Anda di halaman 1dari 29

TINJAUAN VIKTIMOLOGI

PEREMPUAN SEBAGAI
KORBAN KDRT DI
INDONESIA
Di susun oleh:
Mawadda Rahma
19501038
Fakultas Hukum
Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Indonesia timur


Latar Belakang masalah

Berdasarkan pengalaman penulis sebelum melakukan


penelitian kenyataan menunjukkan bahwa sebagian korban
kekerasan adalah laki-laki ,akan tetapi dapat dipahami bahwa
kerentanan terhadap perempuan secara kodrati (dalam aspek
jasmaniah) membuat fear of crime kaum perempuan lebih
tinggi ,dan membawa dampak yang sangat serius seperti
kekerasan-kekerasan seksual ,tindak perkosaan,dan pelecehan
seksual yang mayoritas ditujukan pada perempuan
rumusan masalah

1. Apakah peristiwa tindak pidana KDRT pada


perempuan dapat menyebabkan terjadinya tindak
pidana baru?
2. Bagaimana peraturan hukum tindak pidana KDRT
dapat melindungi korban perempuan?
Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui apakah korban tindak pidana
KDRT dapat melakukan tindak pidana
berkelanjutan
2.Untuk mengetahui
pengimplementasian peraturan
perundang-undangan dalam melindungi korban
perempuan pada tindak pidana KDRT
Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis Penelitian Ini Dapat Mengetahui Faktor Apa saja Yang
menyebabkan Kerentanan Perempuan Sebagai Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga dan apakah ada potensi terjadinya tindak
kejahatan secara berulang
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas parapenegak hukum
dalam memulihkan hak-hak Perempuan Sebagai Korban
1.Pengertian Viktimologi

viktimologi berasal dari bahasa Latin viktima yang


artinya korban dan logos yang artinya ilmu. Secara
terminologis, viktimologi berarti suatu studi yang
mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya
korban dan akibat-akibat penimbulan korban yang
merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan
sosial.
2.Jenis-Jenis Viktimologi
a. Unrelated Victims
​Adalah mereka yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan penjahat/pelaku
kecuali penjahat atau pelaku yang telah melakukan kejahatan terhadapnya. Pada tipe
ini tanggungjawab terletak penuh di tangan penjahat atau pelaku.

b. Provocative Victims
​Adalah mereka yang melakukan sesuatu terhadap pelaku dan konsekuensinya
mereka menjadi korban. Korban dalam hal ini merupakan pelaku utama. Pada tipe
ini yang bertanggung jawab terletak pada dua belah pihak yaitu korban dan pelaku.
Jenis-jenis vikitimologi

c. Participating victims
​ erupakan perilaku korban yang tanpa disadari mendorong pelaku untuk berbuat jahat. Pada tipe ini
M
tanggungjawab terletak pada pelaku.

d. Biologically Weak Victims


​Adalah mereka yang mempunyai bentuk fisik dan mental tertentu yang mendorong orang melakukan
kejahatan terhadapnya, sebagai contoh anak kecil, orang berusia lanjut, perempuan, orang yang cacat fisik
dan mental. Pada tipe ini yang bertanggung jawab adalah masyarakat dan pemerintah, karena tidak
mampu melindungi korban yang tidak berdaya.
Jenis-Jenis viktimologi

e. Socially Weak Victims


Adalah mereka yang tidak diperhatikan oleh masyarakat sebagai anggota, misalnya kaum
imigran dan kelompok minoritas. Pada tipe ini pertanggungjawaban terletak pada penjahat
dan masyarakat.

f. Self-Victimizing Victims
Adalah mereka yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri, seperti kecanduan
narkotika, homo seksual, dan perjudian. Pada tipe ini tanggungjawab terletak penuh pada
pelaku yang juga menjadi korban.
Jenis-jenis Viktimologi

g. Political Victims
Adalah mereka yang menderita karena lawan politiknya. Pada tipe ini
tidak ada yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kekerasan Berdasarkan Viktimologi

menurut Galtung, terminology kekerasan atau violence berasal dari bahasa latin
vis vis yang berarti daya tahan atau kekuatan atau latus yang berarti membawa
sehingga dapat diartikan secara harfiah sebagai daya atau kekuatan untuk
membawa
Tindak kekerasan menunjuk pada tindakan yang merugikan orang lain, misalnya
pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut di
anggap oleh masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan di artikan
sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal)
yang ditunjukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan
fisik, mental, social, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia,
bertentangan dengan nilai - nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak
trauma psikologis bagi korban.
4. Penyebab terjadinya kejahatan kekerasandilihat dari sudut pandang viktimologi

Kedudukan korban dalam terjadinya suatu kejahatan dalam analisa viktimologi baik dalam
tindak criminal maupun non-kriminalialah :

a. Pihak yang terlibat dalam terjadinya suatukejadian


b. Partisipasikan dalam berlangsungnyasuatu kejahatan (aktif /pasif)
c. Obyek pelaksanaan suatu kejahatan
d. Pihak yang dirugikan
e. Pihak yang dikorbankan
f. Pihak yang mengadu
g. Pihak yang menuntut ganti rugi
h. Pihak yang menentukan penghukumanpelaku
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban
1.Pengertian Korban

Korban dalam Konsep Keilmuan (Victimological) Objek Korban dalam viktimologi


dikenal dengan korban dalam konsep kelilmuan , antara lain: Korban akibat kejahatan
atau perbuatan yang dapat dihukum ( victim of crime ), korban kecelakaan ( victim of
accident ), korban bencana alam ( victim of natural disaster ), korban kesewenang-
wenangan penguasa atau korban atas pelanggaran hak asasi manusia ( victim of
illegal abuses of public power ) maupun korban dari penyalahgunaan kekuasaan di
bidang ekonomi ( victim of illegal abuses of economic power) Pengkajian secara
keilmuan tidak hanya terbatas pada individu , akan tetapi bisa juga berupa
kelompok orang, masyarakat , korporasi , swasta maupun pemerintah /negara, bahkan
lebih luas lagi termasuk di dalamnya langsung mengalami dari keluarga dekat
korban kerugian dan ketika atau tanggungan orang-orang membantu yang korban
mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi .
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban
1.Pengertian Korban

1. Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahwa:
“Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana”.

2. Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga.
Bahwa:
“Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga”.

3.Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Bahwa :
“Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental , kerugian ekonomi,
atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat langsung dari pelanggaran hak
asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah juga ahli warisnya”.
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban
2.Hak Dan Kewajiban Korban

A.Hak-hak korban

Viktimologi Perspektif Korban Dalam Penanggulangan Kejahatan, hak-hak korban itu


antara lain :
1) Si korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaannya, sesuai dengan
kemampuan memberi kompensasi si pembuat korban dan taraf
keterlibatan/partisipasi/peranan si korban dalam terjadinya kejahatan, delinkuensi dan
penyimpangan tersebut .
2) Berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau menerima
kompensasi karena tidak memerlukannya).
3) Berhak mendapatkan kompensasi untuk ahli warisnya, bila si korban meninggal dunia
karena tindakan tersebut.
4) Berhak mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi.
5) Berhak mendapat kembali hak miliknya.
6) Berhak menolak menjadi saksi, bila hal ini akan membahayakan dirinya.
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban

2.Hak Dan Kewajiban Korban

a.Hak-hak korban

Viktimologi Perspektif Korban Dalam Penanggulangan Kejahatan,


hak-hak korban itu antara lain:

7) Berhak mendapatkan perlindungan dariancaman pihak pembuat


korban, bila melapor dan menjadi saksi.
8) Berhak mendapatkan bantuan penasehat hukum.
9) Berhak mempergunakan upaya hukum (rechtsmiddelen).
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban

2.Hak Dan Kewajiban Korban

Pasal 6 Undang-UndangNomor 31 tahun 2014 tentang PerubahanAtas


Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban , korban juga berhak mendapatkan :

1) Bantuan medis.
2) Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban

2.Hak Dan Kewajiban Korban

A. Hak-hak Korban menurut The Declaration of Basic Principles of


Justice for Victims of Crime and Abuse of Power ialah:
a. Hak memperoleh informasi
b. Hak didengar dan dipertimbangkan kepentingannya pada setiap
tahapan proses peradilan pidana.
c. Hak memperoleh bantuan yang cukup.
d. Hak memperoleh perlindungan terhadap privasi dan keamanan.
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban

2.Hak Dan Kewajiban Korban

B. Kewajiban Korban Kriminalitas ialah:

a. tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan pembalasan


b. berpartisipasi dalam masyarakat mencegah perbuatan korban lebih banyak lagi
c. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri sendiri maupun orang lain
d. mencegah kehancuran sipelaku baik oleh diri senndiri maupun oleh orang lain
e. ikut serta membina pelaku atau pembuatkorban
f. bersedia dibina atau membina diri sendiri untuk tidak menjadi korban lagi
g. tidak menuntut restitusi yang tidak sesuai dengan kemampuan pelaku
h. menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri dan ada jaminan keamananya.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT

1. Pengertian KDRT
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut pasal 1
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah :

“Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang


berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT

2.KDRT Menurut UU No 23 Tahun 2004

kekerasan penelantaran rumah tangga.


1. Kekerasan dalam rumah tangga yang berbentuk kekerasan fisik, kekerasan ini
memiliki arti perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, atau luka berat,seperti :
memukul, menampar, mencekik dan sebagainya.
2. Kekerasan rumah tangga yang berbentuk kekerasan psikis adalah perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan,hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untukbertindak, rasa tidak berdaya, dan/ataupenderitaan psikis berat
pada seseorang.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT

2.KDRT Menurut UU No 23 Tahun 2004

3. Kekerasan rumah tangga yang berbentuk kekerasan seksual, meliputi :

a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang


menetapdalam lingkup rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seseorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu,
sebagai contoh melakukan tindakan yang mengarah keajakan/desakan seksual,
seperti menyentuh, mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan
korban dan lain sebagainya.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT

2.KDRT Menurut UU No 23 Tahun 2004

4. Kekerasan rumah tangga yang berbentuk kekerasan finalsial atau


penelantaran-penelantaran.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
3.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

1. Faktor Individu Mereka yang dibesarkan dalam keadaan yang sulit


2. Faktor Keluarga Kehidupan keluarga yang kacau, tidaksaling mencintai dan
mengargai, sertatidak menghargai peran wanita.
3. Faktor masyarakat Yaitu Kemiskinan.
4. Faktor-faktor lain
​a. Budaya patriarki yang masih kuatsehingga laki-laki dianggap paling dominan, baik di
dalam keluargamaupun lingkungan sekitarnya.
​b. Himpitan ekonomi keluarga
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
4.Perlindungan Hukum Korban
istilah kekerasan perempuan tidak dikenal dalam hukum Indonesia ,meskipun fakta ini muncul semakin marak
diberbagai penjuru Indonesia. Persoalan ini yang menyebabkan tidak terlihatnya perlindungan hukum ketika kita
menghadapi kasus-kasus seperti kekerasan domestic atau kekerasan seksual, karena tidak ada peraturan
perundang-undangan yang khususnya memberikan perlindungan kepada mereka yang menjadi korban
kekerasan.

Hukum positif yang berlaku harus digunakan oleh perempuan untuk menuntut atas ketidak adilan yang
dihadapinya, misalnya dalam pasal–pasal dalam hukum pidana (KUHP). Namun, ketentuan yang ada ini tidak
hanya inadequate, juga tidak memperhatikan dampak dari penyiksaan dan kekerasan yang telah dialami.
Sedikitnya ada tiga masalah utama yang menonjol, yakni :
1. Banyaknya fakta kasus kekerasan dalam rumah tangga yang secara tidak adil dibiarkan berlangsung tanpa ada
solusipenyelesaiannya.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
4.Perlindungan Hukum Korban

2. Bahwa perempuan yang menjadi korban terbanyak diantara korban kekerasan dalam
rumah tangga lainnya.
​3. Bahwa hukum di Indonesia tidak secara tegas melarang kejahatan dalam bentuk
kekerasan dalam rumah tangga, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan
masalah ini tidak Nampak Perempuan yang bermaksud menuntut sebuah kasus
penyiksaan dan kekerasan biasanya perlu datang kepada sistem penegak hukum.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
4.Perlindungan Hukum Korban

Dalam upaya penyelesaian masalah banyak petugas yang tidak peduli pada bentuk
bentuk kekerasan domestik. Proses ini akan memberi dampak negatif terhadap
perempuan yang berusaha mencari bantuan tersebut. Dalam situasi ini seharusnya
petugas–petugas hukum atau orang lain dapat menolong atau memberi
tanggapan(respon) kepada kebutuhan yang mendesak perempuan untuk keamanan diri
sendiri atau pemulihan diri.
“HAM dari perempuan dan anak perempuan adalah
bagian dari HAM yang tidak dapat dicabut, integral
dan tidak dapat dipisahkan”.

Konferensi Dunia tentang Hak Asasi Manusia di Wina


Tahun 1993,
Sekian
dan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai