Anda di halaman 1dari 19

ZAKAT DAN PAJAK DALAM PRESFEKTIF ISLAM

MATA KULIAH DASAR UMUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu:Lisda Hani Gustina, S.Ag., M.Pd

Disusun oleh:

Zikri Ahmad Suanda 2111002

Saffanah Nur Fadilla 2111036

Raissa Diva Kurniawan 2111107

Muhammad Iqbal 2111061

Siti Sarah Afriyanti Wagola 2111059

Nabila shafiya 2111058

Farhan Rivaldy 2111003

Abdul Rivai 2111027

Angga Aliimu Fattah 2111016

Muhammad Reza Pahlevy 2111039


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatulahi wabaroktuh
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan
kami berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan
keberkahan. Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa
ta’ala sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosendan teman-
teman yang banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari di
dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian.

Oleh karena itu kami meminta maaf atas ketidaksempurnaanya dan juga
memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat
karya tulis ini.

Harapan kami mudah-mudahan apa yang kami susun ini bisa memberikan
manfaat untuk diri kami sendiri,teman-teman, serta orang lain.

Wassalamu’alaikum warrahmatulahi wabarokatuh.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I.PENDAHULUAN......................................................................................iv
A.Latar Belakang Masalah................................................................................iv
B.Rumusan Masalah...........................................................................................v
C.Tujuan Masalah...............................................................................................v
BAB II.PEMBAHASAN.........................................................................................1
1.Zakat.................................................................................................................. 1
A.Pengertian Zakat..........................................................................................1
B.Golongan yang berhak menerima Zakat....................................................2
C.Kekayaan yang wajib zakat.........................................................................4
D. Kriteria Harta Yang Wajib Dizakatkan Dan Jenis-Jenisnya..................5
E. Macam-Macam Harta Yang Wajib Dizakati Dan Nisabnya...................6
E.Mustahik Zakat.............................................................................................6
2.PAJAK............................................................................................................... 7
A.Ketentutan Pajak..........................................................................................7
B.Sebab Munculnya Pajak Dalam Islam........................................................7
C.Syarat-Syarat Pemungutan Pajak..............................................................8
3. Perbedaan Zakat dan Pajak...........................................................................8
BAB III.PENUTUP...............................................................................................13
Simpulan............................................................................................................. 13
Saran................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSAKA..............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan rukun Islam ketiga. Zakat sebagai salah satu rukun

Islam mempunyai sifat yang mutlak terhadap harta seseorang sesuai dengan

syariat, yaitu Al-Quran dan Hadist. Setiap umat Islam yang memiliki

harta/penghasilannya telah mencapai 1nishab wajib membayar zakat. Sebagai

salah satu rukun Islam, tentu umat Islam berusaha untuk melaksanakan

kewajibannya tersebut. Zakat dipandang sebagai suatu perwujudan ketaatan

seorang muslim terhadap Penciptanya, yaitu Allah Swt. Hal ini merupakan

suatu penjelmaan dari solidarita sseorang muslim dalam kehidupan

bermasyarakat. Jadi, jika shalat dapat membentuk kesholehan individu, maka

zakat berperan membentuk keshalehan sosial bagi setiap individu dalam

masyarakat (Logawali, Thamrin dkk,2018).

Pada awal sejarah Islam, zakat dikenal sebagai pendapatan terbesar

negara. Pemerintahan Islam memungut zakat dari muzakki dengan tujuan

pemerataan distribusi pendapatan antara orang kaya dengan orang miskin dalam

penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, zakat juga

digunakan sebagai sarana pembangunan, seperti pembangunan fasilitas umum.

Seiring dengan perkembangan zaman, muncul konsep pajak dalam hal

penerimaan negara. Pajak sendiri merupakan suatu kewajiban warga negara

kepada negara yang bersifat dapat dipakasakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dengan tidak mendapatkan balas jasa secara

langsung. Penerimaan pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan

masyarakat.

iv
B.Rumusan Masalah
1) Bagaimana pendistribusian kekayaan pajak dan zakat dalam presfektif Islam?

2) Apa saja kelemahan dan kelebihan Pajak dan zakat dalam presfektif Islam?

3) Bagaimana penyikapan pendistribusian kekayaan yang secara benar agar


kesenjangan dapat lebih diminimalisir?

C.Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pendistribusian kekayaan lewat pajak dan zakat dalam
presfektifIslam

2) Untuk mengetahui kelemahan dan kelibihan pendistribusian kekayaan lewat pajak


dan zakat dalam presfektif Islam

3) Untuk memberi solusi kebanyak khalayak penyikapan kedua teori yang sudah
dipelajari

v
BAB II
PEMBAHASAN
1.Zakat

A.Pengertian Zakat

Secara istilah, Zakat berasal dari bahasa Arab yang berarti :

1)Bertambah

2) suci

3) tumbuh

4) berkah

Sedangkan secara syara’, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta
yang dimiliki yang telah Allah SWT wajibkan untuk diberikan kepada
mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima Zakat)

Secara Bahasa,Zakat adalah suatu system baru yang unik dalam sejarah
kemanusiaan. Suatu sitem yang beumpernah ada pada agama-agama samawi
juga dalam peraturan-peratuan manusia. Zakat mencakup system keuangan,
ekonomi, social, politik, moral dan agama sekaligus.Dikutip dari laman Badan
Amil Zakat Nasional (Baznas), zakat artinya bagian tertentu dari harta yang
wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang
ditetapkan Sebagai salah satu rukun Islam, zakat ditunaikan untuk diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf).

Zakat adalah system keuangan ekonomi karena ia merupakan pajak harta


yang ditentukan. Sebagai system social karena berusaha menyelamatkan
manusia dari berbagai kelemahan. Sebagai system politik karena pada asalnya
negaralah yang mengelola pemungutan dan pembagiannya. Sebagai system
moral karena ia bertujuan membersihkan jiwa dari kekikiran orang kaya
sekaligus jiwa hasud dan dengki orang yang tidak punya. Akhirnya sebagai
system keagamaan karena menunaikannya adalah salah satu tonggak keimanan
dan ibadah tertinggi dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Makna tumbuh dalam arti zakat menunjukkan bahwa mengeluarkan zakat


sebagai sebab adanya pertumbuhan dan perkembangan harta, pelaksanaan zakat

vi
itu mengakibatkan pahala menjadi banyak. Kewajiban zakat bagi umat muslim
yang mampu tercantum jelas dalam Surat at-Taubah pada ayat 60, ayat 71, dan
ayat 103.

B.Golongan yang berhak menerima Zakat

Dalam Alquran, ada 8 golongan yang berhak menerima zakat antara lain:

 Orang fakir dan miskin


Syeikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin memberikan
gambaran perbedaan antara fakir dan miskin, “Kita bisa memperkirakan
Batasan fakir dan miskin dengan melihat pada gaji bulanan. Jika gaji
dalam setahun adalah 5000 riyal (12,5jt), sedangkan kebutuhannya
10.000 riyal (25jt), dalam kondisi ini seseorang dianggap miskin. Karena
ia hanya mampu memenuhi separuh dari kebutuhannya. Dalam kondisi
ini dianggap kafir. Begitu pula Ketika seseorang tidak memiliki
pekerjaan, maka ia dianggap fakir.
Tujuan zakat bukanlah memberi fakir dan miskin satu atau dua
dirham, tetapi maksudnya adalah memberikan tingkat hidup yang lebih
layak. Layak sebgai manusia yang diciptakan Alla sebagai khalifah
dimuka bumi, dan layak sebagai Muslim.

 Amil atau orang yang mengelola zakat


Yang melaksanakan segala kegiatan untuk zakat dan Allah
menyediakan upah bagi mereka dari zakat sebagai imbalan
Hal ini sebagai bukti bahwa zakat dalam Islam bukanlah tugas
Individual, melainkan tugas jaamah (bahkan menjadi tugas negara).
Syarat Amil :
• Muslim
• Mukallaf
• Jujur
• Memahami hukum zakat
• Berkemampuan untuk melaksanakan tugas
• Bukan keluarga Nabi

 Mualaf atau orang yang baru masuk Islam


Muallaf adalah mereka yang diberikan harta zakat dalam rangka
mendorong mereka untuk masuk Islam, atau mengokohkan keislaman
mereka, atau agar condong dan berpihak kepada Islam, atau untuk
vii
menolak keburukan mereka terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan
manfaat dan bantuan mereka dalam membela kaum muslimin, atau agar
mereka dapat menolong kaum muslimin dari musuh mereka, atau yang
semisalnya. Oleh karena itu kata beliau, pemberian zakatnya merupakan
tugas dan perhatian pemimpin negara atau pembuat kebijakan dan
keputusan dalam negara (Ahl al-Hill wa al-Aqd), disesuaikan dengan
kemaslahatan dan kebutuhan kaum muslimin.

 Hamba sahaya (Riqab)


Yaitu hamba sahaya (budak) yang ingin memerdekakan dirinya
dari majikannya dengan tebusan uang. Dalam hal ini mencakup juga
membebaskan seorang muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir, atau
membebaskan dan menebus seorang muslim dari penjara karena tidak
mampu membayar diat.

 Orang yang berutang (Ghairim)


o gharimin limaslahati nafsihi (terlikit hutang demi kemaslatan atau
kebutuhan dirinya)
o gharimin li ishlahi dzatil bain(terlilit hutang karena mendamaikan
manusia, qabilah atau suku)
kedua jenis al-gharim diatas berhak menerima zakat tetapi dengan
syarat tambahan pada ghiram linafsihi yaitu harus dalam keadaan miskin.
Sedangkan untuk gharim li ishlahu dzatil bakn maka boleh diberi zakat
meski ia kaya.

 Sabilillah atau orang yang berjuang di jalan Allah


para ulama memang berbeda pendapat tentang fu sabilillah.
Perbedaan inj berangkat dari ijtihad mereka yang cenderung muwassain
(meluaskan makna) dan mudhayyiqin (menyempitkan makna)
 Ibnu sabil atau sedang melakukan perjalanan.
Syarat menerima zakat :
• Muslim dan bukan Ahlul bait
• Ditangannya tidak ada harta lain
• Bukan perjalanan Maksiat
• Tidak ada pihak yang bersedua meminjamkannya

viii
C.Kekayaan yang wajib zakat

Quran tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib


Zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang
harus dizakatkan. Persoalan tsb diserahkan kepadan Sunnah Nabi.

Memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan Quran seperti


:Emas dan perak (At-Taubah:34), tanaman dan buah-buahan (Al-
An’nam:141) dan penghasilan dari usaha yang baik (Al-Baqarah:267).
Namun demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan
rumusan yang umum yaitu,“kekayaan” (“Pungutlah olehmu zakat dari
kekayaan mereka…..” QS 9:103).Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan
apabila memenuhi 2 syarat yaitu:Dipunyai dan bisa diambil manfaatnya.

Terdapat 6 Syarat untuk suatu kekayaan terkena wajib zakat :

1. MILIK PENUH
Maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada dibawah control
dan didalam kekuasaannya. Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada
ditangannya, tidak tersangkut didalamnya hak milik orang lain, dapat ia
pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya. Konsekuensi dari syarat
ini tidak wajib bagi :
 kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
 Tanah waqaf dan sejenisnya
 Harta haram. Karen sesungguhnya harta tersebut tidak sah menjadi
milik seseorang
 Harta pinjaman
 Simpanan pegawai yang dipegang oleh pemerintah (seperti dana
pensiun)

2. BERKEMBANG
Berkembang yaitu harta tersebut senantiasa bertambah baik secara
konkrit (ternak dll) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi
berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan)

3. CUKUP SENISAB

ix
Disyaratkan nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat
sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan. Tidaklah
mengkin syariat membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit
harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tersebut.

4. TELAH DIMILIKKI UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU


Para ulama telah menetapkan bahwa bila seseorang memiliki harta
dalam waktu singkat, maka dia tidak bisa dikatakan sebagai orang kaya.
Sehingga ditetapkan harus ada masa kepemilikkan minimal atas sejumlah
harta, agar pemiliknya dikatakan sebagai orang yang wajib membayar
zakat.

5. LEBIH DARI KEBUTUHAN DASAR


Sebagian ulama menambahkan syarat lainnya, yaitu bahwa
sebuahharta baru diwajibkan untuk dizakatkan, manakal pemiliknya telah
terpenuhi hajat dasarnya atas harta itu. Sebagaimana ditetapkan oleh
mazhab Al-Hanafiyah dalam kebanyakan kitab mereka. Sebab jika
seseorang yang punya harta banyak, namun dia juga punya hajat dasar
atau tanggungan yang lebih banyak lagi, maka pada hakikatnya dia justru
orang yang kekurangan.

6. PEMILIKNYA BUKAN ORANG YANG SELAMAT DARI HUTANG


Yang dimaksud dengan hutang disini bukan sembarang hutan.
Maksudnya adalah hutang yang besar dimana bila hartanya itu dikurangi
dengan nilai kewajiban yang harus dibayarkan, maka harat yang
dimilikinya tidak lagi memenuhi nisab zakatnya. Dalam keadaan
demikian, maka gugurlah kewajiban zakat baginya

D. Kriteria Harta Yang Wajib Dizakatkan Dan Jenis-Jenisnya

 Zakat binatang ternak


 Zakat emas dan perak / zakat uang
 Zakat kekayaan dagang
 Zakat pertanian
 Zakat madu dan produksi hewani

x
 Zakat barang tambang dan hasil laut
 Zakat investasi pabrik, gedung, dll
 Zakat pencarian dan profesi
 Zakat saham dan obligasi

E. Macam-Macam Harta Yang Wajib Dizakati Dan Nisabnya

E.Mustahik Zakat

xi
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang terbujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang untuk dijalan Allah, dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

2.PAJAK

A.Ketentutan Pajak

Para ulama dari zaman sahabat, tabi'in hingga sekarang berbeda pendapat
didalam menyikapi kebijakan pajak:

Pendapat Pertama

Menyatakan bahwa pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada


kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat.
Diantara dalil-dalil syar'i yang melandasi pendapat ini adalah sebagaimana
berikut :

 Firman Allah SWT Ta'ala


"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan cara yang batil..." (Q.S An-
Nisa : 29)
Dalam ayat ini Allah SWT melarang hamba-Nya saling memakan
harta sesamanya dengan jalan yang tidak dibenarkan. Dan pajak
adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan harta sesamanya
 Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
"Janganlah kalian berbuat zhalim (beliau mengucapkannya tiga
kali). Sesungguhnya tidak halal harta seseorang muslim kecuali
dengan kerelaan dari pemiliknya" (HR. Imam Ahmad V/72
no.20714)

B.Sebab Munculnya Pajak Dalam Islam

1. Karena Ghanimah dan Fay’I berkurang


2. terbatasnya tujuan penggunaan Zakat

xii
3. jalan pintas untuk pertumbuhan ekonomi
4. imam (khalifah) berkewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya

C.Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

Para ulama yang membolehkan Pemerintahan Islam memungut pajak dari kaum
muslimin, meletakkan beberapa syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu,
diantaranya adalah sebagai berikut :

 Negara komitmen dalam penerapan syariat islam


 Negara sangat membutuhkan dana untuk keperluan dan maslahat hukum
 Harus ada persetujuan dari para ulama dan tokoh masyarakat
 Pemungutan dan distribusinya harus adil dan merata
 Pajak ini sifatnya sementara dan tidak diterapkansecara terus menerus,
tetapi pada saat-saat tertentu
 Harus dihilangkan dulu pendanaan yang berlebih-lebihan dan hanya
menghambur-hamburkan uang saja
 Besarnya pajak harus sesuai dengan kebutuhan yang mendesak padssa
waktu itu saja

Apakah pajak dapat menggantikan zakat?

Zakat tidak dapat digantikan oleh pajak, walaupun sasaran zakat dapat
dipenuhi sepenuhnya oleh pembiayaan dari pajak.

Zakat berkaitan dengan ibadah yang diwarnai dengan kemurnian niat


karena Allah, sebagai tali penghubung seorang hamba dan khaliqnya.
Mekanisme zakat mulai dari niat menyerahkan, mengumpulan, dan
mendistribusikannya tidak dapat disamakan dengan bentuk pungutan apapun.

3. Perbedaan Zakat dan Pajak

Zakat dan pajak, meski keduanya sama-sama merupakan kewajiban


dalam bidang harta, namun keduanya mempunyai falsafah yang khusus, dan
keduanya berbeda sifat dan asasnya, berbeda sumbernya, sasaran, bagian serta
kadarnya, disamping berbeda pula mengenai prinsip, tujuan dan jaminannya.
Sesungguhnya ummat Islam dapat melihat bahwa zakat tetap menduduki

xiii
peringkat tertinggi dibandingkan dengan hasil pemikiran keuangan dan
perpajakan zaman modern, baik dari segi prinsip maupun hukum-hukumnya.

Hakikat Zakat dan Pajak

Zakat ialah hak tertentu yang diwajibkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala


terhadap kaum Muslimin yang diperuntukkan bagi mereka, yang dalam Quran
disebut kalangan fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas
nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan untuk mendekatkan diri kepadaNya,
serta untuk membersihkan diri dan hartanya.

Dapat dipetik beberapa titik persamaan antara zakat dan pajak:

1.Adanya unsur paksaan untuk mengeluarkan

2.Keduanya disetorkan kepada lembaga pemerintah (dalam zakat dikenal amil


zakat)

3.Pemerintah tidak memberikan imbalan tertentu kepada si pemberi.

4.Mempunyai tujuan kemasyarakatan, ekonomi dan politik disamping tujuan


keuangan.

Adapun segi perbedaannya:

1.Dari segi nama dan etiketnya yang memberikan motivasi yang berbeda. Zakat:
suci, tumbuh. Pajak (dharaba): upeti.

2.Mengenai hakikat dan tujuannya Zakat juga dikaitkan dengan masalah ibadah
dalam rangka pendekatan diri kepada Allah.

3.Mengenai batas nisab dan ketentuannya. Nisab zakat sudah ditentukan oleh
sang Pembuat Syariat, yang tidak bisa dikurangi atau ditambah-tambahi oleh
siapapun juga. Sedangkan pada pajak bisa hal ini bisa berubah-ubah sesuai
dengan polcy pemerintah.

4.Mengenai kelestarian dan kelangsungannya, Zakat bersifat tetap dan terus


menerus, sedangkan pajak bisa berubah-ubah.

5.Mengenai pengeluarannya, Sasaran zakat telah terang dan jelas. Pajak untuk
pengeluaran umum negara.

xiv
6.Hubungannya dengan penguasa, hubungan wajib pajak sangat erat dan
tergantung kepada penguasa. Wajib zakat berhubungan dengan Tuhannya. Bila
penguasa tidak berperan, individu bisa mengeluarkannya sendiri-sendiri.

7.Maksud dan tujuan, zakat memiliki tujuan spiritual dan moral yang lebih
tinggi dari pajak.

Berdasarkan point-point di atas dapatlah dikatakan bahwa “zakat adalah


ibadat dan pajak sekaligus”. Karena sebagai pajak, zakat merupakan kewajiban
berupa harta yang pengurusannya dilakukan oleh negara. Negara memintanya
secara paksa, bila seseorang tidak mau membayarnya sukarela, kemudian
hasilnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek untuk kepentingan
masyarakat.

Apa yang coba diterangkan dalam masalah perpajakan dewasa ini telah
dilaksanakan Islam jauh sebelumnya. Inilah syariat yang berasal dari Pembuat
Syariat yang Maha Tahu. Berikut ini adalah salah satu bab dalam buku Yusuf
Al Qardhawi yang mengupas hal tersebut.

Prinsip Keadilan Antara Pajak dan Zakat

Para ahli ekonomi keuangan menyerukan agar dalam masalah perpajakan


hendaknt tetap memegang prinsip dan kaedah yang dapat menghalangi
timbulnya penipuan dan kecurangan sehingga menepati prinsip keadilan,
disamping itu dapat mencapai sasaran yang tepat dengan tidak memberatkan
pihak wajib pajak disatu segi dan pihak pelaksana administrasi keuangan di sisi
lain. Hal ini ternyata sudah diterapkan Islam dalam mekanisme zakat jauh
sebelumnya.Dikenal empat prinsip yang mesti diperhatikan dalam soal
perpajakan, yaitu: keadilan, kepastian, kelayakan dan ekonomis.

Tentang keadilan

Ini merupakan prinsip pertama yang wajib diperhatikan dalam setiap pajak yang
dikenakan pada masyarakat. Prinsip yang sesuai dengan syariat Islam, dimana
Islam menuntutnya dalam segala hal. Prinsipkeadilan ini dijumpai pada:

1.Sama rata dalam kewajiban zakat. Setiap Muslim yang mempunyai satu nisab
zakat adalah wajib zakat tanpa memandang bangsa, warna kulit, keturunan atau
kedudukan dalam masyarakat, laki-laki, perempuan, pemerintah, yang
diperintah, pemimpin agama, pemimpin negara, semua sama.

xv
2.Membebaskan harta yang kurang dari nisab

3.Larangan berzakat dua kali. Banyak hadits yang menerangkan larangan ini.
Dalam studi perpajakan dikenal dengan nama: “Larangan Pajak Ganda”.

4.Besar zakat sebanding dengan besar tenaga yang dikeluarkan. Semakin mudah
memperoleh, semakin besar zakatnya, seperti halnya zakat pertanian ada yang
10% dan 5%. Prinsip ini masih belum begitu dihiraukan oleh para ahli
keuangan.

5.Memperhatikan kondisi dalam pembayaran. Dengan juga memperhatikan


besarnya pendapatan, beban keluarga, hutang-hutang yang dimiliki, dipungut
dari pendapatan bersih, dan lain-lain.

6.Keadilan dalam praktek. Islam memberikan perhatian istimewa dan hati-hati


terhadap pelaksana pemungut zakat (amil), yaitu dengan persyaratan yang tinggi
untuk menjadi amil, dan posisi yang mulia bagi mereka, seperti hadits sebagai
berikut: “Orang yang bekerja memungut sedekah dengan benar adalah seperti
orang yang berperang di jalan Allah” (Hadits shahih).

Pajak Diwajibkan Di Samping Zakat

Apabila Islam telah mewajibkan zakat sebagai hak yang dimaklumi atas
harta kaum Muslimin dan menjadikannya sebagai pajak yang dikelola oleh
pemerintah Islam, maka bolehkah pemerintah Islam mewajibkan kepada orang
kaya pajak-pajak lain disamping zakat untuk melaksanakan kepentingan ummat
dan menutupi pembiayaan umum negara? Jawabnya boleh tapi dengan syarat.

Dalil-dalil yang memperbolehkan adanya kewajiban pajak disamping


zakat

1.Karena jaminan/solidaritas sosial merupakan suatu kewajiban. Hal ini sudah


kita kupas pada bagian yang membahas adanya kewajiban lain di luar zakat.

2.Sasaran zakat itu terbatas sedangkan pembiayaan negara itu banyak sekali.
Zakat harus digunakan pada sasaran yang ditentukan oleh syariah dan
menempati fungsinya yang utama dalam menegakkan solidaritas sosial. Zakat
tidak digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan dan lain-lain. Bila
pemerintahan Islam dulu memperoleh pemasukan dari Kharaj (rampasan
perang) untuk membiayai keperluan-keperluan tersebut, maka untuk saat ini

xvi
Yusuf Al Qardhawi menyokong pendapat para ulama yang berpendapat bahwa
pemerintah dapat memungut kewajiban pajak dari orang-orang kaya.

3.Adanya kaidah-kaidah umum hukum syara’ yang memperbolehkan. Misalnya


kaidah “Maslahih Mursalah” (atas dasar kepentingan). Kas yang kosong akan
sangat membahayakan kelangsungan negara, baik adanya ancaman dari luar
maupun dari dalam. Rakyat pun akan memilih kehilangan harta yang sedikit
karena pajak dibandingkan kehilangan harta keseluruhan karena negara jatuh ke
tangan musuh.

4.Adanya perintah Jihad dengan harta. Islam telah mewajibkan ummatnya untuk
berjihad dengan harta dan jiwa sebagaimana difirmankan dalam Al Quran 9:41,
49:51, 61:11, dan lain-lain. Maka tidak diragukan lagi bahwa jihad dengan harta
itu adalah kewajiban lain di luar zakat. Di antara hak pemerintah (ulilamri) dari
kaum Muslimin adalah menentukan bagian tiap orang yang sanggup memikul
beban jihad dengan harta ini.

5.Kerugianyang dibalas dengan keuntungan. Sesungguhnya kekayaan yang


diperoleh dengan pajak akan digunakan untuk segala keperluan umum yang
manfaatnya kembali kepada masyarakat seperti; pertahanan dan keamanan,
hukum, pendidikan, kesehatan, pengangkutan, dan lain-lain.

Syarat-syarat diperbolehkannya pajak di luar zakat

Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan dibenarkan sistemnya harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1.Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Tidak
diperbolehkan memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam baitul-mal masih
terdapat kekayaan.

2.Adanya pembagian pajak yang adil. Pengertian adil tidak harus sama rata
bebannya.

3.Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan ummat bukan


untuk maksiat dan hawa nafsu. Pajak bukan upeti untuk para raja dalam rangka
memuaskan hawa nafsu, kepentingan pribadi dan keluarga mereka, atau
kesenangan para pengikut mereka, tetapi harus dikembalikan untuk kepentingan
masyarakat luas.

xvii
4.Adanya persetujuan para ahli dan cendikia. Pemerintah tidak bertindak
sendirian dalam hal mewajibkan pajak, menentukan besarnya serta
memungutnya tanpa adanya persetujuan dari hasil musyawarah para ahli atau
cendikia dari kalangan masyarakat (dewan perwakilan rakyat).

BAB III
PENUTUP

Simpulan

Menurut kelompok kami pemerintah dalam menanggulangi kesenjangan


sosial di Indonesia. Dalam mendistribusikan kekayakan dengan benar
mengambil kebijakan zakat sepenuhnya lewat ketentuan yang ada karena
adanya zakat dapat menjadi salah satu solusi turbulensi yang terjadi dalam
konteks ekonomi Indonesia. Jauh dari pada itu menujunjung nilai keTauhidan
sehingga membentuk karakter manusia dalam menjalankan tugasnya sebagai
khilafah di Dunia.

Saran

Penelitian ini adalah bagian dari upaya penulis dalam memahami makna
kata Dakwah dalam al-Qur’an dengan berbagai macam maknanya. Kata
Dakwah bukanlah satu-satunya karya yang memiliki banyak makna, akan tetapi
masih banyak kosa kata di dalam al-Qur’an yang perlu dikaji dan difahami lebih
mendalam dan terperinci sehingga tidak sebatas makna terjemahan.

Dengan adanya kajian ini, semoga bisa memperjelas makna Dakwah


dalam al-Qur’an. Rendahnya tingkat ketakwaan remaja atau mahasiswa jaman
sekarang sangat mengalami kemerosotan akhlak olehkarena itu perlu adanya
metode penelitian yang lebih lanjut akan usaha peningkatan diskusi kepada
pemud sebagai salah satu cara memaksimalkan potensi generasi dalam
membentengi dirinya dari radikalisme agama yang sedang berkembang.
Penelitian ini tentunya bukanlah penelitian yang sempurna dan tanpa
kekurangan. Namun, penulis telah berupaya untuk mencapai gambaran yang
layak. Jika penulis benar, itu semata-mata karena Allah serta itulah yang penulis

xviii
kehendak. Tetapi jika ternyata tidak demikian, maka penulis mohon ampun dan
petunjuk kepada Allah atas kesalahan dan dosa penulis. Cukup kiranya penulis
ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSAKA
http://apmadani.blogspot.com/2013/06/kewajiban-pembayaran-pajak.htm

https://money.kompas.com/read/2021/04/18/170647826/pengertian-zakat-hukum-jenis-dan-
cara-menghitungnya?page=all

http://www.quran30.net/2012/08/

xix

Anda mungkin juga menyukai