Anda di halaman 1dari 3

Teori dari Ali Ibn Hazm

Pendekatan perbandingan sebagaimana dilakukan oleh Syahrastani juga dilakukan oleh


Ali Ibn Hazm. Ibn Hazm melakukan perbandingan terhadap sekte-sekte yang berkembang
dalam Islam, kemudian menganalisisnya, seperti: Di mana aliran Islam itu muncul?; Kenapa
aliran tersebut muncul dan berkembang?; Bagaimana perkembangannya?. Pendekatan yang
digunakan Hazm dalam melakukan perbandingan terhadap penyebaran aliran-aliran agama
dalam Islam adalah analisis deskriptif sosio-antropologi, yaitu penggambaran munculnya aliran-
aliran dalam Islam dan penyebarannya berdasar pada pertimbangan-pertimbangan latar belakang
sosial, budaya, dan geografi, dimana aliran tersebut muncul dan berkembang.

Perkembangan dan penyebaran aliran-aliran agama dalam Islam tersebut dalam


pandangan Ibn Hazm sangat dipengaruhi oleh ruang lingkup, ruang, dan waktu perkembangan
intelektual manusia, termasuk pengaruh- pengaruh pemikiran umat di luar Islam, seperti
pengaruh Yahudi, Nasrani, dan Yunani. Berikut adalah beberapa tahapan yang digagas Ibn Hazm
ketika melakukan analisis terhadap muncul dan berkembangnya aliran agama dan
penyebarannya.

Pertama, pembagian aliran Islam yang berorientasi nativisme, yaitu paham yang
menyatakan bahwa perkembangan aliran agama terjadi secara alami, yang cenderung
mempertahankan paham berdasar pada tabiat dan kepribadian manusia. Landasan ini kemudian
memengaruhi terhadap munculnya beragam warna pemahaman tentang agama dan ajaran-
ajarannya, yang disebarkan oleh tokoh dan para pengikutnya.

Kedua, pembagian pembahasan aliran agama berdasar pada pemetaan wilavah Barat,
Timur, Selatan, dan Utara, yang memiliki beragam warna semahaman dan praktik syariat agama.
Pemetaan seperti ini merupakan metode analisis baru dalam melihat perkembangan dan
penyebaran pemahaman agama Pemikiran Ibn Hazm tentang penyebaran aliran-aliran agama
tidak hanya berdasar pada subject matter kajian saja, namun mencakup analisis faktor geografi
yang berpengaruh terhadap praktik dan pemahaman agama manusia.

Ketiga, pembagian komunitas besar umat berdasar pada latar belakang budaya dan
kebangsaan, yakni bangsa Arab, Romawi, Hindi, Yunani, dan Azam, seperti bangsa Asia.
Perbedaan-perbedaan latar belakang kebangsaan tersebut sangat nampak memengaruhi
pemahaman-pemahaman dan praktik agama tertentu yang berbeda-beda dalam masyarakat.
Bangsa Arab dan masyarakat Hindi memiliki wilayah yang berdekatan, dan karenanya memiliki
corak pemahaman agama yang relatif serupa. Kondisi demikian berbeda dengan masyarakat
Romawi dan bangsa Azam. Dua bangsa yang disebut terakhir memiliki perbedaan budaya yang
cukup jauh, dan sangat memengaruhi dinamika perkembangan pemahaman dan praktik
keagamaan yang lebih dinamis.

Keempat, pembagian umat beragama pada pengikut Majusi, Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Pengikut-pengikut agama tersebut kemudian terpecah pada beberapa golongan sesuai orientasi
pemahaman masing-masing. Seperti golongan pengagum filsafat yang mengusung agama dengan
pendekatan-pendekatan spekulatif dan mistik. Ada pula golongan Zahiriyah yang memahami
agama pada tekanan tataran tekstual dan empiris, golongan Ibadiyah, Shabi'iyah, Wasaniyah, dan
Barahimah.

Aliran-aliran tersebut kemudian terpecah lagi ke dalam beberapa sekte kecil yang
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan paham di antara mereka. Umat Majusi terpecah ke dalam
70 golongan, Yahudi terpecah ke dalam 71 golongan, Nasrani terpecah ke dalam 72 golongan,
dan Islam terpecah menjadi 73 golongan. Terpecahnya Islam menjadi 73 golongan mengacu
pada pernyataan Nabi, dan dari pecahan-pecahan aliran tersebut hanya satu golongan yang valid,
yaitu “ahl Sunnah wa al-Jama'ah."

Pengaruh pemahaman-pemahaman Islam yang mengikuti aliran-aliran agama di atas


sangat kuat terhadap pemahaman agama umat sesudahnya, bahkan pendapat-pendapat tersebut
masih bertahan hingga sekarang. Sebagian besar umat Islam masih kuat dan menyebarkannya
kepada umat bahwa pendapat-pendapatnya adalah lebih benar, dan karenanya lebih bisa
dipertanggungjawabkan menjadi landasan keyakinan umat Islam. Keyakinan terhadap ajaran
agama bagi sebagian luas umat manusia merupakan harga mati dan memiliki fungsi sentral serta
holistik dalam kehidupannya. Pernyataan demikian dapat dibuktikan dengan kuatnya umat Islam
dalam memegang keyakinannya, terutama keyakinan terhadap ajaran-ajaran agama yang pokok
(ushul), dan dipelihara serta disebarkan kepada umat-umat lainnya.

Ibn Hazm seperti juga pendahulunya, Syahrastani, mencoba menganalisis paham-paham


keagamaan penting yang diperdebatkan umat Islam awal tentang persoalan-persoalan pokok
agama, yang dibaginya ke dalam beberapa tonik dan kaidah penting, seperti persoalan tentang
sifat Tuhan dan tauhid, 'adl ('adalah), janji dan ancaman (wa'du dan wa'id), sama', risalah, dan
'aql Perbedaan-perbedaan pandangan tentang dasar-dasar penting ajaran Islam tersebut kemudian
memunculkan golongan-golongan dan sekte-sekte agama yang bertentangan secara radikal dan
ekstrem di antara masing-masine aliran tersebut.

Contoh perbandingan agama dan penyebarannya (dakwah) dalam konsep Ibn Hazm

Anda mungkin juga menyukai