Anda di halaman 1dari 18

HAKIKAT MANUSIA DAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Diana Putri1 M.Fikri Ramadhani2 Salma Azzahra3

Abstrak

Kajian tentang manusia dapat dilihat dari berbagai perspektif


dan disiplin ilmu, seperti ilmu antropologi, ilmu filosofi, ilmu sosiologi,
ilmu psikologi, dan ilmu al-Qur‟an. Tulisanini mengetengahkan tentang
manusia menurut pandangan Islam. Islam berpandangan bahwa manusia
itu terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi dan non materi. Ada empat
kata yang digunakan al-Qur‟anuntuk menunjuk manusia, yaitu al-basyar,
al-insān,al-nās, dan banīādam. Manusia merupakan makhluk yang paling
mulia dan sangat unik. Manusia dianugerahi berbagai potensi dan
petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Manusia memiliki potensi dasar yang dapat membedakan dengan
makhluk lainnya, yaitu akal, qalbu, dan nafsu. Dalam kehidupandi dunia,
selain sebagai hamba Allah, manusia juga diberi tugas men-jadi khalifah di
bumi serta mengelola dan memelihara alam.

Kata kunci : hakekat manusia, agama

PENDAHULUAN

Permasalahan tentang manusia telah menjadi bahan kajian para pemikir


Islam. Demikian pula dalam al-Quran, banyak ayat yang membicarakan tentang
manusia. Konsep manusia berdasarkan al-Quran menunjukkan bahwa manusia
terdiri atas dua unsur, yaitu unsur materi dan unsur nonmateri. Tubuh manusia
berasal dari tanah di bumi dan ruh berasal dari substansi nonmateri di alam ghaib.
Al-Quran juga menjelaskan bahwa masuknya ruh ke dalam tubuh manusia
sewaktu masih berbentuk janin di dalam kandungan ketika berumur empat bulan.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurnya, dibandingkan
dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Kesempurnaan itu dimiliki oleh
manusia, karena Allah memberikan keistimewaan berupa akal pikiran, yang
tidak dimiliki oleh makhluk lainya.

Setiap manusia yang lahir di dunia membawa fitrah, bakat, dan insting.
Yang dibawa manusia ketika lahir adalah fitrah agama, yaitu unsur ketuhanan.
Unsur ketuhanan ini di luar ciptaan akal budi manusia dan merupakan sifat
kodrat manusia. Kejadian manusia sebagai makhluk ciptaan Allah telah
dilengkapi dengan unsur-unsur kemanusiaan, keadilan, kebajikan, dan
sebagainya. Hal utama yang perlu dipahami setiap muslim mengenai manusia
adalah bahwa Tuhan menyatakan manusia sebagai khalifah di bumi, yang
bertugasuntuk membangun dan mengelola dunia, sesuai dengan kehendak
pencipta-Nya.

Manusia dan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat


kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud
dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala
dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai
fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa ada-nya semacam “hukuman
moral”.

Kajian ini akan mengurai bagaimana hakikat, martabat, dan tanggung


jawab manusia menurut pandangan Islam, khususnya berdasarkan al-Qur‟an.
Di samping itu, kajian ini juga akan menganalisis keterkaitan antara manusia
dengan agama dan sejauh manakah manusia membutuh-kan agama serta
tantangan yang dihadapi dalam menjalankan agama, baik yang datang dari dalam
maupun dari luar diri manusia.
PEMBAHASAN

Hakikat Manusia

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang bukan tercipta secara


kebetulan. Manusia digambarkan dengan menggunakan berbagai pensifatan; mulai
dari makhluk terbaik dan mulia, berakal dan kreatif, hingga makhluk lemah tetapi
sombong, serta ceroboh sekaligus juga bodoh. 1

Islam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah perkaitan antara badan


dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri senNdiri, yang tidak
tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua
substansi adalah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya
juga makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, sebagaimana firman-Nya:

‫َاْولَقَ ْد‬
َ ‫سنَْْ َخلَقن‬ َ َٰ ‫نْٱْلن‬
ِ ‫ْْم‬ ِ ‫ْْمنْسُ َٰلَلَة‬ ِ ْ‫ْينِِْمكْقَ َرارْْفِىْنُطفَةْْ َجعَل َٰنَهُْْْث ُم‬
ِ ‫ْطين‬.ْ
.ْْ‫ظماْٱل ُمضغَةَْْفَ َخلَقنَاْ ُمضغَةَِْْٱل َعلَقَةْفَ َخلَقنَاْ َعلَقَةْْٱلنُّطفَةَْْ َخلَقنَاْثُم‬ َ َٰ ‫ْ ِع‬
‫سونَا‬ َ َٰ ‫َر ْخَلقا ْأَنشَأ َٰنَ ْهُ ْثُمْ ْ َلحما ْٱل ِع‬
َ ‫ظ َْم ْ َف َك‬ َْ ‫ك ِْ ْ َْءاخ‬ َ ‫ْٱّللُ ْ َفتَ َب‬
َْ ‫ار‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ْأَح‬
ُْ ‫س‬
َْ‫ٱل َٰ َخ ِل ِقين‬
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan
sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya
makhluk yang berbentuk lain. Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik”. 2

Solehan Arif, “Manusia Dan Agama”, Islamuna, Vol 2, No 2, 2015. Hal 150.
1

Al-Hambra, Al-Qur‟an Terjemahan dan Transliterasi (Bandung: Fajar Utama Madani,


2

2008). Hal 635


Manusia Menurut Pandangan Islam

Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan islam, namun secara


khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. 3 Perbedaan berikut dapat
dilihat pada uraian berikut:

1. Al-Basyar
Kata Al-Basyar dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 36 kali dan tersebar
kedalam 26 surat. Secara etimologi al-basyarberarti kulit kepala, wajah,
atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Pengertian ini
menunjukkan makna bahwa secara biologis yang mendominasi manusia
adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. 4

Al-Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara


laki-laki dengan perempuan. Secara etimologis dapat dipahami bahwa
manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan
dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan,
dan lain sebagainya. Penunjukan kata al-basyarditujukan Allah kepada
seluruh manusia tanpa terkecuali. Demikian pula halnya dengan para
rasul-Nya yang disebut sebagai manusia biasa, yang diberi wahyu
kepadanya. Kata al-basyarjuga digunakan Allah SWT dalam Al-Quran
untuk menjelaskan proses kejadian Nabi Adam AS, sebagai manusia
pertama, yang memiliki perbedaan dengan proses kejadian manusia
sesudahnya.

2. Al-Insan
Islam sebagai agama samawi paling belakangan muncul juga menawarkan
pandangan tentang manusia. Manusia dalam bahasa Arab disebut al-nās atau
al-insān. Kata al-insān dalam al-Qur‟an disebut sebanyak 60 kali. Kata al-

3
Siti Khasinah, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat”, Didaktika, Vol
13, No2, 2013. Hal 301.
4
Mifta Syarif, ”Hakikat Manusia dan IUmplikasinya Pada Pendidikan Islam”, Al-
Thariqah, Vol 2, No 2, Desember 2017. Hal 136.
insān berasal dari kata al-uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.
Dalam al-Qur‟an kata insān sering juga dihadapkan dengan kata jin atau
jān, yaitu makhluk yang tidak tampak.

Kata insān dalam al-Qur‟an digunakan untuk menunjuk manusia sebagai


totalitas (jiwa dan raga). Potensi tersebut antara lain berupa potensi untuk
bertumbuh dan berkembang secara fisik dan secara mental spiritual.
Perkembangan tersebut antara lain, meliputi kemampuan untuk berbicara.
Menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu, dengan mengajarkan
manusia dengan kalam (baca tulis), dan segala apa yang tidak diketahui.
Kemampuan untuk mengenal Tuhan atas dasar perjanjian awal di dalam ruh,
dalam bentuk kesaksian. Potensi untuk mengembangkan diri ini (yang
positif) memberi peluang bagi manusia untuk mengembangkan kualitas
sumber daya insaninya. Integritas ini akan tergambar pada nilai iman dan
bentuk amaliyahnya. Dengan kemampuan ini, manusia akan mampu
mengemban amanah Allah di muka bumi secara utuh. Namun demikian,
manusia sering lalai bahkan melupakan nilai insaniyah yang dimilikinya
dengan berbuat kerusakan di bumi.

3. Al-Nas
Manusia, di dalam al- Qur’an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas
ini cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan
lingkungan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia
memang makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia membutuhkan
pasangan, dan memang diciptakan berpasang-pasangan seperti dijelaskan
dalam surah an- Nisa’ ayat 4, “Hai sekalian manusia, bertaqwalaha kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seoran diri, dan dari padanya
Allah menciptakan istirinya, dan dari pada keduanya Alah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan) namanya kamu saling
meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS:4:1)

Kata al-Naasdinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 240 kali dan tersebar


dalam 53 surat. Kata al-Naas, menurut Al-Isfahany sebagaimana dikutip
Ramayulismenunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial
secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya.
Dalam menunjuk makna manusia, kata al-Naaslebih bersifat umum bila
dibandingkan dengan kata al-Insan. Keumuman tersebut dapat dilihat
dari penekanan makna yang dikandungnya. Kataal-nasmenunjuk manusia
sebagai sebagai makhluk sosial dan kebanyakan digambarkan sebagai
kelompok manusia tertentu yang sering melakukan kerusakan dan
merupakan penghuni neraka, disamping iblis.

Secara umum, penggunaan kata al-Nas memiliki arti peringatan Allah


kepada manusia akan semua tindakannya, seperti : jangan bersifat kikir
dan ingkar nikmat,riya, tidak menyembah dan meminta pertolongan
selain pada Allah, larangan berbuat dhalim, mengingatkan manusia akan
adanya ancaman dari kaum Yahudi dan Musyrik, semua amal
manusia akan dibalas kelak di akhirat.

4. Bani Adam
Dalam al-Qur‟an, kata banī ādam dijumpai sebanyak 7 kali dan tersebar
dalam 3 Surat. Secara etimologi kata banī ādam menunjukkan arti pada
keturunan Nabi Adam. 5 Namun yang jelas, menurut al-Qur‟an pada
hakikatnya manusia berasal dari nenek moyang yang sama, yakni Adam dan
Siti Hawa. Berdasarkan asal usul yang sama ini, berarti manusia masih
memiliki hubungan darah, serta pertalian kekerabatan. 6

5
Novan Ardy Wiyani, “Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter”
(Bandung: Alfabeta, 2013). Hal 14.
6
Siti Khasinah, “Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam Dan Barat”, Didaktika, Vol
13, No 2, Februari 2013. Hal 304.
Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan persaudaraan antar
sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia berasal dari
keturunan yang sama. Dengan demikian manusia dengan latar belakang
sosia kultural, agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai
sama, dan harus diperlakukan dengan sama.

5. Manusia Sebagai khalifah Allah


Sebagai khalifah di bumi manusia mempunyai wewenang untuk
memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi Kebutuhan hidupnya
sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam ini. seperti
dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai shalat,
hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah, dan
ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS: 62: 10),
selanjutnya dalam surah Al-Baqarah disebutkan: “Makan dan minumlah
kamu dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat bencana di atas bumi.” (QS: 2 : 60).

6. Manusia Sebagai Hamba Allah


Sebagai hamba Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah
selaku Pencipta karena adalah hak Allah untuk disembah dan tidak
disekutukan. Bentuk pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak
terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus
dengan keikhlasan hati. Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah
akan menjadi manusia yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya
sebagai hamba yang hanya mengharapkan ridha Allah.

Proses Penciptaan Manusia

Proses Penciptaan Manusia dilihat dari proses penciptaanya, Al-Quran


menyatakan proses penciptaan manusia dalam dua tahapan yang berbeda, yaitu:
Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Dalam hal ini manusia
pertama Adam AS diciptakan dari tanah (min tiin, min turob, min shal, min
hamaain masnun), yang kemudian dibentuk oleh Allah dengan seindah-
indahnya, kemudian Allah meniupkan ruhdari-Nya ke dalam diri manusia.

Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Dalam proses ini manusia


diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nutfah) yang
tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfahitudijadikan
darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut
kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut
dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.

Menurut Harun Nasution, unsur materi manusia mempunyai daya


fisik, seperti mendengar, melihat merasa, meraba, mencium dan daya gerak.
Sementara itu unsur immateri mempunyai dua daya, yaitu daya berfikir yang
disebut akal dan daya rasa yng berpusat di kalbu. Untuk membangun daya
fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan danpanca indera. Sedangkan
untuk mngembangkan daya akal dapat dipertajam melalui proses penalaran
dan berfikir.

Sedangkan untuk mengembangkan daya rasa dapat dipertajam melalui


ibadah, karena intisari ibadah dalam Islam ialahmendekatkan diri kepada Allah
SWT.Tugas dan Fungsi Manusia selaku Abdullah dan Khalifatullah.Kesatuan
wujud manusia antara fisik dan psikis serta didukung oleh potensi-potensi yang
ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan at-taqwim dan menempatkan
manusia pada posisi yang strategis, yaitu : sebagai Hamba Allah
(abdullah)dan Khalifah Allah (khalifah fi al-ardh).

Wujud Hakikat Manusia (Karakteristik Manusia)


Wujud sifat hakikat manusia ini merupakan karakteristik yang hanya
dimiliki oleh manusia. Faham eksistensialisme mengemukakan bahwa karakteristik
manusia tersebut seharusnya menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan dan
membenahi arah dan tujuan pendidikan. Umar Tirta Raharja dan La Sulo
mengatakan di antara wujud sifat hakikat manusia adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Menyadari Diri


Kemampuan ini membuat manusia bisa beradaptasi dengan lingkungannya
baik itu limgkungan berupa individu lainnya selain dirinya, maupun
lingkungan nonpribadi atau benda.
2. Kemampuan Bereksistensi
Dalam hal ini manusia punya kebebasan dalam ke ‘beradaan’ nya. Berbeda
dengan hewan di kandang atau tumbuhan di kebun yang ‘ada’ tapi tidak
menyadari ‘keberadaan’ nya sehingga mereka menjadi onderdil dari
lingkungannya.
3. Pemilik Kata Hati (Conscience of Man)
Kata hati akan melahirkan kemampuan untuk membedakan kebaikan dan
keburukan. Orang yang memiliki hati nurani yang tajam akan memiliki
kecerdasan akal budi sehingga mampu membuat keputusan yang benar atau
yang salah.
4. Moral dan Aturan
Moral sering juga disebut etika, yang merupakan perbuatan yang
merupakan wujud dari kata hati. Namun, untuk mewujudkan kata hati
dengan perbuatan dibutuhkan kemauan. Artinya tidak selalu orang yang
punya kata hati yang baik atau kecerdasan akal juga memiliki moral atau
keberanian berbuat.
5. Kemampuan Bertanggung Jawab
Tanggung jawab kepada diri sendiri terkait dengan pelaksanaan kata hati.
Tanggung jawab kepada masyarakat terkait dengan norma- norma sosial,
dan tanggung jawab kepada Tuhan berkaitan erat dengan penegakan norma-
norma agama. Dengan kata lain kata hati merupakan tuntunan, moral
melakukan perbuatan,dan tanggung jawab adalah kemauan dan kesediaan
menanggung segala akibat dari perbuatan yang telah dilakukan.

Tugas, Fungsi, dan Tujuan Dalam Hakikat Manusia


Tugas, fungsi, dan tujuan diciptakannya manusia dalam Islam memiliki
keterkaitan yang erat dengan ajaran agama Islam tentang kehidupan dan peran
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. 7 Dalam Islam, tugas, fungsi, dan
tujuan manusia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tugas secara umum manusia adalah untuk mengembangkan potensi


yang dimilikinya dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang dituntut
oleh lingkungannya. Tugas manusia juga termasuk mencari ilmu dan
pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas
hidupnya. Selain itu dalam agama Islam sendiri manusia harus
melakukan ibadah kepada Allah SWT, mengikuti perintah-Nya, dan
menjauhi larangan-Nya. Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, tugas
manusia adalah mengembangkan potensi diri dan menunjukkan
kesetiaan kepada Allah SWT melalui tindakan dan perilaku yang
baik. Dalam hal ini dapat disimpulkan manusia dapat
mengembangkan potensinya juga taat beragama dan menyembah
Allah SWT.
b. Fungsi manusia secara umum adalah sebagai makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dan
hubungan sosial dengan orang lain untuk dapat hidup dan berkembang.
Manusia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu sesama dan
masyarakat di sekitarnya. Dalam pandangan Islam fungsi manusia
adalah sebagai khalifah di bumi, yaitu sebagai pemimpin yang
bertanggung jawab atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya
alam dengan bijaksana. Manusia juga memiliki tanggung jawab untuk
membangun masyarakat yang adil dan harmonis, serta menjaga
kelestarian alam sebagai anugerah dari Allah SWT. Sehingga dapat
disimpulkan manusia merupakan makhluk yang diberi Allah amanah

Ahmad Fatahil, Firdaus, dkk, “Manusia Dalam Perspektif Islam”, Jurnal Religion, Vol 1,
7

No 2, 2013. Hal 608.


untuk mengelola sumeberdaya dibumi dan memanfaatkan potensinya
secara bijaksana.
c. Tujuan manusia secara umum adalah untuk mencapai kebahagiaan dan
kesuksesan dalam hidupnya. Tujuan ini dapat dicapai melalui berbagai
cara, seperti dengan mengejar karier, memperoleh kekayaan, atau
mencapai kedamaian batin. Namun, tujuan yang lebih utama adalah
mencapai kedekatan dengan Tuhan dan mencapai kebahagiaan abadi
diakhirat. Tujuan manusia dalam Islam adalah untuk mencapai
kebahagiaan abadi diakhirat, yaitu surga. Untuk mencapai tujuan ini,
manusia harus mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-
Nya, serta melakukan amal sholeh yang dapat mendekatkan diri
kepada-Nya. Selain itu, manusia juga harus saling berbuat baik dan
membantu sesama untuk mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat.

Hakikat Agama
Kata “agama” berasal dari bahasa Sansekreta “a” yang berarti tidak dan
“gam” yang berarti kacau, jadi tidak kacau. Ternyata agama memang mempunyai
sifat seperti itu. Agama, selain bagi orang-orang tertentu, selalu menjadi pola
hidup manusia. 8
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada
jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam semesta. Dalam pandangan
fungsionalisme, agama (religion atau religi) adalah satu sistem yang kompleks yang
terdiri dari kepercayaan, keyakinan, sikap-sikap dan upacara-upacara yang
menghubungkan individu dengan satu keberadaan wujud yang bersifat ketuhanan.
Durkheim memandang agama sebagai suatu kompleks sistem simbol yang
memungkinkan terwujudnya kehidupan sosial dengan cara mengekspresikan dan
memelihara sentiment-sentimen atau nilai-nilai dari masyarakat. Menurut
Durkheim agama harus mempunyai fungsi, karena agama bukan ilusi tetapi

8
Dila Rukmi, Reza Aditya, “Hakikat manusia”, Tawadhu, Vol 5, No 2, 2021. Hal 155.
merupakan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai kepentingan
sosial. 9

Menurut Harun Nasution, unsur yang paling penting dalam agama adalah:
percaya adanya kekuatan gaib. Manusia merasa dirinya lemah danberhajat pada
kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Dalam terminologi agama, kekuatan
adikodrati yang sakral itu disebut Tuhan.

Dapat diambil kesimpulan oleh penulis bahwa agama tidak hanya berurusan
dengan obyek-obyek bernilai tinggi, atau paling akhir bagi individu atau
masyarakat tetapi juga dengan pemeliharaan dan pengembangan hidup dalam
segala hal.

Dalam agama terdapat keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia


dan di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan tersebut.
Hubungan manusia dengan Tuhan lebih banyak berbentuk respon emosional yang
beragam. Respon itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yang terdapat
dalam agama-agama monoteisme. Bentuk-bentuk respon tersebut pada gilirannya
akan menciptakan nilai yang menjadi dasar bagi cara hidup manusia beragama.

Di dalam Al Qur’an ada dua terminologi agama, yaitu Al-din, dan millah.
Kata al- din terulang sebanyak 96 kali yang tersebar pada 44 surat,sedangkan kata
millah sebanyak 15 kali yang tersebar pada 11 surat. Kata al-din mempunyai banyak
arti, antara lain ketundukan, ketaatan,perhitungan, balasan, agama juga berarti
bahwa seseoang bersikap tundukdan taat serta akan diperhitungkan seluruh
amalnya yang atas dasar itu ia memperoleh balasan dan ganjaran.

Keberagamaan bentuk respon manusia terhadap yang sacral dan keanekaan


agama yang bisa dilacak pada setiap zaman, tempat, budayadan peradaban
menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk percaya pada
tuhan. Dalam Al Qur’an, kecenderungan alamiah itu disebut fitrah. Karena fitrah

1 JP. Chaplin, “Kamus Lengkap Psikologi: terj. Kartini Kartono”, (Jakarta: Raja Grafindo
9

Persada, 2014). Hal 428.


inilah, manusia pada dasarnya memiliki kebutuhan instrinsik untuk beragama.
Dalam Al Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 Allah SWT berfirman:

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah


mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama
tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidakberagama tauhid itu hanyalah
lantara pengaruh lingkungan. Di dalam Al Qur’an ada dua terminologi agama, yaitu
Al-din, dan millah. Kata al- din terulang sebanyak 96 kali yang tersebar pada 44
surat,sedangkan kata millah sebanyak 15 kali yang tersebar pada 11 surat. Kata al-
din mempunyai banyak arti, antara lain ketundukan, ketaatan,perhitungan, balasan,
agama juga berarti bahwa seseoang bersikap tundukdan taat serta akan
diperhitungkan seluruh amalnya yang atas dasar itu ia memperoleh balasan dan
ganjaran.

Hakikat Agama Dalam Perspektif Islam

Hakikat agama dalam perspektif Islam adalah konsep yang mendalam dan
penting dalam pemahaman ajaran Islam. Berikut adalah beberapa poin utama yang
menjelaskan hakikat agama dalam perspektif Islam:

1. Iman dan Ketaatan kepada Allah: Hakikat utama agama dalam Islam adalah
iman kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang Maha Esa. Islam
mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki ketaatan
kepada Allah sebagai fokus utama dalam kehidupannya. Iman kepada Allah
adalah fondasi agama dalam Islam.
2. Tauhid (Ketuhanan yang Murni): Konsep tauhid adalah landasan agama
dalam Islam. Ini berarti pengakuan dan keyakinan kuat bahwa Allah adalah
satu-satunya Tuhan yang layak disembah, dan tidak ada yang berhak
bersama-Nya. Tauhid mencakup keyakinan akan sifat-sifat Allah yang
Maha Kuasa, Maha Bijaksana, Maha Penyayang, dan sebagainya.
3. Pengabdian dan Ibadah: Hakikat agama dalam Islam adalah pengabdian dan
ibadah kepada Allah. Muslim diinstruksikan untuk menjalani ibadah sehari-
hari, seperti shalat, puasa, zakat (sumbangan keagamaan), dan haji
(pilgrimage ke Mekah). Ibadah ini bertujuan untuk menguatkan hubungan
individu dengan Allah dan mengingatkan mereka pada tujuan hidup mereka,
yaitu beribadah kepada-Nya.
4. Etika dan Moral: Agama dalam perspektif Islam mencakup aspek moral dan
etika yang kuat. Muslim diajarkan untuk menjalani kehidupan yang
beretika, jujur, adil, dan belas kasihan. Prinsip-prinsip moral dan etika ini
terkait erat dengan perintah Allah dan tuntunan Nabi Muhammad.
5. Pengampunan dan Taubat: Hakikat agama dalam Islam juga mencakup
konsep pengampunan dan taubat. Meskipun manusia diharapkan untuk
hidup dengan penuh ketaatan kepada Allah, Islam juga mengajarkan bahwa
Allah Maha Pengampun dan selalu memberikan kesempatan kepada
manusia untuk bertaubat dan memperbaiki diri.
6. Hak dan Kewajiban Sosial: Agama dalam Islam bukan hanya tentang
hubungan vertikal antara individu dan Allah, tetapi juga tentang hubungan
horizontal antara individu dan masyarakat. Hakikat agama ini mencakup
kewajiban sosial, seperti memberikan bantuan kepada yang membutuhkan,
menjalani kehidupan yang adil, dan menghindari perilaku yang merugikan
masyarakat.
7. Akhirat: Hakikat agama dalam Islam mencakup keyakinan akan hari kiamat
dan akhirat. Muslim percaya bahwa setiap individu akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat. Akhirat adalah bagian
penting dari perspektif agama dalam Islam dan merupakan pendorong
utama untuk beribadah dan berlaku adil dalam kehidupan dunia.
Dalam ringkasannya, hakikat agama dalam perspektif Islam adalah tentang
iman kepada Allah, pengabdian, moralitas, etika, pengampunan, kewajiban sosial,
dan keyakinan akan akhirat. Agama Islam memberikan panduan yang kuat untuk
menjalani kehidupan yang bermakna dan bertaqwa kepada Allah.

Kebutuhan Akan Agama

Di dalam ajaran agama Islam adanya kebutuhan terhadap agama disebabkan


manusia selaku makhluk Tuhan dibekali dengan berbagai potensi (fitrah) yang
dibawa sejak lahir. Fitrah berarti kecenderungan terhadap agama Islam. Sikap
keagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang
mendorong sisi orang untuk bertingkah laku yag berkaitan dengan agama. Sikap
keberagamaan terbentuk karena adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap
agama sebagai komponen kognitif perasaan terhadap agama sebagai komponen
efektif dan perilaku terhadap agama sebagai komponen kognatif. Di dalam sikap
keagamaan antara komponen kognitif, efektif dan kognatif saling berintegrasi
sesamanya secara kompleks.

Para ahli psikologi agama khususnya mengatakan bahwa sikap keagamaan


merupakan perolehan dan bukan bawaan. Ia terbentuk melalui pengalaman
langsung yang terjadi dalam hubungannya dengan unsurunsur lingkungan materi
dan sosial, misalnya rumah tenteram, orang tertentu, teman orang tua, jamaah dan
sebagainya. Inilah yang terkait erat dengan apa yang dilakukan oleh Jama’ah
Tabligh dalam setiap kegiatannya yang bertujuan mengenalkan agama yang dapat
menjadi aspek pendorong agar hidup beragama lebih tenang dan membentuk
pribadi Muslim yang sesuai dengan tuntunan dari Nabi Muhammad Saw.

Sikap timbul karena ada stimulus. Terbetuknya suatu sikap itu banyak
dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan misalnya:
keluarga, norma, golongan agama, dan adat istiadat. Sikap tumbuh dan berkembang
dalam basis sosial yang tertentu, misalnya: ekonomi, politik, agama dan
sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh
lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaaan
sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau
lingkungan yang diterima.

Sebagaimana menurut Siti Partini dalam buku Ramayulis bahwa


pembentukan dan perubahan sikap dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

a. Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan mengolah atau


menganalisis pengaruh yang datang dari luar, termasuk di sini minat dan
perhatian.

b. Faktor eksternal, berupa faktor dari luar diri individu yaitu pengaruh
lingkungan yang diterima.

Dengan demikian walaupun sikap keagamaan bukan merupakan bawaan


akan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor internal
dan faktor eksternal individu. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan kegiatan yang
dilakukan oleh Jama’ah Tabligh yaitu pertaubatan setiap individu dengan
senantiasa melaksanakan kegiatan intiqoli dan maqami. Adanya hubungan yang
erat antara sikap (attitude) dan tingkah laku (behavior) didukung oleh pengertian
sikap yang merupakan kecenderungan untuk bertindak. Oleh karena berikut uraian
hubungan antara sikap dan tingkah laku beragama.

Tingkah laku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan


di dasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan
tersebut merupakan perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan
kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri. Sikap keagamaan
merupakan interaksi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama
dan tindak keagamaan dalam diri seseorang. Dengan sikap itulah akhirnya lahir
tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan seseorang terhadap agama
yang diyakininya.

Kaitannya dengan Jama’ah Tabligh yaitu terlihat jika seseorang yang baru
mengikuti kegiatan Jama’ah Tabligh dan aktif dalam kegiatankegiatan khuruj serta
dalam tingkah laku sehari-hari ingin selalu menampakkan jati dirinya (bisa
dikatakan sebagai Muslim yang taat) jika dilihat oleh orang lain, perilaku ini bisa
terlihat ketika mereka melakukan ibadah di Masjid-Masjid dan juga cara berpakaian
serta bergaul dengan orang lain.

PENUTUP

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam berbagai
ayat al-Qur’an dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia tersebut.
Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin “disempurnakan” oleh
Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi yang
mengaturdan memanfaatkan alam. Allah juga melengkapi manusia dengan
berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia itu sendiri.

Manusia dalam perspektif Islam merupakan makhluk yang paling sempurna


dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. Ini terbukti banyaknya
potensi yang dimiliki manusia, yaitu daya pikir, daya rasa, dan daya nafsu. Manusia
sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di muka bumi berfungsi untuk mengatur
dan mengelola alam sehingga tercapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri
dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada aturan yang dibuat
pencipta-Nya. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan
beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain
merupakan “fitrah” manusia. Manusia tidak pernah lepas dari agama karena dalam
diri manusia ada fitrah. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang
melatarbelakangi perlunya manusia pada agama.

Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.


Pengingkaran manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu
baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing.
Namun, untuk menutupi dan menghilangkan dorongan dan rasa keagamaan
tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata memiliki unsur batin yang cederung
mendorongnya untuk tunduk kepada Dzat yang ghaib
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hambra. (2008). Al-Quran Terjemahan dan Transliterasi. Bandung: Fajar


Utama Madani.
Chaplin. (2014). Kamus Lengkap Psikologi : terjemahan. Kartini Kartono. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Fatahil Ahmad, F. d. (2013). Manusia Dalam Perspektif Islam. Religion, 304.
Khasinah, S. (2013). Hakikat Menurut Pandangan Islam dan Barat. Didaktika, 2,
301.
Khasinah, S. (n.d.). Hakikat Manusia dan IUmpi.
Rukmi Dila, a. R. (2021). Hakikat Manusia. Tawadhu, 155.
Syarif, M. (2017). Hakikat Manusia dan IUmplikasinya Pada Pendidikan Islam. Al-
Thariqah, 136.
Wiyani, N. A. (2013). Pendidikan Agama Islam Berbasis Pendidikan Karakter.
Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai