Disusun Oleh:
Apri Setia Wiratama
NIM : 19010000053
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MERDEKA MALANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah daerah yang berlandaskan aturan hukum, oleh sebab itu semua aktivitas
yang dilakukan oleh khalayak atau penduduk yang dimana ialah kegiatan hidupnya berlandaskan
kebijakan kepada yang telah tersedia serta aruran- aturan yang berlangsung di tengah khalayak.
Kriminalitas makin meluas lewat berbagai gaya yang berlainan sampai-sarnpai bersama alat
yang kian kompleks serta maju mengakibatkan kriminalitas kian makin menggelisahkan
penduduk. Kriminalitas bisa muncul di manapun dan kapanpun. Bisa didefinisikan bahwasannya
kriminalitas berlangsung dalam tiap kehidupan di masyarakat, sehingga terjadilah kejahatan yang
Manusia merupakan makhluk ciptaa yang Maha Esa yang memiliki harkat, martabat dan
kedudukan yang sama di hadapan-Nya. Semenjak menusia dilahirkan, manusia telah bergaul
dengan manusia lainnya dalam wadah yang kita kenal sebagai masyarakat. 1 Dalam menjalani
kehidupan, manusia sebagai makhluk sosial (homo socius) tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
yang berinteraksi. Hal ini muncul karena manusia memiliki berbagai keterbatasan, baik itu secara
fisik maupun non-fisik yang secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk terlibat aktif
perkembangan zaman sehingga bentuk suatu kejahatan bervariasi dan bermacam – macam mulai
1
Teguh Prasetyo, 2013, Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, hlm 1
lainnya. Peningkatan kejahatan ini sering terjadi dikarenakan adanya perubahan sosial yang
memicunya.
Didalam kehidupan masyarakat salah satu kejahatan atau tindak pidana yang dapat sangat
merugikan dan meresahkan masyarakat dewasa ini adalah bentuk kejahatan seksial seperti
perbutan kesusilaan dan pemerkosaan atau pencabulan. Tindak pidana pemerkosaan merupakan
salah satu bentuk kekerasan terhadap perenpuan dewasa serta anak yang masih dibawah umur
Tindak pidana pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dinilai bertentangan dengan
seluruh norma yang ada, karena hal tersebut dilakukan dengan cara yang memaksa seseorang
mengemukakan bahwa tindak pidana pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu
seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan dengan cara menurut moral dan atau
Konvensi PBB tentang penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan bahkan sudah menjangkau
perlindungan perempuan sampai ke dalam urusan rumah tangga seperti kasus “marital
rape”(pemerkosaan dalam perkawinan), tidak sebatas hak perempuan di luar atau rumah atau
sektor publik. Pemerkosaan termasuk salah satu perbuatan jahat dan keji yang selain melanggar
HAM, juga mengakibatkan derita fisik, sosial maupun psikologis terhadap perempuan. Artinya
ada derita ganda yang ditanggung oleh pihak korban akibat pemerkosaan tersebut.4 Kejahatan
2
Vilta Biljana Bernadethe Lefaan, Yana Suryana, 2019, Tinjauan Psikologi Hukum Dalam Perlindungan Anak,
Yogyakarta: Deepublish, hlm 1
3
Wahid, Abdul dan Irfan, Muhammad, 2001, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual, Bandung: Refika
Aditama, hlm 40
4
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 285
”Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.5
Anak wajib dilindungi agar mereka tidak menjadi korban tindakan siapa saja (individu atau
kelompok, organisasi swasta maupun pemerintah) baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Korban adalah mereka yang menderita kerugiaan (mental,fisik,sosial), karena tindakan
yang pasif, atau tindakan aktif orang lain atau kelompok (swasta atau pemerintah), baik langsung
maupun tidak langsung. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi diri sendiri dari berbagai
macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya,
Ruang lingkup mengenai korban kejatan mencakup tiga hal, yaitu siapa yang menjadi
korban, penderitaan atau kerugian apakah yang dialami korban kejahatan dan siapa yang
bertanggung jawab dan/atau bagaimana penderitaan dan kerugian yang dialami korban dapat
dipulihkan. Kerugian dan penderitaan korban suatu tindak pidana dapat berupa materi, fifik,
psikologis, dan sosial. Pengelompokan kerugian atau penderitaan tersebut tidak berarti bahwa
seorang korban hanya mengalami salah satu kerugian atau penderitaan saja karena pada beberapa
jenis tindak pidana dapat pula dijumpai berbagai kerugian dan penderitaan yang dirasakan
sekaligus, termasuk korban tindak pidana pencabulan mengalami beberapa kerugian dan
penderitaan sekaligus, kerugian meteriil dan juga penderitaan psikis dan fisik. Kerugian materi
dapat berupa uang dan hilangnya pendapatan yang seharusnya diperoleh. Di samping kerugian
yang diderita saat terjadinya tindak pidana juga dapat terjadi kerugian materi setelah tindak
pidana terjadi. Kerugian atau penderitaan fisik yang mudah terlihat dari penderitaan yang
5
Ibid
lainnya. Ini mempunyai dampak yang bervariasi sesuai dengan tingkat keseriusan luka yang
Pada dasarnya bentuk-bentuk dan model perlindungan terhadap korban kejahatan dapat
juga diberikan kepada korban tindak pidana pencabulan, untuk lebih mendalami bentuk
perlindungan terhadap korban kejahatan perdagangan orang, maka terdapat beberapa bentuk atau
model perlindungan yang dapat diberikan kepada korban, yaitu sebagai berikut:6
Setiap korban tindak pidana pencabulan atau ahli warisnya berhak memperoleh
restitusi dari pelaku. Restitusi ini merupakan ganti kerugian atas kehilangan kekayaan
psikologis dan/atau kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat pencabulan.
Pada umumnya perlindungan yang diberikan kepada korban sebagai akibat tindak
pidana pencabulan dapat bersifat fisik maupun psikis. Akibat yang bersifat psikis lebih
lama untuk memulihkan dari pada akibat yang bersifat fisik. Oleh karena itu,
3. Bantuan hukum
Korban tindak pidana termasuk tindak pidana pencabulan hendaknya diberikan banuan
4. Pemberian informasi
6
Farhana, 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 154
Pemberian infosmasi kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan proses
Hak-hak korban dalam undang-undang dinyatakan dalam pasal 5 ayat (1) antara lain
memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikannya; ikut serta
dalam memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; memberikan
keteranan tanpa tekanan; mendapat penerjemah; bebas dari pernyataan yang menjerat; mendapat
informasi mengenai perkembangan kasus dan putusan pengadilan; mendapat identitas baru dan
kediaman baru; memperoleh pergantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; mendapat
nasihat hukum; memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan
berakhir.7 Perlindungan kepada korban, selain diwujudkan dalam bentuk dipidananya pelaku
juga diwujudkan dalam bentu pemenuhan hak-hak korban tindak pidana pencabulan.
Sejauh ini undang-undang yang paling banyak digunakan dalam melakukan perlindungan
saksi dan korban adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban. Adapun perlindungan terhadap korban dan saksi tertera pada Pasal 5 ayat (1)
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta
bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannya
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan
keamanan
d. mendapat penerjemah
7
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat
m. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir
Pada ayat (2) mengatakan bahwa Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasuskasus tertentu sesuai dengan keputusan
LPSK (lembaga perlindungan saksi dan korban). Perlindungan lain dapat ditemukan pada Pasal 6
ayat (1) bahwa Korban dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat, selain berhak atas hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk mendapatkan: bantuan medis; dan
bantuan rehabilitasi psiko-sosial. Perlindungan dan hak saksi dan korban diberikan sejak tahap
penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam undang-
undang ini.
Dalam memutuskan suatu perkara yang terpenting adalah fakta atau peristiwanya dengan
mengetahui secara obyektif duduk perkaranya. Peristiwa. Selain itu, dalam menjatuhkan setiap
putusan hakim harus memerlihatkan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. Putusan itu
harus adil, mengandung kepastian hukum, tetapi harus pula mengandung manfaat bagi yang
bersangkutan dan masyarakat. Seharusnya dalam putusan tersebut hakim juga harus
perolah oleh korban dengan mengangkat judul PEMENUHAN HAK ANAK KORBAN
533/Pid.Sus/2021/Pn Mgl).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan pemenuhan hak terkait anak yang menjadi korban pencabulan
C. Tujuan Penelitian
memerlukan pengumpulan data dan penafsiran kata. Maka penulis secara khusus menuliskan
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hak terkait anak yang menjadi korban
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yang terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Manfaat teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran, menambah atau
pidana pemerkosaan. Serta penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna dan menjadi
2. Manfaat Praktis
maupun pemerintah khususnya mengenai pengetahuan dari segi hukum yang berkaitan
sebagai korban tindak pidana. Serta dapat menjadi masukan bagi penegakan hukum
E. Kerangka Teori
Kerangka teori digunakan sebagai landasan teori atau landasan pemikiran dalam penelitian
yang dilakukan yang memuat teori – teori yang relevan dalam menjelaskan masalah yang sedang
diteliti yang juga memuat pokok – pokok pemikiran yang akan menggambarkan dari sudut mana
suatu masalah akan disoroti.8 Maka penulis mengambil beberapa konsep teori dari kajian hukum
pidana, yakni :
8
Hadari Nawawi, 2001, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, hlm 17
Merupakan teori yang sangat penting untuk dikaji yakni teori perlindungan hukum
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek hukum
ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif,
baik yang lisan maupun tertulis. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
perlindnungan hukum sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri,
yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu keadilan, kepastian, ketertiban,
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak – hak
yang diberikan oleh hukum. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum
kuat secara sosial, ekonomi, dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.9
subjek – subjek hukum melalui peraturan perundang – undangan yang berlaku dan
9
Satjipto Rahardjo, 2010, Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, hlm 53
10
Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm 14
memberikan rambu – rambu atau batasan – batasan dalam melakukan suatu
kewajiban.
hukum tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah
F. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan langkah yang dimiliki dan dilakukan
oleh peneliti dalam rangka mengumpulkan informasi atau data serta melakukan investigasi
pada data yang telah didapatkan tersebut. Dan penelitian hukum adalah suatu proses untuk
menemukan aturan – aturan hukum, prinsip – prinsip hukum, maupun doktrin – doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.11 Sehubungan dengan masalah yang
diteliti maka dalam menyusun skripsi ini, metode yang digunakan ialah metode penelitian
hukum yuridis normatif. Metode penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
bahan, maka bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber
bahan , yaitu :
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer
Korban
Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang berupa buku – buku
atau artikel – artikel yang dapat mendukung penulis penelitian ini untuk
memperkuat data yang diperoleh dari data primer, yaitu buku – buku hukum,
jurnal – jurnal hukum, karya tulis hukum, pandangan ahli hukum atau doktrin,
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan penunjang
di luar bidang hukum seperti kamus besar bahasa Indonesia, ensiklopedia, dan
kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan dengan objek kajian
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggali data dari buku
Dokumentasi dilakukan dengan cara pengumpulan catatan transkip dan buku – buku.
12
Suharsini Arikunto, 2006, Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi VI, Jakarta: Rineka Cipta,
hlm 231
Metode dokumentasi ini penulis lakukan dengan cara memahami isi dan arsip
lainnya dapat diperoleh pada bacaan buku – buku, pendapat sarjana, surat kabar,
ke dalam pola, kategori, dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
hipotesis kerja yang diterangkan oleh data. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yaitu dengan
yuridis normatif bersifat kualitatif adalah penelitian yang mengacu pada norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan putusan pengadilan
serta norma – norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 14 Proses dari
penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. 15
dianalisis dan diinterpretasikan dalam bentuk kalimat yang sederhana dan mudah
dipahami sehingga data tersebut dapat dimengerti pengertiannya dan juga bermanfaat
4. Penarikan Kesimpulan
13
Zainudin Ali, 2014, Metode Penelitian Hukum , Cet 5, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 7
14
Ibid, hlm 105
15
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung: CV Alvabeta, hlm 333
atau pengambilan aturan – aturan hukum yang bersifat umum dijabarkan dalam
wujud peraturan hukum yang konkrit, sehingga dapat ditafsrikan dan diperoleh
16
Arikunto, 2009, Manajemen Penelitian, Jakarta: Ineka Cipta, hlm 72
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep bahwa hukum memberikan suatu
Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang
harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara
pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun
penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum
saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan
kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam
manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.18
Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum ada dua macam, yaitu:19
17
Rahardjo Satjipto, 1986, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm 87
18
https://tesishukum.com diakses pada 16 November 2022
19
Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Jakarta: Bina Ilmu, hlm 2-5
Pada perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan
Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang
mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
Nomor 13 Tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban menentukan bahwa
perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada saksi/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh
Keadilan dibentuk oleh pemikiran yang benar, dilakukan secara adil dan jujur
serta bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Rasa keadilan dan hukum
masyarakat yang aman dan damai. Keadilan harus dibangun sesuai dengan cita-
2. Perlindungan Anak
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 angka 2
20
Pasal 1 butir 6 undang-undang no 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban
21
Ishaq, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 43
22
Pasal 1 angka 2 undang-undang no 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang no 23 tentang
perlindungan anak
Perlindungan hukum dari berbagai pendapat ahli bahwasanya dapat ditarik
maupun laki-laki, anak-anak maupun orang dewasa, atau melihat keturunan, suku, ras,
perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat
bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep Negara Hukum, kedua
martabat manusia. Sarana perlindungan hukum ada dua bentuk, yaitu sarana
3. Pengertian Anak
meliputi:
dalam pasal 1 angka 5 “Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18
(delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam
Anak di dalam pasal 1 angka 4 “Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang
selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan
23
Pasal 1 angka 5 undang-undang no 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia
belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
Anak harapan masa depan bangsa yang merupakan salah satu sumber daya
manusia yang harus dijaga dan merupakan generasi penerus. Anak sebagai sumber
daya manusia dan potensi penerus cita-cita bangsa dan karenanaya kepada mereka
salah satu harapan yang sangat tinggi kepada negara, maka dari itu anak perlu adanya
perlindungan baik orangtua maupun masyarakat yang lain. Peran orangtua tidak cukup
untuk melindungi anak sehingga peran masyarakat juga dibutuhkan untuk melindungi
anak supaya tidak menjadi korban kejahatan atas orang dewasa. Anak sangat rentan
terhadap kejahatan baik dari orang terdekat maupun orang yang jauh, tidak menutup
kemungkinan orang yang dapat dipercaya adalah pelaku dari kejahatan yang menimpa
anak. Jadi perlu kesadaran yang sangat tinggi baik dari keluarga, masyarakat,
kepolisian.
24
Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Pressindo, hlm 19
Istilah tindak pidana sebagai terjemahan starbaar feit adalah diperkenalkan
gerak-gerik jasmani seseorang. Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak
berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana.
Mengenai kewajiban untuk berbuat tetapi dia tidak berbuat, yang di dalam
undang-undang menentukan pada pasal 164 KUHP, ketentuan dalam pasal ini
akan timbul kejahatan, ternyata dia tidak melaporkan, maka dia dapat dikenai sanksi.
sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan lebih condong memakai
istilah tindak pidana, yang telah dilakukan oleh pembentuk undangundang. Pendapat
sekarang selalu menggunakan istilah tindak pidana sehingga istilah tindak pidana itu
J. Bauman tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat
Poernomo, tindak pidana yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan
25
Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persadam Edisi ke 1, hlm 47-48
26
Tongat, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Malang: UMM Press, edisi ketiga, hlm 95
melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran pidana yang merugikan kepentingan
menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan melanggar hukum pidana dan diancam
dengan hukuman. Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-
Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang
siapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana
adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal
saja pada itu diingat bahwa larangan diajukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan
atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya
perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh
27
Bambang Poernomo, 1997, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 86
28
Ibid, hlm 87
29
C.S.T Kansil, 2004, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta: Praditya Paramita, hlm 37
c. Perbuatan itu diancam dengan pidana (Strafbaar gesteld) oleh UndangUndang
(Toerekeningsvatbaar person)
Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus
a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
hukum.
d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang
pidana/peristiwa pidana dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana adalah harus ada
sesuatu kelakuan (gedraging), kelakuan itu harus sesuai dengan uraian Undang-
itu dapat diberatkan kepada pelaku, dan kelakuan itu diancam dengan hukuman.
30
Ibid, hlm 38
31
J.B Daliyo, 2001, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Prenhalindo, hlm 93
Menurut J.B. Daliyo, perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu:32
a. Perbuatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah dilakukan
b. Delik material adalah suatu pebuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang
c. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.
d. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya
e. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan orang
J.B. Daliyo, lebih lanjut menyatakan bahwa tiga jenis peristiwa pidana di
a) Kejahatan (Crimes)
c) Pelanggaran (Contravention)
Sedangkan menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu ada
a. Unsur Objektif
32
Ibid, hlm 94
33
Moeljatno, 2005, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, hlm 40
Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada hubungannya
kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atas keadaan sebagai pengurus
b. Unsur subjektif
Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang
dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang
2) Maksud pada suatu percobaan, seperti ditentukan dalam pasal 53 ayat (1)
KUHP.
4. Pengertian Pencabulan
Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata dasar dari cabul, yaitu kotor dan
keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh) tidak susila, bercabul:
mencemari kehormatan perempuan, film cabul: film porno. Keji dan kotor, tidak
segala macam wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun
dilakaukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
cabul segala macam wujud perbuatan baik dilakukan sendiri maupun pada orang lain
mengenai yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang
vagina atau penis, mencium mulut perempuan, memegang buah dada dll, yang tidak
sampai dengan hubungan badan atau alat kelamin laki-laki masuk ke alat kelamin
“segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanaan) atau perbuatan yang keji,
meraba-raba anggota tubuh dada alat kelamin dll.” 36 Selanjutnya menurut Moeljatno
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita utuk melakukan
berikut:39
cabul”.
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,
37
Moeljatno, 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP, Jakarta: Bumi Aksara, hlm 106
38
P.A.F Lamintag, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm 193
39
Pasal 82 Jo Pasal 76 E undang-undang np 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang no 23 tentang
perlindungan anak
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
Secara umum unsur-unsur pencabulan terdiri dari dua unsur yaitu unsur
bersifat obyektif dan bersifat subyektfi seperti yang tercantum dalam pasal 289:40
a. Unsur-unsur obyektif
1. Perbuatan Pencabulan
b. Unsur Subyektif
dewasa atau patut diduganya belum dewasa. Sama seperti persetubuhan, untuk
kejahatan ini diperlukan dua orang yang terlibat. Kalau persetubuhan terjadi
antara dua orang yang berlainan jenis, tetapi pada perbuatan ini terjadi diantara
40
Pasal 289Kitab undang-undang hukum pidana
dua orang yang sesama kelamin baik itu laki-laki sama laki-laki (Sodomi atau
pidana adalah siapa yang diantara dua orang yang telah dewasa, sedangkan
Maka dari itu penulis dapat memberi kesimpulan bahwa yang disebut
dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan
yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh
hukum). Dan dari beberapa pengertian tindak pidana maupun perbuatan pidana,
kepada siapa saja yang melihatnya tidak harus diadukan oleh korbanyya saja,
karena pencabulan termasuk delik biasa, karena bisa dilihat terdapat di pasal 82
1. Pengertian Korban
Secara terminologis viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang
Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli yang menyatakan
bahwa victim adalah ”orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan
mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha
Kemudian Arif Gosita mengartikan korban kejahatan dalam arti luas, yang tidak
menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat, tidak atau
Dalam konteks kejahatan dan hubungannya dengan pelaku, korban memiliki hak
4) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
Kemudian hak dan kewajiban korban juga di atur dalam Pasal 18, 19, 22, 23
1) Pasal 18
2) Pasal 19
44
Pasal 10 undang-undang no 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
45
Pasal 18 undang-undang no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak
a. Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi wajib dirahasiakan
b. Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi nama Anak, nama
Anak Korban, nama Anak Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal
lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau
Anak Saksi.
3) Pasal 22
atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara
Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut
kedinasan.”
4) Pasal 23
b. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau Anak Saksi wajib
didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban
c. Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa perkara yang sedang
diperiksa, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi
orang tua.46
46
Ibid