Anda di halaman 1dari 18

TUGAS AKHIR LITERASI

Disusun Oleh:
Tisi Molina Putri (2207015026)

Dosen Pengampu:
Andri Amri, S.E, M.M

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Alhamdulillahirobbilaalamiin, Segala puji syukur Saya kirimkan kehadirat
Allah SWT, karena rahmat dan karunianya Saya dapat menyelesaikan karangan
ilmiah yang berjudul “Peran Penting Zakat Produktif Bagi Masyarakat” dengan
baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam Saya kirimkan kepada junjungan
umat islam yakni Nabi besar Muhammad SAW, dan tidak lupa pula Saya
mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Andri Amri, S.E, M.M selaku
dosen Mata Kuliah literas, Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman
yang selalu memberikan suport atau dukungannya.
Dalam penulisan karangan ilmiah ini, Saya sadari banyak kesalahan,
kekeliruan, dan jauh dari kata sempurna, baik berkenan dengan materi pembahasan
maupun teknik penulisannya. Namun demikian Saya sudah berusaha semaksimal
mungkin dalam menyelesaikan karangan ilmiah. Semoga dengan karangan ilmiah ini
pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuannya, dan diharapkan kritik
saran yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan sebagaimana
mestinya, Terima kasih.

Jakarta, 32 januari 2023

Tisi Molina Putri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iv
DAFTAR TABLE...................................................................................................................v
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
C. Tujuan penulisan...........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
A. Pengertian Zakat Produktif.......................................................................................6
B. Pengertian Produktif.....................................................................................................7
C. Dasar Hukum Hukum...................................................................................................9
D. Konsep Zakat Produktif.............................................................................................10
A. Zakat Produktif..........................................................................................................10
B. Mekanisme Zakat Produktif...................................................................................11
E. Dampak Zakat Produktif Bagi Masyarakat..............................................................13
BAB III.................................................................................................................................15
KESIMPULAN....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1, Zakat Produktif.....................................................................................................12


Gambar 2: Lemabga Baznas...................................................................................................13
DAFTAR TABLE

Table 1 : Perhitungan zakat....................................................................................................11


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berdasarkan pada UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dalam
Pasal 1 dijelaskan bahwa Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Menurut Eko Suprayitno dalam (Fitriani, 2015), Zakat
merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban bagi orang kaya untuk
membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tidak mampu menolong dirinya
sendiri meskipun dengan semua skema jaminan sosial yang ada, sehingga
kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapuskan dari masyarakat muslim. Zakat
memiliki dimensi kemasyarakatan yang lebih besar dan memiliki dampak terhadap
hidup duniawi yang lebih actual. Sebagai sesuatu yang bersifat actual, zakat dapat
berfungsi sebagai media untuk mengentaskan kemiskinan. Beberapa penyebab dari
munculnya lingkaran kemiskinan adalah ketiadaan modal dan rendahnya sumber daya
manusia. Apabila lembaga zakat profesional mampu memutus dua penyebab
kemiskinan ini, pengaruh zakat akan semakin terasa kepada umat. Pola-pola
penyaluran teradisional yang selama ini banyak diterapkan oleh lembaga pengelola
zakat masjid atau tardisional harus diubah sehingga penyaluran yang ada mampu
menjadikan manusia tersebut mandiri dan tidak bergantung kepada pihak. Janganlah
memberi mereka “ikan” tetapi beri “kail” agar mereka mampu memperoleh “ikan”,
bahkan mampu memberi “ikan” yang mereka peroleh dari pihak lain. Hal ini
memberikan implikasi bahwa zakat mampu menciptakan kemaslahatan dan
kemudharatan bagi umat (Rianto, 2012).
Dari permasalahan yang terjadi di lembaga amil zakat yang hanya berfokus pada
distribusi zakat secara konsumtif, distribusi zakat produktif sangat bermanfaat dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan memberikan modal kepada para
mustahik berdasarkan kemampuan dalam mengelola usaha. Perlunya kajian yang
lebih luas akan pentingnya distribusi zakat produktif, maka penulis mengangkat topic
dalam makalah ini yang berjudul “Zakat Produk.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latarbelakang di atas, maka ada beberapa masalah yang
akan diangkat menjadi topik pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:
1) Apakah yang dimaksud zakat produktif ?
2) Bagaimana dasar hukum zakat produktif ?
3) Bagaimana bentuk konsep zakat produktif ?
4) Bagaimana dampak zakat produktif bagi masyarakat ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian zakat produktif
2. Untuk mengetahui dasar hukum zakat produktif
3. Untuk mengetahui bentuk konsep zakat produktif
4. Untuk mengetahui dampak zakat produktif bagi masyarakat
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat Produktif


Kata “zakat” secara bahasa berarti “suci”, „berkembang‟‟, dan “berkah‟.
Dalam al-Quran yang menggunakan kata zakat berarti “suci‟.
 ‌‫َّو َحنَانًـا ِّم ۡن لَّ ُدنَّا َوز َٰكوةً َّو َكانَ تَقِيًّا‬
“kami menyerahkan rasa kasih sayang (kepada sesame) dari kami dan
kesucian (dari dosa). Dan dia pun seorang yang bertaqwa”. (QS. Maryam:13).
Al-Quran menggunakan kata “zaka” dengan arti bersih (suci) dari keburukan
dan kemungkaran.
Sedangkan zakat menurut istilah mengeluarkan sejumlah bagian yang telah
ditentukan menurut syara‟ dari harta yang ditentukan dan diserahkan kepada
golongan-golongan tertentu dan dengan cara tertentu (al-Sha'idy, 2007).
Sebagai salah satu rukun Islam (kelima) yang wajib ditunaikan oleh umat
Islam, zakat tentu mempunyai manfaat tujuan dan hikmah (Anshori, 2006). Di antara
tujuan dan hikmah yang diberikan Allah atas rukun Islam yang satu ini antara lain:
1. Pada hakekatnya manusia hidup itu membutuhkan pertolongan antara yang
satu dengan yang lain. Orang kaya tidak aka nada ketika orang miskin tidak ada.
Maka akibat adanya orang kaya terciptalah orang miskin. Orang kaya harus
menanggung derita orang miskin, dengan mendistribusikan kekayaan atau sebagian
harta kepada orang miskin. Melalui jalur distribusi inilah, zakat memainka peran
penting sebagai penghubung antara orang kaya dengan orang miskin.
2. Membersihkan muzaki agar bersih dari sifat sombong yang menganggap
harta kekayaan yang diperolehnya merupakan hasil keringatnya sendiri tanpa jerih
payah orang lain. Apabila sifat sombong ini telah mengurat dan mengakar ke dalam
tubuh seorang muslim, maka saat itu pula iman seseorang itu sedang kotor, dan harus
dibersihan. Dengan berzakat, dibukakakn pintu kembali untuk menyucikan hati,
membuka kepekaan terhadap sesama.
3. Membersihkan dan menyuburkan harta. Harta diibaratkan sebagai sebutir
telur yang masih berkulit. Apabila seseorang hendak memakan telur, maka harus
dikupas terebih dahulu bagian kulit luarnya untuk dibersihkan agar seseorang tersebut
dapat menikmati telur itu sehat dan nikmat.
4. Mewujudkan sifat bersyukur terhadap nikmat yang teah dikaruniakan oleh
Allah SWT. Sebagaimana dalam firman-Nya: “jika kamu bersyukur, maka akan
Kutambah nikmat kepadamu. Namun jika kamu ingkari, maka sesungguhnya azab-
Ku sangat pedih”. Sebagai rasa syukur kita memiliki harta yang banyak, maka kita
harus gunakan sebagian harta untuk beribadah pula dalam bentuk zakat.
5. Mengikis rasa iri hati orang miskin terhadap orang kaya. Sebab, pada
kondisi tertentu, orang yag didera dengan berbagai penderitaan biasanya lebih
memiliki perasaan sensitive atau rendah diri. Sehingga terciptalah gap-gap social
yang membatasi hubungan antara orang kaya dan orang miskin. Dampak dari gap
sosial ini yang paling menderita adalah orang miskin, sehingga timbullah
kecemburuan sosial. Orang miskin inilah yang selanjutnya akan menghancurkan gap
tersebut, biasanya dengan cara kekerasan. Namun dengan berzakat, gap-gap sosial
tidak pernah tercipta sehingga tidak ada lagi kecemburuan sosial.
6. Memberikan peluang kepada golongan hartawan untuk beribadah dalam
bentuk mengeluarkan zakat dari harta mereka. Kebanyakan orang kaya,
menghabiskan hartanya secara berfoya-foya, tidak ingat pada lingkungan sosialnya.
Orang lain yang merasa hakhaknya terganggu, tidak akan merasa senang bahkan
tidak pula mendoakan untuk diberkahkan hartanya, melainkan sebaliknya.
7. Mewujudkan kesatuan di kalangan masyarakat Islam dalam urusan
ekonomi dan keuangan. Sehingga apa yang dikatakan umat Islam sebagai umat yang
salam (sejahtera) dapat tercipta dari berbagai macam sudut.

B. Pengertian Produktif
Menurut Saifuddin bahwa Zakat produktif merupakan pemanfaatan zakat
sebagai modal usaha produktif dengan memberikan dana bergulir kepada para
mustahik yang produktif. Mustahik dipinjami modal dan diharuskan melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penggunaan modal kerja itu dalam waktu yang telah
ditentukan, dengan kewajiban mengembalikan modal usahanya secara angsuran.
Dana zakat yang di salurkan ke arah produktif ini harus di tangani oleh lembaga
(bukan perorangan) yang mampu melakukan pembinan, pendampingan, dan
monitoring kepada para mustahik yang sedang melakukan kegiatan usaha agar dapat
berjalan dengan baik (Fitriani, 2015).
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membantu para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya. Zakat produktif adalah berupa harta atau dana zakat yang diberikan
kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan untuk membantu
usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan
hidup secara terus menerus (Asnaini, 2008).
Sistem distribusi syariah mempunyai dua pedoman dasar dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di atas. Pertama, mengurangi kesenjangan
sosial diantara kelompokkelompok yang ada dalam masyarakat seperti membuka atau
memperluas lapangan pekerjaaan dan memberikan peluang bekerja, sehingga
masyarakat dapat memiliki pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam hidupnya.
Kedua, secara langsung memberikan santunan dan bantuan kepada warga masyarakat
miskin agar mereka secara terus menerus dapat meningkatkan mutu kehidupannya.
Menurut Mufraini distribusi produktif adalah penyaluran yang diberikan
untuk dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama dan dapat menghasilkan sesuatu
yang produktif (Pribadi, 2010).
Menurut Arif Mufraini yang dikuti dalam (Zalikha, 2016) bahkan telah
mengemas bentuk inovasi pendistribusian zakat yang dikategorikan dalam empat
bentuk: Pertama, distribusi bersifat “konsumtif tradisional,” yaitu zakat dibagikan
kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah, atau zakat
mal yang dibagikan kepada para korban bencana alam. Kedua, distribusi bersifat
“konsumtif kreatif.” yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya
semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa. Ketiga,
distribusi bersifat “produktif tradisional,” yaitu zakat diberikan dalam bentuk barang-
barang yang produktif seperti kambing, sapi, dan lain sebagainya. Pemberian dalam
bentuk ini dapat menciptakan usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
Keempat, distribusi dalam bentuk “produktif kreatif,” yaitu zakat diwujudkan dalam
bentuk permodalan baik untuk menambah modal pedagang pengusaha kecil ataupun
membangun proyek sosial dan proyek ekonomis.
C. Dasar Hukum Hukum
zakat produktif dalam sub bab ini dipahami hukum mendistribusikan atau
memberikan dana zakat kepada mustahiq secara produktif. Dana zakat diberikan dan
dipinjamkan untuk dijadikan modal usaha bagi fakir, miskin dan orang-orang yang
lemah (Asnaini, 2008).
Dalam Al-Quran ayat 60 surat At-Taubah Allah SWT hanya menjelaskan
golongangolongan yang berhak untuk mendapatkan zakat.
‫هّٰللا‬
ِ ‫ب َو ۡال ٰغ ِر ِم ۡينَ َوفِ ۡى َسبِ ۡي ِل‬
ِ ‫ت لِ ۡلفُقَ َرٓا ِء َو ۡال َم ٰس ِك ۡي ِن َو ۡال ٰع ِملِ ۡينَ َعلَ ۡيهَا َو ۡال ُمَؤ لَّـفَ ِة قُلُ ۡوبُهُمۡ َوفِى ا ل ِّرقَا‬
ُ ‫صد َٰق‬ َّ ‫اِنَّ َما ال‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ضةً ِّمنَ ِ‌ؕ َو ُ َعلِ ۡي ٌم َح ِك ۡي ٌم‬ َ ‫َو ۡاب ِن ال َّسبِ ۡي ِل‌ؕ فَ ِر ۡي‬
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
memerdekakan budak, orang-orang yang behutang, untuk jalan Allah dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah :60)

Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma‟ruf


Amin menyebutkan, ukuran utama dalam menentukan seorang muslim dapat menjadi
mutahik zakat terletak pada kemampuan ekonomi seseorang. Bila dia memiliki
penghasilan yang mencukupi kebutuhan pokok, maka dia tidak berhak mendapatkan
zakat. Sebaliknya, bila dia memang memiliki penghasilan yang tidak mencukupi
kebutuhan pokok hidupnya, maka dia berhak mendapatkan zakat. “siapapun dan
dalam kondisi ini bisa dikatakan mustahik zakat dan berhak menerima dana zakata.
Intinya adalah tidak berkecukupan (Aflah, 2009).
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat sebagaimana
yang telah tercantum dalam pasal 25, 26, dan 27 adalah Zakat wajib didistribusikan
kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian zakat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat
didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri.
Di Indonesia misalnya, BAZIS DKI Jakarta berdasarkan hasil lokakarya Zakat
(Asnaini, 2008), menentukan kebijakan pembagian zakat sebagai berikut :
1. Pembgian zakat harus bersifat edukatif, produktif, dan ekonomis, sehingga
pada akhirnya penerima zakat menjadi memerlukan zakat lagi, bahkan menjadi wajib
zakat.
2. hasil pengumpulan zakat selama belum dibagikan kepada mustahik dapat
merupakan dana yang bisa dimanfaatkan bagi pembangunan, dengan disimpan dalam
bank berupa deposito, sertifikat atau giro biasa.
Lebih lanjut Asnaini menambahkan, kebijakan BAZIS dengan
memproduktifkan dana zakat adalah agar zakat dapat berguna dan berdaya guna bagi
masyarakat. Khususnya fuqaha‟, masakin dan dhu‟afa.

D. Konsep Zakat Produktif


Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dijelaskan pada
pasal 2 dan 3, sedangkan penjeladan tentang zakat produktif lebih khusus dijelaskan
pada pasal 25, 26, dan 27 (Muslihun). Pasal ini menginsyaratkan agar pengelolaan
zakat dilakukan sesuai syariat Islam dengan prinsip amana, kemanfaatan, keadilan,
kepastian hukum, reintegrasi, dan akuntabilitas. Pada pasal 3 juga dijelasakan bahwa
zakat tersebut dilaksanakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
dan pengelolaan zakat dan meningkatkan kemanfaatan zakat untuk kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Lebih lanjut, Muslihun menjelaskan bahwa penyaluran zakat produktif pernah
terjadi di masa Rasulullah. Dari Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Salim
bin Abdillah bin Umar dari Ayahnya bahwa Rasulullah SAW telah memberikan zakat
kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.

A. Zakat Produktif
Amil merupakan pengelola harta zakat, tugasnya bukan hanya menerima
zakat, akan tetapi juga berkewajiban untuk mendistribusikannya, termasuk untuk
membina dan memberikan pembinaan kepada asnaf terutama fakir dan miskin yang
menerima zakat (Chaniago, 2012), harapannya zakat dapat berperan dalam
mendukung program-pogram pemerintah untuk pengentasan kemiskinan dan
pengangguran.
Harta zakat dapat di dayagunakan dengan dua cara, yaitu secara konsumtif
dan secara produktif (Rafi, 2012), Konsumtif yang dimaksud di sini adalah harta
zakat yang berikan dapat langsung habis contohnya dapat berupa beras maupun uang,
zakat jenis ini diperuntukkan terutama untuk asnaf golongan fakir dan miskin. Harta
zakat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya seperti kebutuhan
makanan, pakaian, dan tempat tinggal secara wajar. Sedangkan cara kedua adalah
zakat produktif yaitu pendistribusian zakat yang bukan hanya dalam bentuk
uang/beras namun berupa modal kerja, lapangan pekerjaan, dan hal-hal lain yang
dapat menumbuh kembangkan harta zakat yang telah diberikan

B. Mekanisme Zakat Produktif


Penyaluran dana zakat secara produktif menurut (Mursyid, 2006) dapat
dilakukan melalui:
1) Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan
Lembaga Keuangan Syariah atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
2) Penjaminan dana bagi mustadh‟afiin apabila usahanya bermasalah.
3) Pendirian sector produksi/pabrik dan dikerjakan oleh mustadh‟afiin.
4) Usaha-usaha produktif lainnya.

Table 1 : Perhitungan zakat

Untuk memaksimalkan tujuan dari zakat produktif tersebut, perlu adanya


regulasi dan prosedur yang dibuat, prosedur ini dimulai dari persiapan usaha,
pengawasan usaha, dan pendampingan usaha.
1) Pembinaan usaha Pembinaan usaha adalah usaha amil untuk memberikan
bekal kepada asnaf agar dapat memiliki skill dan kemampuan memasuki
dunia kerja. Masalah yang sering dihadapi setiap orang untuk memulai usaha
adalah tidak adanya motivasi, kepercayaan diri, dan skill yang baik di setiap
bidang usaha. pembinaan ini harapannya dapat menumbuhkan rasa percaya
diri mustahik untuk memulai usaha dan melatih skill untuk menciptakan
produk.
2) Pendampingan usaha Pendampingan usaha adalah keikutsertaan amil dalam
kegiatan usaha asnaf terutama dalam satu tahun pertama usaha tersebut
dijalankan. amil tidak serta merta melepasakan asnaf untuk menjalankan
usahanya. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan tidak berjalannya lagi
usaha disebabkan kendala internal maupun eksternal. Kendala-kendala
tersebut dapat ditangani dengan bantuan amil.
3) Pengawasan usaha Setelah satu tahun pengawasan atau setelah terlihat
kemandirian asnaf dalam usahanya, amil dapat melepaskan diri namun tetap
harus mengawasi dalam tiga tahun awal setelah pelepasan. Pengawasan ini
dapat dilakukan periodik dalam jangka kuartal, ataupun semester. Hal ini juga
bertujuan agar dapat terlihat perkembangan usaha yang dilakukan asnaf dan
untuk menilai apakah asnaf tersebut masih dikategorikan asnaf ataupun sudah
terbebas dan bahkan wajib zakat.

E. Dampak Zakat Produktif Bagi Masyarakat


Pendistribusian zakat yang bersifat produktif dilakukan dengan pemberian
bantuan modal untuk usaha produktif. Program ini lebih diarahkan kepada
pemberdayaan mustahik. Sebab dalam pendayagunaan zakat ini bertujuan untuk
jangka panjang demi meningkatkan kesejahteraan mustahik.
Pemberian zakat secara produktif dapat meningkatkan tarap hidup bagi para
mustahik, untuk pendistribusian zakat secara produktif maka terlebih dahulu dengan
memperhatikan kondisi kecukupan makanan, karena kecukupan makanan lebih
penting untuk diberikan. Dalam pendistribusian zakat tidak hanya secara konsumtif
(pemenuhan kebutuhan makanan), melainkan juga dengan cara produktif (alat, dana
atau modal) yang nantinya akan akan dapat digunakan oleh para mustahik dalam
memenuhi kebutuhan mereka.

Gambar 1, Zakat Produktif

Pemberian zakat secara produktif tidak secara langsung diberikan, melainkan


dengan mencari informasi serta melihat kondisi fisik para mustahik, kemampuan
dalam berusaha dan sebagainya. Jika telah memenuhi kriteria yang telah di tetapkan
oleh BAZNAS dan LAZ atau lembaga yang bergerak dalam bidang zakat pada daerah
setempat maka akan dilakukan pelatihan untuk menambah pengalaman para mustahik
dalam menjalankan usahanya nanti. Untuk para mustahik yang tidak mampu secara
fisik atau telah lanjut usia maka cukup dengan hanya memenuhi kebutuhan pokok
yang mereka butuhkan. Mustahik yang telah mendapatkan dana atau modal untuk
usaha tetap dalam pengawasan lembaga zakat, hal ini dilakukan untuk membina serta
mengewasi kegiatan dari para mustahik, jangan sampai dana atau modal yang telah
diberikan tidak digunakan secara baik dan benar.
Dalam penelitian (Fitriani, 2015), disimpulkan bahwa distribusi zakat yang
diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa Tengah kepada Jamaah Majelis Taklim Al-
Hidayah memberikan dampak positif pada kesejahteraan mustahik. Dari sisi
keagamaan, mereka mendapatkan tambahan ilmu agama dalam pertemuan rutin, dan
dari sisi ekonomi berlombalomba meningkatkan keadaan ekonomi, dari sisi
kreatifitas dan kemandirian, dengan pemberdayaan perempuan melalui majelis taklim
melatih perempuan untuk lebih keratif dan mandiri.

Gambar 2: Lemabga Baznas


BAB III

KESIMPULAN
Zakat produktif merupakan pemanfaatan zakat sebagai modal usaha produktif
dengan memberikan dana bergulir kepada para mustahik yang produktif. Mustahik
dipinjami modal dan diharuskan melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penggunaan modal kerja itu dalam waktu yang telah ditentukan, dengan kewajiban
mengembalikan modal usahanya secara angsuran. Dana zakat yang di salurkan ke
arah produktif ini harus di tangani oleh lembaga (bukan perorangan) yang mampu
melakukan pembinan, pendampingan, dan monitoring kepada para mustahik yang
sedang melakukan kegiatan usaha agar dapat berjalan dengan baik.
Distribusi zakat yang diberikan oleh BAZNAS Provinsi Jawa Tengah kepada
Jamaah Majelis Taklim Al-Hidayah memberikan dampak positif pada kesejahteraan
mustahik. Dari sisi keagamaan, mereka mendapatkan tambahan ilmu agama dalam
pertemuan rutin, dan dari sisi ekonomi berlombalomba meningkatkan keadaan
ekonomi, dari sisi kreatifitas dan kemandirian, dengan pemberdayaan perempuan
melalui majelis taklim melatih perempuan untuk lebih keratif dan mandiri.
Pemberian zakat secara produktif dapat meningkatkan tarap hidup bagi para
mustahik, untuk pendistribusian zakat secara produktif maka terlebih dahulu dengan
memperhatikan kondisi kecukupan makanan, karena kecukupan makanan lebih
penting untuk diberikan. Dalam pendistribusian zakat tidak hanya secara konsumtif
(pemenuhan kebutuhan makanan), melainkan juga dengan cara produktif (alat, dana
atau modal) yang nantinya akan akan dapat digunakan oleh para mustahik dalam
memenuhi kebutuhan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Aflah, N. (2009). Arsitektur Zakat Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
al-Sha'idy, M. U. (2007). Fiqih Zakat Kontemporer. Yogyakarta: Samodra Ilmu.
Anshori, A. G. (2006). Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib
Zakat dan Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media.
Asnaini. (2008). Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Fitriani, I. R. (2015). Pola Distribusi Zakat Dalam Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Jama’ah Majelis Taklim Al-Hidayah Rejosari Gunung Pati (Studi
Kasus Baznas Provinsi Jawa Tengah). Semarang: UIN Walisongo.
Mursyid. (2006). Mekanisme Pengumpuan Zakat, Infak dan Shadaqaha (Menurut
Hukum Syara' dan UU). Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Pribadi, A. K. (2010). Sistem Informasi Penerimaan dan Penyaluran Zakat dengan
Distribusi Konsumtif Dan Produktif (Studi Kasus: Baitul Maal Wat Taamwil Masjid
Al-Azhar Cabang Ciledug). Jurnal Sistem Informasi, Vol 3, No 2.
Rianto, N. (2012). Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Zalikha, S. (2016). Pendistribusian Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam. Jurnal
Ilmiah Islam Futura, Vol. 15. No. 2, 304-319.

Anda mungkin juga menyukai