Anda di halaman 1dari 6

ASAL USUL MANUSIA DAN POTENSINYA

Disusun guna memenuhi tugas UTS mata kuliah agama islam dan kemuhammadiyahan (AIK)

Dosen pembimbing: Dr. H. syamsul huda, M.pd.I

Disusun oleh:

Dewi wulan sari (21316901028)

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

STIKES MUHAMMADIYAH BOJONEGORO

2021

 ASAL USUL MANUSIA


Artinya:
Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian
Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air
mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain.
Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S. al-Mukminun [23]: 12–14)

Dalam ayat di atas jelas terlihat bagaimana proses penciptaan manusia dimulai dari tahap
sulalah (saripati makanan) kemudian nutfah (sperma) lalu terjadi konsepsi (pembuahan) dan
masuk kedalam rahim (menjadi embrio) kemudian berkembang membentuk ‘alaqah kemudian
berproses menjadi mudhghah, ‘izaman (tumbuh tulang belulangnya) kemudian tulang-tulang itu
dibungkus dengan daging.

Setelah terbentuk manusia yang utuh, kemudian Allah SWT meniupkan (nafakha)
kepadanya ruh nya kemudian jadilah ia makhluk yang unik (khalqan Akhar). Disebut demikian
karena manusia memiliki substansi psikis yang berasal dari substansi tuhan sama sekali tidak
dimiliki makhluk-makhluk lain.

Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa di
antaranya sebagai berikut:
1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).

Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu
waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma
melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur karena saluran
reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma, gerakan
‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel
telur hanya akan membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini
dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang
dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).

2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.

Setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang
disebut ‘alaqah.
“Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah”. (al ‘Alaq/96:2).
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel tunggal
yang dikenal sebagai “zigot” , zigot ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri
hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia
dengan bantuan mikroskop.
Tapi, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada
dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan
semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi
pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an terungkap. Saat
merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata “alaq”
dalam Al Qur’an. Arti kata “alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada
suatu tempat”. Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel
pada tubuh untuk menghisap darah.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.

Disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang
terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al Mu’minun:14)
Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara
bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan
dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan
menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an
adalah benar kata demi katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi
dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan
embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang
bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.

4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.

Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di Al-
Qur’an, fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu
ditetapkan sebagai cairan campuran: “Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-
baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya
dari sari air yang hina.” (Al-Qur’an, 32:7-8).

 POTENSI MANUSIA

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling potensial. Artinya potensi yang dibekali oleh
Allah untuk manusia sangatlah lengkap dan sempurna. Hal ini menyebabkan manusia mampu
mengembangkan dirinya melalui potensi-potensi (innate potentials atau innate tendencies)
tersebut. Secara fisik manusia terus tumbuh, secara mental manusia terus berkembang,
mengalami kematangan dan perubahan. Kesemua itu adalah bagian dari potensi yang diberikan
Allah kepada manusia sebagai ciptaan pilihan. Potensi yang diberikan kepada manusia itu sejalan
dengan sifat-sifat Tuhan, dan dalam batas kadar dan kemampuannya sebagai manusia. Karena
jika tidak demikian, menurut Hasan Langgulung, maka manusia akan mengaku dirinya Tuhan.
Jalaluddin mengatakan bahwa ada empat potensi yang utama yang merupakan fitrah dari Allah
kepada manusia. Yaitu:

1. Potensi Naluriah (Emosional) atau Hidayat al-Ghariziyyat

Potensi naluriah ini memiliki beberapa dorongan yang berasal dari dalam diri manusia.
Dorongan-dorongan ini merupakan potensi atau fitrah yang diperoleh manusia tanpa melalui
proses belajar. Makanya potensi ini disebut juga potensi instingtif, dan potensi ini siap pakai
sesuai dengan kebutuhan manusia dan kematangan perkembangannya. Dorongan yang pertama
adalah insting untuk kelangsungan hidup seperti kebutuhan akan makan, minum penyesuaian diri
dengan lingkungan. Dorongan yang kedua adalah dorongan untuk mempertahankan diri.
Dorongan ini bisa berwujud emosi atau nafsu marah, dan mempertahankan diri dari berbagai
macam ancaman dari luar dirinya, yang melahirkan kebutuhan akan perlindungan seprti senjata,
rumah dan sebagainya. Yang ketiga adalah dorongan untuk berkembang biak atau meneruskan
keturunan, yaitu naluri seksual. Dengan dorongan ini manusia bisa tetap mengembangkan
jenisnya dari generasi ke generasi.

2. Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al- Hasiyyat

Potensi fisik ini bisa dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang dimiliki manusia
seperti indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Potensi ini difungsikan
melalui indra-indra yang sudah siap pakai hidung, telinga, mata, lidah, kulit, otak dan sisten saraf
manusia. Pada dasarnya potensi fisik ini digunakan manusia untuh mengetahui hal-hal yang ada
di luar diri mereka, seperti warna, rasa, suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi bisa
dikatakan potensi fisik merupakan alat bantu atau media bagi manusia untuk mengenal hal-hal di
luar dirinya. Potensi fisikal dan emosional ini terdapat juga pada binatang.

3. Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al- Aqliyat

Potensi akal atau intelektual hanya diberikan Allah kepada manusia sehingga potensi inilah yang
benar-benar membuat manusia menjadi makhluk sempurna dan membedakannya dengan
binatang. Jalaluddin mengatakan bahwa: "potensi akal memberi kemampuan kepada manusia
untuk memahami simbol simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan, maupun
membuat kesimpulan yang akhirnya memilih dan memisahkan antara yang benar dengan yang
salah. Kebenaran akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan
kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa lingkungannya, menuju situasi
kehidupan yang lebih baik, aman, dan nyaman.

4. Potensi Agama (Spiritual) atau Hidayat al-Diniyyat


Selain potensi akal, sejak awal manusia telah dibekali dengan fitrah beragama atau
kecenderungan pada agama. Fitrah ini akan mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi
kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kelebihan dan kekuatan yang lebih besar dari
manusia itu sendiri. Nantinya, pengakuan dan pengabdian ini akan melahirkan berbagai macam
bentuk ritual atau upacara-upacara sakral yang merupakan wujud penyembahan manusia kepada
Tuhannya. Dalam pandangan Islam kecenderungan kepada agama ini merupakan dorongan yang
bersal dari dalam diri manusia sendiri yang merupakan anugerah dari Allah. Dalam al-Qur'an
dijelaskan: " Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS: ar-
Rum:30)

Dari ayat di atas bisa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan fitrah Allah adalah ciptaan Allah.
Artinya Allah menciptakan manusia dengan memberinya potensi beragama yaitu agama tauhid
sehingga apabila ada manusia yang tidak beragama tauhid maka itu tidak wajar. Dan bisa
dipastikan bahwa keadaan seperti itu adalah karena pengaruh dari luar diri manusia. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bukhari menyatakan bahwa setiap anak yang lahir itu
sesuai dengan fitrah atau potensi beragama tauhid dari Allah, namun orang tuanya
(lingkungannya) yang menyebabkan anak tersebut keluar dari fitrah Allah tersebut. Untuk
mempertahankan fitrah tersebut, manusia juga dibekali dengan potensi emosi (seperti telah
dijelaskan di atas), sehingga dengan emosi yang ada dalam dirinya manusia dapat merasakan
bahwa Allah itu ada.

Anda mungkin juga menyukai