BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap anak memilki anugrah tersendiri yang diberikan dari sang maha pencipta
kepadanya melalui berbagai cara salah satunya adalah sperti anak yang berbakat. Anugrah
yang diberikan bukan hanya saja berupa keblebihan namun erkadang kekuranganpun
termasuk anugrah dari tuhan yang diberikan kepada umatnya. Setiap kelebihan dan
kekurangan pada manusia pada dasarnya harus di syukuri dan cara yang mensyukuri yang
paling baik adalah dengan mengembangkan kekurangan menjadi suatu kelebihan dan
menjadikan kelebihan sebagai sebagai perantara untuk membantu orang lain dalam hal
kebaikan.
Dalam makalah ini akan dibahasa bagaimana cara menangani anak yang berbakat, oleh
karena itu mengapa anak berbakat masuk kedalam kategori anak berkebutuhan khusus
karena pada dasarnya anak berbakat itu anak yang memilki perbedaan dengan anak yang
lainnya sehingga perlu mendapatkan penanganan atau wadah untuk menampung anak
berbakat tersebut.
Keberbakatan hingga kini masih menjadi wacana yang sangat menarik, baik bagi yang
terlibat langsung dengan persoalan keberbakatan maupun yang tidak. Bahkan menjadi
lebih menarik lagi, karena banyak terjadi miskonsepsi terhadap keberbakatan. Secara
umum “Keberbakatan dapat diartikan sebagai kemampuan unggul yang memungkinkan
seseorang berinteraksi dengan lingkungan dengan tingkat prestasi dan kreativitas yang
sangat tinggi.”
Dari peranyataan tersebut dapat dipahami bahwa pertama, keberbakatan merupakan
suatu kualitas yang dibawa sejak lahir (dengan kata lain keberbakatan itu bersifat
alamiah), dan kedua, bahwa lingkungan keberbakatan adalah arena di mana anak berbakat
memainkan peran didalamnya). Karena itulah dapat dikatakan bahwa tingkat prestasi dan
kreativitas yang tinggi dihasilkan dari interaksi yang terus menerus dan fungsional antara
kemampuan dan karakteristik yang dibawa seseorang dari lahir dan yang diperoleh selama
dalam kehidupannya.
Perhatian terhadap pendidikan anak berbakat sebenarnya sudah dikenal sejak 2000
tahun yang lalu. Misalnya, Plato pernah menyerukan agar anak-anak berbakat
dikumpulkan dan dididik secara khusus karena mereka ini diharapkan bakal menjadi
pemimpin negara dalam segala bidang pemerintahan. Oleh karena itu, mereka dibekali
ilmu pengetahuan yang dapat menunjang tugas mereka (Rohman Natawijaya, 1979).
Demikian pula di Indonesia, kehadiran mereka sudah dikenal sejak dulu. Banyak sekolah
yang menerapkan sistem loncat kelas atau dapat naik ke kelas berikutnya lebih cepat
meskipun waktu kenaikan kelas belum saatnya. Perhatian yang lebih serius dan formal
tersurat dalam UUSPN No. 2 Tahun 1989 bahwa peserta didik yang memiliki kemampuan
dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh pendidikan khusus untuk mengembangkan
potensi anak-anak tersebut secara optimal.
Anak berbakat tidak mengalami kecacatan, seperti anak tunanetra, tunarungu, dan
tunagrahita. Walaupun diantara anak berbakat ada yang menyandang kelainan, tetapi
kelainan itu bukan pada terhambatnya kecerdasan. Agar anak berbakat yang mempunyai
potensi unggul tersebut dapat mengembangkan potensinya dibutuhkan program dan
layanan pendidikan secara khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang
berarti telah membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas
pendidikan adalah mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga
mereka dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara.
B. RUMUSAN MASALAH
v Apakah pengertian anak berbakat?
v Bagaimana klasifikasi anak berbakat?
v Bagaimana karakteristik anak berbakat?
v Apa faktor yang memengaruhi anak berbakat?
v Bagaimanakah perkembangan anak berbakat?
v Masalah dan dampak apa saja yang timbul dari keberbakatan?
v Bagaimana cara mengidentifikasi keberbakatan
v Kebutuhan pendidikan apa yang dibutuhkan anak anak berbakat?
v Bagaimana bentuk layanan pendidikan bagi anak berbakat?
v Berapakah persentase anak dengan cerdas istimewa/berbakat istimewa di indonesia saat
ini?
C. TUJUAN PENULISAN
Ø Untuk memahami pengertian anak berbakat
Ø Untuk memahami klasifikasi anak berbakat
Ø Untuk memahami karakteristik anak berbakat
Ø Untuk memahami faktor yang memengaruhi anak berbakat
Ø Untuk memahami perkembangan anak berbakat
Ø Untuk memahami masalah dan dampak yang timbul dari keberbakatan
Ø Untuk memahami cara identifikasi anak berbakat
Ø Untuk memahami kebutuhan pendidikan anak berbakat
Ø Untuk memahami bentuk layanan pendidikan bagi anak berbakat
Ø Untuk mengetahui persentase anak dengan cerdas istimewa/berbakat istimewa di
indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 1:
Apa yang Membuat Keberbakatan
(Renzulli, 1979)
Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, maka ABA merupakan salah satu unsur
keberbakatan yang sangat penting, di antara jenis keberbakatan lainnya. Artinya bahwa
ABA merupakan salah satu katagori dari definisi Marland Report, dan juga salah satu sub
katagori dari kemampuan di atas rata-rata, terutama kemampuan khusus, dari definisi
Renzulli. Memang pada awalnya konsep keberbakatan yang diperkenalkan Renzulli, bahwa
kemampuan yang dimaksudkan sebagai salah satu klusternya itu hanya menunjukkan
kemampuan umum. Namun pada perkembangan lebih lanjut Renzulli (Sterndberg dan
Davidson, 1986) menegaskan bahwa kemampuan di atas rata dipahami sebagai
kemampuan umum dan khusus. Kemampuan khusus terdiri dari kemampuan memperoleh
pengetahuan, keterampilan atau kemampuan untuk menampilkan satu keahlian atau lebih,
misalnya kemampuan khusus bidang akademik, seni (musik, lukis, pahat), kepemimpinan,
dan lain sebagainya.
Selanjutnya ditegaskan oleh Kitano dan Kirby (1985) bahwa ABA adalah individu yang
memiliki kemampuan potensial dan aktual di bidang akademik tertentu seperti: sains,
matematika, ilmu pengetahuan sosial, dan humaniora. Keunggulan bidang akademik yang
ditunjukkan dapat juga hanya satu bidang
atau dua bidang, bahkan dapat juga semua bidang.
Roe (Kitano dan Kirby, 1985) menegaskan bahwa individu di sekolah yang mampu
menunjukkan prestasi akademik unggul, ternyata tidak selamanya dia memiliki kecerdasan
tinggi, padahal mereka yang memiliki bakat akademik pada umumnya berkecerdasan
tinggi. Selain daripada itu individu yang sukses dalam karirnya lebih disebabkan oleh
fungsi kerja keras daripada kecemerlangan potensi yang dimilikinya.
Selain daripada itu disadari bahwa ABA tidak selamanya mampu menunjukkan prestasi
akademik yang unggul, karena boleh jadi disebabkan oleh beberapa faktor. Di antara
mereka, ada yang tidak mampu menampilkan potensi akademiknya secara optimal. Mereka
itulah yang disebut sebagai anak berprestasi kurang (underachieving children). Kelompok
inilah yang cenderung sebagai populasi yang lebih banyak terjadi di Indonesia, karena
model pendidikan yang diselenggarakannya cenderung lebih bersifat klasikal, dan belum
memberikan perhatian dan layanan berdasarkan potensi dan kebutuhan peserta didik.
Untuk menyelamatkan potensi ABA yang lebih banyak menjadi tumpuan masa dapan
bangsa, maka diperlukan layanan pendidikan dan bimbingan yang relevan.
1. Karakteristik Akademik
Roe, seperti dikutip oleh Zaenal Alimin (1996) mengidentifikasikan karakteristik
keberbakatan akademik adalah:
a. memiliki ketekunan dan rasa ingin tahu yang benar,
b. keranjingan membaca,
c. menikmati sekolah dan belajar.
Sedangkan Kitano dan Kirby (1986) yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (1994)
mengemukakan karakteristik keberbakatan bidang akademik adalah:
a. memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik khusus,
b. memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode, dan terminologi dari
bidang akademik khusus,
c. mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik khusus yang dipelajari
pada aktivitas-aktivitas bidang lain,
d. kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk mencapai standar
yang lebih tinggi dalam suatu bidang akademik,
e. memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik dan motivasi yang
tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan
f. belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.
Salah satu contoh yang digambarkan oleh Kirk (1986) bahwa seorang anak berbakat
berusia 10 tahun, ia memiliki kemampuan akademik dalam hal membaca sama dengan
anak normal usia 14 tahun, dan berhitung sama dengan usia 11 tahun, anak ini memiliki
keberbakatan dalam membaca.
2. Karakteristik Sosial/Emosi
Ada beberapa ciri individu yang memiliki keberbakatan sosial, yaitu:
a. diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang dewasa,
b. keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka memberikan sumbangan
positif dan konstruktif,
c. kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam pertengkaran dan pengambil
kebijakan oleh teman sebayanya,
d. memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan jujur,
e. perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,
f. bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi emosional sehingga relevan
dengan situasi,
g. mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya dan orang dewasa,
h. mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan
i. memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi sosial dengan cerdas,
dan humor.
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa anak yang berbakat dalam hal social dan emosi,
bahwa seorang anak berusia 10 tahun memperlihatkan kemampuan penyesuaian sosial
dan emosi (sikap periang, bersemangat, kooperatif, bertanggung jawab, mengerjakan
tugasnya dengan baik, membantu temannya yang kurang mampu dan akrab dalam
bermain). Sikap-sikap yang diperlihatkannya itu sama dengan sikap anak normal usia 16
tahun.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
Dalam segi fisik, anak berbakat memperlihatkan (a) memiliki penampilan yang
menarik dan rapi, (b) kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata, (studi
longitudinal Terman dalam Samuel A. Kirk, 1986).
Dicontohkan pula oleh Kirk bahwa seorang anak berbakat usia 10 tahun memiliki
tinggi dan berat badan sama dengan usianya. Yang menunjukkan perbedaan adalah
koordinasi geraknya sama dengan anak normal usia 12 tahun. Mereka juga
memperlihatkan sifat rapi.
4. Karakteristik Intelektual-Kognitif
a. Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim,
pikiran-pikiran kreatif.
b. Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang
utuh.
c. Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
d. Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana dan
mudah dipahami.
e. Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f. Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.
g. Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya
dengan baik.
h. Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
i. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang diberikan.
j. Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang kuat.
k. Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
l. Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m. Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
n. Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
o. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang
bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
5. Karakteristik Persepsi/Emosi
a. Sangat peka perasaannya.
b. Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis, tepat sasaran dalam
menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa dapat menyakiti perasaan orang lain).
c. Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka dengan sesuatu yang
tidak dirasakan oleh orang-orang lain).
d. Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.
e. Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar (suara, aroma, cahaya).
f. Pada umumnya introvert.
g. Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.
h. Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru
i. Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding anak lain.
7. Karakteristik Aktifitas
a. Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas dari satu hal ke hal
lain tanpa terlihat lelah.
b. Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih sedikit dibanding anak
normal.
c. Sangat waspada.
d. Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu persoalan dalam
waktu yang sangat lama.
e. Tekun, gigih, pantang menyerah.
f. Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam, selalu memunculkan
hal-hal baru untuk dilakukan.
g. Spontanitas yang tinggi.
2. Gifted
Anak ini disebut juga gifted and talented adalah anak yang tingkat kecerdasannya (IQ)
antara 125 sampai dengan 140. Di samping memiliki IQ tinggi, juga bakatnya yang sangat
menonjol, seperti ; bakat seni musik, drama, dan ahli dalam memimpin masyarakat. Anak
gifted diantaranya memiliki karakteristik; mempunyai perhatian terhadap sains, serba
ingin tahu, imajinasinya kuat, senang membaca, dan senang akan koleksi.
3. Superior
Anak superior tingkat kecerdasannya berkisar antara 110 sampai dengan 125 sehingga
prestasi belajarnya cukup tinggi. Anak superior memiliki karakteristik sebagai berikut;
dapat berbicara lebih dini, dapat membaca lebih awal, dapat mengerjakan pekerjaan
sekolah dengan mudah dan dapat perhatian dari teman-temannya.
2. Lingkungan
Lingkungan, hal-hal yang mempengaruhi perkembangan anak berbakat ditinjau dari
segi lingkungannya (keluarga, sekolah dan masyarakat). Lingkungan mempunyai peran
yang sangat besar dalam mempengaruhi keberbakatan seorang anak. Walaupun seorang
anak mempunyai bakat yang tinggi terhadap suatu bidang, tanpa adanya dukungan dan
perhatian dari lingkungannya seperti, masyarakat tempat dia bersosialisasi, keluarga
tempat ia menjalani kehidupan berkeluarga, tempat dia menjalani kehidupan dan
mengembangkan keberbakatan itu dapat membantunya dalam mencapai ataupun
memaksimalkan bakatnya tersebut.
Kecenderungan negatif emosi ini terjadi karena karakteristik yang tinggi belum tentu
disertai dengan terjadinya perkembangan emosi yang tinggi pula. Perkembangan emosi
dalam pendidikan anak berbakat seyogyanya terakomodasikan kebutuhan yang berkenaan
dengan :
a. Proses-proses kognitif yang memberikan pengalaman emosional yang bermakna
b. Klarifikasi perasaan dan harapan diri maupun orang lain
c. Pemahaman perwujudan komitmen ke dalam tindakan nyata
d. Pengembangan tujuan dan arah perilaku untuk realistik atas dasar nilai-nilai pribadi
e. Validasi timbangan moral yang berbeda di atas rata-rata
2) Adaptasi Program
Adaptasi program dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya sebagai berikut.
a) Melalui percepatan/akselerasi siswa
Stanley (1979) mengemukakan beberapa cara percepatan, yaitu:
(1) pemasukan ke sekolah pada usia dini, anak yang memperlihatkan kematangan sosial dan
intelektual diperbolehkan memasuki Taman Kanak-kanak pada usia lebih muda dari anak
pada umumnya;
(2) pelompatan tingkat/kelas, anak dengan cepat naik kelas pada kelas/tingkat berikutnya
walaupun belum saatnya kenaikan kelas.
(3) percepatan materi, anak mengikuti materi standar dengan waktu yang lebih
singkat, misalnya belajar di Sekolah Menengah Pertama hanya dua tahun;
(4) penempatan yang maju, siswa mengambil pelajaran di Perguruan Tinggi sementara ia
masih di Sekolah Menengah Atas;
(5) pemasukan ke Perguruan Tinggi yang lebih awal, seorang siswa yang sangat maju bisa
masuk Perguruan Tinggi dalam usia 13, 14 atau 15 tahun.
b) Melalui pengayaan
Pengayaan isi (mata pelajaran) memberi kesempatan pada siswa untuk mempelajari
materi secara luas, seperti menggunakan ilustrasi khusus, membuat contoh-contoh,
memperkaya pandangan, dan menemukan sesuatu.
c) Pencanggihan materi pelajaran
Materi pelajaran harus menantang anak berbakat untuk menggunakan pemikiran yang
tinggi agar mengerti ide, dan memiliki abstraksi yang tinggi. Materi pencanggihan ini tidak
terdapat dalam kurikulum/program pendidikan biasa.
d) Pembaruan
Pembaruan isi pelajaran adalah pengenalan materi yang biasanya tak akan muncul
dalam kurikulum umum karena keterbatasan waktu atau abstraknya sifat isi pelajaran.
Tujuan pembaruan ini ialah untuk membantu anak-anak berbakat menguasai ide-
ide yang penting. Jenis pembaruan materi pelajaran, misalnya guru mengajak siswa untuk
memikirkan konsekuensi kemajuan teknologi (AC, komputer, TV, dan lain-lain).
e) Modifikasi kurikulum sebagai alternatif
(1) Kurikulum plus
Herry Widyastono (1996) mengemukakan bahwa kurikulum plus dikembangkan dari
kurikulum umum (nasional) yang diperluas dan diperdalam (pengayaan horizontal dan
vertikal), agar siswa mampu memanifestasikan (mewujudkan) potensi proses berpikir
tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi, dan pemecahan masalah) yang dimiliki, tidak
sekadar proses berpikir tingkat rendah (ingatan/pengetahuan, pemahaman, dan
penerapan), seperti anak pada umumnya yang sebaya dengannya.
(2) Kurikulum berdiferensiasi
Conny Semiawan (1995) mengemukakan bahwa kurikulum berdiferensiasi dirancang
dengan mengacu pada penanjakan kehidupan mental melalui berbagai program yang akan
menumbuhkan kreativitas serta mencakup berbagai pengalaman belajar intelektual tingkat
tinggi. Kurikulum ini tidak memerlukan sekolah khusus anak berbakat. Dalam model ini,
anak berbakat yang menonjol dalam bidang tertentu bisa memperoleh materi yang lebih
banyak sehingga bakatnya menonjol. Dalam pengayaan, bukan materi dan jam
pelajarannya yang ditambah secara kuantitatif tetapi yang paling penting adalah suatu
desain yang secara kualitatif berbeda dengan anak normal.
Kurikulum ini memungkinkan guru untuk mendiferensiasi kurikulum tanpa
mengganggu kelancaran pembelajaran di dalam kelas.
2) Model-model layanan
Model-model layanan yang dimaksud adalah model yang mengarah pada
perkembangan anak berbakat diantaranya layanan perkembangan kognitif, nilai, moral,
kreativitas dan bidang khusus. Berikut ini akan dikemukakan apa dan bagaimana
implementasi dari model-model tersebut (adaptasi dari Conny Semiawan, 1995) :
a) Model layanan kognitif-afektif
Sasaran akhir dari model ini adalah pengembangan bakat. Oleh karena itu, dalam
proses pembelajaran sangat memperhitungkan kreativitas dan sisi kognitif afektif yang
merupakan dinamika dari proses perkembangan bakat tersebut. Metode atau cara dalam
melaksanakan model tersebut, yaitu dengan cara pemberian stimulus langsung pada
belahan otak kanan, dan metode tak langsung dengan menghayati pengalaman belajar atau
percakapan tertentu secara mendalam.
· Desain pembelajaran
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak berbakat terus-menerus
memerlukan stimulus untuk mencapai perkembangan yang optimal.Oleh karena itu, kita
perlu merencanakan desain pembelajaran yang khusus. Renzulli mengemukakan bahwa
langkah-langkah penting untuk diperhatikan dalam mendesain pembelajaran adalah
sebagai berikut : seleksi dan latihan guru, pengembangan kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan belajar dalam segi akademik maupun seni, prosedur identifikasi jamak,
pematokan saasaran program, orientasi kerja sama antar personel, rencana evaluasi, dan
peningkatan administratif.
Hal-hal tersebut dapat dikelompokkan menjadi karakteristik dan kebutuhan belajar
anak, persiapan tenaga guru, pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan
anak, adanya kerjasama antarpersonel, pola administrasi, dan rencana evaluasi yang
digunakan.
Selanjutnya dalam menentukan alternatif pembelajaran M. Soleh (1996)
mengemukakan bahwa ada pilihan khusus, seperti (1) mengemas materi bidang studi
tertentu agar sesuai dengan kebutuhan belajar anak berbakat, kemudian berangsur-angsur
ke bidang studi lain, (2) melatih teknik mengajar tertentu kepada guru bidang studi seperti
teknik pembelajaran pengembangan kreativitas, dan (3) mencobakan beberapa model
pembelajaran di sekolah atau daerah tertentu dan jika diperoleh hasil yang baik, kemudian
menyebarluaskannya ke sekolah lain.
· Evaluasi
Proses evaluasi pada anak berbakat tidak berbeda dengan anakpada umumnya,
namun karena kurikulum atau program pelajaran anak berbakat dalam cakupan dan
tujuannya maka dibutuhkan penerapan evaluasi yang sesuai dengan keadaan tersebut.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar anak berbakat.
Sehubungan dengan hal itu Conny Semiawan (1987, 1992) mengemukakan bahwa
instrumen dan prosedur yang digunakan mengacu pada ketuntasan belajar adalah
pengejawantahan dari kekhususan layanan pendidikan anak berbakat, hasil umpan balik
untuk keperluan tertentu, pemantulan tingkat kemantapan penguasaan suatu materi
sesuai dengan sifat, keterampilan, dan kemampuan maupun kecepatan belajar seseorang.
Model pengukuran seperti tersebut di atas adalah pengukuran acuan kriteria (criterion-
reference). Sebaliknya ada pengukuran acuan norma yang membandingkan keberbakatan
seseorang dengan temannya. Kedua cara tersebut tidak selalu menunjuk hasil akhir yang
diinginkan, melainkan merupakan petunjuk bidang mana yang sudah dikuasai individu
sehingga memberikan keterangan mengenai taraf kemampuan yang dicapai tanpa
tergantung pada kinerja temannya. Penting untuk diperhatikan bahwa sebaiknya disertai
dengan saran mengenai model evaluasi yang perlu diterapkan, apakah tes atau nontes.
Diperkirakan terdapat sekitar 2,2% anak usia sekolah memiliki kualifikasi Cerdas
Istimewa/Berbakat Istimewa. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak Cerdas
Istimewa/Berbakat Istimewa di Indonesia. Berdasarkan data Asossiasi Cerdas
Istimewa/Berbakat Istimewa tahun 2008/9, Jumlah siswa Cerdas Istimewa/Berbakat
Istimewa yang sudah terlayani di sekolah akselerasi masih sangat kecil, yaitu 9551 orang
yang berarti baru 0,9% siswa Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa yang terlayani. Ditinjau
dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru 311 sekolah yang memiliki program
layanan bagi anak Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa. Itupun baru terbatas program
yang berbentuk akselerasi. Sedangkan di madrasah, dari 42.756 madrasah, baru ada 7
madrasah yang menyelenggarakan program aksel. Ini berarti masih sangat rendah sekali
jumlah sekolah/madrasah yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa Cerdas
Istimewa/Berbakat Istimewa, serta keterbatasan dari ragam pelayanan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh orang-orang yang berkualifikasi
profesional sebagai anak yang memiliki kemampuan luar biasa. Mereka menghendaki
program pendidikan yang sesuai atau layanan melebihi sebagaimana diberikan secara
normal oleh program sekolah regular, sehingga dapat merealisasikan kontribusi secara
bermakna bagi diri dan masyarakatnya. Karakteristik anak berbakat, diantaranya
menunjukkan kemampuan di atas rata-rata, terutama di bidang kemampuan umum,
kemampuan khusus, dan menunjukkan komitmen yang terhadap tugas, serta menunjukkan
kreativitas yang tinggi
Anak yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, seperti dikemukakan oleh Sutratinah Tirtonegoro (1984; 29) yaitu; Superior,
Gifted dan Genius. Faktor yang mempengaruhi anak berbakat meliputi hereditas, yaitu
faktor yang diwariskan dari orang tua dan lingkungan yang ditinjau dari segi keluarga,
sekolah dan masyarakat. Perkembangan anak berbakat meliputi perkembangan fisik,
perkembangan kognitif, perkembangan emosi, dan perkembangan social.
Anak keberbakatan mengandung atau memunculkan masalah bagi : individu sendiri,
keluarga, masyarakat, dan penyelenggara pendidikan. Identifikasi anak berbakat perlu
dilakukan sejak dini. Prosedur yang digunakan dalam proses identifikasi bersifat
nondiskriminatif dikaitkan dengan ras, latar belakang ekonomik, suku, dan kondisi
kecacatan. Dalam rangka identifikasi ABA, ada dua langkah penting, yaitu penjaringan
(screening) dan assessmen. Penjaringan (Screening) meliputi nominasi guru, nominasi
orangtua, nominasi teman sebaya (peer nomination), prestasi akademik anak, portofolio,
produk kerja atau kinerja siswa, observasi, mereviu catatan siswa, dan tes kelompok
(group test). Sedangkan untuk melakukan assessmen, digunakan tes dan instrumen
terstandar, di antaranya digunakan tes inteligensi, tes bakat skolastik, tes bakat, tes
kreativitas, dan inventory komitmen akan tugas.
Berikut ini akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan implementasi layanan
pendidikan anak berbakat yaitu ciri khas layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak
berbakat yang meliputi adaptasi lingkungan belajar, adaptasi program, kurikulum
berdiferensiasi. Kita juga perlu memperhatikan strategi pembelajaran dan model layanan,
stimulasi imajinasi dan proses inkubasi, desain pembelajaran, serta evaluasi. Diperkirakan
terdapat sekitar 2,2% anak usia sekolah memiliki kualifikasi Cerdas Istimewa/Berbakat
Istimewa. Artinya terdapat sekitar 1.059.796 anak Cerdas Istimewa/Berbakat Istimewa di
Indonesia
B. SARAN
Agar anak-anak berbakat dapat mengembangkan potensinya secara maksimal,
hendaknya guru-guru di Sekolah Dasar memahami ciri-ciri dan karanteristik anak berbakat
dalam belajar, selanjutnya diharapkan para guru selalu memperhatikan murid-muridnya
pada saat belajar. Jika guru menemukan anak dan memiliki ciri-ciri seperti anak berbakat,
maka guru harus melakukan identifikasi secara dini, sehingga peserta didiknya dapat
ditangani lebih dini lagi dan potensi yang dimiliki anak bisa berkembang secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Semiawan, Conny. 1994. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan.
Tirtonegoro, Sutratinah. 1984. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta: PT. Bina
aksara.
Munandar, Utami. 1982. Pemanduan Anak Berbakat. Jakarta: CV Rajawali.
Sholeh, Moch., Ichrom. 1996. Identifikasi dan Pendidikan Dini Anak Berbakat. Jakarta: Ditjen Dikti-
PPTA.
Wardani, dkk. 2008. Materi Pokok Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.