Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Psikologi Perkembangan

Dosen Pengampu:
1. Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M.Pd.
2. Dra. Aas Saomah, M.Si.

Disusun oleh:
Habibah Nurul Fazriah (2101432)
Nadya Rizky Priandani (2102180)
Novianti (2108272)
Shafira Fitriani (1905104)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam proses
penyusunan makalah ini, dengan memberikan kesehatan fisik maupun pikiran
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tugas-Tugas Perkembangan sebagai
pemenuhan tugas mata kuliah Psikologi Umum. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pengampu kami, yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Semoga makalah ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca dan
kami senantiasa terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun untuk
meningkatkan kualitas makalah ini.

Bandung, September 2021

Tim Penyusun.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Makalah............................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN...................3
A. Pengertian dan Sumber Tugas-Tugas Perkembangan...................................3
B. Tugas-Tugas Perkembangan pada Usia Bayi dan Kanak-Kanak (0,0-6,0
tahun)....................................................................................................................4
C. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Sekolah (Usia 6,0 – 12,0 tahun)............7
D. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja (13,00-18,00 tahun).........................10
E. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal.................................................17
F. Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Tugas-Tugas Perkembangan
Siswa..................................................................................................................18
BAB III..................................................................................................................24
PENUTUP..............................................................................................................24
A. Simpulan.....................................................................................................24
B. Saran............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak akan pernah bisa lepas dari perkembangan karena
selama manusia masih hidup, mereka mengalami perkembangan. Yusuf
(2000, hlm. 15) mendefinisikan perkembangan sebagai perubahan-
perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaannya atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis,
progresif dan berkesinambungan dalam diri individu baik menyangkut
fisik maupun psikis dari mulai lahir sampai menjelang mati.
Perkembangan berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan yang berarti bahwa terdapat indikator yang
menandakan keberhasilan perkembangan itu sendiri, atau tujuan yang
harus dicapai sesuai dengan fase perkembangan manusia. Indikator
tersebut dapat dilihat melalui tugas-tugas perkembangan individu yang
harus dipenuhi dalam rangka mencapai perkembangan yang ideal.
Havighurst (dalam Yusuf, 2000, hlm. 65) mengemukakan bahwa
dengan mencapai tugas-tugas perkembangan maka manusia akan
mencapai kebahagiaan dan kesuksesan untuk melangkah pada fase
berikutnya. Begitupun sebaliknya, jika manusia gagal memenuhi tugas-
tugas perkembangannya maka akan mengalami kekecewaan pada diri dan
ketidakbahagiaan yang akan menghambat perkembangan di fase
berikutnya.
Beranjak dari urgensi tugas-tugas perkembangan tersebut, kami
tertarik untuk menggali secara mendalam mengenai tugas-tugas
perkembangan individu pada setiap fase perkembangan. Ketertarikan kami
tersebut dituangkan pada makalah yang kami ajukan ini dengan judul
“TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tugas-tugas perkembangan?
2. Apa saja tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
bayi dan kanak-kanak?

1
3. Apa saja tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
usia sekolah?
4. Apa saja tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
remaja dan dewasa awal?
C. Tujuan Makalah
1. Memahami konsep tugas-tugas perkembangan.
2. Memahami tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
bayi dan kanak-kanak.
3. Memahami tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
usia sekolah.
4. Memahami tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi pada masa
remaja dan dewasa awal.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
A. Pengertian dan Sumber Tugas-Tugas Perkembangan
Robert Havighurst (dalam Yusuf, 2000, hlm. 65) melalui perspektif
psikososial berpendapat bahwa periode yang beragam dalam kehidupan
individu menuntut untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan yang
khusus. Tugas-tugas ini berkaitan erat dengan perubahan kematangan,
persekolahan, pekerjaan, pengalaman beragama, dan hal lainnya sebagai
prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Selanjutnya
Havighurst mengartikan tugas-tugas perkembangan itu sebagai berikut:

A developmental task is a task which arises at or about a certain


period in the life of the individual, successful achievement of which
leads to his happiness and to success with later task, while failure
leads to unhappiness in the individual, disapproval by society, and
difficulty with later task.

Maksudnya, bahwa tugas perkembangan itu merupakan suatu tugas


yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan Individu,
yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa
kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya
sementara apabila gagal, maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada
diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan rnasyarakat, dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku,
atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan
usia atau fase perkembangannya. Hurlock (dalam Yusuf, 2000, hlm. 66)
menyebut tugas-tugas perkembangan ini sebagai social expectations.
Dalam arti, setiap kelompok budaya mengharapkan anggotanya menguasai
keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola perilaku yang
disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan. Munculnya

3
tugas-tugas perkembangan, bersumber pada faktor-faktor berikut (Yusuf,
2000, hlm. 66).
1. Kematangan fisik, misalnya (a) belajar berjalan karena kema tangan
otot-otot kaki (b) belajar bertingkah laku, bergaul dengan jenis kelamin
yang berbeda pada masa remaja karena kematangan organ-organ
seksual.
2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya (a) belajar membaca, (b)
belajar menulis, (c) belajar berhitung, (d) belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya (a)
memilih pekerjaan, (b) memilih teman hidup.
4. Tuntutan norma agama, misalnya (a) taat beribadah kepada Allah (b)
berbuat baik kepada sesama manusia.
B. Tugas-Tugas Perkembangan pada Usia Bayi dan Kanak-Kanak
(0,0-6,0 tahun)
Tugas-tugas perkembangan manusia pada tahap ini adalah tahap
yang paling awal di antaranya sebagai berikut (Yusuf, 2000, hlm. 66-69).
1. Belajar berbicara.
Ketika bayi mengeluarkan suara-suara seperti tangisan, tawa, maupun
suara-suara yang tidak jelas, sebenarnya bayi tersebut sudah memulai
salah satu tugas perkembangannya untuk berbicara. Namun, ada dua
pendapat berbeda mengenai kapan sebenarnya seseorang mulai belajar
berbicara, seperti dijabarkan di bawah ini.
a. Ketika bayi mengeluarkan berbagai suara yang tidak jelas dan tidak
dapat diartikan secara pasti oleh orang dewasa (meraban/murmuring),
kemudian suara-suara tersebut diartikan oleh orang dewasa dan
diasosiasikan dengan benda-benda di sekitarnya. Contoh: ketika bayi
mengeluarkan suara “a” secara berulang, orang tuanya akan mencoba
mengartikan ucapan tersebut sebagai, “ma-ma”, yang selanjutnya
diasosiasikan dengan ibu bayi tersebut sampai Ia mengerti bahwa
melafalkan “mama” adalah caranya dapat memanggil ibunya.
b. Sebaliknya, suara-suara tidak jelas yang dikeluarkan oleh bayi
sebenarnya adalah caranya untuk dapat mengekspresikan perasaannya

4
kepada orang-orang di sekitarnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa
suara-suara tidak jelas itu merupakan bagian dari tahap awal seorang
bayi belajar berbicara dan berkomunikasi.

2. Belajar berjalan.
Struktur biologis dan fisiologis bayi dikatakan matang dan siap
untuk belajar berjalan ketika Ia berada pada rentang usia 9 sampai 15
bulan. Untuk dapat belajar berjalan, sesuai dengan salah satu sifat
perkembangan yang berkesinambungan, seorang bayi perlu melewati
beberapa tahapan sebelum berjalan, yaitu merangkak dan berdiri terlebih
dahulu.

Gambar 1: perkembangan belajar berjalan (duduk, merangkak, berdiri,


berjalan).

3. Belajar memakan makanan padat.


Tugas perkembangan ini berkaitan langsung dengan kematangan
sistem pencernaan. Seorang balita dianggap siap memakan makanan
bertekstur padat ketika Ia memasuki usia tahun kedua. Namun, dalam
banyak kasus, ada pula balita yang sudah mulai dibiasakan oleh orang
tuanya memakan makanan padat pada usia satu hingga satu setengah
tahun.
4. Belajar buang air kecil dan buang air besar.
Tugas perkembangan ini juga berkaitan langsung dengan
kematangan sistem ekskresi. Anak dianggap siap untuk belajar tugas
perkembangan ini ketika Ia menginjak usia 4 tahun, karena di bawah usia
4 tahun, sistem syaraf ekskresi anak belum cukup matang untuk dapat

5
menahan untuk buang air kecil atau besar. Namun, orang tua dapat mulai
membiasakan anak untuk buang air kecil dan besar pada tempat dan waktu
yang sesuai dengan norma masyarakat ketika anak sudah mulai bisa
berjalan, seperti membawanya ke kamar mandi untuk buang air.
5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
Orang tua dapat mulai membantu anak memenuhi tugas
perkembangan ini dengan memberikan mainan-mainan yang
menggambarkan perbedaan masing-masing lawan jenis. Contohnya,
boneka perempuan dan laki-laki yang berbeda cara berpakaiannya, tata
rambutnya, hingga struktur anatomi tubuhnya, sambil diberikan
pemahaman sedikit demi sedikit seiring anak betambah usia. Dengan
begitu, anak dapat lebih memperhatikan perbedaan-perbedaan yang ada
pada masing-masing jenis kelamin.
6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
Tubuh anak memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibanding tubuh
orang dewasa, meliputi kepekaannya terhadap perbedaan temperatur,
cuaca, sampai kadar gula dan garam dalam darahnya. Kestabilan
jasmaniah fisiologis ini dapat dicapai oleh anak ketika Ia menginjak usia 5
tahun. Oleh karena itu, orang tua perlu lebih berhati-hati dalam
memberikan perawatan yang intensif pada anak selama 5 tahun
pertamanya, termasuk pemilihan pakaian yang tepat, hingga makanan dan
minuman yang tepat bagi anak.
7. Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan, sosial, dan alam.
Unruk dapat memenuhi tugas perkembangan ini, anak memerlukan
kematangan sistem syaraf. Selain itu, pengalaman anak dan bimbingan
dari orang dewasa di sekitarnya juga sangat berpengaruh dapat
pembentukan konsep-konsep tersebut. Ketika seorang bayi dilahirkan
hingga usianya mencapai 6 tahun, Ia melihat dunia ini sebagai sesuatu
yang sangat rumit dan kompleks. Seiring berjalannya waktu, didukung
oleh kematangan sistem syaraf, pengalaman, dan bimbingan orang dewasa
di sekitarnya, anak akan mulai mengerti konsep kenyataan lingkungan
sekitarnya.

6
8. Belajar membangun hubungan emosional dengan orang lain.
Tugas perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh hubungan anak
dengan orang tuanya semasa bayi hingga kanak-kanak. Anak-anak yang
biasa dibesarkan dalam lingkungan yang hangat dan memiliki hubungan
yang nyaman dengan orang tuanya, cenderung tumbuh dan berkembang
memiliki kepribadian yang lebih ramah dan ceria dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak memiliki hubungan yang hangat dengan orang
tuanya. Anak dapat mulai membangun hubungan emosional dengan orang
lain menggunakan isyarat, menirukan suara atau gerak-gerik orang lain,
dan menggunakan bahasa.
9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk
Sub-tugas perkembangan dari membangun hubungan emosional
dengan orang lain adalah dapat membedakan hubungan yang baik dan
buruk. Tugas perkembangan ini akan berdampak pada anak untuk
mengembangkan kata hati (intuisi psikologis) sejak dini. Anak kecil
dianggap memiliki hedonism naif, yaitu keadaan di mana anak kecil
menganggap bahwa segala hal yang membawa kesenangan dan
kenikmatan adalah hal yang baik, dan sebaliknya, yang membawa
penderitaan dan kesedihan adalah hal yang buruk.
Kemampuan untuk membedakan baik dan buruk, benar dan salah,
sangat penting untuk dikembangkan agar anak dapat tumbuh menjadi
anggota masyarakat yang baik, yang tidak hanya mementingkan
kebahagiaannya sendiri (egoistik), tetapi juga kenyamanan bagi orang lain.
Orang tua berperan besar dalam memberikan bimbingan dan pendidikan
pada anak tentang hal-hal yang baik dan buruk, benar dan salah. Melalui
tugas perkembangan ini, anak juga dapat mulai diajarkan tentang adanya
hadiah dan hukuman (rewards and punishments), untuk membantunya
membentuk konsep baik dan buruk, benar dan salah.
C. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Sekolah (Usia 6,0 – 12,0 tahun)
Setelah anak melewati masa kanak-kanak, Ia akan mulai memasuki
usia sekolah dasar. Pada tahap perkembangan ini, anak mulai memasuki
lingkungan masyarakat, terutama di lingkungan sekolah, sehingga anak

7
juga mulai belajar tentang adanya ekspektasi-ekspektasi sosial tertentu
yang semestinya dapat Ia penuhi sebagai hasil dari tugas-tugas
perkembangan yang sudah Ia lalui pada masa perkembangan bayi hingga
kanak-kanak. Ekspektasi sosial tersebut dapat meliputi perilaku sopan dan
santun pada guru dan teman-temannya, menjadi lebih berani untuk
ditinggal orang tuanya selama waktu sekolah, dapat buang air kecil dan
besar pada tempat dan waktu yang sesuai dengan norma, dan lain-lain.
Adapun tugas-tugas perkembangan anak pada usia sekolah yaitu sebagai
berikut (Yusuf, 2000, hlm. 69-70).
1. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
Ketika anak telah memasuki usia sekolah, Ia telah sampai pada
masa penguasaan otot beriringan dengan perkembangan tulang dan sistem
syaraf yang lebih matang. Tidak lagi belajar berjalan, kini anak sudah
mulai dapat berlari dan melompat dengan stabil. Pergerakan jari-jari,
tangan, dan kakinya sudah dapat digunakan untuk beraktivitas fisik yang
lebih kompleks seperti olahraga bola, berenang, dan lain-lain.
2. Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai
makhluk biologis
Tugas perkembangan ini meliputi:
a. Mengembangkan kebiasaan memelihara badan meliputi kebersihan,
keselamatan diri, dan kesehatan.
 Mengembangkan kebiasaan untuk mandi dua kali sehari,
menggosok gigi, mencuci tangan sebelum makan, dan lain-lain.
 Tidak bermain dengan benda-benda yang kotor.
 Mengembangkan kebiasaan untuk menyukai makanan yang
bersih dan sehat.
b. Mengembangkan sikap positif terhadap jenis kelaminnya (pria atau
wanita) dan menerima konsep fisik dirinya dengan baik.
 Mengembangkan rasa percaya diri.
3. Belajar bergaul dengan teman sebaya.
Anak dapat mulai belajar untuk beradaptasi dengan lingkungannya
melalui interaksi dengan teman-teman sebayanya. Salah satu hal yang

8
perlu diperhatikan dalam memenuhi tugas perkembangan ini adalah
pentingnya peran orang tua dan guru dalam membimbing anak-anak untuk
membangun suasana pertemanan yang baik dan nyaman, sehingga anak
tidak melakukan perilaku-perilaku tidak baik seperti perundungan,
mengejek teman, dan sebagainya.
4. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
Salah satu cara agar anak dapat menjalankan peran sosial sesuai
dengan jenis kelaminnya adalah melalui perbedaan yang tampak bersama
teman-teman sebayanya. Contohnya, anak-anak perempuan mengenakan
seragam rok sedangkan laki-laki mengenakan celana. Selain itu, situasi-
situasi permainan juga mempengaruhi terbentuknya konsep perbedaan
pada masing-masing jenis kelamin, seperti permainan bola cenderung
diperuntukkan anak laki-laki, sedangkan bermain masak-masakkan
cenderung diperuntukkan anak perempuan, dan lain-lain.
5. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.
Selain orang tua, guru berperan besar dalam membantu
mengembangkan keterampilan anak dalam membaca, menulis, dan
berhitung. Usia 6-12 tahun merupakan usia di mana anak telah mencapai
kematangan jasmani dan rohani yang siap untuk menerima pengajaran.
Oleh karena itu, pada masa sekolah dasar, anak mulai diajarkan
keterampilan berbahasa, matematika, dan ilmu-ilmu pengetahuan dasar.
6. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari.
Setelah anak memenuhi tugas perkembangannya untuk membentuk
konsep dasar lingkungan sekitarnya pada masa perkembangan
sebelumnya, pada tahap ini, anak mulai membentuk ingatan dan tanggapan
sendiri terhadap sekitarnya. Pada masa ini, orang tua dapat meningkatkan
daya ingat anak dengan membiasakannya untuk banyak membaca dan
belajar ilmu pengetahuan, agar anak dapat mengembangkan sistem
berpikirnya dengan informasi yang dimilikinya.
7. Mengembangkan kata hati.
Hakikat tugas ini adalah untuk mengembangkan pemahaman anak
tentang sikap dan perasaan yang berhubungan dengan norma agama,

9
meliputi penerimaan terhadap peraturan agama yang di dalamnya meliputi
moral baik-buruk, benar-salah.
8. Belajar memperoleh kebebasan pribadi.
Hakikat tugas ini adalah untuk mengajarkan anak sebagai individu
yang dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala
perbuatannya.
9. Mengembangkan sifat positif terhadap kelompok-kelompok sosial.
Tugas ini bertujuan untuk mengembangkan sikap sosial anak yang
demokratis dan menghargai hak orang lain yang dapat dicerminkan
melalui perilaku tolong menolong, bertoleransi, dan sebagainya.
D. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja (13,00-18,00 tahun)
Menurut Salzman dan Pikunas (1976), masa remaja ditandai dengan
berkembangnya sifat dari dependen menjadi independen, munculnya minat
seksualitas, dan, kecenderungan untuk merenung dan memperhatikan diri
serta nilai-nilai etika dan moral.
Identitas diri adalah salah satu aspek yang dicari ketika seseorang
memasuki usia remaja. Remaja berusaha untuk mencari jati diri,
menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Remaja
mulai mempertanyakan apa yang ingin Ia lakukan, apakah Ia akan berhasil
atau gagal, untuk menemukan eksistensi dirinya. Tugas perkembangan
untuk mencari jati diri ini adalah salah satu tugas penting yang harus
dipenuhi agar remaja mampu mengantisipasi beragam situasi di masa
depan, mengenal dengan baik perannya dalam masyarakat, dan mengambil
keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan
pengenalan diri sesuai dengan jenis kelaminnya menurut Havighurs (1961)
adalah sebagai berikut.
1. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebayanya
Tujuannya: mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman
sebayanya, membentuk pemahaman penuh tentang perbedaan jenis
kelamin, mencapai kematangan seksual, mengasah keterampilan sosial,
komunikasi, dan memimpin dalam kelompok pada usia 14-16 tahun.

10
2. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita
Tujuannya: Memahami dan menerima peranan sosialnya sesuai dengan
jenis kelaminnya di masyarakat.
3. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif
Tujuannya: menumbuhkan rasa percaya diri, bersikap toleran terhadap
fisiknya dan fisik orang lain, dan mencapai kematangan fisik dewasa pada
usia 15-16 tahun bagi wanita dan 18 tahun bagi pria.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
a. Hakikat tugas: menjadi remaja yang mandiri, yaitu tidak bersikap
kekanak-kanakan dan tidak bergantung pada orang tua atau orang
dewasa lainnya.
b. Dasar biologis: karena telah memperoleh kematangan seksualnya,
mengembangkan simpul-simpul emosional dengan teman sebaya.
c. Dasar psikologis: orang tua dan remaja mengalami ambivalensi (sikap
mendua). Ada rasa kekhawatiran orang tua maupun remaja itu sendiri
untuk memulai hidup secara mandiri.
Menurut Douvan (Ambron, 1981: 507), kemandirian emosional
adalah salah satu aspek dari tiga perkembangan kemandirian remaja, di
antaranya:
a) Kemandirian emosi, yang ditandai oleh kemampuan memecahkan
ketergantungannya terhadap orang tua,
b) Kemandirian berperilaku, yaitu kemampuan untuk mengambil
keputusan tentang tingkah laku pribadinya.
c) Kemandirian dalam nilai, yaitu saat remaja mampu mengkonstruksi
suatu nilai, menyangkut baik-buruk, benar-salah, terhadap nilai-nilai
agama.
d. Dasar kebudayaan: adanya konflik antargenerasi (tidak secara
universal) yang disebabkan oleh cepatnya perubahan sosial dan ikatan
pernikahan yang cenderung tertutup.
e. Tingkat Pencapaian Tugas Perkembangan
a) Tinggi, dengan indikatornya sebagai berikut,

11
 Memiliki tujuan hidup yang realistik
 dapat melakukan sejumlah kegiatan tertentu yang disenanginya
tanpa meminta persetujuan dari guru atau orang tua
 Mampu mengembangkan persepsi yang positif terhadap orang lain
dan mencoba berintegrasi dengan keluarga sendiri secara mandiri.
 Meminta nasihat orang tua/orang dewasa hanya pada saat
mengalami masalah yang rumit.
b) Sedang, dengan indikatornya sebagai berikut,
 Sikapnya belum ajeg antara desakan untuk menjadi dewasa dengan
sikap kekanak-kanakan.
 Memerlukan dorongan emosional orang dewasa pada saat
mengerjakan tugas-tugas baru.
 Mengalami “homesickness” (merasa rindu ke rumah) pada saat jauh
dari keluarga.
c) Rendah, indikatornya:
 Menerima otoritas orang tua atau orang dewasa lainnya dalam
menyusun kegiatannya dan meminta pengarahan.
 Ingin ditemani keluarga apabila pergi ke luar jauh dari rumah.
 Tidak mampu menjadi manusia yang mandiri dalam kehidupan
bermasyarakat, karena secara emosional mereka masih kekanak-
kanakan.
 Selalu mencari mencari dukungan dari orang tua atau orang dewasa
lainnya dalam menghadapi masalah.
5. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi
a. Hakikat tugas: remaja mampu menciptakan suatu kehidupan
(mata pencaharian).
b. Dasar biologis: kekuatan dan keterampilan fisik yang matang.
c. Dasar psikologis: remaja ingin menjadi orang dewasa yang
memiliki pekerjaan yang layak, ekonomi yang mapan, dan tidak
menjadi pengangguran.
d. Dasar kebudayaan: dalam struktur masyarakat yang masih
sederhana, kemandirian ekonomi ini bukan merupakan tugas

12
perkembangan yang serius sebelum anak pria mencapai usia 10
tahun dan wanita 6 atau 7 tahun. Namun dalam masyarakat
modern, kehidupan bersifat kompleks, termasuk dalam dunia kerja,
sehingga remaja akan mengalami kesulitan jika tidak
mempersiapkan diri secara matang.
6. Memilih dan mempersiapkan karier (pekerjaan)
a. Hakikat tugas: memilih suatu pekerjaan sesuai dengan
kemampuannya dan dapat mempersiapkannya dalam memasuki
pekerjaan tersebut.
b. Dasar biologis: Pada usia 18 tahun, remaja sudah memiliki ukuran
dan kekuatan fisik yang matang, sehingga dapat mudah dalam
mempelajari keterampilan atau keahlian yang dituntut oleh suatu
pekerjaan tertentu.
c. Dasar psikologis: perencanaan dan persiapan pekerjaan
merupakan minat yang pokok bagi remaja yang berusia 15-20
tahun.
Dilihat dari tahapan perkembangan karier dari Super dan Jordaan
(John Milton Dillard, 1985:20), masa remaja termasuk tahap “eksplorasi”
pada tingkat tentatif dan transisi (usia 15-21 tahun). Pada tahap tentatif
(usia 15-17 tahun), faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah: kebutuhan,
minat, kapasitas, nilai-nilai, dan kesempatan. Pilihan tentatif ini
hendaklah dibuat atau diuji coba dalam fantasi diskusi, kursus-kursus,
bekerja, dsb. Sedangkan pada tahap transisi (usia 18-21 tahun), remaja
telah memiliki pertimbangan yang objektif, bisa masuk ke pasaran kerja
atau latihan profesional, dan mencoba untuk mengimplementasikan
konsep dirinya.
7. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga
a. Hakikat tugas: mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan
dan keluarga; memperoleh pengetahuan yang tepat tentang
pengelolaan keluarga dan pemeliharaan anak.
b. Dasar biologis: kematangan seksual yang normal menghasilkan
daya tarik yang kuat.

13
c. Dasar psikologis: sikap remaja terhadap pernikahan sangat
beragam dan itu dipengaruhi oleh pengalaman dari lingkungan
sosialnya, terutama di lingkungan keluarga. Sebagian remaja
bersifat antagonistik dan sebagian lainnya menerima pernikahan
dengan sikap positif.
d. Dasar kebudayaan: pernikahan merupakan lembaga kehidupan
sosial yang penting, karena melalui pernikahan umat manusia
dapat terpelihara harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang
mulia di hadapan Allah Swt.
8. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang
diperlukan bagi warga negara
a. Hakikat tugas: (a) mengembangkan konsep-konsep hukum,
pemerintahan, ekonomi, politik, geografi, hakikat manusia, dan
lembaga-lembaga sosial yang cocok dengan dunia modern, dan (b)
mengembangkan keterampilan berbahasa dan kemampuan nalar
sebagai upaya memecahkan masalah-masalah secara efektif.
b. Dasar biologis: pada usia 14 tahun, kematangan mental pada
remaja sudah siap.
c. Dasar psikologis: Dilihat dari perkembangan kognitif menurut
Piaget (Henry W. Maier, 1978: 66; Singgih D. Gunarsa, 1987: 159;
dan Patricia H. Miller, 1993: 60) masa remaja ini termasuk tahap
“Formal Operational”, berpikir formal operasional ini menyerupai
metode berpikir ilmiah. Remaja sudah memiliki kemampuan untuk
berpikir secara sistematis dalam memecahkan suatu Persoalan atau
masalah (problem solving).
d. Dasar kebudayaan: kehidupan modern telah menyebabkan
berbagai masalah bagi individu. Kondisi ini menurut individu agar
memiliki kemampuan nalar atau berpikir tinggi dalam
memecahkan persoalan kehidupannya.
9. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

14
a. Hakikat tugas: berpartisipasi sebagai orang dewasa yang
bertanggung jawab dan memperhitungkan nilai-nilai sosial dalam
masyarakat.
b. Dasar biologis: tugas perkembangan ini merupakan pengaruh dari
masyarakat terhadap individu, meskipun begitu tidak memungkiri
bahwa manusia memiliki dorongan sosial (social instinct). Sikap
altruis remaja merupakan sublimasi dari dorongan seksnya.
c. Dasar psikologis: remaja harus memiliki kesadaran untuk
berkorban dan memberikan penghargaan. Remaja harus berkorban
untuk mencapai kebaikan dan perilaku yang setujui oleh
masyarakat. Pada usia remaja akhir, para remaja sudah dapat
mencapai sikap altruistik yang tinggi. Sikap ini adalah kemauan
berkorban, minat untuk membantu orang lain, atau memenuhi
kewajiban sosial.
d. Dasar kebudayaan: masa ini merupakan periode kehidupan yang
sangat individualistik, sebelum mereka memantapkan dirinya
masuk masyarakat dewasa yang telah memiliki status sosial
tertentu, seperti pekerja, orangtua, suami,dan istri. Dalam
masyarakat modern remaja cenderung bersifat individualistik,
karena mereka hidup dalam dunia kehidupan yang telah tercabut
dari akar budayanya, sekuler, dan tidak memiliki kesadaran akan
nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.
10. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk atau
pemimpin dalam bertingkah laku
a. Hakikat tugas: (a) membentuk dan mengembangkan kesadaran
untuk merealisasikan nilai-nilai yang dimilikinya agar dapat hidup
selaras dengan orang lain, dan (b). mengembangkan kesadaran
akan hubungannya dengan sesama manusia dan juga alam sebagai
lingkungan tempat tinggalnya.
b. Dasar biologis: tidak ada.
c. Dasar psikologis: remaja mempunyai minat atau perhatian
terhadap masalah filosofis dan keagamaan. Nilai-nilai dasar

15
terbentuk melalui pengalaman remaja di lingkungan keluarga dan
kebudayaan. Proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh
orang-orang yang mempunyai hubungan yang intensif dengan
individu.
Dalam penanaman nilai, Lustin Pikunas (1976: 273-276)
mengemukakan pendapat beberapa ahli sebagai berikut.
a) Rode & Smith mengemukakan bahwa orang tua mempunyai peranan
yang penting bagi pembentukan nilai pada usia remaja. Melalui
penjelasan tentang keyakinan, mereka telah membantu remaja untuk
mewujudkan peraturan agama dan moralitas dalam kehidupannya.
b) Kanopka memandang masa remaja sebagai fase yang sangat penting
bagi pembentukan nilai (value formation). Pembentukan nilai ini
merupakan suatu proses emosional dan intelektual tingkat tinggi yang
dipengaruhi oleh interaksi manusiawi. Nilai-nilai pada diri individu
berkembang melalui:
 Keputusan dalam memenuhi dorongan-dorongan fisiologis,
seperti makanan dapat memuaskan perasaan atau dorongan lapar,
sehingga remaja dapat menilai positif terhadap makanan.
 Kepuasan pengalaman emosional yang diperoleh dari interaksi
dengan orang lain, peristiwa, atau hal-hal lainnya.
 Pengalaman yang konkret dalam memperoleh penghargaan dan
hukuman. Jika seorang anak konsisten diberi penghargaan dalam
mengerjakan sesuatu, maka dia akan menilai positif terhadap
pekerjaan tersebut. Sedangkan ketika anak diberikan hukuman
karena telah melakukan hal yang salah, maka anak tersebut akan
mengerti bahwa hal tersebut adalah tidak benar dan harus
dihindari.
 Pemberian cinta kasih atau persetujuan terhadap perbuatan yang
diharapkan. Cara ini berbeda dengan cara yang di atas, yaitu
bahwa cara ini memberikan “reward” yang berupa ungkapan
cinta kasih dan persetujuan. Contohnya anak yang mendapatkan
persetujuan dan atau pujian ketika dia memelihara kebersihan,

16
maka akan menilai tentang pentingnya memelihara kebersihan
tersebut.
 Otoritas seseorang
 Berpikir reflektif dengan menganalisis tingkah laku, kemudian
merefleksikan sebab-akibat yang mungkin terjadi, dan akhirnya
mengambil keputusan untuk bertindak secara tepat.
a. Dasar kebudayaan: setiap masyarakat mengembangkan
suatu pandangan tentang hakikat dunia fisik dan manusia
yang konsisten dengan nilai-nilai yang dominan. Manusia
modern dan pendidik modern dihadapkan kepada tugas
untuk mengembangkan seperangkat nilai yang selaras
dengan pengetahuan modern tentang hakikat dunia dan
manusia. Sebagian masyarakat modern hidup dalam
suasana kebobrokan moral (moral anarchy).
b. Tingkat pencapaian tugas perkembangan
a) Tinggi, indikatornya: memiliki reputasi sifat-sifat moral yang baik,
bersikap altruis, dapat membedakan yang benar dan yang salah,
menaruh perhatian terhadap masalah-masalah etika dan agama serta
mendiskusikannya secara sungguh-sungguh, dan memperhitungkan
perasaan atau pendapat orang lain dalam mengambil keputusan.
b) Sedang, indikatornya: bersikap altruis namun kurang matang,
cenderung mementingkan kebutuhan sendiri daripada orang lain dalam
mengambil keputusan, mau bekerja sama dengan orang lain apabila ada
tekanan dari kelompoknya.
c) Rendah, indikatornya: tidak suka memperhatikan perasaan orang lain,
menolak kerjasama dengan orang lain dalam suatu tim karena suka
melecehkan norma kelompok, atau menghina orang-orang yang
mendukung tujuan kelompok, bersikap otoriter, dan tidak merasa dosa
apabila berbuat salah.
11. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Yang dimaksudkan adalah mencapai kematangan sikap, kebiasaan,
dan pengembangan wawasan dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan

17
ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik pribadi maupun
sosial. Dalam mewujudkan keimanan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa itu, maka remaja seharusnya mengamalkan nilai-nilai akidah, ibadah,
dan akhlakul karimah.

E. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal


Menurut Havighurst (dalam Monks, Knoers, dan Haditono, 2001),
tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal meliputi menikah atau
membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau
mengasuh anak, menjalankan kewajiban dan memikul tanggung jawab
sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu kelompok sosial,
dan melakukan pekerjaan. Ada perbedaan rentang usia seseorang dianggap
sudah mencapai usia dewasa awal berdasarkan landasan hukum setiap
negara. Namun, pada umumnya, seseorang telah mencapai usia dewasa
awal pada antara rentang usia 19-21 tahun.
a. Ciri-ciri kematangan perkembangan pada dewasa awal (Anderson,
dalam Mappiare: 17)
1. Berorientasi pada tugas, bukan pada ego diri sendiri.
2. Memiliki tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan kerja yang
efisien.
3. Dapat mengidentifikasi dan mengendalikan perasaan-
perasaannya sendiri.
4. Objektif dan realistis.
5. Bertanggung jawab atas pilihan-pilihannya.

F. Peranan Sekolah dalam Mengembangkan Tugas-Tugas


Perkembangan Siswa
Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) memiliki
dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
(Wibowo dan Hamrin dalam Kholik, 2017, hlm. 249). Ditambahkan dari
Aristolteles, manusia juga senantiasa ingin hidup berkelompok. Pendapat
senada menyatakan bahwa manusia adalah homo politicus. Roqib &

18
Nurfuadi (dalam Kholik, 2017, hlm. 248) mengatakan manusia dalam hal
ini tidak bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri, dia
membutuhkan orang lain baik untuk memenuhi kebutuhannya maupun
untuk menjalankan perannya selaku makhluk hidup.
Sekolah di samping sebagai tempat untuk mengembangkan
kompetensi juga untuk mengembangkan kepekaan sosial di lingkunganya
agar interaksi di lingkunganya berjalan dengan baik (Mulyasa dalam
Kholik, 2017, hlm. 249). Oleh karena itu, peran sekolah dalam menyokong
perkembangan manusia akan sulit dipisahkan. Salah satunya dalam
mengembangkan tugas-tugas perkembangan siswa.
Yusuf (2000, hlm. 94) mendefinisikan sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program
bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar
mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-
spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Mengenai peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian
siswa, Hurlock (dalam Yusuf, 2000, hlm. 94) mengemukakan bahwa
sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak.
Baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berperilaku. Sekolah
berperan sebagai substitusi keluarga dan guru sebagai substitusi orang tua.
Sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian
anak, dikarenakan (a) siswa harus hadir di sekolah, (b) sekolah
memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa
perkembangan "konsep dirinya", (c) anak-anak banyak menghabiskan
waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah, (d) sekolah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses, dan (e)
sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak untuk menilai
dirinya dan kemampuannya secara realistik.
Maka dari itu, sekolah mempunyai peranan atau tanggung jawab
penting dalam membantu para siswa mencapai tugas perkembangannya
(Havighurs dalam Yusuf, 2000, hlm. 95). Sekolah sudah semestinya
bertanggung jawab dalam berupaya untuk menciptakan iklim yang

19
kondusif atau kondisi yang dapat memfasilitasi siswa, khususnya yang
berusia remaja, untuk mencapai perkembangannya. Menurut Yusuf (2000,
hlm. 95) tugas-tugas perkembangan remaja yang dimaksud menyangkut
pada aspek-aspek kematangan dalam berinteraksi sosial, kematangan
personal, kematangan dalam mencapai filsafat hidup, dan kematangan
dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prof. Dr. H. Syamsyu Yusuf (2000, hlm. 95) memaparkan peranan
sekolah dalam mengembangkan tugas-tugas perkembangan siswa ke
dalam tiga peranan secara garis besar yaitu untuk membantu siswa
memenuhi tugas perkembangan melalui kelompok teman sebaya,
membantu siswa mencapai perkembangan kemandirian pribadi dan
membantu siswa dalam mengembangkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
6. Pencapaian Tugas Perkembangan melalui Kelompok Teman Sebaya
Pertemanan merupakan dunia paling penting dalam kehidupan seorang
anak. Teman sebaya kerap kali ditempatkan dalam posisi prioritas apabila
dibandingkan dengan orang tua, atau guru dalam menyatakan kesetiaannya
(Yusuf, 2000, hlm. 95).
Perselisihan atau kesalahpahaman antara kelompok sebaya remaja
dengan orang tua, guru dan orang-orang yang mempunyai otoritas lainnya
kerap muncul sebagai dampak perubahan masyarakat yang serba cepat.
Namun apabila situasi ini dapat ditangani secara bijaksana oleh orang
dewasa, maka pengalaman remaja dalam kelompok sebaya akan sangat
bermanfaat untuk mencapai sikap independensi dan kematangan hubungan
interpersonal secara matang. Dengan kata lain, dalam kelompok sebaya ini,
remaja dapat menuntaskan tugas-tugas perkembangan (Yusuf, 2000, hlm.
95): (1) mencapai hubungan baru yang matang dengan teman sebaya, baik
pria maupun wanita, dan (2) mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.
Dalam rangka membantu siswa mencapai kedua tugas-tugas
perkembangan tersebut, sekolah mulai dari pimpinan hingga guru-guru
dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut, di antaranya: (1)
memberikan pengajaran atau bimbingan tentang keterampilan keterampilan

20
sosial; (2) memberikan kesempatan kepada para siswa untuk aktif dalam
kegiatan-kegiatan kelompok (ekstrakurikuler atau OSIS); (3) mengajar atau
membimbing siswa tentang hidup demokratis atau berteman secara sehat;
(4) bersama siswa mendiskusikan masalah peranan sosial pria atau wanita
dalam masyarakat; (5) mendorong siswa untuk mau membaca literatur yang
memuat peranan pria atau wanita; (6) menugaskan siswa untuk mengamati
kehidupan sosial (menyangkut keterlibatan pria atau wanita dalam bidang
pendidikan, pekerjaan, kehidupan berkeluarga, atau keterampilan
masyarakat lainnya) sebagai bahan pembahasan dalam diskusi dengan guru
(Yusuf, 2000, hlm. 96).
7. Mencapai Perkembangan Kemandirian Pribadi
Remaja merupakan periode perkembangan ke arah otonomi,
kemandirian atau independensi pribadi. Menurut Yusuf (2000, hlm. 96),
untuk mencapai kemandirian tersebut, terdapat tugas-tugas perkembangan
yang harus diselesaikan di antaranya: (1) menerima keadaan fisiknya dan
memanfaatkan nya secara efektif; (2) mencapai kemandirian emosional dari
orang tua atau orang dewasa lainnya; (3) mencapai jaminan kemandirian
ekonomi; (4) memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan; (5)
mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga; dan (6)
mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang perlu bagi
kompetensi sebagai warga negara.
Peran sekolah dalam membantu siswa mencapai tugas-tugas
perkembangan dapat dilakukan dengan memfasilitasinya upaya-upaya
sebagai berikut (Yusuf, 2000, hlm. 96).
a. Melalui pelajaran biologi, kesehatan dan olahraga, atau layanan
bimbingan, guru mata pelajaran atau guru pembimbing dapat
memberikan penjelasan tentang pertumbuhan dan perubahan fisik
remaja, terutama aspek keragamannya.
b. Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatifnya terhadap
postur tubuhnya, atau kondisi dirinya (kekuatan dan kelemahannya).
c. Menyediakan fasilitasi bagi kegiatan siswa dalam bidang olahraga,
kesenian, atau keterampilan-keterampilan lainnya.

21
d. Menciptakan suasana sekolah yang kondusif bagi perkembangan
emosional siswa secara matang dengan memelihara hubungan
antarpersonel, terutama antara guru-siswa, yang bersifat hangat,
penuh pengertian dan penerimaan.
e. Memberikan informasi kepada siswa tentang cara menghadapi
frustrasi atau stres yang sehat.
f. Memberikan kesempatan kepada siswa pada saat proses belajar-
mengajar berlangsung untuk mengajukan pertanyaan atau
pendapatnya.
g. Memberikan bimbingan kepada para siswa tentang cara-cara
memecahkan masalah (problem solving) atau mengambil ke
putusan.
h. Membantu siswa mengembangkan rasa percaya dirinya.
i. Mengembangkan sikap apresiatif siswa terhadap sekolah, bahwa
sekolah di samping tempat menuntut ilmu juga sebagai investasi
masa depannya.
j. Mengembangkan sikap dan kemampuan siswa untuk berwiraswasta.
k. Melalui proses belajar-mengajar atau bimbingan khusus, guru
mengembangkan sikap, semangat, atau kebiasaan positif siswa
untuk belajar.
l. Mengembangkan sikap positif siswa terhadap dunia kerja.
m. Memberikan informasi tentang dunia kerja (persyaratan, jenis,
lingkungan fisik, suasana sosiopsikologis, tempat, jaminan
kesejahteraan, dan prospek kerja).
n. Membantu siswa tentang cara memilih pekerjaan yang sesuai
dengan minat dan kemampuannya.
o. Mendiskusikan atau curah pendapat (brain storming) tentang
berbagai masalah atau isu-isu kenakalan remaja, baik menyangkut
jenis (tawuran, minuman keras, AIDS, pergaulan bebas dan
ecstasy), faktor penyebab, dampak dan cara menanggulanginya.
8. Pengembangan Keimanan dan Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa

22
Dalam hematnya, Yusuf (2000, hlm. 97) mengemukakan tugas
perkembangan ini berkaitan dengan hakikat manusia sebagai makhluk
Tuhan, yang mempunyai tugas suci untuk beribadah kepada-Nya. Ibadah
ini bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan atau
kenyamanan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Perkembangan
keimanan dan ketakwaan ini merupakan tugas perkembangan yang
penanamannya dimulai sejak usia dini. Pada usia remaja, nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan harus sudah diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Pencapaian tugas perkembangan ini, pada setiap remaja
tampaknya bersifat heterogen. Heteroginitas perkembangan ini dipengaruhi
oleh faktor pengalaman keagamaan masing-masing, terutama di lingkungan
keluarganya.
Dalam rangka membantu siswa dalam mengokohkan atau
memantapkan keimanan dan ketakwaannya, maka sekolah seyogianya
melakukan upaya-upaya berikut (Yusuf, 2000, hlm. 94).
a. Pimpinan (kepala sekolah dan para wakilnya), guru-guru, dan personel
sekolah lainnya harus sama-sama mempunyai kepedulian terhadap
program pendidikan agama atau penanaman nilai-nilai agama di
sekolah, baik melalui (a) proses belajar mengajar di kelas; (b)
bimbingan (pemaknaan hikmah hidup beragama/beribadah, pemberian
dorongan, dan contoh/tauladan baik dalam bertutur kata, berperilaku,
berpakaian, maupun melaksanakan ibadah); dan (c) pembiasaan dalam
mengamal kan nilai-nilai agama.
b. Guru agama seyogianya memiliki kepribadian yang mantap (akhlakul
karimah), pemahaman dan keterampilan profesional, serta kemampuan
dalam mengemas materi pembelajaran, sehingga mata pelajaran agama
menjadi menarik dan bermakna bagi anak.
c. Guru-guru menyisipkan nilai-nilai agama ke dalam mata pelajaran yang
diajarkannya, sehingga siswa memiliki apresiasi yang positif terhadap
nilai-nilai agama.

23
d. Sekolah menyediakan sarana ibadah (mesjid) sebagai laboratorium
rohaniah yang cukup memadai, serta memfungsikannya secara
maksimal.
e. Menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler kerohaniahan, pesantren
kilat, ceramah-ceramah keagamaan, atau diskusi keagamaan secara
rutin.
f. Bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membimbing keimanan
dan ketakwaan siswa.

24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Manusia dilahirkan dengan dikaruniai kemampuan untuk terus
tumbuh dan berkembang selama hidupnya. Dimulai dari bayi yang
dilahirkan dalam keadaan tidak mampu melakukan apapun, hingga
menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab atas hidupnya. Agar
seorang anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, orang tua
dan guru perlu mengetahui tugas-tugas perkembangan anak pada setiap
fase perkembangannya, dimulai dari usia bayi dan kanak-kanak, usia masa
sekolah awal, masa remaja, hingga dewasa awal. Memahami dengan baik
tugas-tugas perkembangan pada setiap fase tertentu dapat membantu orang
tua dan guru mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan anak agar Ia dapat
mengembangkan seluruh potensi dalam dirinya.
B. Saran
Berdasarkan hasil kajian pustaka tentang tugas-tugas
perkembangan ini, kami menyarankan beberapa hal untuk diperhatikan,
terutama dalam kaitannya bagi para calon konselor, yaitu:
1. Pentingnya mengedukasi orang tua dan guru tentang tugas-tugas
perkembangan pada setiap fase pertumbuhan anak agar tugas-tugas
tersebut dapat terpenuhi.
2. Konselor harus memiliki kemampuan untuk berpikiran terbuka dan
menguasai pengetahuan tentang tugas-tugas perkembangan agar dapat
membantu peserta didik dalam menggali dan mengembangkan
potensinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ajhuri, Kayyis Fithri. (2019). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka.
Kholik, N. (2017). Peranan Sekolah sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan
Multikultural. Jurnal Tawadhu, 1(2), 244-271. doi:
http://ejournal.iaiig.ac.id/index.php/TWD/article/view/13
Thahir, Andi. (2016). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Bandung.
Yusuf, S. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Bandung.

26

Anda mungkin juga menyukai