Anda di halaman 1dari 15

KONSEP KEBERBAKATAN, ANAK BERBAKAT, DAN

PENDIDIKANNYA

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Hj. Eneng Muslihah,Ph.D.
Semester 3 PAI D

Oleh Kelompok 8 :
Muhamad Abdulah NIM 221210118
Amilasari NIM 221210121
Nurul Fatihah NIM 221210139

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN
BANTEN
TAHUN 2023M/1445H
A. Pendahuluan
Berdasarkan kenyataan secara universal dan alamiah bahwa manusia itu berbeda satu
dengan lainnya dalam berbagai hal, seperti dalam hal bakat, kepribadian, kondisi jasmani dan
sebagainya. Secara historis, keberbakatan diartikan sebagai mempunyai intelegensi (IQ) yang
tinggi . Anak berbakat (gifted child) secara alami memiliki karakteristik yang khas dan berbeda
dengan anak-anak normal. Dalam keberbakatan (giftedness) seseorang di Indonesia merupakan
hal yang tergolong baru, hanya beberapa orang yang memahami sehingga sering orangtua dan
guru memperlakukan anak berbakat sama dengan anak yang lain maka akibatnya banyak
keberbakatan anak '"menguap" begitu saja.
Setiap anak memilki anugrah tersendiri yang diberikan dari Sang Maha Pencipta
kepadanya melalui berbagai cara salah satunya adalah sperti anak yang berbakat. Anugrah yang
diberikan bukan hanya saja berupa kelebihan, namun terkadang kekuranganpun termasuk
anugrah dari tuhan yang diberikan kepada umatnya. Setiap kelebihan dan kekurangan pada
manusia pada dasarnya harus di syukuri dan cara yang mensyukuri yang paling baik adalah
dengan mengembangkan kekurangan menjadi suatu kelebihan dan menjadikan kelebihan
sebagai sebagai perantara untuk membantu orang lain dalam hal kebaikan.
Keberbakatan hingga kini masih menjadi wacana yang sangat menarik, baik bagi yang
terlibat langsung dengan persoalan keberbakatan maupun yang tidak. Bahkan menjadi lebih
menarik lagi, karena banyak terjadi miskonsepsi terhadap keberbakatan. Secara umum
“Keberbakatan dapat diartikan sebagai kemampuan unggul yangmemungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan dengan tingkat prestasi dan kreativitas yang sangat tinggi.”
Indonesia dengan begitu banyaknya penduduk yang terbesar diseluruh wilayah tentu
memiliki indivdu-individu yang berbakat,dan itu merupakan aset yang sangat berharga bagi
bangsa dan negara ini. Anak berbakat (gifted child) perlu mendapatkan pendidikan untuk
mengembangkan potensi kecerdasan dan bakat secara optimal. Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan. spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara, serta warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengejaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai minat dan bakatnya.

1
Pembahasan makalah ini lebih memfokuskan pada anak berbakat. Anak berbakat juga
perlu mendapatkan pelayanan khusus bukan hanya anak bermasalah saja yang perlu.
diperhatikan namun seluruh peserta didik dan yang utamanya juga mereka yang memiliki bakat
agar bakat mereka menjadi terasah, punya keterampilan sebagai modal dalam kehidupan yang
akan dijalani dikehidupannya Indonesia dengan begitu banyaknya penduduk yang terbesar
diseluruh wilayah tentu memiliki indivdu-individu yang berbakat,dan itu merupakan aset yang
sangat berharga bagi bangsa dan negara ini. Anak berbakat (gifted child) perlu mendapatkan
pendidikan untuk mengembangkan potensi kecerdasan dan bakat secara optimal. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan.
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara serta warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengejaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat
kecerdasannya sesuai minat dan bakatnya.
Pembahasan makalah ini lebih memfokuskan pada anak berbakat. Anak berbakat juga perlu
mendapatkan pelayanan khusus bukan hanya anak bermasalah saja yang perlu. diperhatikan
namun seluruh peserta didik dan yang utamanya juga mereka yang memiliki bakat agar bakat
mereka menjadi terasah, punya keterampilan sebagai modal dalam kehidupan yang akan
dijalani dikehidupannya

B. Konsep Keberbakatan

1 DefinisiAnak Berbakat

Definisi anak berbakat menurut beberapa pakar :


a) David Smith menyampaikan anak berbakat merupakan seorang anak didik yang
mempunyai kemampuan akademik prestasi tinggi pada berbagai macam bidang baik
kreativitas, intelektual, artistic, kapasitas kepemimpinan atau bidang akademik tertentu
dan yang memerlukan pelayanan dan pendampingan khusus buat mengembangkan
potensinya.
b) Conny Semiawan mengungkapkan pengertian anak-anak berbakat sama seperti
kemampuan bawaan atau alami manusia. Konsep bakat tidak hanya memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreatif yang

2
tinggi. Meskipun kecerdasan adalah ekspresi dari kecerdasan, hal ini bergantung pada
upaya mengatasi perubahan budaya dan teknologi di lingkungan sosial.
c) Kirk, S.A & Gallagher, JJ dalam Tin Suharmini kategori berbakat mencakup anak-anak
dengan kecerdasan di atas 130. Meskipun istilah, "brilian" dikaitkan dengan minat
dalam bidang tertentu misalnya musik, lukisan, olahraga, Senin, kepemimpinan Bidang
akademik misalnya kemampuan bahasa, matematika dan lainnya.
d) Frieda Mangunsong dalam Tin Suharmini, mengemukakan pengertian tentang
keberbakatan yang digunakan di Indonesia adalah pengertian dari United States Office
of Education disingkat ESOE dan Renzulli konsep anak berbakat dari USOE dalam Tin
Suhamini, dapat disampaikan bahwa anak berbakat adalah anak yang didentifikasikan
oleh ahli bahwa ia memiliki kemampuan yang unggul, dan memiliki prestasi yang
tinggi serta membutuhkan pelayanan dan pendidikan khusus yang terdeferensiasi agar
dapat merealisasi kemampuan yang dimilikinya.
e) Martison dalam Utami Munandar, memberikan batasan anak berbakat sebagai berikut;
"anak-anak berbakat merupakan mereka yang diidentifikas oleh para pakar profesional
yang memiliki kemampuan yang sangat unggul, sehingga memberikan prestasi yang
tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang berdiferensasi atau
pelayanan di luar jangkauan program sekolah yang biasa, agar mampu mewujudkan
perkembangan terhadap diri sendiri maupun terhadap masyarakat.
f) Dehaan & Havighurst, orang dengan kemampuan berbeda diklasifikasikan sebagai
superior, membuat mereka memberikan kontribusi luar biasa untuk peningkatan
kesejahteraan dan kualitas kehidupan sosial.
g) Renzulli menjelaskan bakat mencakup tiga peran pribadi dasar, keterampilan umum di
atas rata-rata, kreativitas di atas rata-rata, dan komitmen tingkat tinggi untuk tugas.
h) Winebrenner & Brulles mengemukakan bahwa jika dalam konteks belajar di kelas, anak
yang berbakat adalah individu yang memiliki kemampuan dalam satu bidang pelajaran
atau lebih yang melewati btasa dua tahun atau lebih tingkatan atau usia yang
seharusnya.

3
Anak berbakat ialah mereka yang memiliki kemampuan-kemampuan yang unggul,
mampu memberikan prestasi atau memiliki kecerdasan yang tinggi sedang keberbakatan harus
ditinjau secara multi dimensional.1Dalam buku "The Three-Ring Conceptions" atau Konsepsi
Tiga Cincin, menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan)
keberbakatan (giftedness) adalah keterkaitan antara lain:
1) Kemampuan umum (kapasitas intelektual) atau kemampuan khusus di atas rata-rata.
2) Kreativitas di atas rata-rata.
3) Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment) yang cukup tinggi2
Dan menurut Depdiknas, anak berbakat adalah kemampuan umurn atau
mereka yang oleh psikolog dan atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah
mencapai prestasi memuaskan can memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi
pada taraf cerdas, kreativitas yang memadai, dan keterikatan pada tugas yang tergolong baik.3
Sedangkan definisi menurut USOE (United States Office of Education),anak berbakat
adalah anak yang dapat membuktikan kemampuan berprestasinya yang tinggi dalam bidang-
bidang seperti intelektual, kreatif, artistik, kapasitas kepemimpinan atau akademik spesifik dan
mereka yang membutuhkan pelayanan atau aktivitas yang tidak sama dengan yang disediakan
di sekolah se hubungan dengan penemuan kemampuan-kemampuannya.4
Jadi keberbakatan (giftedness) dan atau keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan
dimilikinya tiga cluster ciri-ciri yang saling terkait, yaitu "kemampuan kecerdasan di umum
atas : atau rata-rata, kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai motivasi internal
cukup tinggi". Oleh karena itu, untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang berkualitas,
ketiga karakteristik tersebut kembangkan perlu ditumbuh dalam tiga lingkungan pendidikan,
yakni : keluarga, masyarakat, dan sekolah.
Pemahaman anak berbakat bagi para pendidik sangat perlu agar mampu menghadapi
anak yang bermacam-macam kemampuannya, karakteristiknya, minat, kebutuhan, dan
sebagainya. Mengidentifikasi anak perlu agar mampu memecahkan persoalan yang dihadapi,
pemecahannya bisa dilakukan interdisipliner sehingga secara identifikasi dapat diartikan
proses mengenali anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa sehingga

1
Idris, Meity H, Peran Guru Dalam Mengelola Keberbakatan Anak, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2014), hal.
171.
2
Renzulli, J, The Three Ring Conception of Kreativitas Giftedness: Development for A Model Creative
Productivity In RJ. Sternberg and JE. Davidson Conceptions Giftedness, (New York: Cambridge University Press,
1986), pp. 53-92
3
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
4
Akbar, Reni dan Hawadi, Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajardan Anak Berbakat Intelektual,
(Jakarta: Grasindo, 2002), hal. 226.

4
diperlukan layanan berdiferensiasi agar mereka dapat berkembang secara penuh seperti potensi
yang dimilikinya. Dalam identifikasi mencakup dua proses utama, yaitu:
1. Penyaringan (screening) yaitu proses pemisahan antara anak yang berbakat atau bukan
2. Identifikasi aktual atau actual identification yaitu proses penelitian lebihmendalam
tentang karakteristik untuk ditetapkan sebagai kandidat.5
Undang-undang No. 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pasal
8 ayat 2 menyatakan, "Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
berhak memperoleh perhatian khusus". Pasal ini mempunyai arti sangat penting dan merupakan
salah satu dari sekian banyak hal yang inovatif dalam UUSPN, sebab melalui pasal ini
pendidikan bagi "anak berbakat" mendapat dasar hukum. Bentuk dan pengaturannya itulah
yang masih menjadi persoalan. Pengaturan soal ini menjadi makin dirasakan manakala
beberapa kali terjadi bahwa sistem pendidikan kita tidak cukup luwes untuk mengakomodasi
masalah-masalah yang muncul dalam dunia pendidikan sehubungan dengan keragaman tingkat
kemampuan peserta didik.6
Dengan adanya pasal 8 ayat 2 di atas, maka anak berbakat memerlukan layanan
pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang seoptimal mungkin. Jika anak berbakat
tidak/kurang mendapat perhatian, ini dapat dikatakan sebagai suatu kerugian yang besar,
karena kehilangan orang-orang yang potensial yang memiliki kemampuan tinggi untuk bekerja
atau menjadi pemimpin di masa yang akan datang.
Layanan pendidikan bagi anak berbakat sementara ini sifatnya baru sebatas wacana, atau
baru dilaksanakan di beberapa sekolah saja. Akhirnya mungkin saja ada anak berbakat yang
potensinya tidak dapat dikembangkan, atau perkembangannya tidak secara maksimal.
Pendidikan anak berbakat tentunya harus berorientasi pada peserta didik itu sendiri, yaitu selalu
memperhatikan potensi dan karakteristrik yang dimiliki anak tersebut. Kecerdasan
berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa
tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar
biasa yang dimaksud dalam batasan ini meliputi:
a) Kemampuan intelektual umum dan akademik khusus
b) Berfikirkreatif-produktif
c) Psikososial - kepemimpinan
d) Seni kinestetika

5
Rochmat Wahab, Profil Anak Berbakat Akademik dan Upaya Identifikasinya, (Jakarta: YIPPAB, 2005), hal. 10.
6
UUSPN Nomor 2 Pasal 8 Ayat 3 Tahun 2003

5
e) Psikomotor.
Dari beberapa pengertian di atas bakat adalah sebuah kemampuan dan kecakapan
seorang indivdu yang dibawa sejak lahir (fitrah alamiah), dimana kemampuan yang dimilikinya
berhubungan dengan tingkat inteletualitas, kreatifitas, kemampuan kepemimpinan, seni
kreatifitas dan psikomotor. Anak berbakat adalah anak yang lahir dengan kemampuan dan
kecakapan spesial yang memiliki tingkat pengetahuan di atas rata-rata di banding anak pada
umumnya.
Adapun istilah yang digunakan dalam memberi arti dari keberbakatan adalah:
a) Precocity (kematangan)
Karena perkembangannya yang sangat awal, anak-anak precocity mengembangkan
kemampuan dalam bahasa, musik, atau matematika sejak dini.
b) Insight
Ini didefinisikan sebagai memisahkan informasi yang tidak relevan dengan tepat, menemukan
hal-hal baru dan menggunakan cara yang tepat untuk menggabungkan informasi atau
menghubungkan informasi baru dan lama dengan cara yang baru dan kreatif.
c) Genius
Seringkali digunakan dalam bentuk indikator yaitu suatu kemampuan tertentu dalam kapasitas
beberapa bidang tertentu. Biasanya juga digunakan untuk mengindikasikan kemampuan
inteligensi atau kreativitas yang luar biasa.
d) Creativity
Merupakan kemampuan dalam mengekspresikan ide yang baru dan bermanfaat, memahami
dan mampu mengembangkan hubungan baru, mempertanyakan hal-hal yang sebelumnya tak
terpikirkan namun penting dan untuk dipertanyakan.
e) Talent
Biasanya digunakan untuk mengelompokkan kemampuan (ability), bakat (aptitude) atau
prestasi.
f) Giftedness
Merujuk pada kemampuan kognitif (intelektual) yang superior (tidak harus setara dengan
jenius), kreativitas dan dorongan dalam mengkombinasikan dan mengatur, yang
membedakannya dengan teman-teman sebayanya sehingga memungkinkan untuk memberikan
kontribusi pada nilai-nilai tertentu dalam masyarakat.7

Maria Ulfa, Julia Aridhona, Psikologi Anak Berbakat, (Aceh: Syiah Kuala University Press, 2021), hal. 7-10.
7

6
2 Konsep Keberbakatan
Konsep Keberbakatan/kecerdasan sangat penting dalam pendidikan. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana perbedaan antara individu dengan individu lainnya. Adanya
kecerdasan pada tiap-tiap individu juga memberikan pemahaman bagi mereka tentang
bagaimana orang-orang dapat menyesuaikan diri mereka dan berperilaku sesuai dengan
lingkungan tempat mereka tinggal. Karena kemampuan individu untuk dapat bertahan hidup
dengan lingkungannya adalah dengan memaksimalkan fungsi akal yang menghasilkan
kecerdasan atau intelektual pada individu tersebut.
Berbicara tentang keberbakatan, menurut Mustaqimyang pertama kali terlintas di benak
kita tentulah berkenaan dengan kemampuan kognisiseseorang. Kecerdasan atau keberbakatan
memang sering diartikan sebagai kemampuan memahami sesuatu dan kemampuan
berpendapat, di mana semakin cerdas seseorang maka semakin cepat ia memahami suatu
permasalahan dan semakin cepat pula mengambil langkah penyelesaian terhadap permasalahan
tersebut. Dalam hal ini, kecerdasan dipahami sebagai kemampuan intelektual yang lebih
menekankan logika dalam memecahkan masalah.8
Memahami konsep keberbakatan berdasarkan teori adalah kunci yang sebenarnya bagi
setiap individu untuk mengetahui sejauh mana kecerdasan yang dimilikinya. Beberapa
psikolog percaya bahwa keberbakatan adalah kemampuan dasar yang mempengaruhi kinerja
pada semua tugas yang berorientasi pada kognitif. Orang yang inteligen/cerdas akan berhasil
dengan baik menjalani tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya dan mampu mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya pula.
Kecerdasan pada mulanya diartikan dalam bahasa sehari-hari sebagai kemampuan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan praktis, dan terdapat persepsi bahwa kemampuan
untuk belajar berasal dari kapasitas L kognitif. Selanjutnya, makna ini harus diperluas dan lebih
fundamental. karena pada dasarnya kecerdasan dan aspek kognitif tak terpisahkan dari aktivitas
pikiran atau kesadaran manusia secara utuh dalam hubungannya dengan aspek-aspek diri
manusia seutuhnya serta interaksinya dengan lingkungan rasionalnya itu.9
Konsep kecerdasan sepanjang sejarah telah mengalami banyak perubahan dalam benak
pakar. Chatib menuturkan ada konversasi tentang makna kecerdasan terus berkembang, ini
membuktikan keluasan makna kecerdasan yang terus dibangun oleh para ahli mulai dari Plato,

8
Syarifah, Konsep Kecerdasan Majemuk Howard Gardner: Jurnal Ilmiah Sustainable, Vol. 2, No. 2, (2019), hal.
176.
9
Kadek Suarca, Soetjiningsih, Endah Ardjana, Kecerdasan Majemuk Pada Anak, Sari Peditri, Vol. 7, No. 2,
(September 2005), hal. 85.

7
Aristoteles, Darwin Alfred Binet, Stanberg, Piaget, sampai Howard Gardner meski pada
dasarnya teori-teori ini memiliki pola yang sama.
Ali menambahkan bahwa kemampuan berpikir rasional dengan menggunakan semua
sumber daya yang ada secara efisien dan efektif saat dihadapkan pada permasalahan tertentu
merupakan satu di antara sekian banyak makna kecerdasan atau inteligensi. Dalam perspektif
konsep klasik, inteligensi memiliki tiga komponen, yaitu (1) kemampuan mengarahkan pikiran
atau tindakan (2) kemampuan untuk mengubahsesuatu, dan (3) kemampuan untuk mengubah
diri sendiri.10
Tingkat kecerdasan seseorang dapat diukur dan bisa dijelaskan dengan penjelasan
ilmiah berdasarkan hasil tes yang telah dilakukan. Tahun 1844 Sir Francis Galton sepupu
Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya mengawali usaha untuk mengukur taraf
kecerdasan manusia. Ia berpendapat bahwa orang kaya lebih cerdas daripada orang miskin
dengan hipotesis bahwa kecerdasan terkait dengan tingkat status sosial seseorang dan hasilnya
Galton gagal membuktikan hipotesisnya tersebut. Selama pertengahan abad kesembilan belas,
sebagai hasil-hasil percobaan laboratoris dan tes-tes sederhana yang dilakukan terhadap anak-
anak, Wundt di Jerman, Galton di Inggris, dan Cattel di Amerika menemukan bahwa individu-
individu berbeda dalam ketetapan dan kecepatan jawaban-jawaban mereka bila diberi tes
mengenai hal-hal yang sederhana sekalipun. Cattel kemudian memperkenalkan pekerjaan ini
dengan istilah mental test.11
Pada tahun 1904 Alfred Binet, seorang ilmuwan Prancis menyimpulkan bahwa
inteligensi adalah lebih daripada sejumlah fungsi- fungsi yang terpisah-pisah dan oleh
karenanya tingkah laku inteligensi harus dievaluasi dalam arti aktivitas-aktivitas gabungan dari
berbagai macam fungsi di atas. Ia meyakini bahwa inteligensi itu menurut tingkatan-
tingkatannya dapat terlihat pada pola-pola sambutan semua orang dari semua umur terhadap
situasi-situasi lingkungan yang ada di sekitarnya. Binet dan kelompoknya tertarik untuk
meneliti taraf kecerdasan manusia dan telah berhasil membuat suatu alat untuk mengukur
kecerdasan, yang disebut dengan Intelligence Quotient (IQ) yang kemudian dikenal dengan
sebutan tes Binet-Simon. Ia bersama dengan Theodore Simon berpendapat bahwa kemampuan
manusia dalam memecahkan persoalan berkembang selaras dengan peningkatan usia
seseorang.

10
Chusnul Muali, Konstruksi Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences sebagai Upaya Pemecahan
Masalah Belajar: Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, (Januari-Juni 2016), hal. 4.
11
Crow, L. D., & Crow, A, Psikologi Pendidikan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984), hal. 203.

8
Shearer & Karanian menjelaskan pada tahun 1905 gagasan terkait kecerdasan umum
dibangun menggunakan tes IQ (intelligence quotient) untuk menilai kemampuan anak dalam
memahami, bernalar, dan membuat penilaian. 12 Tes Binet-Simon inikemudian terkenal di
Jerman, Inggris, dan terutama di Amerika. Tes tersebut banyak digunakan dan
diperbaharui/dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan daerah masing-masing.
Orang yang terkenal dalam mengembangkan tes inteligensi ini antara lain Bobertag di Jerman,
Weahler di Inggris, dan Terman di Amerika.13 Skala yang dikembangkan oleh Binet kemudian
disempurnakan oleh Lewis Terman dari Universitas Stanford California tahun 1916. 14
Kemudian psikolog Termandari Stanford, Amerika Serikat mengadaptasi dan menstandarisasi
tes IQ tersebut pada anak-anak di Amerika pada tahun 1916, yang kemudian disebut sebagai
tes Stanford-Binet. David Wechsler membuat Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) dan
telah direvisi berkali-kali sebagai WAIS-R dan Wechsler Intelligence Scale for Children-R
WISC-R.15

C. Karakteristik Anak Berbakat


Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, dan menyukai
kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Mereka biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa
percaya diri, lebih berani mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) daripada anak-anak
pada umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu bagi mereka amat berarti, penting, dan
disukai.
Merekapun tidak merasa takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat
mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif cenderung
menonjol, berbeda, membuat kejutan, atau menyimpang dari tradisi/kebiasaan setempat. Rasa
percaya diri, keuletan, dan ketekunan membuat mereka tidak cepat putus asa dalam mencapai
tujuan.
Penelitian yang dilakukan pada tahun 1985 oleh Pusat Pengembangan Kurikulum dan
Sarana Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menemukan 20 (dua puluh) ciri-ciri dengan masing-masing 5 (lima) ciri
keberbakatan yang dianggap penting oleh guru di Indonesia. 20 ciri keberbakatan dilihat dari

12
Setiawan, A. R, Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Belajar: Jurnal Penelitian
dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 13, No. 2, (Desember 2019), hal. 131.
13
Purwanto, M. N, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 57.
14
Jaudi, Kecerdasan Intelektual Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual (IESQ) dalam Perspektif Al-
Qur'an, Jurnal Pendidikan Islam 7, No. 17, (31 July, 2017), hal. 4
15
Kadek Suarca, Soetjiningsih, Endah Ardjana, Kecerdasan Majemuk Pada Anak, Sari Peditri, Vol. 7, No. 2,
(September 2005), hal. 85.

9
4 aspek, yaitu: ciri kemampuan belajar, ciri kreativitas, ciri pelibatan diri, ciri kepribadian. Ciri-
ciri keberbakatan tersebut adalah sebagai berikut: daya tangkap cepat, memiliki kecerdasan
tinggi, mudah memecahkan masalah, kritis, pemikiran kritis dan logis, kreativitas, memiliki
keinginan tahu yang besar, berani mengutarakan dan mempertahankan pendapat, aktif, sering
bertanya dengan tepat, memiliki inisiatif, memiliki tanggung jawab terhadap tugas, tekun,
teratur dalam belajar, teliti, memiliki ambisi untuk berprestasi, mempunyai rasa percaya diri,
memiliki jiwa kepemimpinanan, kepribadian mantap, dan taat pada peraturan..16

D. Pendidikan Anak Berbakat dalam UUSPN


Di Indonesia, kini orang-orang yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan istimewa
bright, superior, gifted) boleh merasa lega, karena telah ada jaminan bahwa mereka berhak
mendapatkan perhatian khusus dalam pendidikan. Undang-undang No. 2 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN), pasal 8 ayat 2 menyatakan, "Warga negara yang
memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus".17
Pasal ini mempunyai arti sangat penting dan merupakan salah satu dari sekian banyak
hal yang inovatif dalam UUSPN. Sebab melalui kedua pasal ini, pendidikan mengenai
pentingnya. "pendidikan khusus" bagi anak berbakat atau berkemampuan luar biasa
didiskusikan. Pusat Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Diknas, misalnya, pada tahun
1983 mengadakan Penlok (penataran lokakarya) mengenai pelayanan pendidikan untuk anak
berbakat. Ujicoba pun dilakukan pada tingkat SMTA di Jakarta dan Cianjur. Sejumlah siswa
yang diidentifikasi sebagai anak-anak berbakat, diberi perhatian khusus melalui program
pengayaan (enrichment).
Jauh sejak ide ini dilontarkan pada tahun 1980, pro dan kontra muncul. Selain kriteria
keberbakatan atau "kemampuan yang luar biasa" itu sendiri perlu dipertanyakan, kalangan
yang kontra pendidikan ini menilai bahwa perlakuan khusus macam itu tidak sesuai dengan
prinsip demokrasi pendidikan. Kekhawatiran tentang akan munculnya elitisme, ekslusivisme,
dan meritokrasi dalam pendidikan banyak dilontarkan. Kekhawatiran ini tampaknya lebih
berkaitan dengan "siapa" (subyek pendidikan- nya), daripada dengan "apa" (kurikulum) dan
"bagaimana" (prosedur pelaksanaannya).

16
Suparman dkk, Dinamika Psikologi Pendidikan Islam, (Wade Group, 2020), hal. 83-284.
17
UUSPN Nomor 2 Pasal 8 Ayat 2 Tahun 2003

10
Agaknya, ayat 2 dalam pasal 8 itu cukup menarik. Hal ini tampak dari pembahasan di
DPR RI, secara khusus memberikan catatan terhadap ayat tersebut. Dalam rancangan
dikemukakan, "Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat
memperoleh pendidikan khusus".
Dalam UUSPN sesungguhnya masih ada beberapa pasal lain yang menekankan
perlunya perlakuan berbeda kepada peserta didik berdasarkan bakat, minat, dan
kemampuannya. Dalam pasal 24 (1) dikemukakan, setiap peserta didik berhak mendapatkan
perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya". Ayat ini diperkuat oleh ayat (6):
peserta didik berhak "menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang
ditentukan". Dalam pasal 26 juga dikemukakan, "Peserta didik berkesem- patan untuk
mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap saat dalam perjalanan
hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya masing-masing". Bedanya dengan
dua ayat di atas yang konteksnya lebih pada pendidikan formal, maka semangat pasal 26 lebih
pada setting pendidikan non-formal.
Ayat-ayat itu berlaku baik untuk anak-anak normal maupun yang kecerdasan dan
kemampuannya luar biasa, tetapi terasa semakin "sound" bagi anak-anak yang kecerdasannya
luar biasa. Mengapa? Sebab dengan kecepatan belajarnya, dengan bakatnya yang unggul,
dengan minatnya yang luas, anak-anak cerdas biasanya dapat menyelesaikan pendidikannya
lebih cepat dari anak-anak normal.
Komitmen UUSPN itu memang tepat, mengingat anak-anak yang demikian merupakan
asset bangsa yang amat berharga untuk masa depan, manakala bisa dikembangkan dengan baik
melalui perlakuan yang sistematis. Dengan kapasitas intelektualnya yang istimewa (di atas
rata-rata individu umumnya), kemampuan belajarnya yang unggul, dan motivasi belajarnya
yang kuat, mereka layak mendapatkan perhatian khusus melalui pendidikan.
Kita coba menghitung di atas kertas. Kalau asumsi 5% dari populasi penduduk
Indonesia termasuk kelompok itu menurut kurva tingkat inteligensi (IQ) maka terdapat
9.000.000 orang Indonesia yang mempunyai kemampuan yang luar biasa tersebut. Kalau kita
simak bunyi ayat itu, mereka tanpa pandang bulu berhak mendapatkan perlakuan khusus.
UUSPN menggunakan istilah warga negara", bukan "peserta didik". Ini berarti
perhatian khusus tidak hanya diberikan kepada peserta didik pada rentang usia tertentu dan
terbatas dalam setting sekolah formal, melainkan bisa dimana pun, termasuk dalam setting
pendidikan non-formal dan masyarakat umumnya. Diakui, karena faktor usia, tidak sama dari
mereka bisa diharapkan untuk menunjukkan performansi istimewa untuk membangun bangsa
ini. Karena itu perhatian khusus terutama perlu diberikan kepada sebagian peserta didik pada
11
semua jenjang pendidikan yang jumlahnya sekitar 40.000.000. Angka pesimistis itu akan
membesar manakala sistem dan praktek pendidikan kita benar-benar memberikan peluang
kepada mereka untuk mewujudkan kemampuannya. Karena itu, kalau melihat angka diatas
kertas, kita tidak akan sulit mencari manusia unggul yang akan mengisi profesi-profesi dan
jabatan-jabatan penting dan menjadi pelopor pembangunan bangsa ini di masa depan. Dalam
kaitan inilah kita melihat betapa upaya peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan
jenjang adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar; sebab kalau tidak, angka-angka di atas
hanya ilusi belaka.
Tampaknya, kesadaran inilah yang melatar belakangi lahirnya ayat-ayat UUSPN yang
punya implikasi dan spirit antisipatoris itu. Tetapi segera timbul pertanyaan: Apa yang
dimaksud dengan peserta didik yang berkemampuan dan kecerdasan luar biasa? Jawaban inilah
antara lain yang akan mewarnai Peraturan Pemerintah tentang soal ini, yang kini masih sedang
disusun -- satu dari sejumlah PP penjabaran UUSPN yang belum selesai. (Menurut penjelasan
Kepala Pusat Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional, Dr. Anwar
Jassin, rancangan PP tersebut telah selesai disusun dan akan segera dibahas).18

E. Penutup
Seorang anak dikatakan anak berbakat (luar biasa) karena ia berbeda dengan
anak-anak lainnya. Perbedaan terletak pada ciri-ciri yang khas yang menunjukkan pada
keunggulan dirinya. Namun, 'keunggulan' tersebut selain menjadi sebuah kekuatan dalam
dirinya sekaligus menjadi 'kelemahan'. Yang dimaksud sebagai kelemahan di sini adalah
diabaikannya ia sebagai individu yang memiliki keberbakatan dan memiliki hak sama dalam
mendapatkan yang sesuai kebutuhan dirinya. pendidikan dengan Keberbakatan (giftedness)
dan keunggulan dalam kinerja mempersyaratkan yang dimilikinya menjadi tiga cluster dengan
ciri-ciri yang saling terkait, yaitu "kemampuan um um atau kecerdasan di atas rata-rata,
kreativitas, dan pengikatan diri terhadap tugas sebagai motivasi internal cukup tinggi". Oleh
karena itu, untuk meciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, ketiga
karakteristik tersebut perlu ditumbuh-kembangkan dalam tiga lingkungan pendidikan, yakni:
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Anak berbakat secara umum adalah mereka yang karena memiliki
kemampuankemampuan yang unggul mampu memberikan prestasi yang tinggi. Anak berbakat
memiliki kemampuan yang tinggi di berbagai bidang seperti akademis, kreativitas, dan task

Semiawan, C.r. dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1984), hal.10.
18

12
commitment dibanding dengan anak-anak pada umumnya. Namun keadaaan tersebut belum
sepenuhya terlihat pada diri anak berbakat. Layanan pendidikan bagi anak berbakat sementara
ini sifatnya baru sebatas wacana, atau baru dilaksanakan di beberapa sekolah saja. Akhirnya
mungkin saja ada anak berbakat yang potensinya tidak dapat dikembangkan, atau
perkembangannya tidak secara maksimal. Pendidikan anak berbakat tentunya harus
berorientasi pada peserta didik itu sendiri, yaitu selalu memperhatikan potensi dan
karakteristrik yang dimiliki anak tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Reni dan Hawadi, Akselerasi A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak
Berbakat Intelektual, (Jakarta: Grasindo, 2002).
Chusnul Muali, Konstruksi Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences sebagai
Upaya Pemecahan Masalah Belajar: Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 2, (Januari-Juni
2016).
Crow, L. D., & Crow, A, Psikologi Pendidikan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984).
Jaudi, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual (IESQ) dalam
Perspektif Al-Qur'an: Jurnal Pendidikan Islam 7, No. 17, (31 July, 2017).
Meity H, Idris, Peran Guru Dalam MengelolaKeberbakatan Anak. (Jakarta: Luxima Metro
Media, 2014).
Purwanto, M. N, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004)
Renzulli, J, The Three Ring Conception of Kreativitas Giftedness: Development for A Model
Creative Productivity In RJ. Sternberg and JE. Davidson Conceptions Giftedness, (New
York: Cambridge University Press, 1986).
Setiawan, A. R, Literasi Saintifik Berdasarkan Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Belajar:
Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 13, No. 2, (Desember
2019).
Semiawan, C.r. dkk, Memupuk Bakat dan Kreativitas SiswaMenengah, (Jakarta: Gramedia,
1984).
Suarca, K., Soetjiningsih, & Ardjana, Kecerdasan Majemuk Pada Anak. (Sari Pediatri, 2005).
Suparman dkk, Dinamika Psikologi Pendidikan Islam, (Wade Group, 2020).
Syarifah, Konsep Kecerdasan Majemuk Howard Gardner: Jurnal Ilmiah Sustainable, Vol. 2,
No. 2, (2019).
Ulfa Maria, Julia Aridhona, Psikologi Anak Berbakat. (Aceh: Syiah Kuala University Press,
2021).
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 Pssal 8 Ayat 2 dan 3 Tahun 2003
Wahab, Rochmat, Profil Anak Berbakat Akademik dan Upaya Identifikasinya. (Jakarta:
YIPPAB, 2005).

14

Anda mungkin juga menyukai