Anda di halaman 1dari 5

TUGAS UJIAN PENDEKATAN DALAM PENGKAJIAN ISLAM

SOAL-SOAL:
1. Sebagai objek pengkajian ilmiah, Islam dapat dilihat pada tiga tataran yang
berbeda: Sumber Ajaran, Pemikiran, dan Kebudayaan.
a. Jelaskan tiga tataran Islam sebagaimana dimaksud!
b. Jelaskan perbedaan substansial dari pendekatan pengkajian pada tataran
pertama dan tataran ketiga. Bubuhi jawaban Anda dengan ilustrasi.
2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian da’i/guru tidak selektif
dalam menggunakan Hadis Nabawi, sehingga menggunakan Hadis dha’if dan
mawdhu’ dalam membimbing masyarakat Islam.
a. Jelaskan mengapa keadaan demikian terjadi di tengah masyarakat!
b. Uraikan langkah-langkah yang dapat diambil untuk memastikan kualitas
hadis yang digunakan umat adalah terjamin sesuai dengan hasil standar
akademik yang dibangun para muhadditsin dalam kitab-kitab standar.
3. Dalam rangka membatasi penyebaran Covid-19, ada larangan berkumpul,
termasuk berkumpul untuk ibadah di masjid. Larangan tersebut menjadi bahan
perdebatan di masyarakat, karena perbedaan cara pandang yang digunakan.
a. Jelaskan pendekatan yang digunakan kelompok yang mendukung
larangan tersebut!
b. Jelaskan pendekatan yang digunakan kelompok yang menentang
larangan tersebut!
c. Jelaskan pandangan pilihan Anda sendiri lengkap dengan argumennya!
JAWABANNYA :
1. a. Islam dapat dilihat pada tiga tataran yang berbeda yaitu:
 Islam dipandang sebagai Sumber Ajaran karena Islam merupakan
sebuah sistem universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan
manusia. Dalam Islam, segala hal yang menyangkut kebutuhan
manusia dipenuhi secara lengkap. Semuanya diarahkan agar
manusia mampu menjalani kehidupan yang lebih baik dan
manusiawi sesuai kodrat kemanusiaanya. Jika hal itu dilaksanakan,
maka akan selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebagai
sebuah sistem Islam memiliki sumber ajaran yang lengkap yakni
Alquran dan Hadis. Rasulullah SAW menjamin, jika seluruh
manusia berpegang teguh pada Alquran dan Hadis tidak akan
pernah tersesat selama-lamanya. Alquran dipandang sebagai
sumber ajaran dan sumber hukum Islam yang pertama dan paling
utama, sedangkan hadits merupakan sumber hukum kedua dalam
Alquran.
Islam sendiri merupakan sebagai sumber ajaran yang diikuti oleh
penganutnya sebagai “hujjah” dalam kehidupan keseharian.
Adapun yang menjadi sumber ajaran islam menurut Rohidin dalam
bukunya bahwa sumber hukum islam tersebut mencakup pada
Alquran, Hadis, Ijma’, dan Qiyas.

 Islam dipandang sebagai Pemikiran karena, Islam sebagaimana


yang diinterpretasikan oleh para ulama. Dalam kenyataannya,
kaum muslimin ketika memahami Islam sudah dalam wujud ajaran
atau doktrin yang telah disistematiskan melalui proses interpretasi
yang dilakukan oeh para ulama. Disinilah kita mengenal Islam
mazdhab Sunni, Syi’ah, Ahmadiyah atau yang lainnya. Sekalipun
terdapat perbedaan, akan tetapi umat islam dari berbagai madzhab
itu masih bisa menerima masingmasing rumusan, misalnya tentang
rukun iman atau rukun Islam. Pemikiran Islam, baik yang dinukil
dari orang Arap maupun dari selain orang Arab, tetap dipandang
sebagai pemikiran Islam. Oleh karena itu tidak ada perbedaan
antara pemikiran yang dinukil oleh Imam Syafi’I, Imam Bukhari,
Muhammad Asad An-Namsawi atau Abul A’la Al- Maududi.
Semuanya semuanya memang pemikiran Islam, meskipun terdapat
keragaman ras tau budaya pada individu-individu yang melakukan
ijtihad atau yang menukilnya. Akan tetapi pemikiran Arab sebelum
datangnya Islam, bukanlah pemikiran Islam. Oleh karena itu
pemikiran Islam merupakan penyebutan sebuah pemikiran dengan
sebutan yang sempurna, tanpa ada penambahan ataupun
pengurangan. Dengan demikian, semua pemikiran yang bersumber
dari Islam, disebut sebagai pemikiran Islam.

 Islam dipandang sebagai Kebudayaan karena Islam tidak terlepas


dengan adanya kebudayaan dan peradaban, dikarenakan Islam
tergolong suatu peradaban secara global (universal). Peradaban
dalam Islam akan bertumbuh apabila adanya kontribusi dengan
budaya yang semestinya tidak terlepas pada paham ahlu sunah
waljama’ah. Dalam pengamalan budaya dalam Islam harus
merujuk pada nilai-nilai yang harus dicerminkan pada setiap
individu, sehingga Islam tidak kehilangan suatu jati diri yang
menyebabkan salah arah. Diantara nilai-nilai tersebut adalah nilai
Rabbiyah (Ketuhanan), Insaniyah (kemanusiaan), Wasathiyah
(Moderasi Islam), Tawazun (Keseimbangan), Waqi'iyah
(Realistis), Murunah (Fleksibilitas), Tsabat (Ketetapan).

b. Islam sebagai sumber ajaran dapat dimisalkan seperti Kita dalam


menghormati tamu. Dalam ajaran Islam bahwa menghormati tamu
merupakan salah satu ajaran dari Rasulullah SAW. Ajaran Rasulullah
SAW yang bersumber kepada Al-Qur’an. Rasulullah SAW sangat
menghormati tamunya. Sehingga ada kata istilah kata tamu merupakan
seorang raja, Raja yang dimaksud ialah bahwa ketika ada yang datang ke
rumah maka hendaklah kita melayaninya sampai ia merasa senang ketika
berada di rumah kita.
Menghormati tamu ini dapat diartikan juga sebagai sebuah ajaran Islam
yang kemudian berkembang menjadi tradisi kebudayaan yang berkembang
di kalangan masyarakat kita, seperti hal nya acara Halal Bihalal. Istilah
kata acara Halal Bihalal hanya ada pada masyarakat kita. Untuk
masyarakat Arab acara ini merupakan acara yang biasa mereka lakukan
dalam kesehariannya, karena orang-orang Arab sangat menyukai apabila
ada tamu yang datang ke rumahnya.
Seperti halnya dalam tradisi Arab ketika ada yang datang ke rumah
mereka, mereka akan sangat baik dalam melayani tamu-tamunya, baik itu
saudar-saudara nya maupun ketika menerima tamu yang tidak dikenalnya,
mereka kan memperlakukannya dengan sama. Bangsa Arab membuat
tradisi tersebut berdasarkan kepada ajaran Islam merupakan Agama yang
dianutnya. Ajaran Islam sangat menganjurkan untuk dapat menjalin tali
silaturahmi, salah satu cara untuk dapat memperkuat tali silaturahmi ialah
dengan cara memuliakan tamu. Diantara keduanya mempunyai keterkaian
yang tidak dapat dipisahkan, karena Ajaran Islam dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan kebudayaan yang ada. Ajaran Islam yang
mengajarkan untuk tetap menjalin tali silaturahmi yang kemudian
berkembang menjadi sebuah tradisi yang berkembang menjadi suatu
kebiasaan.
2. a. Karena kurangnya ilmu dari masyarakat kita mengenai hal tersebut,
sehingga membuat mereka fanatik akan hal tersebut. Ditambah lagi
banyaknya para da’i/ guru dalam menyelesaikan suatu permasalahan
menggunakan hadits yang dha’if, karena kurangnya ilmu yang
dimilikinya, namun atas tuntutan dari masyarakat kita yang menganggap
bahwa apabila seorang da’i/guru itu harus bisa menyelesaikan
permasalahan mereka. Padahal seorang da’i/ guru juga seorang manusia
yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.

b. Adapun langkah-langkah dalam menentukan kualitas hadits seperti:


 Sanad : Dalam menentukan kualitas hadits tentu yang harus
diperhatikan terlebih dahulu ialah ketersabungan dari sanadnya.
Seperti keterkaitan antara para masing-masing perawi nya.
 Rawi : Setelah mengetahui sanadnya maka hal yang harus
diperhatikan adalah perawinya, Kita harus melihat siapa yang
menjadi perawi nya. Hal ini dapat kita lihat dari biogrtafinya dan
pandangan dari para ulama terhadap kepribadian mereka. Adapaun
beberapa kriteria perawi yang bisa dijadikan pedoman dalam
menentukan kualitas hadits yaitu, perawi yang yang mempunyai
nama yang baik/ tidak pernah melakukan kesalahan yang merusak
moral dan seorang perawi yang memiliki kualitas hafalan yang
kuat.
 Matan : Setelah kita mengetahui sanad dan perawinya, maka hal
terakhir yang harus kita perhatikan dalam menentukan kualitas
hadits tersebut yaitu, kita harus mengetahui asal-usul bunyi hadits
tersebut, seperti Dari Rasulullah SAW, Abu Hurairah ra, Siti
‘Aisyah dan sebagainya.
Setelah kita dapat mengetahui ketiga hal tersebut maka kemungkinan
kita dapat menentukan kualitas hadits tersebut, apakah shahih, hasan atau
dha’if. Itulah mengapa kita sebagai umat nabi Muhammad SAW dituntut
untuk berkewajiban menuntut Ilmu, agar kita dapat membedakan apa yang
benar dan salah, sehingga tidak terjerumus kepada kefanatikan terhadap
suatu hal, seperti Da’i/guru, buku, ataupun aliran tertentu.
3. a. Pendekatan yang digunakan kelompok yang mendukung larangan
tersebut menggunakan pendekatan antropologis. Karena pendekatan
antropologi merupakan pendekatan yang digunakan kelompok ini karena
sesuai dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini. Melalui pendekatan ini
kelompok ini megikuti aturan dari pemerintah yang memerintahkan
kepada masyarakat untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan
mengenai untuk melaksanakan ibadah di rumah, dikarenakan adanya
peristiwa covid 19 yang dikhawatirkan akan menimbulkan penyebaran
virus covid 19 yang melanda saat ini. Hal ini juga diputuskan berdasarkan
hasil keputusan para ‘ulama yang membolehkan untuk beribadah di rumah
demi untuk keselamatan umat manusia.
b. Pendekatan yang digunakan kelompok yang menentang larangan
tersebut yaitu menggunakan pendekatan sosiologis nya, karena kelompok
ini beranggapan bahwa itu dapat mengurangi hubungan mereka dengan
masyarakat sekitarnya, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan jarak
diantara mereka. Hal ini juga diperkuat tentang pemahaman mereka
peristiwa yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW dan para
sahabat. sehingga mereka beranggapan ini hanya sebuah permainan politik
yang bersifat keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Kelompok ini
menganggap bahwa beribadah di mesjid merupakan salah satu bentuk
keyakinan mereka akan keamanan rumah Ibadah yang tidak akan
terdampak terkena virus Corona.

c. Permasalahan ini tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan


masyarakat, karena masing-masing masyarakat memiliki pemahaman yang
berbeda setiap orangnya. Maka dari itu saya memandang bahwa keduanya
benar sesuai dengan pendapat yang mereka yakini. Hal ini dikarenakan
pendapat mereka mengenai permasalahan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah tentang untuk melakukan ibadah di rumah ataupun di mesjid.
Beribadah di mesjid ataupun di rumah boleh dilakukan apabila ada unsur
syar’i di dalamnya seperti adanya covid19. Walaupun demikian mesjid
merupakan tempat yang baik untuk melakukan ibadah terutama ibadah
sholat. Akan tetapi apabila terjadi suatu hal yang mengharuskan untuk
sholat di rumah maka hal tersebut diperbolehkan apabila sudah
sesuaidengan keputusan para ‘ulama. Jadi kita sebagai generasi muda
terutama yang berada di dalam dunia pendidikan tentu hal ini tidak
menjadi bahan perdebatan yang pada akhirnya akan menimbulkan
kerusuhan dan kekacauaan di kalangan masyarakat tempat tinggal kita.
Kita harus menjadi penengah diantara mereka karena kita sudah memiliki
ilmu pada bidang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai