Anda di halaman 1dari 18

B.

Pengertia metode studi Islam

metodologi berasal dari kata metode yang berarti cara atau proses yang digunakan untuk memudahkan
suatu pekerjaan. sedangkan studi adalah kajian yang mendalami suatu ilmu. sehingga bisa kita
simpulkan bahwa metodologi studi islam adalah cara atau proses yang digunakan untuk memudahkan
dalam pengkajian islam. karna dalam hidup tiada yang final semuanya butuh proses untuk menggapai
nya dan jika anda ingin memahami islam sepenuhnya anda harus mengenal terlebih dahulu metode
yang akan anda lalui atau gunakan untuk mendalaminya.

A. Pendekatan studi Islam

Pendekatan normatif

Yaitu pendekatan yg menekankan pada aspek norma norma ajaran islam. Sebagaimana terdapat dlm al-
quran dan sunnah.

1. Pendekatan antropologis

Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara melihat keagamaan yg bertumbuh dan berkembang
pada masyarakat

2. Pendekatan sosiologis

Yaitu upaya dlm memahami agama dengan cara meningkatkan kemampuan manusia untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

3. Pendekatan teologis

Yaitu sebuah upaya untuk memahami eksistensi tuhan, dan sebagai konsep nilai-nilai ketuhanan yang
terkontruksi dengan baik sehingga terjadi sebuah agama atau aliran kepercayaan.

4. Pendekatan fenomenologis yaitu pendekatan agama dengan cara membandingkan berbagai macam
gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam agama.

5. Pendekatan filosofis

Filosofis yaitu proses studi tentang kependidikan yang didasari dengan nilai-nilai ajaran islam menurut
konsep cinta terhadap kebenaran.

Filosofis (arti rasional) ukuran benar dan salahnya ditentukan dengan penilaian akal, apakah bisa
diterima oleh akal atau tidak.

6. Pendekatan historis (sejarah) yaitu upaya memahami agama dengan menumbuhkan perenungan
untuk memperoleh hikmah dengan cara mempelajari sejarah nilai-nilai islam yang berisikan kisah dan
perumpamaan.
7. Pendekatan politis yaitu upaya memahami agama dengan cara menanamkan nilai-nilai agama pada
lembaga sosial, agar timbul keinginan untuk meraih kesejahteraan serta perdamaian masyarakat.

B. Ruang lingkup studi Islam

Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:

a. Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute,
dan diterima apa adanya.

b. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan
agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.

c. Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.

Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh
karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak
memerlukan penelitian didalamnya.

C. Pengertia agama dan kebudayaan serta perbedaannya

Agama merupakan segala sesuatu yang didapat atau bersumber dari Tuhan, sedangkan kebudayaan
merupakan segala sesuatu yang diciptakan atau produk (cipta, rasa, karsa) dari manusia.

KEBUDAYAAN adalah sesuatu yang dibiasakan dan dipandang baik oleh sekelompok manusia secara
turun temurun dalam waktu yang lama sedangkan AGAMA adalah sesuatu yang dianggap baik oleh
sekelompok masyarakat berdasarkan doktrin dari Tuhan, selain itu

Budaya bersumber dari pemikiran dan kebiasaan manusia sedangkan Agama bersumber dari Tuhan

D. Sejarah Islam

Sejarah Islam adalah peradaban agama Islam yang di mulai dari turunnya wahyu pertama pada tahun
610M yang diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira, (Arab
Saudi) sampai dengan sekarang

Beberapa sejarawan menyebut Islam pertama kali memasuki wilayah di Indonesia pada abad ke-7.

Bukti sejarah masuknya agama Islam di Indonesia dimulai pada abad ke-7 Masehi ditunjukkan oleh
berita China dari zaman Dinasti Tang.

Catatan tersebut menerangkan bahwa pada 674 M, di pantai barat Sumatera telah terdapat
perkampungan bernama Barus atau Fansur, yang dihuni oleh orang-orang Arab yang memeluk Islam.

Hal ini juga didukung oleh keterangan para pedagang Muslim Arab dan Persia, yang telah memiliki
hubungan dagang dengan Kerajaan Sriwijaya di Palembang.
Sangat mungkin bahwa melalui kontak bisnis, terjadi pula kontak budaya dan agama antara masyarakat
lokal dengan pedagang Muslim.

F. Aliran aliran Kalam

G. Latar belakang lahirnya aliran Kalam

Faktor Internal

Faktor Internal

Perbedaan pemahaman ayat al-Qur’an

Pemahaman terhadap al-qur’an menimbulkan banyak pendapat yang berbeda yang senantiasa
mengajak untuk berfikir terus. Tuntunan pikiran itulah yang menyebabkan umat islam pada saat itu
menentukan sesuatu dengan pikirannya, tanpa mengembalikan hasil pemikirannya pada al-quran
sehingga menimbulkan perpecahan di antara umat Islam.

Keberadaan dalam memahami Al-Qur’an diantara para pemimpin mengakibatkan mereka beristinbat
atau mengambil keputusan dengan pemahaman-pemahaman masing- masing. Sementara, di dalam al-
qur’an banyak terdapat ayat mutasyabih (ayat-ayat yang masih membutuhkan penafsiran).

Penyerapan hadist yang berbeda

Dalam menerima hadist atau berita, para sahabat menerimanya dari aspek matan. Ada yang di sebut
hadist Riwayah (asli dari Rasulullah), dirayah (redaksinya disusun oleh para sahabat), dan ada pila yang
di pengaruhi oleh Israiliyah, yaitu hadist yang disusun oleh orang-orang Yahudi dengan tujuan
mengacaukan Islam.

Persoalan politik

Masalah-masalah politik dan perselisihan pendapat di antara sesame muslim mengakibatkan munculnya
banyak aliran. Puncak perselisihan umat terjadi pada peristiwa terbunuhnya Usman bin Affan. Sejak
peristiwa itu umat islam mulai berani berpendapat tentang soal-soal agama, membuat pendapat dan
mengemukakan alasan yang di buat demi mempertahankan pendapatnya.

Pada masa itu, mulai terjadi banyak pemberontakan demi mempertahankan pendapat yang mereka
miliki. Perang jamal dan Perang Siffin sebagai contoh pemberontakan yang di latarbelakangi oleh
permasalahan politik.

Adanya kepentingan kelompok dan golongan

Kepentingan kelompok atau golongan pada umumnya mendominasi sebab timbulnya suatu aliran.
Khawarij dan syiah merupakan dua aliran yang memiliki kepentingan dalam kelompoknya masing-
masing. Kedua aliran tersebut sama-sama memiliki pedoman tersendiri yang berasal dari al-Quran dan
Hadist.

Mereka menggunakan dalil al-Qur’an dan hadist sesuai dengan pemahaman sendiri untuk
mempertahankan kelompok mereka yang tentu saja untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Demi
kepentingan kelompok , mereka membuat aliran baru, dan demi kepentingan kelompok juga, mereka
berusaha mempertahankannya dengan berbagai cara.

Ingkar terhadap ajaran agama

Banyaknya orang yang mengingkari ajaran agamanya, padahal al-qur’an membantah pendirian orang-
orang musyrikin yang mengingkari agamanya.

Adanya pemahaman yang berbeda

Perbedaan ini terdapat dalam memahami ayat al-qur’an sehingga menimbulkan perbedaan penafsiran.
Contoh: berapa ayat dalam al-qur’an yang mengharuskan kaum muslimin mengembangkan agama dan
pembelaannya. Kita tidak boleh hanya memeluk agama islam dan mengimani segala aturannya tanpa
berusaha mengerjakan apa yang dapat di lakukan untuk mengembangkan agama dan megukuhkannya
di dalam jiwa manusia.
Karena pemahaman terhadap ayat Al-qur’an berbeda, tiap-tiap kelompok menginginkan menjadi
kelompok yang mengamalkan amal ma’ruf nahi munkar dan menjadi kelompok yang terbaik yang
memperoleh kemenangan.

Hidup mewah

Kemenangan kemenangan yang diperoleh umat Islam dalam peperangan dan kemewahan hidup
menyebabkan mereka merasa bebas menentukan dan membahas masalah masalah agama secara
filosofis dan tidak membatasi diri pada hal hal yang bersifat lahiriah. Diantara permasalahan yang sering
dibahas adalah akidah.

Faktor Eksternal

Pengaruh dari luar agama Islam.

Sebelum kota Makkah ditaklukan, masyarakat sudah memiliki agama sendiri dan terbiasa melaksanakan
aturan agamanya. Setelah merasa aman dan terbebas dari kekangan umat islam, mereka mulai mengkaji
ulang akidah agama-agama mereka yang dulu mengembangkannya dalam akidah Islam. Mereka
memasukan ajaran akidah mereka ke dalam ajaran agama islam.

Karena percampuran agama itulah maka ada beberapa aliran yang memiliki doktrin menyimpang dari
ajaran islam, seperti doktrin tanasukh (reinkarnasi). Di dalam ajaran islam tidak ada ajaran tentang
reinkarnasi, yaitu seseorang yang telah meninggal dunia akan terlahir kembali melalui jasad orang lain
atau melalui makhlik hidup yang lain.

Ada juga paham yang memasukan system ketuhanan al-Masih (berasal dari agama nasrani), menjadi
ketuhanan Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husen, serta mengatakan mereka berlima adalah satu.
Ruh yang ada dalam diri mereka adalah sama. Padahal al-Quran dengan tegas membantah kenyakinan
yang seperti itu.

Kelompok Islam yang ingin membela Islam


Aliran Muktazilah berpendapat bahwa mereka tidak dapat menunaikan kewajiban sebagaimana
mestinya, melainkah dengan cara mengetahui dan memahami akidah yang di anut oleh pihak lawan,
dengan alasan agar mereka dapat menyusun jawaban dalam debat tentang akidah dengan pihak lawan.
Karena pendapat mereka itulah maka semakin luas pemahaman umat islam terhadap agama dan ajaran-
ajaran agama lain di luar islam. Hal tersebut mengakibatkan bermunculan pendapat tentang tauhid.

Pengaruh fiisafat Yunani.

Umat Islam bertemu lawan-lawan yang mengguanakan filsafat yang berakidah. Untuk menghadapi
mereka, umat Islam pun mempelajari filsafat, yakni filsafat Yunani. Mereka memasukan filsafat (hal-hal
yang dianggap dapat menjadi alat untuk mempertahankan akidah) ke dalam ilmu-ilmu tauhid. Oleh
karena itu, kitab-kitab yang berkembang sekarang, ada yang membahas tentang jauhar, arad, tawalud
(beranak pinak), padahal semua itu inti dari filsafat Yunani. Dengan demikian, ilmu tauhid terus
berkembang dan bertambah luas pembahasannya serta bermacam-macam dimensinya.

H. Dasar dan sumber ajaran dan hukum Islam

Al Quran

Al Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Tulisannya berbahasa
Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril.

Al Quran juga merupakan hujjah atau argumentasi kuat bagi Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah kerasulan dan pedoman hidup bagi manusia serta hukum-hukum yang wajib
dilaksanakan. Hal ini untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat serta untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Baca juga:

Pembagian Harta Warisan Menurut Islam

Al Quran sebagai kalam Allah SWT dapat dibuktikan dengan ketidaksanggupan atau kelemahan yang
dimiliki oleh manusia untuk membuatnya sebagai tandingan, walaupun manusia itu adalah orang pintar.

Dalam surat Al Isra ayat 88, Allah berfirman:


‫ْض ظَ ِه ْيرًا‬ ُ ‫ت ااْل ِ ْنسُ َو ْال ِج ُّن ع َٰلٓى اَ ْن يَّْأتُوْ ا بِ ِم ْث ِل ٰه َذا ْالقُرْ ٰا ِن اَل يَْأتُوْ نَ ِب ِم ْثلِ ٖه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم لِبَع‬ ِ ‫قُلْ لَّ ِٕى ِن اجْ تَ َم َع‬

Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-
Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling
membantu satu sama lain."

2. Hadits

Seluruh umat Islam telah sepakat dan berpendapat serta mengakui bahwa sabda, perbuatan dan
persetujuam Rasulullah Muhammad SAW tersebut adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al
Quran. Banyak ayat-ayat di dalam Al Quran yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah SAW seperti
firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 32:

٣٢ - َ‫قُلْ اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل ۚ فَاِ ْن تَ َولَّوْ ا فَاِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ٰكفِ ِر ْين‬

Katakanlah (Muhammad), "Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak
menyukai orang-orang kafir."

Al Hadits sebagai sumber hukum yang kedua berfungsi sebagai penguat, sebagai pemberi keterangan,
sebagai pentakhshis keumuman, dan membuat hukum baru yang ketentuannya tidak ada di dalam Al
Quran. Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW ada kalanya atas petunjuk
(ilham) dari Allah SWT, dan adakalanya berasal dari ijtihad.

3. Ijma

Imam Syafi'i memandang ijma sebagai sumber hukum setelah Al Quran dan sunah Rasul. Dalam moraref
atau portal akademik Kementerian Agama bertajuk Pandangan Imam Syafi'i tentang Ijma sebagai
Sumber Penetapan Hukum Islam dan Relevansinya dengan perkembangan Hukum Islam Dewasa Ini
karya Sitty Fauzia Tunai, Ijma' adalah salah satu metode dalam menetapkan hukum atas segala
permasalahan yang tidak didapatkan di dalam Al-Quran dan Sunnah. Sumber hukum Islam ini melihat
berbagai masalah yang timbul di era globalisasi dan teknologi modern.

Jumhur ulama ushul fiqh yang lain seperti Abu Zahra dan Wahab Khallaf, merumuskan ijma dengan
kesepakatan atau konsensus para mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa setelah wafatnya
Rasulullah SAW terhadap suatu hukum syara' mengenai suatu kasus atau peristiwa.

Ijma dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu ijma sharih dan ijma sukuti. Ijma sharih atau lafzhi adalah
kesepakatan para mujtahid baik melalui pendapat maupun perbuatan terhadap hukum masalah
tertentu. Ijma sharih ini juga sangat langka terjadi, bahkan jangankan yang dilakukan dalam suatu
majelis, pertemuan tidak dalam forum pun sulit dilakukan.

Bentuk ijma yang kedua dalah ijma sukuti yaitu kesepakatan ulama melalui cara seorang mujtahid atau
lebih mengemukakan pendapatanya tentang hukum satu masalah dalam masa tertentu kemudian
pendapat itu tersebar luas serta diketahui orang banyak. Tidak ada seorangpun di antara mujtahid lain
yang menggungkapkan perbedaan pendapat atau menyanggah pendapat itu setelah meneliti pendapat
itu.

4. Qiyas

Sumber hukum Islam selanjutnya yakni qiyas (analogi). Qiyas adalah bentuk sistematis dan yang telah
berkembang fari ra'yu yang memainkan peran yang amat penting. Sebelumnya dalam kerangka teori
hukum Islam Al- Syafi'i, qiyas menduduki tempat terakhir karena ia memandang qiyas lebih lemah dari
pada ijma

- DIMENSI DIMENSI ISLAM

A. Pengertian Dimensi Islam

Dimensi berarti parameter atau pengukuran yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sifat-sifat suatu
objek-yaitu panjang, lebar, dan tinggi atau ukuran dan bentuk. Pengertian dimensi dalam Kamus Oxford
yaitu dari kata “dimension” artinya

- Ukuran dari panjang, lebar atau berat dari sesuatu.


- Ukuran dan luas dari suatu situasi.

- Aspek atau cara untuk melihat suatu permasalahan.[1]

Adapun dimensi-dimensi Islam yang di maksud pada bagian ini adalah sisi keislaman seseorang, yaitu
Iman, Islam, dan Ihsan. Atau kata Nurcholihs Madjid menyebutnya sebagai trilogy ajaran Illahi.[2]

Trilogi itu telah mendapatkan ekspresinya dalam banyak segi budaya Islam. Arsitektur masjid
Indonesia yang banyak diilhami oleh, dan pinjam dari, gaya arsitektur kuil Hindu, mengenal adanya
seni arsitektur atap bertingkat tiga. Seni arsitektur itu sering ditafsirkan kembali sebagai lambang tiga
jenjang perkembangan penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar atau permulaan
(purwa), tingkat menengah (madya) dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wusana). Dan ini dianggap
sejajar dengan jenjang vertikal Islam, iman, dan ihsan, selain juga ada tafsir kesejajarannya dengan
syari'at, thariqat dan ma'rifat. Dalam bahasa simbolisme, interpretasi itu hanyaberarti penguatan
pada apa yang secara laten telah ada dalam masyarakat.[3]

B. Dimensi-Dimensi Islam

Di dalam Islam dan iman terkumpul agama secara keseluruhan. Sebagaimana Nabi SAW membedakan
Islam, iman dan ihsan. Dalam hadits berikut Bukhori dan Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah,
Pada suatu hari kami (Umar r.a. dan para sahabat r.a.) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu
muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak
tanda-tanda perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk
menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak
tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku
tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab,“Islam adalah engkau bersaksi tiada tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan
dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya”.Laki-laki itu berkata lagi:
Beritahukan aku tentang iman. Rasulullah saw. menjawab: “Iman adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang
baik dan yang buruk.” Laki-laki itu berkata lagi: Beritahukan aku tentang Ihsan itu. Rasulullah saw.
menjawab: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika
engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”[4]

Pembahasan secara berurutan pengertian istilah-istilah di atas yaitu Islam, iman dan akhirnya ihsan
dilakukan tanpa harus dipahami sebagai pembuatan kategori-kategori yang terpisah sebagaimana sudah
diisyaratkan melainkan karena keperluan untuk memudahkan pendekatan analitis belaka. Dan di akhir
pembahasan ini kita akan mencoba melihat relevansi nilai-nilai keagamaan dari iman, Islam dan ihsan itu
bagi hidup modern, dengan mengikuti pembahasan oleh seorang ahli psikologi yang sekaligus seorang
pemeluk Islam yang percaya pada agamanya dan mampu menerangkan bentuk-bentuk pengalaman
keagamaan Islam.
1. Islam

Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi
Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran
yang mengambil berbagai aspek-aspek dari Al-Qur’an dan hadits.[5]

Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
berpedoman pada kitab suci Alquran yg diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Dimensi Islam
mempunyai lima penyangga (rukun): Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan dan Haji, Dimensi Islam
dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang Ilmu Fiqh. Ada dua sisi yang kita dapat gunakan
untuk memahami pengertian agama islam, yatu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi
pengertian tentang islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Dari segi kebahasan Islam berasal dari
bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa dan damai. Kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. Senada
dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata
salima yang berarti selamat dan sentosa. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama yang artinya
memelihara dalam keadaan selamat, sentosa dan berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan
taat. Dari pengertian itu, kata islam dekat dengan arti kata agama yang berarti mengusai, menundukkan,
patuh, hutang, balasan dan kebiasaan. Rasulullah saw banyak menamakan beberapa perkara dengan
sebutan Islam, umpamanya: taslimul qalbi (penyerahan hati), salamat unnas minal lisan wal yad (tidak
menyakiti orang lain dengan lisan dan tangan), memberi makan, serta ucapan yang baik. Semua perkara
ini, yang disebut Rasulullah sebagai Islam mengandung nilai penyerahan diri, ketundukkan dan
kepatuhan yang nyata.[6]

Pada saat ini, tentu saja, kata-kata "al-Islam" telah menjadi nama sebuah agama, khususnya agama
yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yaitu agama Islam. Tapi, secara generik, "Islam" bukanlah
nama dalam arti kata sebagai nama jenis atau sebuah proper noun. Dan ini melibatkan pengertian
tentang istilah itu yang lebih mendalam, yang justru banyak diketemukan dalam Kitab Suci.
Perkataan itu, sebagai kata benda verbal yang aktif, mengandung pengertian sikap pada sesuatu,
dalam hal ini sikap pasrah atau menyerahkan diri kepada Tuhan. Dan sikap itulah yang disebutkan
sebagai sikap keagamaan yang benar dan diterima Tuhan: "Sesungguhuya agama bagi Allah ialah
sikap pasrah pada-Nya (al-Islam) (QS. Al-Imran 3:19). Maka selain dapat diartikan sebagai nama
sebuah agama, yaitu agama Islam, perkataan al-Islam dalam firman ini bisa diartikan secara lebih
umum, yaitu menurut makna asal atau generiknya, yaitu "pasrah kepada Tuhan," suatu semangat
ajaran yang menjadikan karakteristik pokok semua agama yang benar. Inilah dasar pandangan
dalam al-Qur'an bahwa semua agama yang benar adalah agama Islam, dalam pengertian semuanya
mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan, sebagaimana antara lain bisa disimpulkan dari firman. Dan
janganlah kamu sekalian berbantahan dengan para penganut Kitab Suci (Ahl al-Kitab) melainkan dengan
yang lebih baik, kecuali terhadap mereka yang dzalim. Dan nyatakanlah kepada mereka itu, "Kami
beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan kepada kami dan kepada yang diturunkan kepada kamu;
Tuhan kami dan Tuhan kamu adalah Maha Esa, dan kita semua pasrah kepada-Nya (muslimun)
(Q.S. al-'Ankabut 29:46).[7]
2. Iman

Menurut bahasa iman berarti pembenaran dalam hati. Sedangkan menurut istilah, iman adalah
membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, iman adalah kepercayaan yang berkenaan dengan agama;
keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Nabi, kitab, yang tidak akan bertentangan dengan ilmu dapat
pula berarti ketetapan hati; keteguhan batin; keseimbangan batin. Akal tidak dapat sampai kepada
kewajiban mengetahui adanya tuhan,, iman tidak bisa mengambil bentuk ma’rifat atau amal tetapi
haruslah merupakan tasdiq. Adapun batasan yang di kemukakan al Bazdawi tentang iman adalah
menerima dalam hati dengan lidah bahwa tiada tuhan selain Allah dan tidak ada yang serujpa dengan-
Nya.[8]

Sedang iman menurut pandangan para ulama terdahulu, diantaranya adalah pendapat Imam Al-Baghawi
r.a., beliau berkata :”Para sahabat, Tabi’in, dan para ulama sunnah mereka bersepakat bahwa amal
shalih adalah bagian dari iman. Mereka berkata bahwasannya iman terdiri dari ucapan dan perbuatan
serta keyakinan. Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.[9]

Pengertian iman secara umum, yaitu sikap percaya, dalam hal ini khususnya percaya pada masing-
masing rukun iman yang enam (menurut akidah Sunni). Karena percaya pada masing-masing rukun iman
itu memang mendasari tindakan seorang maka sudah tentu pengertian iman yang umum dikenal itu
adalah wajar dan benar. Berdasarkan itu, maka sesunggahnya makna iman dapat berarti sejajar dengan
kebaikan atau perbuatan baik. Ini dikuatkan oleh adanya riwayat tentang orang yang bertanya kepada
Nabi tentang iman, namun turun wahyu jawaban tentang kebajikan (al-birr), yaitu:

Oleh karena itu perkataan iman yang digunakan dalam Kitab Suci dan sunnah Nabi sering memiliki
makna yang sama dengan perkataan kebajikan (al-birr), taqwa, dan kepatuhan (al-din) pada Tuhan (al-
din).

3. Ihsan

Dalam hadits Nabi menjelaskan, "Ihsan ialah bahwa engkau menyembah Allah seakan-akan engkau
melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat engkau." Maka ihsan
adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup, melalui penghayatan diri
sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadat.

Ihsan adalah pendidikan atau latihan untuk mencapai dalam arti sesungguhnya. Karena itu, ihsan
menjadi puncak tertinggi keagamaan manusia. Ia tegaskan bahwa makna Ihsan lebih meliputi daripada
iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih
meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus dari pada pelaku Islam. Sebab dalam Ihsan
sudah terkandung iman dan Islam, sebagaimana dalam iman sudah terkandung Islam. Kemudian, kata-
kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat baik." Seorang yang ber-ihsan disebut muhsin,
sebagai seorang yang ber-iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim. Karena itu, sebagai
bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan pendidikan berbudi pekerti
luhur atau berakhlaq mulia. Disabdakan oleh Nabi bahwa yang paling utama di kalangan kaum beriman
ialah yang paling baik ahlaqnya.

Ihsan memiliki tiga macam tindakan utama yakni:

1. Berbuat kebajikan terhadap sesama, baik itu dengan lisan dengan harta maupun dengan tindakan
(tenaga) dengan mengintegrasikan agama (dinul Islam) pada seluruh segi kehidupan serta memasukkan
kehidupan itu sendiri ke dalam irama-irama ibadah dan tatanan nilai yang ditentukan oleh agama yang
melahirkannya. Dalam hal ini, ihsan (kebajikan) telah menciptakan suatu keutuhan yang direfleksikan
dalam tindakan dan perbuatannya dengan tanpa pamrih.

2. Melakukan suatu ibadah dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang senantiasa berhubungan
dengan kehadiran Tuhan bersinar di dalam jiwa manusia melalui prinsip-prinsip tentang realitas dan
sesuai dengan kebenarannya yang terletak dalam inti ajaran Islam, karena Islam itu sendiri didasarkan
pada sifat realitas.

3. Merenungkan dan memikirkan Tuhan Yang Maha Esa dalam segala sesuatu dan setiap tarikan dan
hembusan nafas, karena substansi sesungguhnya dari makhluk Tuhan adalah pengentalan nafas Yang
Maha Pengasih (nafas Al'Rahman) yang ditupkan pada pola-pola dasar (al-a'yan al-tsabitah) kemudian
melahirkan alam.[10]

Kemudian, kata-kata ihsan itu sendiri secara harfiah berarti "berbuat baik." Seorang yang ber-ihsan
disebut muhsin, sebagai seorang yang ber-iman disebut mu'min dan yang ber-Islam disebut muslim.
Karena itu, sebagai bentuk jenjang penghayatan keagamaan, ihsan terkait erat sekali dengan
pendidikan berbudi pekerti luhur atau berakhlaq mulia.

-PENGERTIAN SYARIAT

ILMU MAKRIFAT:

Adalah ilmu pengenalan kepada Allah. Apa yang dipelajari adalah bagaimana untuk menyatakan
keberadaan Allah. Dapat merasai dekatnya Allah. Allah itu meliputi. Dan lebih dekat dari urat leher.

▶️Kenal bukan sekadar nama. Kenal sehingga mengenal akan Zat Allah. Sifat, Af’al (perbuatan) dan
Asma’ (nama) adalah jalan untuk mengenal Zat.

▶️Bukti sudah mengenal adalah mampu dan sentiasa berhubung dan berkomunikasi dengan Allah.

🛑ILMU HAKIKAT:
Hakikat adalah berasal dari kata Haq iaitu Kebenaran.

▶️Hakikat adalah pancaran dari Ilmu Makrifat. Menyatakan kebenaran serta menghapuskan kebatilan.
Apa yang dipelajari adalah hikmah. Setelah kenal, manusia diperintahkan untuk menyembah Allah.

▶️Bagaimana untuk menyembah? Menyembah adalah dilakukan oleh tubuh batin. ⏩ Dipimpin oleh Roh.
Ilmu Hakikat digunakan oleh diri batin untuk menyembah dan sampai kepada Allah.

🛑ILMU TAREKAT

Tarikat bermaksud jalan. Jalan di sini merujuk kepada jalan mengenal Allah ⏩. Jalan untuk bertemu
dengan Allah. Nabi SAW telah menunjukkan bahawa satu-satunya jalan untuk bertemu dengan Allah
adalah melalui Israk Mikraj.

Ilmu Tarekat adalah ilmu yang luas

▶️. Bukan sebatas ilmu yang diajarkan selama satu malam. Apa yang dipelajari adalah bagaimana hendak
mengalami Israk dan Mikraj dengan melewati 7 tingkat langit seterusnya bertemu Allah di Sidratul
Muntaha.

▶️Mikraj bertemu Allah ini dinamakan “Kemuncak Makrifatullah”

🛑ILMU SYARIAT

Ilmu Syariat adalah ilmu yang bersangkut-paut dengan tubuh zahir iaitu Jasad. Salah satu tujuan
diperintahkan Syariat adalah untuk menzahirkan Ilmu Hakikat yang dipelajari. Hakikat bersangkutan
dengan perkara ghaib, manakala Syariat bersangkutan dengan zahir

-PENGERTIAN TASAWUF

Sufisme (bahasa Arab: ‫صوفية‬, translit. shufiyyah) atau tasawuf (bahasa Arab: ‫تصوف‬, translit. tashawwuf)
adalah gerakan Islam yang mengajarkan ilmu cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun
lahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi.

-PENGERTIAN MAQOMAT DAN AHWAL


Maqomat menurut bahasa adalah tahapan, sedangkan menurut istilah adalah upaya sadar untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt. melalui tahapan-tahapan untuk mencapai makrifatullah, di mana
upaya tersebut telah menjadi sifat yang menetap pada diri seseorang.

Al-Ahwal menurut bahasa adalah keadaan, sedangkan menurut istilah yaitu keadaan jiwa dalam proses
pendekatan diri kepada Allah Swt, di mana keadaan tersebut masih temporer belum menetap dalam
jiwa. Kondisi ini menuntut tindakan untuk menyikapinya.

-ILMU ILMU AL-QURAN

A. PENGERTIAN ILMU – ILMU AL – QUR’AN

a. Ulumul Qur’an ( Ilmu – Ilmu Qur’an ) adalah ilmu yang membahas masalah –masalah yang
berhubungan dengan Qur’an dan segi asbabun nuzul , sebab – sebab turunnya Qur’an., pengumpulan
dan penerbitan Qur’an, pengetahuan tentang Surah – surah Mekah dan Medinah , an – nasikh wal
mansukh ,al-muhkam wal mutasyabih dan lain sebagianya yang berhubungan dengan Qur’an.

Dengan etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum”
dan “Al-Qur’an”. Kata “ulum” menurt pengertian dari segi bahasa (bentuk plural), artinya al-fahmu wa
al-ma’rifat (pemahaman dan pengetahuan) atau juga berarti ilmu-ilmu. Dan kata “al-qur’an” menurut
pengertian dari segi bahasa Al-qur’an dalam bentuk masdar dari kata kerja qara’ah berarti bacaan.

b. Berikut ini adalah cabang-cabang yang terpenting diantara ilmu-ilmu al-quran yaitu :

Ilmu Tafsir.

Tafsir berarti mengungkapkan dan menampakkan. Sedangkan menurut istilah termologis adalah berarti
penjelasan mengenai arti ayat dan maksud serta situasi dan kondisinya dengan kalimat-kalimat yang
mampu menunjukan semua itu secara jelas dan terang.

Ilmu Ayat-ayat Hukum.

Hukum-hukum syariat mempunyai sumber-sumber, diantaranya adalah Al-qur’an Al-karim, sunnah,


ijma’, dan rasio (akal). Para ulama berbeda pendapat mengenai sebagian sumber syariat. Akan tetapi
mereka semua sepakat bahwa Al-qur’an Al-karim adalah sumber syariat yang pertama.

Ilmu I’jaz Al-qur’an.

Ada pula tinjauan Al-qur’an Al-karim dari segi peranannya sebagai argumentasi terhadap seluruh umat
manusia, sebab ia datang dari Allah swt atau dengan i’jaz-Nya. Segi-segi i’jaz dalam Al-qur’an juga
merupakan bukti bahwa ia datang dari sisi Allah. Ditinjau dari segi ini Al-qur’an Al-karim juga menjadi
bukti kebenaran kenabian Rasul Al-amin saw. Ilmu ini bertugas menjelaskan segi-seginya dalam Al-
qur’an, syarat –syarat mukjizat, soal perlunya, dan lain sebagainya.

Ilmu Makkiyah dan Madaniyah.

Ada juga tinjauan Al-qur’an Al-karim dari segi turunnya kepada Rasulullah yang mulia, baik dari segi
waktu turunnya ayat, sebelum hijrah atau sesudahnya baik dari segi tempat turunnya ayat tersebut, baik
di makkah ataupun di madinah, tanpa memandang sebelum atau sesudah Hijrah.

Ilmu asbab al-nuzul

Ilmu ini adalah mengungkapkan kejadian-kejadian historis serta peristiwa-peristiwa yang melatar
belakangi turunnya Al-quran. Tinjauan terhadap Al-Quran Al-Karim, mengetahui mana ayat yang
pertama turun lebih dahulu dan mana yang belakangan. Ilmu ini juga mempunyai peran yang besar
dalam menjelaskan eensi ayat, maksud yang di kehendakinya, maupun jangkauan dan sasaran yang
dikandungnya.

Ilmu nasikh dan mansukh

Istilah nasikh terkadang berarti “menghilangkan” mengenai arti ini Allah SWT berfirman “Allah
menghilangkan apa yang dimasukan setan itu,dan Allah menguatkan ayat-ayat Nya” (Q.S Al-Hajj:52)

Ilmu muhkam dan mutasyabih

Dapat dikatakan bahwa Al-Quran Al-Karim seluruhnya bersifat muhkam jika yang di maksud muskam
adalah kesempurnaan (itqan) dan tidak ada kekurangan dan pertentangan mengenainya. Dan Al-Quran
dapat juga di sebut mutasyabih jika yang di maksud dengan istilah adalah kesamaan ayat-ayatnya dalam
hal kebenaran, keindahan susunan kalimatnya serta segi-segi i’jaznya: Allah telah menurunkan
perkataan yang paling baik,(yaitu) Al-Quran, yang serupa (mutasyabihan) (mutu ayat-ayatnya) lagi
berulang –ulang. (Q.S Az-zummur : 23)

Ilmut i’rab dan balaghah

Dari Al-Quran ,para ahli tata bahasa telah membangun kaidah-kaidah tata bahasa (i’rab) dan Al-
Quranlah yang mereka jadikan rujukannya; dan juga menjadi dasar-dasar penilaian mereka mengenai
kalimat yang benar dan yang salah. Al-Quran juga di tinjau dari kedudukannya sebagai nash berbahasa
arab yang memiliki derajat yang sempurna, yang sesuai dengan kaidah-kaidah tata bahasa dan berada
pada derajat I’jaz dalam hal susunan kalimat dan pola keindahan bahasa.

Ilmu penulisan Al-Quran

Al-Quran Al-Karim juga di tinjau dari bentuknya sebagai kalimat-kalimat bahasa arab (khath) yang
khusus. Dan juga apakah tulidan itu tetap sebagai cara penulisan Al-Quran yang baku dan tidak dapat di
ganggu gugat ataukah tidak; dan apakah seseorang boleh menyalahi penulisannya dalam hal peristilahan
yang berlaku umum di segala zaman menyangkut tulisan dan pendektean dan sebagainya. Ilmu yang
membahas dan menjelaskan masalah-masalah ini adalah ilmu rasm Al-Quran.

Ilmu Qira’at

Al-Quran Al-Karim juga di tinjau dari segi kalimat-kalimat yang di hafalkan secara khusus; juga di tinjau
dari segi jenis-jenis bacaan (Qira’at) yang diriwayatkan dan diakui (mutabarah); segi perbedaan-
perbedaan diantara qira’at-qira’at tersebut; tingkat-tingkat perbedaan dalam qira’at dan metode-
metode untuk menerima atau menolaknya;pendapat-pendapat mengenai qira’at tujuh dan kaitanya
dengan tujuh

- ILMU ILMU HADIS

Pengertian Ilmu Hadis. Ilmu hadis (ulum al-hadis) terdiri dari dua kata, yaitu ilmu (ulum) dan al-hadis.
Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, yang berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-
hadis di kalangan ulama hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad Saw.
dari perbuatan, perkataan, takrir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan kata ulum al-hadis
mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi Muhammad
Saw. ”.Sedangkan menurut ulama mutaqaddimin, ulum al-hadis adalah.

Ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana hadis-hadis bisa tersambung hingga sampai
kepada Rasul Saw. baik dari sisi ke-dabit-an dan keadilan periwayatnya, maupun dari sisi sambung atau
putusnya rangkaian rantai sanad.”

Ilmu hadis juga diartikan sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui betul atau
tidaknya ucapan, perbuatan, ketetapan dari Nabi Muhammad Saw. Dapat juga diartikan sebagai "Ilmu
hadis adalah ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berkaitan dengan periwayat atau sesuatu yang
diriwayatkan.”

Pada perkembangannya, ulama mutaakhirin membagi ilmu hadis menjadi dua, yakni ilmu hadis riwayah
dan ilmu hadis dirayah.

a. Ilmu Hadis Riwayah.


Ilmu hadis riwayah adalah ilmu hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah, yakni ilmu yang
meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan, perbuatan, ketetapan, dan sifat Nabi Muhammad Saw.,
sebagaimana definisi berikut ini: “Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau
pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci.”

b Ilmu Hadis Dirayah.

Dalam mendefinisikan ilmu hadis dirayah, ada beberapa pendapat di kalangan ulama, di antaranya
pendapat Ibn Akfani yang memberikan pengertian bahwa ilmu hadis dirayah adalah: "Ilmu yang
mempelajari hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, sifat-sifat para
perawi dan syarat-syaratnya,serta macam-macamsesuatu yang diriwayatkan serta hal-hal yang terkait
dengannya." Menurut pendapat Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H), ilmu hadis dirayah adalah
pengetahuan tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi dan sesuatu yang diriwayatkan.
Pengertian ini diikuti oleh sebagian besar ahli hadis. Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu
hadis dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan sesuatu
yang diriwayatkan (matan) dari sisi diterima (maqbul) dan tidak--keadaan perawi dan sesuatu yang
diriwayatkannya—(mardud). Jadi, objek kajian atau pokok pembahasan ilmu hadis dirayahi, berdasarkan
definisi di atas, adalah penelitian terhadap keadaan para perawi hadis (sanad) dan matannya (teks
hadis/matan)

-KELUARGA MASYARAKAT MENURUT ISLAM

Menurut konsep Islam, keluarga adalah satu

kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan

melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan adanya

ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan

keturunan yang dihasilkan menjadi sah secara hukum

agama (Aunur Rahim Faqih, 2001: 70).

Muhammad Amin Al-misri mengatakan bahwa masyarakat adalah jalinan kesatuan yang terdiri dari
jalinan-jalinan kesatuan. perannya dalam mengembangkan dan menggali potensi adalah dapat menjalin
silaturohmi dan bertukar pengalaman,pendapat serta fikiran dalam sebuah kegiatan khusus untuk
mengasah kemampuan yang dimiliki

masyarakat islam adalah suatu masyarakat yang segala sesuatunya bertitik tolak dari islam dan tunduk
pada

sistematika islam. Berangkat dari hal tersebut diatas, maka suatu masyarakat
yang tidak diliputi oleh suasana islam, corak islam, bobot islam, prinsip islam,

syariat dan aturan islam serta berakhlak islam, bukan termasuk masyarakat

islam. Masyarakat Islam bukan hanya sekedar masyarakat yang beranggotakan

orang Islam, tetapi sementara syariat islam tidak ditegakkan diatasnya,

meskipun mereka shalat, puasa, zakat dan haji. Lebih jauh lagi bahwa

masyarakat islam bukanlah masyarakat yang melahirkan suatu jenis islam

khusus untuk dirinya sendiri, diluar ketetapan Allah Swt yang telah dijelaskan

oleh Rasulullah Saw.

-ISLAM DAN AGAMA LAIN

Islam dan agama lainnya memiliki hubungan yang sagat erat dimana terdapat beberapa kesamaan selain
mengajarkan kebaikan kepada umatnya. Tidak hanya itu,Islam dan agama lain juga mengajarkan
umatnya untuk bertoleransi Antar umat agama lainnya dan saling menghormati. Tapi disisi lain
perbedaan ini(agama) atau pendapat mengenai teologi ini juga sering kali mengakibatkan
konflik/pertumpahan darah.pola relasi / hubungan antar agama pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh
politik keagamaan yang mana, masing-masing dibiarkan didalam sebuah hubungan antitesis dan
persaingan.

-ISLAM DAN NEGARA

Hubungan Islam dengan Negara telah terjadi sejak lama. Dalam Islam sudah sejak abad 7 muncul melalui
gagasan Rosulullah SAW yang melahirkan Piagam Madinah sehingga banyak tokoh atau ilmuwan barat
yang mengapresasi kepemimpinan dan keteladanan Rasul dalam mengurus kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Ia sebagai negarawan tidak pernah memunculkan kata Islam.

Di Indonesia, hukum Islam tidak bisa dimatikan dalam sistem hukum kenegaraan kita.”kita akan kaji
bahwa Islam tidak pernah meninggalkan negara. Dalam konteksnya, terdapat 3 pandangan posisi agama
dan negara yaitu;

Pertama, agama tidak mendapat tempat sama sekali dalam kehidupan bernegara.

Kedua, Agama Terpisah dari Negara. Pandangan ini tidak menafikan agama, tetapi hanya menolak peran
agama dalam kehidupan publik.

Ketiga, Agama Tidak Terpisah dari Negara, sebab agama mengatur segala aspek kehidupan, termasuk di
dalamnya aspek politik dan kenegaraan.

Anda mungkin juga menyukai