi ganda BAZNAS sebagai operator dan
regulator, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS)
juga menemukan bahwa kondisi ini belum ideal. Dalam satu kajian yang
dilakukan KNEKS terkait Positioning Dana Sosial Islam dalam Lingkup
Negara dan Masyarakat pada akhir 2021, salah satu rekomendasi utama
adalah perlunya memisahkan peran operator dan regulator pada BAZNAS.

6
Ramadhita, “Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial,” Jurnal Hukum
dan Syariah 3, no. 1 (Juni, 2012): 30, http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/jurisdictie/article/view/2182.

11
BAZNAS perlu lebih fokus berperan sebagai operator saja, sementara
fungsi regulator berada di Kementerian Agama atau pada satu otoritas
khusus zakat yang dibentuk kemudian.7
2. Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Sejak berdiri pada tahun 2007, Badan Wakaf Indonesia (BWI)
yang lahir berdasarkan amanat UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
telah memiliki peran yang signifikan dalam dinamika pengelolaan wakaf
yang ada di Indonesia. Pada pasal 57 disebutkan bahwa untuk pertama
kali, pengangkataan keanggotaan BWI diusulkan kepada Presiden oleh
menteri. Sedangkan BWI dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di
provinsi dan atau kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan. Adapun tugas
Badan Wakaf Indonesia, diantaranya:
a. Melakukan pembinaan terhadap nadhi dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional;
c. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf;
d. Memberhentikan dan mengganti nadhi;
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Dilihat dari tugas kelembagaan, keberadaan BWI mempunyai posisi
yang sangat strategis dalam pemberdayaan wakaf secara produktif.
Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan manajemen wakaf
secara optimal, yang terkait dengan pengelolaan, seperti harta wakaf yang
bersifat nasional dan internasional yang keberadaannya masih terlantar
maupun pembinaan terhadap nadhi yang kurang memadai. BWI bersifat
independen dan profesional yang bersinergi dengan peran pemerintah

7
Urip Budiarto, “Dinamika Tantangan Regulasi dan Kebijakan Pengelolaan Zakat Nasional,”
Kneks, diakses dari https://knks.go.id/isuutama/35/dinamika-tantangan-regulasi-dan-kebijakan-
pengelolaan-zakat-nasional, pada tanggal 19 Mei Pukul 21:30 WIB.

12
sebagai regulator (pengatur), fasilitator (memberi fasilitas), motivator
(memberi semangat) dan public service (pelayanan umum).
Pola organisasi dan kelembagaan, Badan Wakaf Indonesia harus
mampu merespon persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Pola pengembangan
organisasi Badan Wakaf Indonesia sendiri sudah harus mulai berorientasi
kepada daerah dengan menyiapkan SDM nadhi di daerah agar lebih
profesional. Fungsi-fungsi yang melekat di tubuh Badan Wakaf Indonesia
seperti fungsi motivator, fungsi fasilitator, fungsi regulator, fungsi
education, dan fungsi pendukung lainnya harus selaras dan tidak over
lapping dalam implementasinya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa peran Badan Wakaf
Indonesia dalam mengembangkan prospek wakaf uang di Indonesia
diantaranya, pertama, pembinaan terhadap nadhi yang profesional,
khususnya terhadap individu atau badan hukum yang diberi wewenang
dan tanggung jawab sebagai nadhi wakaf uang. Kedua, melibatkan mitra-
mitra bisnis strategis yang bergerak di bidang jasa keuangan (khususnya
berbasis syariah), seperti bank, koperasi, BMT dan sejenisnya dalam
proses promosi dan sosialisasi wakaf uang yang sedang dikembangkan
oleh Badan Wakaf Indonesia, agar prospeknya dan kepercayaan
masyarakat terhadap wakaf uang di Badan Wakaf Indonesia tumbuh
subur.8

8
Muhammad Aziz,”Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan Prospek
Wakaf Uang di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Syariah 2, no. 1 (2017): 35,
http://jes.unisla.ac.id/index.php/jes/article/view/14.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di Indonesia, sejarah pengelolaan keuangan pemerintahan sudah ada sejak
zaman kerajaan sampai sekarang. Praktik ekonomi dan keuangan pada masa
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dapat menjadi tolak ukur kemakmuran
suatu kerajaan saat itu. Semisal pada aktivitas keuangan sosial, tergambar
kegiatan yang fokus pada pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah atau
praktik tolong-menolong antara sesama anggota masyarakat dalam mencapai
kesejahteraan. Pada aktivitas keuangan publik, tergambar pada praktik zakat.
Zakat telah dipraktikkan pada masa kerajaan-kerajaan yang dikelola oleh
lembaga resmi kerajaan semacam Baitulmal yang dikelola oleh pejabat
kerajaan (penghulu). Adapun pada masa kemerdekaan, Keadaan ekonomi
keuangan awal kemerdekaan amat buruk, dimana terjadi inflasi yang tinggi
yang disebabkan beredarnya tiga buah mata uang yang berlaku di wilayah RI,
yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda,
dan mata uang pendudukan Jepang. Hingga pada tanggal 30 Oktober 1946,
Pemerintah Indonesia menetapkan beredarnya Oeang Republik Indonesia
(ORI). Dimana uang Jepang, uang NICA, dan uang Javasche Bank tidak
berlaku lagi. ORI pun diterima dengan perasaan bangga oleh seluruh rakyat
Indonesia.
Adapun bentuk-bentuk keuangan publik di Indonesia seperti BAZNAS
lebih fokus berperan sebagai operator saja, sementara fungsi regulator berada
di Kementerian Agama atau pada satu otoritas khusus zakat yang dibentuk
kemudian., sedangkan Badan Wakaf Indonesia (BWI) memiliki peran yang
signifikan, seperti pembinaan terhadap nadhi yang profesional,dan melibatkan
mitra-mitra bisnis strategis yang bergerak di bidang jasa keuangan dalam
proses promosi dan sosialisasi wakaf uang yang sedang dikembangkan oleh
Badan Wakaf Indonesia.
B. Saran

14
Belajar mengenai sejarah keuangan publik di Indonesia sangat diperlukan
untuk memahami persoalan masa kini karena banyak permasalahan tersebut
yang ternyata pernah muncul di masa lalu, sehingga bisa menjadi pelajaran
berharga bagi generasi sekarang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Muhammad,”Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) Dalam Mengembangkan


Prospek Wakaf Uang di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Syariah 2, no. 1
(2017): 35, http://jes.unisla.ac.id/index.php/jes/article/view/14.

Budiarto, Urip, “Dinamika Tantangan Regulasi dan Kebijakan Pengelolaan Zakat


Nasional,” Kneks, diakses dari https://knks.go.id/isuutama/35/dinamika-
tantangan-regulasi-dan-kebijakan-pengelolaan-zakat-nasional, pada tanggal
19 Mei Pukul 21.30 WIB.

Indayani, Haniyah, “Pengelolaan Keuangan Publik di Indonesia Ditinjau Dari


Perspektif Ekonomi Islam” (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
2010) 21.

Jaelani Aan, “Pengelolaan Keuangan Publik di Indonesia: Tinjauan Keuangan


Publik Islam” Munic Personal Repec Archive (November, 2015) 12-13,
https://www.researchgate.net/publication/295907876_PENGELOLAAN_K
EUANGAN_PUBLIK_DI_INDONESIA_Tinjauan_Keuangan_Publik_Isla
m.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, “Sejarah Pengelolaan Keuangan


Negara,” diakses dari https://www.kemenkeu.go.id/profil/sejarah/sejarah-
pengelolaan-keuangaan, pada tanggal 19 Mei 2022 Pukul 20:00-21:00
WIB.

Ramadhita, “Optimalisasi Peran Lembaga Amil Zakat Dalam Kehidupan Sosial,”


Jurnal Hukum dan Syariah 3, no. 1 (Juni, 2012): 30, http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/jurisdictie/article/view/2182.

Syarifuddin, Ferry dan Ali Sakti, Praktik Ekonomi dan Keuangan Syariah oleh
Kerajaan Islam di Indonesia, (Leuwinanggung: PT. RajaGrafindo Persada,
2021), 179.

16
Wikipedia Bahasa Indonesia, “Kementerian Keuangan Republik Indonesia,”
Ensiklopedia Bebas, diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/
Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia, pada tanggal 21 Mei 2022
Pukul 17.03 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai