Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Judul pelatihan ini adalah “Pelatihan Pendampingan Kasus Kekerasan”

B. Latar Belakang Masalah

Setiap negara pasti memiliki hukum tersendiri yang mengatur masyarakatnya agar dapat
hidup secara tertib dan harmonis. Seseorang yang melanggar hukum akan diberikan sanksi
yang harapannya dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun bagi orang-orang lainnya.
Meskipun hukum itu ada dan sudah ditegakkan, akan tetapi masih terdapat banyak kasus-
kasus pelanggaran hukum yang terjadi, salah satunya adalah kasus kekerasan.

Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa
menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa,
dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Kekerasan
merupakan salah satu kasus yang paling sering terjadi setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2021
saja tercatat ada 10.247 kasus kekerasan yang dilaporkan, jumlah kasus ini cukup tinggi jika
dibandingkan dengan total kasus kekerasan yang dilaporkan sepanjang 2019 yakni sebanyak
8.864 kasus. Data tersebut baru mencakup kasus kekerasan terhadap perempuan saja, belum
lagi kasus kekerasan terhadap anak yang mencapai angka 14.517 kasus selama tahun 2021.

Dalam menghadapi kasus kekerasan, terutama kepada perempuan dan anak maka dibutuhkan
adanya pendamping. Pendamping adalah warga masyarakat yang atas dasar rasa kesadaran
dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial secara sukarela (Nelfina 2009 dalam Departemen Sosial RI).
Sedangkan pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang
diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan
masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga
kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan (Direktorat Bantuan Sosial, 2007)

Dengan melihat maraknya kasus kekerasan yang ada maka akan dibutuhkan pula tenaga
pendamping yang cukup banyak untuk mendampingi dan membela hak-hak korban. Oleh
karena itu kami merancang pelatihan pendampingan kasus kekerasan dengan harapan dapat
menghasilkan orang- orang yang mampu untuk membantu mendampingi korban kasus
kekerasan serta menggaungkan semangat anti kekerasan.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya pada latar belakang permasalahan,
rumusan masalah dari pelatihan ini adalah “Bagaimana pelatihan pendampingan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kekerasan?”

D. Tujuan Kegiatan

Untuk menjawab rumusan masalah, tujuan akhir dari pelatihan ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan awareness peserta mengenai kekerasan

2. Meningkatkan pemahaman peserta mengenai hak-hak korban kekerasan

3. Meningkatkan kemampuan peserta dalam menghadapi korban kekerasan

4. Memberikan pemahaman peserta mengenai standar pelayanan sebagai pendamping

5. Memberikan pemahaman peserta mengenai kode etik sebagai pendamping

6. Melatih peserta untuk menghadapi korban kekerasan D. Manfaat Kegiatan

Manfaat yang didapatkan dari pelatihan ini adalah sebagai berikut:


1. Peserta memahami pentingnya memberantas kasus kekerasan dan
Membantu korban korban kekerasan

2. Peserta mengetahui standar pelayanan yang harus diberikan ketika mendampingi


korban kekerasan

E. Tutor
Pelatihan ini menjelaskan materi kekerasan dan pendampingan beserta praktiknya dengan
beberapa pemateri sebagai berikut:

1. Muhammad Adji Kamandanu menyampaikan data peningkatan kasus kekerasan,


pengertian kekerasan, pengertian pendampingan, serta standar layanan dalam
melakukan pendampingan.

2. Yaaquta Alya Faatihah menyampaikan mengenai hak-hak korban, jenis pelayanan,


cara mengidentifikasi layanan yang dibutuhkan korban, serta langkah-langkah dalam
pendampingan kasus kekerasan

3. Azhara Sherlina Putri berperan sebagai moderator pelatihan 4. Verena Patrin


Lamtama Putri Sihotang berperan sebagai operator pelatihan

F. Sasaran

Sasaran dari pelatihan ini adalah untuk masyarakat umum yang memiliki kepedulian terhadap
kasus kekerasan.

F. Peserta

Peserta pelatihan ini merupakan volunteer dari program kementrian pemberdayaan


perempuan dan perlindungan anak.

G. Durasi

Seluruh rangkaian kegiatan pelatihan ini berdurasi 100 menit


KAJIAN TEORI

A. Kekerasan

1. Pengertian Kekerasan
Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau
tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang (masyarakat) yang
mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian,
kerugian psikologis, kelainan perkembangan, atau perampasan hak. Poerwadarminta (1990)
mengartikan kekerasan sebagai penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kekerasan
dapat diartikan sebagai perihal keras atau perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang
menyebabkan cedera atau matinya orang lain dan menyebabkan kerusakan fisik pada orang
lain.

Kata kekerasan setara dengan kata violence dalam bahasa Inggris yang diartikan sebagai
suatu serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Sementara kata kekerasan dalam bahasa Indonesia umumnya dipahami hanya serangan fisik
belaka. Dengan demikian, bila pengertian violence sama dengan kekerasan, maka kekerasan
di sini merujuk pada kekerasan fisik maupun psikologis (Soekanto, 1987). Menurut Santoso
(2002) dalam bukunya, kekerasan juga dapat diartikan sebagai suatu serangan memukul
(Assault and Battery) dan merupakan kategori hukum yang mengacu pada tindakan ilegal
yang melibatkan ancaman dan aplikasi aktual kekuatan fisik kepada orang lain.

Berkaitan dengan itu, kejahatan kekerasan oleh Anwar (2004) diartikan sebagai penggunaan
kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar atau trauma, kematian.
Kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.

2. Bentuk-Bentuk Kekerasan

Menurut Buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan yang
disusun oleh (Lestari et al, n.d) terdapat beberapa jenis kekerasan, yaitu:

Kekerasan Psikis

Tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya (UU No.23 tahun 2004).
Kekerasan Psikis termasuk manipulasi perasaan, posesif dan intimidasi.

Kekerasan Fisik
Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat yang dilakukan dengan
atau tanpa alat (UU No.23 tahun 2004). Kekerasan fisik termasuk pemukulan, penyiksaan
dan penganiayaan.
Kekerasan Ekonomi
Perbuatan mengontrol kemampuan untuk mendapatkan, menggunakan, dan mempertahankan
sumber daya, sampai mengancam ekonomi serta potensi seseorang untuk mandiri (Alvi
Awwaliya, 2020). Kekerasan ekonomi termasuk pemerasan, kontrol terhadap ekonomi, dan
sabotase pekerjaan.

Kekerasan Sosial
Perbuatan yang membatasi akses untuk bersosialisasi dengan orang lain maupun lingkungan,
stigmatisasi dan juga diskriminasi. Kekerasan Sosial termasuk victim blaming, persekusi,
pengucilan dan pengekangan

Kekerasan Verbal

Perbuatan melakukan perundungan, menghina, merendahkan, mengancam, candaan seksis


yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Kekerasan Seksual Siber


Perbuatan mengancam, menguntit dan menyebarkan data pribadi di ranah digital dengan
tujuan mengambil keuntungan, mengontrol orang lain, memeras, menghina dan
mempermalukan orang lain. Termasuk dalam kekerasan digital adalah Non Consensual
Dissemination of Intimate Images, Pemerasan Seksual, Image Based Sexual Abuse,
Pencurian dan penggunaan data pribadi seperti alamat rumah dan identitas pribadi lainnya

3. Dampak Kekerasan

Merupakan akibat yang terjadi pada fisik, psikologis. Seksual/reproduksi, ekonomi, social,
sipil-politik, hukum dan aspek lainnya kepada korban karena kekerasan yang dialami.
(Lestari et al, n.b) Diantaranya adalah:

Dampak Fisik
Akibat dari tindak kekerasan yang mengacu pada bagian tubuh yang terkena sasaran tindak
kekerasan, yang dapat merupakan kondisi yang permanen (cacat) maupun tidak permanen
(rasa sakit, luka, lebam).
Dampak Psikologis
Akibat kekerasan pada kondisi psikologis atau kejiwaan atau mental korban. Misalnya
merasa tidak berharga, malu, tertekan/stress, ketakutan, kehilangan rasa percaya diri,
kehilangan kemampuan untuk bertindak, merasa tidak berdaya.

Dampak Seksual/Reproduksi
Akibat dari tindak kekerasan pada gangguan fungsi kerusakan organ seksual/ reproduksi, baik
pada bagian dalam dan/atau luar, yang dapat merupakan kondisi yang permanen maupun
sementara.

Dampak Sosial
Akibat dari tindak kekerasan yang menyebabkan terganggungnya posisi sosial, relasi sosial
dan mobilitas sosial korban.

Dampak Ekonomi
Akibat dari tindak kekerasan pada kondisi ekonomi korban. Misalnya, menurunnya
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau bahkan hilangnya sumber mata
pencaharian bagi korban.

Dampak Sipil dan Politik


Akibat dari tindak kekerasan yang menyebabkan terhalangnya pemenuhan hak sipil dan
politik korban.

Dampak Hukum
Akibat dari tindak kekerasan pada pemenuhan hak korban sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku.

Kekerasan Terhadap Perempuan Setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang
berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik,
seksual, atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum maupun dalam
kehidupan pribadi. [Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (1993), Pasal 1].
Berdasarkan data-data yang terkumpul dari Lembaga layanan atau formulir pendataan
Komnas Perempuan terdapat beberapa jenis kekerasan terhadap perempuan yang tercatat
(CATAHU,2021). Diantaranya adalah:
1. Kekerasan Dalam Ranah Privat atau Pribadi
Kekerasan dalam ranah ini banyak terjadi dalam hubungan relasi personal, di mana pelaku
adalah orang yang dikenal baik dan dekat oleh korban. Misalnya tindak kekerasan yang
dilakukan suami terhadap istri, ayah terhadap anak, paman terhadap keponakan, kakek
terhadap cucu. Kekerasan ini dapat juga dialami oleh seseorang yang berada dalam hubungan
kerja seperti pekerja rumah tangga baik yang tidak menetap maupun menetap dalam rumah
tangga tersebut. Yang termasuk kedalam kekerasan jenis ini adalah KDRT dan Relasi
Personal. Diantaranya adalah Kekerasan Terhadap Istri (KTI), Kekerasan Dalam Pacaran
(KDP), dan kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja.
(CATAHU, 2021)

2. Kekerasan Dalam Ranah Publik


Kekerasan dalam komunitas meliputi, antara lain, kekerasan yang terjadi di tempat kerja
(misalnya perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, pemutusan hubungan kerja secara
sewenang-wenang, pelecehan seksual, atau bentuk-bentuk eksploitasi dan kesewenangan
lainnya) atau kekerasan di tempat umum (misalnya pelecehan seksual terhadap perempuan di
jalan, pasar). Seiring dengan berkembangnya teknologi, kekerasan dalam komunitas juga
dilakukan melalui siber (dunia maya).

3. Kekerasan Dalam Ranah Negara Kekerasan yang dilakukan oleh Negara, antara lain
muncul dalam bentuk pembuatan peraturan perundangan dan/atau kebijakan yang
tidak berpihak pada kebutuhan perempuan (khususnya perempuan korban kekerasan).
Hal ini secara langsung berpengaruh pada perilaku aparat penegak hukum dan budaya
penegakan hukum.

Pendampingan
1. Pengertian Pendamping
Pendamping adalah warga masyarakat yang atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab
sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara
sukarela (Nelfina 2009 dalam Departemen Sosial RI). Pendamping juga adalah seseorang
atau kelompok yang telah memenuhi syarat sebagai pendamping klien baik itu korban
maupun keluarga korban. Yang bekerja sesuai perannya dengan berdasarkan pada asas,
prinsip, dan etika kerja pendampingan. Pendamping membantu klien dalam mencari akses
bantuan yang dibutuhkan seperti akses bantuan hukum, psikologi, atau social (Lestari et al,
n.b).

2. Pengertian Pendampingan Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan


(fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi
kebutuhan. Memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat
diwujudkan (Direktorat Bantuan Sosial, 2007). Jadi pendampingan adalah suatu kerja
individu atau kelompok yang bertujuan untuk membantu klien berdaya menolong
dirinya sendiri.

3. Standar Layanan Untuk Korban

Dalam mendampingi korban terdapat standar layanan yang harus kita ketahui atau kita
berikan kepada korban, merujuk pada UN Declaration of Basic Principles of Justice for
Victims of Crime and Abuse of Power, terdapat sedikitnya 9 layanan yang harus dimiliki
pada program bantuan bagi korban (Lestari et al, n.b), yang terdiri dari:
1) Pelatihan untuk profesional
Adanya pelatihan terlebih dahulu mengenai program bantuan korban seminimal-minimalnya
melibatkan polisi dan penuntut umum.

2) Intervensi krisis
Memberikan bantuan untuk menangani masalah emosional
Korban seperti penguatan emosional, menyediakan rumah aman.
Bahan makanan, pengobatanm serta pemberian informasi mengenai hak-hak korban.

3) Bantuan kepada keluarga korban


Bantuan emosional juga perlu diberikan kepada keluarga korban agar lebih tenang dan tau
bagaimana harus menyikapi korban.

4) Konseling Menyediakan layanan konseling sesuai dengan kebutuhan korban.

5) Advokasi

Membela hak-hak korban, proses advokasi terhadap korban harus mampu menjamin:
Kompensasi dari pelaku terhadap korban, intervensi untuk menjamin keberlangsungan
tagihan yang menjadi tanggungan korban, menyediakan ketersediaan rumah aman bagi
korban, perlindungan dan keamanan di rumah aman bagi korban.

6) Pendampingan
Selama penyidikan (memberikan dukungan emosional dan perkembangan informasi yang
ada)

7) Pendampingan selama persidangan

8) Perumusan Standar praktik kode etik

Menjaga kerahasiaan korban, menjaga keamanan korban, tidak boleh menggurui atau
menasihati, tidak boleh memaksakan kehendak sendiri, tidak boleh berpraduga, memetakan
resiko, memilih kata dan kalimat yang tidak keras, tidak boleh mendominasi pembicaraan,
tidak boleh memberi nasihat atas keputusan korban.

9) Pelayanan pendidikan terhadap publik


Membangun kesadaran publik mengenai hak-hak korban

4. Target Pendampingan

1) Klien (Korban)
Klien merupakan korban yang mengalami kekerasan seksual. Fokus utama pendampingan
klien adalah pemulihan trauma dan pemberdayaan. Pemulihan klien mencakup pemulihan
fisik, psikologis, dan sosial. Pendampingan dilakukan berdasarkan kebutuhan klien. Rentang
usia korban yang didampingi sampai dengan usia 45 tahun. Korban yang berusia di bawah 18
tahun termasuk dalam kategori usia anak, sehingga pendampingan dilakukan dengan
sepengetahuan orang tua atau wali.

2) Keluarga Klien
Pendampingan terhadap keluarga klien dilakukan untuk pemulihan trauma dan menyiapkan
keluarga sebagai salah satu support system (system dukungan) klien. Pendampingan keluarga
klien yang dimaksud adalah keluarga yang bukan pelaku.Secara lebih lanjut, pelayanan
bantuan kepada korban direkomendasikan untuk menyediakan pendampingan emosional
kepada keluarg korban mengenai kondisi korban dan penguatan mental dan emosional bagi
anggota keluarga.

3) Kerabat Klien
Pendampingan terhadap kerabat klien dilakukan agar orang terdekat klien dapat membantu
dan mendukung proses penyelesaian kasus dan pemulihan trauma klien agar berperspektif
korban.

4) Pelaku

Pendampingan terhadap pelaku dilakukan berdasarkan prinsip keadilan transformative, yang


bertujuan untuk memutus rantai kekerasan yang mana sebagai upaya pencegahan
pendampingan ini mencakup rehabilitasi dan edukasi pelaku. Pendampingan ini dilakukan
oleh pendampingan sosial dan psikologis dengan tujuan sebagai upaya rehabilitasi pelaku.

5. Etika Pendampingan
Memberi layanan sesuai kemampuan atau kompetensi, yakni sesuai training dan pendidikan
yang sudah dijalani

- Menjelaskan tata cara dan Hasil dari jasa yang diberikan

- Tidak boleh melakukan pelecehan seksual, dan membedakan


berdasarkan jenis kelamin

Tidak boleh membahayakan klien karena konflik pribadi, sehingga harus dapat
memanajemen konflik dengan baik

- Tidak boleh merugikan klien

- Tidak boleh menekan

- Tidak terlibat secara emosional terlalu dalam dengan klien karena


akan mengganggu proses terapi

6. Larangan dan Anjuran dalam Proses Pendampingan


1) Hal-hal yang sebaiknya dilakukan saat pendampingan adalah:

• Memposisikan diri setara dan saling menghormati dengan orang yang kita dampingi.
• Menjaga privasi dan kerahasiaan klien kita
• Memberi rasa aman
Menghargai pendapat setiap individu termasuk latar belakang pengalaman hidup dan cara
bertahan
• Menghormati pilihan keputusan korban
• Gunakan bahasa yang sederhana
Empati dan objektif

2) Hal-Hal yang Dilarang dalam Proses Pendampingan

Membuka rahasia korban atau identitas tanpa persetujuan dari korban

⚫ Tidak serius atau menyepelekan kasus

. Menyalahkan korban

Menganggap masalah sebagai hal yang biasa

Memaksakan pendapat dan kehendak kepada korban

⚫ Tidak menghargai dan menghormati hak korban

Tidak diperkenankan memberikan dukungan finansial secara pribadi

7. Langkah-Langkah Pendampingan

1) Memperkenalkan diri
Dalam memperkenalkan diri kita perlu menciptakan suasana yang nyaman. Lalu yang penting
adalah meminta persetujuan dari korban dan bila korban adalah anak di bawah umur maka
kita pun perlu meminta persetujuan dari orang tua korban.

2) Melakukan wawancara

Dalam wawancara ada hal-hal yang perlu diperhatikan Agar korban merasa nyaman karena
yang kita hadapi adalah kekerasan terhadap perempuan korban merupakan perempuan maka
upayakan orang mewawancara juga adalah seorang perempuan. Upayakan untuk memperoleh
informasi tentang masalah dan jelaskan secara cermat dengarkan setiap keluhan dan cerita.
Selanjutya melakukan anamnesis secara terpisah antara pengantar pendamping ataupun
keluarga korban. Jelaskan bahwa permasalahan bukanlah kesalahan dari korban.

Wawancara boleh ditunda jika korban belum siap bercerita. Berikan motivasi dan pengertian
bahwa banyak orang mendukungnya. Bersabar dalam menggali informasi karena mungkin
sekali korban tidak mau berbicara
3) Melakukan obeservasi

Sebagai pendamping kita harus sangat teliti dalam mengobservasi.Pada saat wawancara,
pendamping harus melakukan observasi menilai kondisi kesehatan fisik dan psikis
perempuan dan anak yang mengalami permasalahan, pendamping, pengantar serta menilai
apakah dibutuhkan tindakan medis cepat atau segera. Untuk itu yang perlu diperhatikan
tentang tanda-tanda kekerasan, di antaranya:

• Perhatikan nilai kejanggalan sikap, gelisah, ketakutan, atau tanda tanda yang tidak wajar
dari perempuan dan anak yang mengalami permasalahan; trauma ringan atau berat;

Terdapat luka yang meninggalkan bekas berupa memar pada tubuh khususnya sekitar mata
dan wajah; cedera akibat pukulan benda tajam; gigi tanggal; kelainan bentuk hidung akibat
patah tulang hidung; pendarahan dari hidung akibat pukulan; menyalahkan diri sendiri;

Tampak jauh lebih tua dari umurnya, atau mengalami hambatan dalam perkembangan
fisiknya; (assessment lanjutan)

Terkadang penampilannya terlihat menutup-nutupi, capek, kurus, nervous, galak, dan cemas;
(assessment lanjutan)
4) Dan mengevaluasi kasus

Urutan alur peristiwa yang terjadi dengan menjawab 5w+1h. Kronologi penting diungkapkan
secara detail (jika mungkin dicatatkan per tanggal) untuk melihat secara komprehensif
bagaimana suatu peristiwa tersebut dapat terjadi. Kronologis yang detail dapat membantu
memisahkan mana peristiwa hukum yang terjadi di antara peristiwa lainnya. Hal ini berguna
untuk merumuskan strategi advokasi.

Kerja pendampingan sosial akan dihentikan bila:

Kebutuhan klien sudah terakomodasi


Klien tidak dapat dihubungi

Korban tidak mengikuti kesepakatan yang telah dibuat bersama pendampin

A. Saran

Pelatihan pendampingan kasus kekerasan ini meskipun secara umum dapat dikatakan baik.
Namun untuk pengembangan pelatihan ini kedepannya masih ada beberapa hal yang harus
ditingkatkan sesuai dengan masukan yang diberikan. Pelaksanaan kegiatan pelatihan ini
sebaiknya dilaksanakan dalam beberapa hari sebagai suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
pengantar kekerasan dan pendampingan, tata cara dalam melakukan pendampingan, serta
praktik (role play) melakukan pendampingan

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Y. (2004). Saat Menuai Kejahatan: Sebuah Pendekatan Sosiokultural Kriminologi


Hukum. Bandung: UNPAD Press

CATAHU Komnas Perempuan (2021). Perempuan Dalam Himpitan Pandemi:


Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber. Perkawinan Anak, dan Keterbatasan
Penanganan di Tengah COVID-19. Komnas

Perempuan Lestari, et al., (n.d.). Buku Panduan Pendapingan Dasar Kasus Kekerasan
Terhadap Perempuan. Bandung: LBH Bandung
Purwadarninta, W. J. S., (1990). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: P.N. Balai
Pustaka

Santoso, T. (2002). Kriminologi. Jakarta: Grafindo Persada Sockanto, S. (1987). Kriminologi


(Pengantar Sebab-sebab Kejahatan). Bandung: Politca

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Sebagai Bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita adalah pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia memiliki peran penting sehagai panutan hidup
Bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menggambarkan karalteristik
kehidupan Bangsa Indonesia. Maka harus dijaga pelestarian nilainya.dalam
pengaplikasiannya.di dalam kehidupan sehari-hari.

Pada zaman modern ini, marak terjadi penyimpangan -penyimpangan terhadap nilai-nilai

yang terkandung dalam pancasila. Penyimpangan sila kedua itu dapat kita lihat pada
maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia. Tetutama pelecehan seksual
terhadap anak-anak. Kasus tersebut jelas melanggar sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab. Dapat diketahui bahwa pelecehan seksual merupakan bentuk kekerasan yang
tentu dilakukan oleh orang-orang yang tidak beradab. Selain melanggar pancasila, pelecehan
seksual juga melanggar HAM.

Kekerasan seksual termasuk bentuk kekerasan paling menonjol sampai sejumlah kalangan
menilai Indonesia sedang berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual.. Berdasarkan
catatan LBH Apik, kata Luthfi, terdapat 573 kasus kekerasan yang menimpa perempuan atau
anak-anak di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Sebagai pembanding,
dari 3.339 kasus kejahatan terhadap anak, tahun 2014 kasus-kasus pelecehan seksual
mencapai 52 persen. Sementara pada tahun 2013, dari 2.700 kasus kriminal yang melibatkan
bocah di bawah umur, 42 persen merupakan kasus pelecehan seksual.

Maraknya kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi tersebut bukanlah gambaran
karakteristik Indonesia yang tertera pada butir-butir pancasila. Manusia yang adil dan beradab
tidak akan melakukan perbuatan yang merugikan manusia lainnya. Pada hakikatnya manusia
seharusnya dapat menjaga martabatnya.untuk saling mengasihi, penuh kasih sayang, dan
tidak menyakiti satu sama lain. Namun di era ini kasus pelecehan seksual bukan menjadi
suatu hal yang tabu lagi. Hukum yang tegas harus lebih ditegakkann untuk menangani kasus-
kasus tersebut. Selain itu perlu untuk masyarakat untuk selalu berpegang teguh pada
pancasila sila kedua agar kasus yang sama tidak terus berulang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi faktor terjadinya pelanggaran sila ke-2 pada kasus pelecehan seksual
pada wanita di Indonesia?

2. Upaya apa yang dapat dilakukan dalam mencegah maupun mengatasi kasus pelecehan
seksual pada anak di Indonesia?
3. Bagaimana peran pancasila sila kedua dalam mencegah kasus pelecehan seksual terhadap
anak?

1.3 Tujuan

1. Memaparkan bentuk pelanggaran sila kedua pancasila dalam kasus pelecehan seksual
terhadap anak.

2. Menjelaskan peram sila kedua dalam panutan perilaku bagi masyarakat indonesia.

3. Menguraikan upaya yang tepat dalam mengatasi pelanggaran sila kedua, yaitu pelecehan
seksual terhadap anak.

BAB II

Kajian Teori

2.1 Pengertian Pancasila

Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Pancasila terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu, panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas.
Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan
tercantum pada paragraf ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung
dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

2.2 Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Sila Pancasila

Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin, dan menyadarkan
manusia akan harkat dan martabatnya. Dalam Dictionary of Sociology an Related Sciences
nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Menurut C Klukhon, nilai bukanlah keinginan melainkan apa yang diinginkan.
Sedang menurut Kamus ilmiah populer nilai adalah ide tentang apa yang baik, benar,
bijaksana, dan apa yang berguna, sifatnya lebih abstrak dari norma.
Nilai dibagi menjadi dua macam yaitu:

-Nilai yang mendarah daging yaitu nilai yang sudah menjadi kepribadian bawah sadar atau
yang mendorong timbulnya tindakan tanpa berpikir panjang lagi. Contohnya: orang yang taat
beragama maka akan menderita saat ia melanggar larangan dari norma agama tersebut.

-Nilai dominan yaitu nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai-nilai yang lain.
Beberapa pertimbangan dominan atau tidaknya nilai tersebut bisa dilihat dari:

* Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.

* Lamanya nilai tersebut dirasakan oleh anggota kelompok tersebut.

* Tingginya usaha mempertahankan nilai tersebut,


Tingginya kedudukan orang-orang yang membawakan nilai tersebut.

Pancasila di rumuskan bukan semata tanpa arti. Dalam setiap sila dalam Pancasila
mengandung nilai-nilai luhur. Nilai-nilai inilah yang jika diterapkan secara konsisten dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menjadi pendorong untuk kemajuan bangsa.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila yaitu sebagai berikut

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Inti sila ketuhanan yang maha esa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan
hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala aspek
penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang berasal dari
tuhan, yaitu nila-nilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam
penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia
adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini
hubungan antara manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah
sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah
merupakan ciptaan Tuhan.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya
dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan
Negara, kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya
harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara
adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk
memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek
penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang
monopluralis, terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara
berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk
sosial.

3. Sila Persatuan Indonesia

Inti sila persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat Negara dengan hakikat dan sifat-sifat
satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia yang pada hakekatnya
merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi
Negara merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri.
Jadi Negara Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak tidak terbagi-bagi,
merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi sendiri, yang mempunyai bentuk dan
susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-sifat dan keadaan sendiri. Kesuaian Negara dengan
hakikat satu tersebut meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik yang bersifat jasmaniah
maupun rohania, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan.

4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/perwakilan.

Inti sila keempat adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan sifat-sifat dan
hakikat rakyat. Dalam kaitannya dengan sila keempat ini, maka segala aspek
penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakekat rakyat, yang merupakan
suatu keseluruhan penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara Indonesia. Maka dalam
penyelenggaraan Negara bukanlah terletak pada suatu orang dan semua golongan satu buat
semua, semua buat satu. Dalam hal ini Negara berdasarkan atas hakikat rakyat, tidak pada
golongan atau individu. Negara berdasarkan atas permusyawaratan dan kerjasama dan
berdasarkan atas kekuasaan rakyat.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Inti sila kelima yaitu "keadilan" yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan Negara
Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat
manusia hakikat keadilan ini berkaitan dengan hidup manusia, yaitu hubungan keadilan
antara manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan
dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri. Keadilan ini sesuai dengan makna
yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.

2.5 Fungsi Pancasila

a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum
yang berlaku di negara kita.

b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi
petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas
kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan
ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat
kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga
dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia
menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar
karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang
terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu
membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.

2.4 Pengertian Pelecehan Seksual

Pelecehan Seksual Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
hingga menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri
orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai
kekuasaan yang lebih dari pada korban.Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih
tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang
lain, jumlah personal yang lebih banyak dsb. Tentang pelecehan seksual ini sangat luas,
meliputi: main mata, siulan nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan,
colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang
bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming- iming atau ancaman, ajakan melakukan
hubungan seksual sampai perkosaan. Pelecehan juga dapat berupa komentar/perlakuan
negatif yang berdasar pada gender, sebab pada dasarnya pelecehan seksual merupakan
pelecehan gender, yaitu pelecehan yang didasarkan atas gender seseorang, dalam hal ini
karena seseorang tersebut adalah perempuan. Pelaku kekerasan seksual yang biasanya
merupakan keluarga dekat, misalnya: teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun
kandung). guru, pemuka agama, atasan, dan sebagainya.

2.5 Faktor pelecehan seksual

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut Purnawan (2004)


yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
Faktor Internal
1) Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula.
Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.

2) Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi
cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk
menyalurkan dorongan seksualnya

3) Motivasi

Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh
tujuan tertentu. Hersey & Blanchard cit Rusmiati (2001) perilaku seksual seseorang memiliki
tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau
untuk memperoleh uang (pada gigolo/WTS)

b. Faktor Eksternal
1) Keluarga

Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan
remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang

2) Pergaulan

Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya,


terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar
dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.

3) Media massa
Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa frekuensi menonton
film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator
agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi, dan perilaku lain sebagi manifestasi dari
dorongan seksual yang dirasakannya

Pembahasan

3.1 Arti Pancasila sila ke-2 "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab"

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah kemanusiaan sejati yang menghormati serta
mengembangkan kemerdekaan, martabat dan hak sesama manusia, memperlakukannya
secara adil dan beradap. Ikut berusaha mencerdaskan masyarakat agar masing-masing warga
yang berusaha secara halal dapat hidup layak sebagai manusia dan mengembangkan
pribadinya. Unsur kemanusiaan yang hakiki dalam keadilan social dalam suatu masyarakat
dan Negara. Yang diatur menurut hokum yang adil dan bermoral (Ketuhanan) sehingga
keadilan dapat diperoleh dengan mudah dan cepat oleh semua tanpa diskriminasi apapun.
Sikap seperti itu diperluas terhadap semua orang dari segala bangsa. (2010:118)

Kalau menurut saya sendiri arti dari Pancasila sila ke-2 "Kemanusiaan yang Addil dan
Beradap" adalah manusia yang dapat berlaku adil dalam melakukan sesuatu hal dan
melakukan sesuatu dengan berperikemanusiaan. Arti adil sendiri adalah menempatkan
sesuatu pada tempatnya sesuai dengan porsinya masing-masing. Dan arti dari beradap adalah
mempunyai adat atau sopan santun dalam melakukan sesuatu. Inti dari Pancasila sila ke-2
"Kemanusiaan yang Adil dan Beradab" adalah landasan manusia. Jadi setiap apapun
penyelenggaraan Negara, acara Negara, atau apapun yang berhubungan dengan Negara yang
diadakan di Indonesia harus sesuai dengan sifat-sifat manusia dan hakekat manusia. Karena
manusia tak lepas dari HAM (Hak Asasi Manusia). Setiap manusia memiliki HAM (Hak
Asasi Manusia) masing-masing. Karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas
manusia-manusia, dibentuk oleh manusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan
bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai
dengan hakikat dan sifat-sifat manusia yaitu monodualis. Monodualis artinya manusia
mempunyai sifat individu atau selalu mementingkan diri sendiri.

3.2 Uraian sila kedua Pancasila

Menurut pendapat Bapak Noor Ms bakry sila kedua dari Pancasila yang dirumuskan dalam
pembukaan UUN 1945 alinea empat berbunyi :...dengan berdasarkan kepada: "Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.........
• Kemanusiaan

Kemanusiaan dari pokok kata manusia, ialah suatu organisme yang berindera dan berakal,
sering juga didefinisikan "Manusia adalah hewan yang berakal". Definisi ini merupakan
analisi logis, yang memasukan manusia dalam kelompok jenis hewa atau organisme
berindera, sedang ciri pembeda bagi manusia untuk membedakan hewan yang lain, karena
manusia mempunyai akal budi yang dapat mengatasi perjuangan hidupnya.

Dari kata manusia disusun suatu istilah Kemanusiaan yang berarti Kesadaran sikap dan
perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai hidup manusiawi secara universal. Nilai-nilai hidup
manusiawi disini yang dimaksud ialah pertimbangan baik-buruk secara kodrati berada dalam
hati nurani manusia yang sesuai dengan ide kemanusiaan.

• Adil

Adil ialah memperlakukan dan memberikan sebagai rasa wajib sesuatu hal yang sudah

menjadi haknya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia ataupun kepada Tuhan.

Adil terhadap diri sendiri berarti tuntutan diri pribadi secara manusiawi, misalnya:
memelihara hak hidup yang ada dalam dirinya, tidak membiarkan tersiksa, dan tidak
menghilangkan hidup dengan cara bunuh diri dan sebagainya. Adil terhadap sesama manusia
artinya memberikan sesuatu yang telah menjadi hak orang lain itu sebagaimana mestinya.
Adil terhadap Tuhan, berarti memenuhi tuntutan atau dengan taat dan taklim.

• Beradab

Beradab asal kata dari adab yang mengandung pengertian tata kesopanan. Beradap artinya :

bersikap. berkeputusan dan bertindak berdasarkan pertimbangan nilai-nilai moral yang

berlaku dalam hidup bersama.


Penilaian baik-buruk yang merupakan dasar pertimbangan konsep beradab selalu diikuti oleh
budi dan daya manusia dalam hidup yang didasari oleh kehendak. Jika dihubungkan dengan
konsep adil akan mempunyai makna yang dinamis, yaitu baik adalah sesuatu yang
membangun dan mengembangkan hidup, sedang buruk adalah sesuatu yang meruntuhkan dan
merusak hidup.

• Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dari beberapa uraian di atas dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan Kemanusiaan
yang adil dan beradab adalah: Kesadaran sikap dan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dadsar tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagai mana mestinya.

Perwujudan dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab ini, yang perlu diperhatikan dan
yang merupakan dasar hubungan sesama ummat manusia. Manusia diakui dan diperlakukan
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya. Untuk itu perlu dikembangkan
juga sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa atau tepa-selira, yaitu:

1. Secara negatif : Janganlah berbuat sesuatu terhadap orang lain apa yang tidak saudara
kehendaki orang lain berbuat demikian terhadap saudara.

2. Secara positif: Berbuatlah terhadap orang lain apa yang saudara kehendaki orang lain juga
berbuat demikian

terhadap saudara. (Noor Ms Bakry, 1994:101)

3.3 Undang-undang Perlindungan Anak

Pasal 15

Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;


b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;

e. Pelibatan dalam pepeSetiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik:

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan;

e. Pelibatan dalam peperangan; dan

f. Pejahatan seksual.

3.3 faktor Pendorong Pelecehan Seksual Marak Terjadi di Indonesia

1. Membludaknya konten pornografi. Hingga 2016 Indonesia masih dibanjiri konten


pornografi, khususnya lewat dunia maya. Medsos menjadi sarana penyebaran pornografi
yang sulit dibendung. Bahkan Mensos Khofifah Indar Parawansa pada tahun lalu
mengatakan, Indonesia sudah masuk kategori darurat pornografi.

2. Minuman keras dan narkoba. Dalam banyak kasus, pelaku kejahatan seksual berada dalam
pengaruh minuman keras dan juga banyak korban yang mengalami kejahatan seksual juga
setelah dicekoki minuman keras atau narkoba. Kasus di Kediri, Bengkulu, Manado dan Garut
adalah contohnya.
3. Bebasnya masyarakat dalam perilaku seksual. Hari ini banyak perempuan tidak lagi merasa
malu mempertontonkan auratnya di tempat-tempat publik. Memang, ada sebagian kecil orang
yang mencoba menyangkal pakaian minim perempuan memicu pelecehan seksual. Namun,
berbagai riset dan fakta menunjukkan bahwa hal itu memang menjadi pemciu
doronganvseksual bagi kaum pria. Memang yang kemudian disasar menjadi korban bisa siapa
saja, termasuk bisa saja perempuan berkerudung dan berhijab. Namun, awalnya di antaranya
dipicu oleh penampilan kaum Hawa yang mengumbar aurat.

4. Pergaulan bebas antara pria dan wanita. Berita selingkuh dan seks bebas menjadi menu
media sehari-hari. Banyak penginapan/hotel menyediakan jasa short time untuk kencan
pasangan, tak peduli pasangan sah atau tidak.

5. Sanksi hukum yang tumpul dan tidak bisa memberikan efek jera. Dari berbagai kasus
kejahatan dan kekerasan seksual, pelaku sering mendapatkan sanksi yang jauh dari keadilan.
Dalam Pasal 285 KUHP, hukuman bagi pelaku pemerkosaan paling lama dua belas tahun.
Hukuman ini dianggap masih terlalu ringan. Malah ada pelaku pemerkosaan hanya dihukum
4 tahun. Hukuman itu bisa lebih ringan lagi bila pelakunya masih di bawah umur (di bawah
18 tahun), berstatus pelajar dan berkelakuan baik selama masa tahanan.

3.4 Upaya Pencegahan Terjadinya Pelecehan Sekdual

⚫ Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik dengan sentuhan yang
buruk dari orang dewasa.

⚫ Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa
kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.

⚫ Ajarkan kepada anak untuk mengatakan 'tidak jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan
orang dewasa dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.

⚫ Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu benar, dan semua orang mempunyai kontrol
terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh
untuk memeluknya.

Jika terjadi pelecehan seksual pada anak, beberapa hal yang perlu diperhatikan:
▸ Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam menceritakan tentang bagian
tubuhnya dan menggambarkan kejadian dengan akurat. Yakinkan anak bahwa orang dewasa
yang melakukannya adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah benar. Orang tua harus
bisa mengkontrol ekspresi emosional didepan anak.

3.5 Peran Pancasila Sila Kedua dalam Pencegahan Kasus Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sebagai warga Negara harus menerapkan bunyi dari
pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila tersebut sudah cukup
jelas maksud dan tujuannya, yaitu kita harus menerapkan rasa toleransi antar manusia, saling
menghormati dan menghargai, dan selalun bersikap adil kepada semua orang.
Dalam Pendidikan pancasila, kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai dari pancasila dan tak
lupa untuk mengamalkannya. Semua itu tidak hanya dilakukan dalam memberikan teori
tetapi juga dengan carapraktek langsung. Teori cenderung hanya dianggap angin lalu saja, hal
yang terpenting adalah bagaimana kita mempraktekan toleransi antara individu satu dengan
individu yang lainnya. Dari praktek tersebut kita dapat memberikan gambaran langsung
betapa pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan. Praktek langsung dari dapat
dilakukan dengan cara interaksi sosial di dalam lingkungan pendidikan ataupun lingkungan
masyarakat. Di dalam lingkunganbermasyarakat cara ini dapat dipraktikkan dengansikap dan
prilaku yang baik dalam lingkunganbermasyarakat.

Penerapan pancasila sila kedua sangat di perlukan di dalam kehidupan bermasyarakat, karena
dalam kehidupan bermasyarakat kita perlu adanya saling menghargai, dan rasa tolong-
menolong antar sesama manusia. Khususnya, pada masyarakat kecil yang kurang di hargai
keberadaannya. Mereka sering di pandang sebelah mata oleh kaum borjuis, karena di anggap
hanya menambah masalah dalam negeri ini. Oleh karena itu, rasa kemanusiaan sangat di
perlukan untuk kesatuan negara ini, mulai dari menghargai masyarakat kecil kita sudah
melakukan sekelumit hal yang membawa dampak positif bagi bangsa kita. Selain memiliki
rasa kemanusiaan kita juga harus memiliki rasa keadilan. Tidak ada satu pun orang yang mau
di perlakukan tidak adil, oleh karena itu kita harus bersikap adil terhadap siapapun, termasuk
pada rakyat kecil, itu juga termasuk dalam penerapkan sila kedua dalam kehidupan Apabila
penerapan pancasila sila kedua dapat diterapkan dengan maksimal dalam diri manusia. Maka,
manusia enggan melakukan perbuatan yang dapat menyakiti manusia lainnya. Sila kedua
dalam pencegahan kasus pelecehan seksual terhadap anak sangatlah penting. Dimana jika
nilai sila kedua dapat nenjadi panutan bahwa setiap manusia haruslah adil dan beradab.
Manusia yang adil dan beradab haruslah menghargai dan tidak menyakiti sesamanya.

3.6 Hukuman Bagi Pelaku Pelecehan Seksual


Pasal 81 yang bunyinya:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp.300. 000. 000. 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

Pasal 82 yang bunyinya:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000,
000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta
rupiah).

Dari paparan pasal-pasal tentang hukuman bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di
bawah umur tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku
bervariasi, bergantung kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan tersebut menimbulkan
luka berat seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian maka
hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila tidak
menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku adalah hukuman
ringan.

BAB IV Penutup

4.1 Kesimpulan

Sila kedua sangatlah berperan dalam pemberantasan maupun pencegahan kasus pelecehan
seksual di Indonesian. Apabila seluruh warga Indonesia dapat mengaplikasikan nilai dari sila
kedua tersebut secara utuh. Maka, tidak akan terjadi kasus serupa karena pasti akan
menyadari bahwa perbuatan menyakiti manusia lain merupakan pelanggaran terhadap sila
kedua pancasila. Selain lewat hukum upaya pemberantasan kasus pelecehan seksual,
penyuluhan pentingnya penerapan sila kedua kepada masyarakat dapat meminimalisir kasus-
kasus kekerasan serupa maupun kekerasan dalam bentuk lainnya.

4.2 Kritik dan Saran


Pemerintah harus menegakkan hukum yang tegas dalam mengatasi kasus pelecehan seksual
yang marak terjadi. Penyuluhan pentingnya pengaplikasian perilaku dalam sila kedua kepada
masyarakat juga dapat dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus yang serupa. Peran
orang tua dalam membimbing anak tidak kalah penting agar anak mendapat pengetahuan
tentang cara mengenali dan menghindari perilaku yang merupakan bentuk pelecehan seksual.

DAFTAR PUSAKA

duwihernas.blogspot.co.id/2014/08/sila-kedua-kemanusiaan-yang-adil-dan.html?m=1
peunebah.blogspot.co.id/2011/10/hukuman-terhadap-pelaku-tindak-pidana.html?m=1
sichesse.blogspot.co.id/2012/11/makalah-pelecehan-seksual.html?m=1
www.pusakaindonesia.org/makna-pancasila-sebagai-dasar-negara-dan-pandangan-hidup-
bangsa/

Anda mungkin juga menyukai