PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sasaran pendidikan adalah manusia. Ayat-ayat yang berbicara perihal
manusia menandakan bahwa makhluk yang bernama manusia itu unik, makhluk
yang serba dimensi, dan makhluk yang berada di antara negatif dan positif. Hal ini
dapat dipahami dengan mengkaji proses penciptaannya dan keragaman
terminologinya dalam al-Quran. Dalam dunia pendidikan, kita kenal dua
komponen yang berkaitan erat dimana kedua komponen tersebut memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap kelangsungan pendidikan. Komponen
tersebut adalah pendidik guru dan murid. Di dalam proses pendidikannya kedua
komponen tersebut yakni guru dan murid saling berinteraksi antara yang satu
dengan yang lainnya. dimana setiap hari. Murid merupakan manusia yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
Dalam al-Quran terdapat Ayat ayat tentang manusia, guru dan murid,
manusia sebagai makhluk biologis, makhluk istimewa (bernalar, pembawa
amanah, bertanggung jawab), dan makhluk sosial, manusia diberi dua peran
sekaligus dituntut bertanggung jawab dalam menjalankan perannya yaitu
sebagai khalifatullah dan
sebagai abdullah.
Guru
memiliki
tugas
untuk
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis mengemukakan perumasan masalah
dalam pembahasan ini sebagai berikut:
1. Bagaimana Penafsiran ayat Tentang Manusia yang terkandung dalam alQuran?
2. Bagaimana Penafsiran ayat Tentang Guru dan Murid yang terkandung
dalam al-Quran Surat Q.S Al- Kahfi (18) ayat 60-70?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui tafsir ayat tentang manusia yang terkandung dalam alQuran
2. Untuk Mengetahui ayat Tentang Guru dan Murid yang terkandung dalam
al-Quran Surat Q.S Al- Kahfi (18) ayat 60-70
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tafsir Ayat Tentang Manusia
1. Fase Penciptaan Manusia
Proses penciptaan manusia dijelaskan Allah SWT dalam beberapa
firman-Nya melalui berbagai fase atau tahapan. Salah satunya pada QS. AlMuminun : 12-14 :
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian
Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik. (Q.S Al-Muminun, 23 : 12-14).
Sungguh menakjubkan fase-fase penciptaan manusia yang dijelaskan
secara detail oleh rangkaian ayat di atas, karena ternyata fase-fase yang
dijelaskannya terbukti sejalan dengan penemuan ilmiah embriologi modern
dewasa ini. Fase-fase itu adalah :
a. Sulalah min thin (saripati tanah).
Saripati tanah yang dimaksud sebagaimana pendapat Thahir Ibn
Asyur adalah zat yang diproduksi oleh alat pencernaan yang berasal dari
bahan makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah,
yang selanjutnya menjadi darah, kemudian berproses hingga akhirnya menjadi
sperma ketika terjadi hubungan sex. (http://jafarmusaddad.blogspot.com/
2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektif-al.html)
Pada ayat lain (QS. Al-Hajj: 5) fase ini disebutnya fase turab (tanah).
Pada ayat inipun yang dimaksud tanah adalah asal-usul sperma yaitu zat
makanan yang berasal dari bahan makanan yang bersumber dari tanah. Karena
penampakan
sebagai
gumpalan
darah
beku.
Sedang alaqah diartikan lintah oleh karena embrio selama fase alaqah
memperoleh penampakan yang sangat mirip dengan lintah. Prof. Keith Moore
menguji dengan membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio
pada fase ini dan beliau menemukan kesamaan diantara keduanya. Ketiga
deskripsi tersebut secara ajaib diberikan hanya oleh sebuah kata dalam ayat
al-Quran
yaitu
kata
alaqah.
(http://jafarmusaddad.blogspot.com/
2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektif-al.html).
d. Mudghah (segumpal daging).
Mudhghah berasal dari kata madhagha yang berarti mengunyah. Pada
fase ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam kadar yang
kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.
e. Idzam (tulang atau kerangka).
Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk
sebelumnya yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka
atau tulang.
f. Kisa al-idzam bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot).
Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan
lahm (daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan
kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang
tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel
daging sebelum terlihat sel tulang. (http://jafarmusaddad.blogspot.com/
2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektif-al.html)
g. Insya (mewujudkan makhluk lain).
Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan
kepada manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain.
Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki potensi
yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga mencapai
kesempurnaan makhluk.
2. Terminologi Manusia
Di dalam al-Quran terdapat istilah kunci (key term) yang meskipun
mengacu pada makna pokok manusia, tetapi memiliki makna signifikan yang
berbeda-beda. istilah kunci itu adalah Basyar, dan al-Nas.
Pertama Basyar
Kata basyar berasal dari kata basyara yang berarti hasuna (baik),
jamula (indah) atau bisa juga fariha (senang) . Mulanya ia adalah
penampakan sesuatu dengan baik dan indah, kemudian dari akar kata yang
sama lahir kata basyarah yang berarti kulit dan manusia disebut basyar
karena kulitnya tampak jelas.
Dalam al-Quran basyar biasa digunakan untuk menunjuk manusia
sebagai makhluq yang memiliki kebutuhan biologis; makan, minum,
istirahat, tidur dan sebagainya (yakulu at-tham wa yamsyi fil-aswq).
Kata ini tertera dalam Al-Quran sebanyak 35 kali. Sebagian ayat
menjelaskan tentang sisi-sisi kemanusian para nabi dan rasul yang
menyerupai seluruh manusia secara jelas sebagaimana terdapat dalam alQuran surat Al-Kahfi (12) ayat 110:
adalah :
Artinya: 60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku
tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke Pertemuan dua buah lautan;
atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun". 61. Maka tatkala mereka
sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan
itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. 62. Maka tatkala mereka
berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari
makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita
ini". 63. Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat
berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang)
ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali
syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh
sekali". 64. Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya
kembali, mengikuti jejak mereka semula. 65. lalu mereka bertemu dengan
seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya
ilmu dari sisi Kami. 66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku
mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara
ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?". 67. Dia menjawab:
"Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. 68.
dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang hal itu?". 69. Musa berkata: "Insya Allah
kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan
menentangmu dalam sesuatu urusanpun". 70. Dia berkata: "Jika kamu
mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu
apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". (Q.S. Al-Kahfi, 18:
60-70).
1. Analisis Q.S Al- Kahfi (18) ayat 60-64
Dalam tafsir surat al-Kahfi ayat 60-64 menurut Muhammad Quraish
Shihab (aplikasi Quran Dzikir versi 1.10) 60. Ilmu Allah tidak dapat diketahui
oleh siapa pun. Kendatipun demikian, Allah dapat memberikan sebagian ilmuNya kepada seorang nabi atau seorang yang saleh. Ingatlah, wahai Muhammad,
ketika Ms ibn 'Imrn berkata kepada anak muda (pembantunya dan sekaligus
juga muridnya), "Aku masih akan terus berjalan sampai batas pertemuan dua laut,
atau berjalan dalam waktu panjang." 61. Ketika Ms dan pembantunya tiba pada
pertemuan dua laut, mereka lupa akan ikan yang mereka bawa atas perintah Allah.
Ikan itu jatuh ke laut dan pergi. 62. Lalu, ketika mereka telah menjauh dari tempat
itu, mereka merasa lapar dan lelah. Ms berkata kepada pembantunya,
"Keluarkanlah makanan kita, perjalanan kita sungguh melelahkan." 63. Pembantu
itu berkata, "Ingatkah Tuan ketika kita tiba di batu tempat berlindung tadi? Aku
lupa ikan kita. Kelupaanku itu tentu hanyalah akibat ulah setan. Dan ikan itu pun
tentu sudah berlalu di dalam air laut. Aku sendiri sungguh heran dengan
kelupaanku ini!" 64. Ms berkata kepadanya, "Apa yang terjadi ini adalah apa
yang kita cari untuk suatu hikmah yang diinginkan Allah." Mereka pun kembali
meniti jalan semula yang telah dilalui. [Muhammad Quraish Shihab et al.].
Asbabun Nujul kenapa musa begitu bersemangat untuk menuntut ilmu
adalah teguran Allah swt atas kesalahannya. Pada suatu hari Musa ditanya salah
seorang Bani Israil :Adakah didunia ini yang jauh lebih alim dari anda? Musa
pun menjawab,Tidak ada!. Atas jawabannya itu Allah swt menegur seraya
menginformasikan kepadanya bahwa Allah swt mempunyai seorang Hamba yang
jauh lebih alim dari Musa dan ia berada di pertemuan dua laut.
Kalau dikaitkan dalam konteks pendidikan,Teguran ini ditujukan kepada
para ilmuwan agar jangan sombong akan keilmuwannya karena dalam komunitas
lain ada yang memiliki pengetahuan yang lebih daripada dia. artinya setiap orang
belum tentu bisa memecahkan semua masalah yang dihadapinya.
Setelah menyalahi kekeliruannya, Musa berbulat tekad menemui orang
yang dimaksud Allah swt, walaupun memakan waktu yang lama. akan tetapi musa
tidak asal pergi, ia menetapkan target yang jelas, ia akan menempuh perjalanan
menuju tempat bertemunya dua lautan.
Musa pun tidak malu, bahwa pada awalnya dia seorang guru di
Komunitasnya maka dihadapan Khidir dia berubah posisi menjadi Murid. Dalam
kisah ini juga tidak diceritakan usia antara keduanya yang jelas Khidir
mempunyai keunggulan dibanding Musa. Dalam konteks pendidikan, orang yang
menuntut ilmu harus menetapkan kriteria orang yang akan di guruinya serta
tempat yang menjadi tujuan nya, sehingga ia tidak akan salah arah. Disisi lain,
seorang guru utuk terus menerus mencari ilmu dan jangan merasa malu menjadi
murid. seorang Guru tidak diukur oleh Usia, akan tetapi yang menjadi ukurannya
adalah kelebihan yang dimilikinya.
Dalam ayat 61-64 menerangkan tentang perjuangan musa untuk
menemukan tempat yang dimaksud, sampai keduanya merasakan lelah. Sampai
harus kembali ketempat semula dimana ikan yang dibawanya lepas. Kalau
dikaitkan dalam konteks pendidikan bahwa seorang pencari ilmu harus memiliki
sikap optimis. Jangan mudah putus asa hanya karena kegagalan. Disamping itu,
Rangkaian ayat tersebut juga menuntut para pencari ilmu untuk menjadikan
pengetahuan sebagai skala perioritas, yang dalam kisah tersebut digambarkan
dengan bersegeranya Musa kembali pada jalan semula tanpa terlebih dahulu
makan atau beristirahat.
2. Analisis Q.S Al- Kahfi (18) ayat 65-70
Dalam tafsir surat al-Kahfi ayat 65-70 menurut Tafsir Jalalain (aplikasi
Quran Dzikir versi 1.10) 65. (Lalu mereka berdua bertemu dengan seorang
hamba di antara hamba-hamba Kami) yaitu Khidhir (yang telah Kami berikan
kepadanya rahmat dari sisi Kami) yakni kenabian, menurut suatu pendapat, dan
menurut pendapat yang lain kewalian, pendapat yang kedua inilah yang banyak
dianut oleh para ulama (dan yang telah Kami ajarkan kepadanya dari sisi Kami)
dari Kami secara langsung (ilmu). Lafal 'ilman menjadi Maf'ul Tsani, yaitu ilmu-
10
11
itu?") di dalam hadis yang telah disebutkan tadi sesudah penafsiran ayat ini
disebutkan, bahwa Khidhir berkata kepada Nabi Musa, "Hai Musa! Sesungguhnya
aku telah menerima ilmu dari Allah yang Dia ajarkan langsung kepadaku; ilmu itu
tidak kamu ketahui. Tetapi kamu telah memperoleh ilmu juga dari Allah yang Dia
ajarkan kepadamu, dan aku tidak mengetahui ilmu itu". Lafal Khubran berbentuk
Mashdar maknanya kamu tidak menguasainya, atau kamu tidak mengetahui
hakikatnya. 69. (Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai
seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentang) yakni tidak akan mendurhakai
(kamu dalam sesuatu urusan pun)" yang kamu perintahkan kepadaku. Nabi Musa
mengungkapkan jawabannya dengan menggantungkan kemampuannya kepada
kehendak Allah, karena ia merasa kurang yakin akan kemampuan dirinya di dalam
menghadapi apa yang harus ia lakukan. Hal ini merupakan kebiasaan para nabi
dan para wali Allah, yaitu mereka sama sekali tidak pernah merasa percaya
terhadap dirinya sendiri walau hanya sekejap, sepenuhnya mereka serahkan
kepada kehendak Allah. 70. (Dia mengatakan, "Jika kamu ingin mengikuti saya,
maka janganlah kamu menanyakan kepada saya) Dalam satu qiraat dibaca dengan
Lam berbaris fatah dan Nun bertasydid (tentang sesuatu) yang kamu ingkari
menurut pengetahuanmu dan bersabarlah kamu jangan menanyakannya kepadaku
(sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu)" hingga aku menuturkan
perihalnya kepadamu berikut sebab musababnya. Lalu Nabi Musa menerima
syarat itu, yaitu memelihara etika dan sopan santun murid terhadap gurunya.
[Tafsir Jalalain]
Terdapat beberapa Ibrah yang menarik apabila dikaitkan dengan
pendidikan, yaitu :
a. Kode Etik yang berhubungan dengan permohonan menjadi murid.
Dalam hal ini, hendaknya seorang calon murid memperlihatkan keseriusannya
dengan ungkapan sopan dan tawadhu. (lihat 66.Musa berkata kepadanya,
Bolehkah aku mengikutimu,dengan syaratengkau mengajarkanku dari apa yang
diajarkan oleh Alloh kepadamu,ilmu yang menjadi petunjuk bagiku?).
12
b. Guru haruslah melakukan tes minat dan bakat, walaupun pada akhirnya
minatlah yang harus di Utamakan (lihat 67. Ia menjawab, Sesungguhnya engkau
(wahai Musa, sekali-kali tidak akan dapat bersabar bersamaku.)
c. Harus melakukan Kontrak Belajar (Lihat 70. Ia menjawab, Jika engkau
mengikutiku, maka jangan lah engkau bertanya kepadaku tentang sesuatu pun
sehingga aku ceritakan halnya kepadamu.).
d. Menuntut Ilmu perlu waktu yang panjang sehingga tidaklah patut
menuntut ilmu dalam waktu yang sebentar sehingga sampai mengobral
pertanyaan.
e. Mengangkat asisten untuk menggantikan posisi guru bila berhalangan
hadir ,dalam episode ke II dan selanjutnya sosok yusa tidak terlihat lagi,karena
tugasnya hanya mengantar sampai bertemu orang yang di cari adapun yusa
kembali ke komunitasnya untuk menggantikan musa sebagai guru dalam
komunitasnya.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pemaparan di atas, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
Penciptaan manusia melalui beberapa tahap atau fase yaitu; Sulalah
min thin (saripati tanah), Nuthfah (air mani), Alaqah (segumpal darah),
Mudghah (segumpal daging),Idzam (tulang atau kerangka), Kisa al-idzam
bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot) dan Insya (mewujudkan
makhluk lain). Manusia diartikan dengan Basyar dan al-Nas.
Secara Umum, Surah al-Kahfi ayat 60-70 merupakan kisah yang
menggambarkan interaksi antara musa (yang dalam kisah ini berperan sebagai
murid) dengan Khidir (Yang berperan sebagai guru) dan kedua tokoh ini
menjadi tokoh utama dalam kisah ini. Disamping kedua tokoh ini terdapat
pula tokoh pembantu. Setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa:
Menjadi ilmuwan janganlah sombong, harus berbulat tekad dalam menuntut
ilmu, Menetapkan target yang jelas, tolak ukur Guru adalah kelebihan yang
dimilikinya bukan usia, memiliki sikap optimis, tidak mudah putus asa,
memperioritaskan ilmu pengetahuan, kode etik permohonan menjadi murid,
Guru melakukan tes minat dan bakat. Minat murid harus di perioritaskan,
melakukan kontrak belajar, menuntut ilmu perlu waktu yang panjang, harus
memiliki Pandangan yang bijaksana, Murid harus tahu diri, cepat minta maaf
bila salah, Guru haruslah bijaksana dalam mengingatkan muridnya,
Menghukum haruslah disesuaikan dengan pelanggarannya dan secara
bertahap.
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Karim
Tafsir al-Misbah, Quraish Shihab, Lentera Hati : 2002
(http://jafarmusaddad.blogspot.com/ 2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektifal.html)
15