Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.
Salawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW. sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul "Maqashid
Ekonomi Syariah Sebagai Filsafat Hukum Ekonomi Syariah"
Disadari sepenuhnya bahwa makalah ini dapat disusun berkat bantuan, bimbingan,
dorongan, dan saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami ucapkan
terima kasih kepada:
Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kelompok kami
terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, kami berharap semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi
pembaca, khususnya bagi kelompok kami.
Pamekasan,11,Oktober,2021.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 4
B. Rumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan. ........................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Maqashid Syariah
2. Bagaimana Tata Cara Mengetahui Maqashid Syari'ah
3. Apa Saja Peran Maqashid Syari'ah Dalam Kehidupan
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui PengertianM Maqashid Syari'ah
2. Untuk Mengetahui Tata Cara Mengetahui Maqashid Syari'ah
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Peran Maqashid Syari'ah Dalam Kehidupan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Syathibi tujuan akhir hukum adalah satu, yaitu mashlahah atau kebaikan
dan kesejahteraan umat manusia. Imam Al-Syathiby telah melihat maqashid syariah dari
dua sisi: “wujud” dan “adam” atau “the presence and the absence“. Dalam bukunya Al-
Muwafaqat beliau mengatakan bahwa: “Menjaga maqashid syariah harus dengan dua hal.
Pertama, menegakkan pondasi dan tiangnya sebagai bentuk perhatian terhadap al-wujud.
Kedua, menangkal kerusakan yang akan terjadi atau diperkirakan akan terjadi sebagai
bentuk perhatian terhadap al-‟adam”. Hanya saja ide dasar ini masih memerlukan uraian,
penjelasan dan penjabaran yang dapat menghubungkannya dengan realita kehidupan umat
dari masa ke masa.
Maqashid syariah adalah jantung dalam ilmu ushul fiqh, karena itu maqashid
syariah menduduki posisi yang sangat penting dalam merumuskan ekonomi
syariah. Maqashid syariah tidak saja diperlukan untuk merumuskan kebijakan-kebijakan
ekonomi makro (moneter, fiscal ; public finance), tetapi juga untuk menciptakan produk-
produk perbankan dan keuangan syariah serta teori-teori ekonomi mikro lainnya.
Maqashid syariah juga sangat diperlukan dalam membuat regulasi perbankan dan
lembaga keuangan syariah.
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa maqasid Syariah adalah merupakan
tujuan atau hikmah atau rahasia di balik penetapan sesuatu hukum Syariah . Bahkan
setelah ulama' meneliti segala atau kebanyakan hukum Syariah, mereka menemukan
bahwa maqasid Syariah yang utama adalah menjamin manfaat (manusia) dan
melindungi mereka dari kejahatan dan kerusakan baik dalam kehidupan dunia atau
akhirat serta mencapai keadilan. Dengan adanya maqasid Syariah manusia terus berada
dalam kebaikan dan kesejahteraan untuk kebutuhan pengembang aspek ekonomi dunia
dan memelihara keseimbangannya.
Mengkaji teori Maqashid tidak dapat dipisahkan dari pembahasan tentang
maslahah. Hal ini karena sebenarnya dari segi substansi, wujud al-maqashid asy-
syari‟ah adalah kemaslahatan. Meskipun pemahaman atas kemaslahatan yang
5
dimaksudkan oleh penafsir-penafsir maupun mazhab-mazhab, tidaklah seragam, ini
menunjukkan betapa maslahat menjadi acuan setiap pemahaman keagamaan. Ia
menempati posisi yang sangat penting.
Imam al-Haramain al-Juwaini dapat dikatakan sebagai ahli teori (ulama usul al-
fiqh) pertama yang menekankan pentingnya memahami maqasid al-syari'ah dalam
menetapkan hukum Islam. Ia secara tegas mengatakan bahwa seseorang tidak dapat
dikatakan mampu menetapkan hukum dalam Islam, sebelum ia memahami benar tujuan
Allah mengeluarkan perin-tah-perintah dan larangan-larangan-Nya.
6
dimunculkannya beberapa transaksi bisnis dalam fiqh mu‟amalat, antara
lain qiradh, musaqah, dan salam.
3. Maslahah Tahsiniyyat dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang
terbaik untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok. Al-
Tahsiniyat (tujuan-tujuan tertier) ini didefinisikan oleh Yudian Wahyudi.1
7
1. Melakukan analisis terhadap lafal perintah dan larangan.
2. Melakukan penelaahan illat perintah dan larangan.
3. Analisis terhadap sikap diamnya syari' dalam pensyari'atan suatu
hukum.
Cara pertama dilakukan dalam upaya telaah terhadap lafal perintah dan
larangan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits secara jelas sebelum
dikaitkan dengan permasalahan-permasalahan yang lain. Artinya kembali kepada
makna perintah dan larangan secara hakiki. Perintah harus dipahami
menghendaki suatu yang diperintahkan itu agar diwujudkan dan larangan
menghendaki agar sesuatu yang dilarang itu dihindari dan dijauhi. Cara pertama
ini diarahkan untuk memahami ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan
masalah-masalah ibadah.
Cara kedua dengan melakukan analisis terhadap illat hukum yang terdapat
dalam Al-Qur'an atau hadits. Seperti diketahui bahwa illat itu ada yang tertulis
dan ada pula yang tidak tertulis. Jika illatnya tertulis, maka harus mengikuti
kepada apa yang tertulis itu, dan jika illatnya tidak tertulis, maka harus dilakukan
tawaquf (tidak membuat suatu putusan).
Keharusan tawaquf ini didasari dua pertimbangan. Pertama, tidak boleh
melakukan perluasan terhadap apa yang telah ditetapkan oleh nash. Perluasan
terhadap apa yang telah ditetapkan oleh nash tanpa mengetahui illat hukum sama
halnya dengan menetapkan hukum tanpa dalil. Kedua, pada dasarnya tidak
diperkenankan melakukan perluasan cakupan terhadap apa yang telah ditetapkan
oleh nash, namun hal ini dimungkinkan apabila tujuan hukum dapat diketahui.
Sesungguhnya inti dari dua pertimbangann ini adalah bahwa dalam masalah
muamalah dibolehkan melakukan perluasan jika tujuan hukum mungkin
diketahui dengan perluasan tersebut.
Cara yang ketiga dengan melihat sikap diamnya syari' (pembuat syari'at)
dalam pensyari'atan suatu hukum. Diamnya syari' itu dapat mengandung dua
kemungkinan yaitu kebolehan dan larangan. Dalam hal- hal yang berkaitan
dengan muamalah, sikap diamnya syari' mengandung kebolehan dan dalam hal-
hal yang bersifat ibadah sikap diamnya syari' mengandung larangan. Dari sikap
diamnya syari' ini akan diketahui tujuan hukum.
Pengumpulan Al-Qur'an yang terjadi setelah Nabi SAW wafat merupakan
contoh sikap diamnya syari'. Pada masa Nabi SAW belum dijumpai faktor yang
mendesak untuk membukukan Al-Qur'an tersebut. Namun selang beberapa waktu
kemudian terdapat faktor yang mendesak untuk membukukan Al-Qur'an. Sikap
diamnya Nabi SAW dalam hal ini dapat dipahami bahwa pembukuan itu
dibolehkan atau dibenarkan.
Apabila dilihat cara mengetahui maqashid al-syari'ah seperti yang telah
disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cara pertama lebih diarahkan
pada aspek ibadah, cara yang kedua pada aspek muamalah, dan cara ketiga pada
keduanya. Cara-cara tersebut merupakan kombinasi cara mengetahui maqashid
al-syari'ah melalui pendekatan lafal dan pendekatan makna. Kombinasi ini dirasa
sangat penting dalam rangka mempertahankan identitas agama sekaligus mampu
menjawab perkembangan hukum yang muncul akibat perubahan-perubahan
sosial.2
2
SULTAN AGUNG VOL XLIV NO. 118 JUNI – AGUSTUS 2009
8
3. Klasifikasi Maqashid Syariah
9
haal al-munazzali ‘alaihim aufaq li ri’ayat al-mashalih allati yaqshuduha
al-syari’ al-hakim.
2. Maqashid yang kedua yaitu Tujuan Syari’ kepada subyek hukum (mukallaf)
(qasdu al- mukallaf). Dalam kaitan ini al-Syathibi menekankan pada dua hal: a)
Tujuan Syari’ kepada subyek hukum (mukallaf) adalah segala niat (maksud) dari
perbuatan yang akan dilakukan harus sejalan dengan tuntunan syariah, sehinga
dalam hal ini ”niat” yang menjadi dasar dari suatu amal perbuatan. Niatlah yang
menjadikan amal seorang menjadi sah dan diterima atau tidak sah atau tidak
diterima, niatlah yang bisa menjadikan amal perbuatan menjadi suatu ibadah atau
sekedar perbuatan biasa, menjadikan perbuatan menjadi wajib atau sunnat dan
10
seterusnya; b) siapa pun yang menjalankan perintah Allah SWT akan tetapi
mempunyai maksud dan niat lain tidak seperti yang dimaksudkan oleh syariah,
maka perbuatannya dikategorikan batal.3
Ilmu maqashid Asy Syari’ah adalah suatu disiplin ilmu yang memiliki peranan
penting dalam kehidupan manusia. Tanpa ilmu tersebut, manusia akan kehilangan arah
dalam menentukan tujuan disyari’atkannya suatu hukum dalam kehidupan mereka.
Tentunya akan mengalami kesulitan. Diantara peran Maqashid Syari’ah dalam kehidupan
adalah:
1. Al Maqashid Asy Syari’ah dapat membantu mengetahui hukum hukum
yang bersifat umum( kuliyyah) maupun khusus( juz’iyyah)
2. Memahami nash nash syar’i secara benar dalam tataran praktek.
3. Membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, karena nash yang
berkaitan dengan hukum sangatlah variatif baik lafadz maupun maknanya,
maka Maqashid Syari’ah berperan dalam membatasi makna tersebut.
4. Ketika tidak terdapat dalil dalam Al Qur’an maupun As Sunnah dalam
perkara perkara yang kontemporer, maka para mujtahid menggunakan
maqashid syari’ah dalam istinbath hukum setelah mengkombinasikan
dengan ijtihad, istihsan, istihlah, dan sebagainya.
5. Al Maqashid Asy Syari’ah membantu mujtahid unntuk mentarjih sebuah
hukum yang terkait dengan perbuatan seorang hamba sehingga
menghasilkan hukum yang sesuai dengan kondisi masyarakat.21
Adapun contoh penerapan maqashid dalam hukum syari’at adalah ketika Utsman bin
Affan melakukan pengumpulan Al Qur’an dalam satu mushaf. Itu dilakukan karena suatu
maslahat dan menurut maqashid syari’ah. Pada awalnya, Rasulullah melarang penulisan Al
Qur’an karena khawatir akan tercampur antara ayat Al Qur’an As sunnah. Akan tetapi
setelah illat itu hilang dan banyaknya para huffadz yang wafat, akhirnya Utsman
berinisiatif mengumpulkan ayat ayat tersebut menjadi kesatuan utuh dalam satu mushaf.
Selain contoh di atas, banyak kejadian yang terjadi pada masa ulama’ terdahulu yang
sesuai dengan maqashid syari’ah serta mendatangkan maslahat bagi kehidupan. Tentunya
3
Sudirman Suparmin,peran maqashid syariah dalam kehidupan, ha:11
11
masih banyak lagi contoh- contoh peranan maqasid syariah dalam kehidupan yang menjadi
pertimbangan dalam pembentukan hukum dalam kehidupan manusia.4
BAB III
4
. Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh Yudian W. Asmin,
Surabaya: Al Ikhlas, 1995, hal. 238
12
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
13
Khodijah Ishaq, Maqashid syariah sebagai dasar sistem ekonomi berkeadilan, hal:594
SULTAN AGUNG VOL XLIV NO. 118 JUNI – AGUSTUS 2009
Sudirman Suparmin,peran maqashid syariah dalam kehidupan, ha:11
Muhammad Khalid Mas'ud, Filsafat Hukum Islam dan Perubhan Sosial, terjemahan oleh
Yudian W.Asmin,Surabaya: Al ikhlas,1995,hal.23
14