Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia sehingga diakui atau tidak,
sesungguhnya manusia sangat membutuhkan agama. Manusia dan agama merupakan dua hal
yang sangat erat hubungannya, seolah satu kesatuan yang apabila dipisah akan menimbulkan
ketidakseimbangan. Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki potensi untuk berakhlak baik. Agama mengatur dari segala bidang aspek yang ada
di dunia maupun didalam diri manusia itu.

Pada dasarnya manusia memiliki naluri untuk beragama, karena manusia diciptakan
dalam tiga potensi dasar yaitu Jasmani, Rohani dan Akal. Dari tiga hal tersebut dapat kita
ambil adalah potensi rohani yang mana hal ini tidak bisa dipisahkan dari hal ketuhanan.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengkaji masalah yang terdapat dalam makalah “Manusia dan Agama” ini,
kelompok kami akan membuat beberapa rumusan masalah yang akan dibahas :

1. Apa yang dimaksud dengan manusia ?


2. Bagaimana proses kejadian manusia ?
3. Bagaimana hakikat manusia menurut islam ?
4. Bagaimana eksistensi dan martabat manusia?
5. Apa tugas pokok manusia ?
6. Bagaimana tanggung jawab manusia sebagaihamba Allah Swt dan khalifah di bumi ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia

Manusia ditinjau dari segi badaniyahnya dan azali dari segi roh Illahinya. Dengan
kata lain, jasadmanusia adalah baru sedangkan rohnya adalah azali. Oleh karena itu pada diri
manusia terdapat perpaduan sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Ketika Allah
menyaksikan kesombongan iblis, yaitu tidak mau sujud kepada Adam, dalam QS 38
(shaad) : Allah berfiman :

Artinya : “Allah berfirman : “Hai iblis apakah yang menghalangi kamu sujud kepada
apa yang telah Aku ciptakan dengan kedua tangan Ku ? Apakah kamu
menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang yang (lebih)
tinggi ?”.

Kedua tangan dalam ayat tersebut, menurut Ibn al-‘Arabi, adalah nama atau sifat
Tuhan yang berlawanan, baik nama aktif (al-asma’ al-fa’iliyyah) maupun nama reseptif (al-
asma’ al-qabiliyyah). Nama aktif saling berlawanan seperti al-Anis (Yang Maha Ramah)
berlawanan dengan al-Haib ( yang pemalu).

Dengan demikian al quran memandang manusia sebagai makhluk biologis,


psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah sama dengan
makhluk lain. Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan roh Alllah yang
memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah.

Menurut pandangan Murtadha dan Mutahhari, manusia adalah makhluk serba


dimensi. Dimensi pertama, secara fisik manusia hampir sama dengan hewan, membutuhkan
makan, minum, istirahat dan menikah, supaya manusia dapat hidup tumbuh dan berkembang.
Dimensi kedua manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat etis, yaitu ingin memperoleh
keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga, manusia mempunyai dorongan
terhadap keindahan. Dimensi keempat, manuusia memiliki dorongan untuk menyembah
Tuhan. Dimensi kelima, manusia memiliki kemampuan dan kekuatan dan dikaruniai akal,
pikiran dan kehendak bebas, sehingga mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan
keseimbangan dala hidupnya.
2.2 Proses Kejadian Manusia

Manusia sebenarnya berasal dari Nabi Adam, manusia diciptkan oleh ALLAH SWT.
Sementara Nabi Adam sendiri menurut informasi AL-Qur`an diciptakan dari tanah (thin),
sebagaimana pengakuan Iblis ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Nabi
Adam. Jika Adam yang merupakan nenek moyang seluruh manusia diciptakan dari tanah,
sebagaimana informasi AL-Qur`an di atas, lalu bagaimanakah dengan asal penciptaan kita?
Apakah kita diciptakan dari tanah ? Ataukah kita diciptakan air spperma? Dan bagaimana
keterkaitan antara tanah dengan air sperma?. Memang ada beberapa ayat AL-Qur`an
diinformassikan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT. Dari (At-Taurat) kemudian dari
nuthfah/air sperma.

Menanggapi ayat ini, prof Dr. Hamka dalam kitab karya beliau “Tafsir Al-Azhar”
menegaskan bahwa ayat ini boleh ditafsirkan dengan dua cara penafsiran. Asal manusia yang
pertama, yakni langsung diciptakan oleh Tuhan dari tanah (At-Turab). Tetapi kemudian anak
cucu Adam sendiri dan manusia keturunan Adam seluruhnya terjadi dari Nuthfah, yaitu air
sperma ayah dan mani ibu yang telah bertemu dalam rahim yang menjadi satu. Kedua, ayat
ini juga di tafsirkan bahwa asal masing-masing manusia ini memang dari tanah. Oleh karena
itu, Allah swt Sang Kreator Agung menjelaskan secara terperinci proses kejadia manusia
lewan firman-Nya yang tercantum dalam Q.S. Al Mukminun : 11-14 :

Artinya : “ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah,


Kemudian Kami jadikan saripati tanah itu Nuthfah dalam tempat yang
kokoh (rahim) , kemudian Nuthfah itu kami jadikan alaqah, lalu alaqah
itu kami jadikan Mudhgah (segumpal darah) dan Mudhghah itu kami
jadikan tulang (Idgam), lalu tulang itu kami bungkus dengan daging
(lahm). Kemudian kami jadikan ia makhluk yang berbentuk lain (yakni
bukan sekedar fisik). Maka Maha Suci Allah Pencipta yang sebaik-
baiknya “ (Q.S. Al-Mukminun : 11-14 )

Ayat ini menyimpulkan proses kejadian manusia dari segi fisik dalam lima tahap:

1. Nuthfah
2. Alaqah
3. Mudhghah
4. Idzam
5. Daging

Pembuatan dari hasil pertemuan itu dan yang menghasilkan zat yang baru tadi
membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan, dan demikian seterusnya sambil
bergerak menuju ke kantong kehailan dan melekat dan berdempet serta masuk ke dinding
rahim. Permasalahan ini tentu lebih bijaksana bila diselesaikan oleh para pakar embriologi.
Namun penolakan mereka untuk menanamkan ‘alaq dengan segumpal darah tidak serta merta
harus dipersalahkan, apalagi kata ‘alaq tidak terbatas pengertiannya pada “segumpal darah”.

2.3 Hakikat Manusia Menurut Islam

a. Arti Hakikat Manusia

Hakikat menurut bahasa berarti inti sari atau dasar, kenyataan yang sesungguhnya. Dapat
juga disebut inti atau segala sesuatu. Pada diri manusia terdapat perpaduan sifat yang
berlawanan, sesuai dengan nama dan sifat Tuhan yang berlawanan. Manusia adalah hadist
(baru) ditinjau dari segi badaniyahnya dan azali dari segi roh Ilahinya. Dengan kata lain,
jasad manusia adalah baru sedangkan rohnya adalah azali. Oleh karena itu pada diri manusia
terdapat perpaduan sifat ketuhanan dan sifat kemakhlukan. Ketika Allah menyaksikan
kesombongan iblis, yaitu tidak mau sujud kepada adam, dalam QS 38 ( Shaad ) : 75 Allah
berfirman :

Artinya : “kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang yang (
lebih ) tinggi? Allah berfirman : “ Hai Iblis apakah yang menghalangi
kamu sujud kepada apa yang telah aku ciptakan dengan kedua tangan Ku?
Apakah “.

Kedua tangan dalam ayat tersebut, menurut Ibn al-‘Arabi, adalah nama atau sifat tuhan
yang berlawanan, baik nama aktif ( al-Asma’ al-Fa’iliyyah) maupun nama reseptif ( al-Asma’
al-Qabiliyyah). Nama aktif saling berlawanan seperti al- Anis ( Yang Maha Ramah )
berlawanan dengan al-Haib ( Yang Pemalu ).

Kehadiran manusia pertama kali tidak lepas dari asal usul kehidupan di alam semesta.
Asal usul manusia menurut ilmu pengetahuan tidak terlepas dari teori tentang spesies baru
yang berasal dari spesies yang lain yang telah ada sebelumnya melalui proses evolusi. Teori
evolusi yang diperkenalkan oleh Darwin pada abad XIX telah menimbulkan kepanikan,
terutama dikalangan gereja dan ilmuwan yang berpaham ilmu kreasi khusus. Apalagi setelah
teori itudiekstrapolasikan oleh para penganut sedemikian rupa, sehingga seolah-olah manusia
berasal dari kera. Padahal Darwin tidak pernah mengemukakan hal tersebut, walaupun
taksonomi manusia dan kera besar berada pada super family yang sama yaitu, hominoidae.

Darwin mengetengahkan banyak fakta yang nampaknya lebih berarti kepada


pendahulunya. Darwin mengemukakan teori mengenai asal usul spesies melalui sarana
seleksi alam atau bertahannya ras-ras yang beruntung dalam memperjuangkan dan
mempertahankan kehidupannya. Teori Darwin memuat dua aspek. Aspek pertama bersifat
ilmiah, namun ketika diungkapkan dan dilaksanakan, ternyata aspek ilmiahnya sangat rapuh.
Aspek kedua bersifat filosofis yang diberi penekanan oleh Darwin sangat kuat dan
diungkapkan secara jelas. Teori evolusi tidaklah segalanya, bahkan Darwin sendiri menyadari
seperti diungkapkanya:

“ tapi aku mempercayai seleksi alam,bukan karena aku dapat membuktikan, dalam
setiap kasus, bahwa seleksi alam telah mengubah satu spesies menjadi spesies yang lainnya,
tapi karena seleksi alam menggelompokkan dan menjelaskan dengan baik ( menurut
pendapatku) banyak fakta mengenai klasifikasi, embriologi, morfologi, organ-organ
elementer, pergantian dan distribusi geologis.”

Evolusi manusia menurut para ahli paleontology dapat dibagi menjadi empat kelompok
berdasarkan tingkat evolusinya, yaitu:
Pertama, tingkat pra manusia yang fosilnya ditemukan di Johanesburg Afrika Selatan pada
tahun 1924 yang dinamakan fosil Australopithecus.
Kedua, tingkat manusia kera yang fosilnya ditemukan di solo pada tahun 1891yang disebut
pithecanthropus erectus.
Ketiga, manusia purba, yaitu tahap yang lebih dekat kepada manusia modern yang sudah
digolongkan genus yang sama, yaitu homo walaupun spesiesnya dibedakan. Fosil jenis ini
ditemukan di Neander, karena itu disebut homoneanderthalesis dan kerabatnya ditemukan di
Solo ( Homo soloensis).
Keempat, manusia modern atau homo sapiens yang telah pandai berpikir, menggunakan otak
dan nalarnya.

Mencari makna manusia dilakukan melalui ilmu pengetahuan. Para ahli berusaha
mendefenisikannya sesuai bidang kajian (objek material) ilmu yang digelutinya.
Membicarakan tentang manusia menurut pandangan ilmu pengetahuan sangat tergantung
pada metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari. Para penganut teori
psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens( manusia berkeinginan). Menurut
aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki prilaku interaksi antara komponen
biologis(Id), psikologis(ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia terdapat unsure
animal ( hewan ), rasional ( akali ), dan moral ( nilai ).

Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus


(manusia mesin ). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme ( aliran yang
menganalisis jiwa manusia berdasarkan berdasarkan laporan subjektif) dan psikoanalisis (
aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behavior menganalisis
prilaku yang Nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai
hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek rasional dan
emosionalnya.

Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi
secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami
lingkungannya, makhluk yang selalu berpikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat
yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak mempengaruhi
peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan,memahami dan sebagainya adalah
fakta kehidupan manusia.

Para penganut teori humanism menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia
bermain). Aliran ini mengecam psikoanalisis dan behaviornarisme, karena keduanya tidak
dapat menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan, seperti cinta,
kreaktivitas, nilai, makna, dan pertumbuhan pribadi. Menurut humanism manusia berprilaku
untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengaktualisasikandiri. Perdebatan mengenai
siapa manusia di kalangan para ilmuan terus berlangsung dan tidak menemukan suatu
kesepakatan yang tuntas. Manusia tetap menjadi misteri yang paling besar dalam sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan sampai sekarang.

Konsep manusia dalam al-Qur’an dipahami denga melihat kata- kata yang saling
menunjuk pada makna manusia yaitu basyar, insan, dan al-nas. Allah memakai konsep
basyar dalam al-Qur’an sebanyak 37 kali, salah satunya al-kahfi : 110, yaitu Innama anaa
basyarun mitslukum( sesungguhnya aku hanya seorang manusia seperti kamu ). Konsep
basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah liat
atau lempung kering ( al-Hijr:33; al-Ruum:20), manusia makan dan minum( al-
Mu’minum:33). Basyar adalah makhluk yang sekedar berada ( being ) yang statis seperti
hewan.

Kata insan disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 65 kali, diantaranya ( Al-Alaq:5), yaitu
Allamal insaana maa lam ya’lam (dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya).
Konsep insan selalu dihubungkan dengan sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai
makhluk yang berfikir, diberi ilmu, dan memikul amanah( Al-Ahzab:72). Insan adalah
makhluk yang menjadi dan terus bergerak maju kea rah kesempurnaan. Kata al-nas disebut
sebanyak 240 kali dalam al-Qur’an, seperti al-Zumar:27, Walaqad dlarabna linnasi fii
haadzal quraani min kulli matsal ( sesungguhnya kami telah buatkan bagi manusia dalam al-
Qur’an ini setiap macam perumpamaan). Konsep al-Nas menunjuk pada semua manusia
sebagai makhluk social atau secara kolektif. Dengan demikian al-Qur’an memandang
manusiasebagai makhluk biologis, psikologis dan social. Manusia sebagai basyar tunduk
pada takdir Allah, sama dengan makhluk lain.Manusia sebagai insan dan al-nas bertalian
dengan hembusan roh Allah yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau
menentang takdir Allah .

b. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Ialam

 Sebagai Hamba Allah


 Sebagai Al-Nas
 Sebagai Bani Adam

Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada
saat dilahirkan kedunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan pada dua hal,
yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik manusia yang dijelaskan pada bagian
yang lalu, sedangkan potensi ruhaniah adalah akal, qalb, dan nafsu. Akal dalam pengertian
bahasa Indonesia berarti pikiran atau rasio. Dalam al-Qur’an akal diartikan dengan
kebijaksanaan , intelegensia, dan pengertian. Dengan demikian dalam al-Qur’an akal
diletakkan bukan hanya pada ranah rasio, tetapi juga rasa, bahkan lebih lanjut dari itu akal
diartikan dengan hikmah atau bijaksana.

Alqalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah, atau berbalik. Musa
Asyari(1992) menyebutkan arti alqalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar
atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak disebelah dada
sebelah kiri, yang sering disebut dengan jantung. Sedangkan pengertian kedua adalah
pengertian yang halus yang bersifat ketuhanan dan kerohanian, yaitu hakekat manusia yang
dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan, dan arif.

Dengan demikian akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam, sedangkan
mengingat tuhan adalah suatu kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduannya kebenaran,
sehingga manusia dapat memasuki, suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran
ilahi. Adapun nafsu ( bahasa arab al-Hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan
nafsu.) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keingginannya.
Dorongan- dorongan ini disebut dorongan primirf, karena sifatnya yang bebas itu tidak
mengenal sifat baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut juga dengan dorongan
bebas. Dengan nafsu manusia yang bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang
lain. Kecendrungan nafsu yang bebas, jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia
memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu, manusia
menggunakn akalnya, sehingga dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang
menggerakkan manusia kearahtujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak
kearah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang harus ditempuhnya.
Nafsu yang dapat dikendalikan dan dapat dibawa kearah yang lebih baik disebut dengan an-
nafs muthmainnah yang diungkapkan al-Qur’an pada surah al-Fajr : 27-30.

Dengan demikaian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)
nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu dan nafsunya secara
harmonis. Ibnu Sina terkenal sebagai seorang filsafat jiwa menjelaskan bahwa manusia
adalah makhluk social dan sekaligus makhluk ekonomi. Manusia adalah makhluk
social,untuk penyempurnaan jiwa manusia demi kebaikan hidupnya, karena manusia tidak
dapat hidup tanpa danya orang lain. Dengan kata lain, manusia bias mengambil suatu
keputusan bila dia berkumpul bersama manusia. Manusia adalah makhluk ekonomi karena
mereka selalu berpikiran kedepan dan menyediakan segala sesuatu untuk masa yang akan
dating.terutama barang untuk kebutuhan jasmaninya. Hal ini dibuktikan dengan mengambil
kisah adam yang diturunkan dari surge ke bumi, karena ia memerlukan pangan dengan
memakan buah khuldi.

Menurut pandangan Murtadha Mutahhari, manusia adalah makhluk serba dimensi.


Dimensi pertama secara fisik manusia hampir sama dengan hewan karena memerlukan
makan, minum , istirahat dan menikah supaya dia dapat tumbuh dan berkembang . Dimensi
kedua manusia memiliki sejumlah emosi yang disebut etis yaitu ingin untuk memperoleh
keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga manusia mempunyai perhatian
terhadap keindahan. Dimensi keempat manusia mempunyai dorongan untuk menyembah
tuhan . dimensi kelima manusia mimiliki kemampuan dan kekuatan yang dapat membuat dia
dapat menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya. Dimensi
keenam manusia dapat menggenal dirinya sendiri. Maka ia akan mencari dan ingin
mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan , bagaimana
proses penciptaannya dan untuk apa ia diciptakan.

2.4 Eksistensi dan Martabat Manusia

1. Tujuan Penciptaan Manusia

Allah menciptakan alam semesta ini pastilah mempunyai tujuan. Begitu juga dengan
manusia, manusia diiptakan karena ada tujuannya. Seperti yang difirmankan oleh Allah, yang
artinya: “Dan aku tidak menciptakan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada –
Ku”. (Q.S. Adz-Zariyat : 56)

Hakikat ibadah, menurut Sayyid Quthb tersimpul dalam dua prinsip, yakni :

a. Tertanamnya makna merendahkan dan menundukkan diri kepada Allah di dalam jiwa
dengan kata lain, manusia senantiasa menyadari bahwa dalam alam ini hanya satu
Tuhan yang kepada-Nya manusia beribadah.
b. Berorientasi kepada Allah dalam segala aktivitas kehidupan.

Nabi Muhammad SAW menggariskan suatu prinsip aktivitas yang bernilai ibadah
atau tidak dalam suatu hadis beliau, yang artinya : “Sesungguhnya nilai segala perbuatan
diukur dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap perbuatan seseorang akan dibalas sesuai
dengan niatnya.
Hadist diatas memberi petunjuk bahwa shalat, puasa, zakat dan haji hanya merupakan
sebagian saja dari sekian banyak lapangan ibadah yang tersimpul dalam kedudukan manusia
sebagai khalifah di bumi ini.

2. Fungsi dan Peranan Manusia


Manusia mempunyai peranan yang ideal yang harus dijalankan, yakni memakmurkan
bumi, memakmurkan bumi, dan mendiami dan memelihara serta mengembangkannya demi
kemaslahatan hidup mereks sendiri, bukan megadakan kerusakan didalamnya.
Kedudukan yang dipegang dan peranan yang dimainkan dalam panggung
kehidupannya didunia pasti berakhir dengan kematian. Sesudah itu, dia akan dibangkitkan
atau dihidupkan kembali kea lam akhirat. Di alam akhirat ini segala peranan yang
dilaksanakan manusia selama hidup di dunia, sekecil apapun peranan itu akan
dipertanggungjawabkan, lalu dinilai dan diperhitungkanoleh Allah Yang Maha Adil. Setiap
peranan akan mendapat balasan. Perana yang baik akan mendapat balasan yang baik,
sementara peranan yang buruk akan merasakan kesengsaraan yang teramat sangat dan
manusia memperoleh balasan yang baik akan merasakan kebahagiaan yang abadi.
Tugas atau fungsi manusia didalam kehidupan ini adalah menjalankan peranan itu
dengan sempurna dan senantiasa menambah kesempurnaan itu sampai akhir khayat. Hal itu
dilakukan agar manusia benar-benar menjadi makhluk yang paling mulia dan bertaqwa
dengan sebenar – benar taqwa. (Q.S. Al-Imran : 102 dan Q.S. Al-Hujurat :13)

2.5 Tugas Pokok Manusia

Di dalam Al Quran, sedikitnya ada tiga hal utama yang menjadi tugas manusia di
dunia, yaitu:

1.Menjadi Khalifah Allah

Sebelum manusia diciptakan pada al Qur’an dijelaskan bahwa ada percakapan antara
allah dengan malaikat mengenai penciptaan manusia.pada surat Al-Baqarah ayat 30 telah
dijelaskan seperti berikut:

Artinya :”Ingatlah ketika tuhanmu berfirman pada para malaikat :”sesungguhnya Aku
hendakmenciptakan khalifah dibumi. mereka (malaikat) menjawab berkata
:”mengapa engkau hendak menjadikan khalifah dibumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,padahal kami (malaikat)
senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau? allah
berfirman : sesungguhnya allah mengetahui apa yang sedang kamu ketahui”.
Pada ayat tersebut Allah merencanakan menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi
didalam ayat tersebut ada sedikit perdebatan antara malaikat dengan Allah yaitu menurut
malaikat manusia diciptakan di bumi memang sebagai khalifa namun juga bisa membuat
pertumpahan darah dan tidak bisa menjaga mandat sebagai khalifa di bumi. Namun Allah
menjawab dengan tegas bahwa Allah mengetahui apa yang tidak diketahui oleh malaikat
yaitu rencana Allah terhadap penciptaan manusia, kemudihan Allah menjelaskan bahwa
manusia bisa menjadi khalifah di bumi karena manusia akan diberi akal sehingga manusia
dapat memiliki kemampuan dan keterampilan.

Sehingga sebagai khalifatullah, manusia diberi fungsi sangat besar, karena Allah Maha besar
maka manusia sebagai wakil Nya di muka bumi diberi tangung jawab pengelolaan alam
semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang diciptakan
Tuhan untuk manusia.

2.Menyembah Allah

Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki kekuasaan, oleh karena
itu tugasnya hanya menyembah kepada Nya dan berpasrah diri kepada Nya. Allah tidak
menciptakan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaNya. Mengabdi dalam bentuk apa?
Ibadah dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya seperti tercantum dalam
Al-Qur’an. Seperti dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 :

Artinya: ” padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah allah dengan
memurnikan ketaatan kepada allah dalam menjalankan agama yang lurus,dan
supaya mereka mendirikan shalat,dan menunaikan zakat,dan yang demikian
itulah agama yang lurus”. (Q.S Al Bayyinah :5)

Perintah ataupun tugas yang diberikan oleh Allah kepada manusia dalam beribu-ribu macam
bentuk dimulai dari hal yang paling kecil menuju kepada hal yang paling besar dengan
berdasarkan dan berpegang kepada Al-Qur’an dan hadist didalam menjalankannya.
Begitupun sebaliknya dengan larangan-laranganNya yang seakan terimajinasi sangat indah
dalam pikiran manusia namun sebenarnya balasan dari itu adalah neraka yang sangat
menyeramkan,sangat disayangkan bagi mereka yang terjerumus kedalamnya.
“Na’uudzubillaahi min dzalik”

Dalam hadist shohih diungkapkan bahwa jalan menuju surga itu sangatlah susah sedangkan
menuju neraka itu sangatlah mudah. Dua itu adalah pilihan bagi setiap manusia dari zaman
dahulu hingga sekarang,semua memilih dan berharap akan mendapatkan surga,namun masih
banyak sekali orang-orang yang mengingkari dengan perintah Allah bahkan mereka lebih
tertarik dan terbuai untuk mendekati dan menjalankan larangan-laranganNya. Sehingga
mereka bertolak belakang dari fitrahnya sebagai manusia hamba Allah yang ditugasi untuk
beribadah. Oleh karenanya,mereka tidak akan merasakan hidup bahagia di dunia dan bahagia
di akhirat.

3.Memakmurkan dan Memelihara Bumi

Dalam rangka ikhtiar memakmurkan bumi manusia telah diberi modal dasar yang
telah melekat pada diri manusia di awal penciptaan nya. Yakni beupa akal dan pikiran. Maka
dengan ada nya akal dan pikiran manusia dapat melakukan penelitian dan mencari
pengetahuan bagaimana mengelola semua amanah yang di berikan Allah SWT.

Memelihara di sini tidak hanya secara fisik saja. Tetapi segala yang ada di alam harus di
pelihara. Termasuk juga dalam memelihara akidah dan akhlak manusia itu sendiri sebagai
sumber daya manusia yang akan memanfaatkan alam. Karena itu meski dalam konteks
memelihara alam, namun secara praktek adalah dengan membina akidah adan akhlak. Kedua
hal ini penting agar tetap terjadi kesamaan dalam tujuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Keseragaman akhlak dan akidah akan tetap menyatukan manusia dalam visi yang satu, yakni
manusia sebagai khalifah.

2.6 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah

A. Tanggung Jawab manusia sabagai hamba Allah

Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada
Allah yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan .

Dalam hubungan dengan tuhan, manusia menempati posisi sebagai ciptaan dan
tuhan sebagai pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia
menghambakan diri pada Allah dan dilarang menghamba pada dirinya, serta menghamba
pada hawa nafsu nya. Tanggung jawab Abdullah teradap dirinya adalah memelihara iman
yang dimiliki dan bersifat fluktuatif ( naik turun), yang dalam istilah hadis Nabi SAW
dikatakan yazidu wayanqushu ( terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang
atau melemah ). Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap kepada
keluarga. Tanggung jawab kepada keluarga adalah merupakan kelanjutan dari tanggung
jawab terhadap diri sendiri , oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu
anfusakum waahlikum naaran (jagalah dirimu dan keluarga mu , dengan iman, dari neraka ).

Allah dengan ajaran-Nya Al-Quran menurut Sunnah Rasul, memerintahkan hamba-


Nya (Abdullah) untuk berlaku adil dan ikhsan. Oleh karena itu, tanggung jawab hamba Allah
adalah menegakkan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Dengan
berpedoman pada ajaran Allah, seorang hamba berupaya mencegah kekejian moral dan
kemungkaran yang mengancam diri dan keluarganya. Demikianlah tanggung jawab hamba
Allah yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap ajaran Allah menurut sunah rasul.

B. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah

Allah menganugrahi akal kepada manusia, dan dengan akal itulah Allah menurunkan
agama. agama sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan, merupakan dasar untuk
mengatur bagaimana berhubungan dengan sang pencipta dan hubungan dengan alam semesta.
Manusia dalam agama merupakan bagian dari lingkungan hidupnya, sehingga manusia
ditunjuk sebagai khalifah di muka bumi ini.

Seperti dalam firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat :30 Yang artinya : “Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan,


kekuasaan dan penerapan hukumhukum syariah. Khalifah adalah wakil umat dalam
kehidupan di muka bumi.Seperti dalam firman Allah SWT:

Yang artinya: “Allah telah berjanjian kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal yang salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orangorang sebelum mereka
berkuasa, akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
akan menukar (keadaan) mereka setelah mereka berada dalam ketakutan menjadikan aman
sentosa, mereka tetap menyebah-Ku tanpa mempersekutukan apapun dengan Aku. Siapapun
yang sudah kafir sesudah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (Q.S. An-
Nur [24]: 55).

Khalifah adalah sebutan yang diberikan kepada pemagang kekuasaan tertinggi dalam
suatu pemerintahan islam, muncul pertama kali di Tsaqifah (Rumah) Bani Sa’idah yang
merupakan suku di Madinah, berdasarkan prinsip pemilihan khalifah dari suku Quraisy
(Usmani, 2016)12. Makna khalifah dalam islam sebagai satu-satunya pemimpin di seluruh
penjuru dunia, sehingga khalifah menjadi pemimpin seluruh umat islam dari segala penjuru
dunia. Interaksi antara manusia dengan sumber-sumber alam harus berlangsung berdasarkan
kaidah-kaidah yang diatur oleh Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Bahkan Allah
mengamanahkan bumi kepada manusia untuk menyikapi ketentuan dan hukum- hukumnya.

Manusia diserahi tugas hidup yang berupakan amanat Allah dan harus di
pertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi
adalah tugas kekhalifahan yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi, serta
pengelolaan dan pemeliharaan alam. Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang
kekuasaan. Manusia menjadi khalifah memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi.

Sebagai makhluk ciptaan-Nya, Tuhan mengajarkan kepada manusia kebenaran


dalam segala keciptaannya dan melalui pemahaman serta penguasan terhadap hukum-hukum
kebenaran yang terkandung dalam ciptaannya, manusia dapat menyusun konsep baru serta
malakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam kebudayaan. Sebagai khalifah manusia
diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga kebebasannya
melahirkan kreatifitas yang dinamis. Adanya kebebasan manusia di muka bumi adalah karna
kedudukannya untuk memimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk kepada siapapun kecuali
kepada yang diatas yang memberikan kepemimpinan. Oleh karena itu, kebebasan manusia
sebagai khalifah bertumpu pada landasan Tauhidulla, sehingga kebebasan yang dimiliki
tidak menjadikan manusia bertindak sewenang-wenang.

Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuan yang telah digariskan ooleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Tuhan baik
yang tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam
semesta (al-Kaun). Serang wakil melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya.
Oleh karena itu, ia diminta pertanggung jawaban terhadap penggunaan kewenangannya di
hadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalam QS.35 (Faathir) : 39

Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barang siapa
yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran
orang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi
Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan
menambah kerugian mereka belaka”.

Dua peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai khalifah dan’abd
merupakan perpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup, yang pada
nilai-nilai kebenaran. Dengan demikiann, manusia sebagai khhalifah dan hamba Allah
merupakan kesatuan yang menyempurnakan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang
memiliki kebebasan berkreasi dan sekaligus menghadapkannya pada tuntutan kodrat yang
menempatkan posisinya pada keterbatasan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua
predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai
khalifah Allah), mengatur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan
manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
Selain itu, manusia sebagai makhluk sosial harus bisa menjaga hubungannya dengan manusia
yang lainnnya. Manusia harus bisa menjaga hubungannya baik itu hablumminallah
(hubungan dengan Allah) dan hablumminannas (hubungan dengan manusia).

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA

(1) http://pembahasan-hakikat-manusia-dalam-islam-/110525022733-/phpapp02.

(2) http://qurandansunnah.wordpress.com/2009/10/31/mengetahui-bagaimana-proses-
penciptaan-manusia/

(3) http://www.anneahira.com/peranan-manusia-sebagai-khalifah.html

(4) http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2197225-tugas-manusia-di-bumi-
menurut/#ixzz29ovFksDG

(5) http://rosyanaanggraeni.blogspot.com/2014/11/eksistensi-dan-martabat-manusia.html

(5) Miftah Faridi, Pokok-Pokok Ajaran Islam (Bandung: Pustaka Salman, 1982). Hlm.8

(6) Jalaluddin Rakhmat,”Mukjizat Al-Qur’an” dalam At-Tanwir, No. 289, Edisi Oktober
2007 (Bandung : Yayasan Muthahhari) , hlm.5.

(7) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahnya (Bandung: Gema
Risalah Press,1992),hm.107-108.

(8) Maftuh Ahnan “Filsafat Manuia” (Terbit Terang,Surabaya),hlm.18-21.

(9)Ali Abd al-Raziq, Al-Islam wa Ushul al-Hukm, Kairo, 1952

(10) Acep Djazuli, Fiqih Siasah, Bandung, Sunana Gunung Djati Pers, 1990.

Anda mungkin juga menyukai