PEREMPUAN SEBAGAI
KORBAN KDRT DI
INDONESIA
Di susun oleh:
Mawadda Rahma
19501038
Fakultas Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
b. Provocative Victims
Adalah mereka yang melakukan sesuatu terhadap pelaku dan konsekuensinya
mereka menjadi korban. Korban dalam hal ini merupakan pelaku utama. Pada tipe
ini yang bertanggung jawab terletak pada dua belah pihak yaitu korban dan pelaku.
Jenis-jenis vikitimologi
c. Participating victims
erupakan perilaku korban yang tanpa disadari mendorong pelaku untuk berbuat jahat. Pada tipe ini
M
tanggungjawab terletak pada pelaku.
f. Self-Victimizing Victims
Adalah mereka yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri, seperti kecanduan
narkotika, homo seksual, dan perjudian. Pada tipe ini tanggungjawab terletak penuh pada
pelaku yang juga menjadi korban.
Jenis-jenis Viktimologi
g. Political Victims
Adalah mereka yang menderita karena lawan politiknya. Pada tipe ini
tidak ada yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kekerasan Berdasarkan Viktimologi
menurut Galtung, terminology kekerasan atau violence berasal dari bahasa latin
vis vis yang berarti daya tahan atau kekuatan atau latus yang berarti membawa
sehingga dapat diartikan secara harfiah sebagai daya atau kekuatan untuk
membawa
Tindak kekerasan menunjuk pada tindakan yang merugikan orang lain, misalnya
pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut di
anggap oleh masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan di artikan
sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal)
yang ditunjukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan
fisik, mental, social, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia,
bertentangan dengan nilai - nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak
trauma psikologis bagi korban.
4. Penyebab terjadinya kejahatan kekerasandilihat dari sudut pandang viktimologi
Kedudukan korban dalam terjadinya suatu kejahatan dalam analisa viktimologi baik dalam
tindak criminal maupun non-kriminalialah :
1. Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Bahwa:
“Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana”.
2. Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-UndangNomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga.
Bahwa:
“Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga”.
3.Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Bahwa :
“Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan baik fisik, mental , kerugian ekonomi,
atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat langsung dari pelanggaran hak
asasi manusia yang berat, termasuk korban adalah juga ahli warisnya”.
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban
2.Hak Dan Kewajiban Korban
A.Hak-hak korban
a.Hak-hak korban
1) Bantuan medis.
2) Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis
Tinjauan teoritis dan yuridis tentang korban
1. Pengertian KDRT
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga menurut pasal 1
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga adalah :
Hukum positif yang berlaku harus digunakan oleh perempuan untuk menuntut atas ketidak adilan yang
dihadapinya, misalnya dalam pasal–pasal dalam hukum pidana (KUHP). Namun, ketentuan yang ada ini tidak
hanya inadequate, juga tidak memperhatikan dampak dari penyiksaan dan kekerasan yang telah dialami.
Sedikitnya ada tiga masalah utama yang menonjol, yakni :
1. Banyaknya fakta kasus kekerasan dalam rumah tangga yang secara tidak adil dibiarkan berlangsung tanpa ada
solusipenyelesaiannya.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
4.Perlindungan Hukum Korban
2. Bahwa perempuan yang menjadi korban terbanyak diantara korban kekerasan dalam
rumah tangga lainnya.
3. Bahwa hukum di Indonesia tidak secara tegas melarang kejahatan dalam bentuk
kekerasan dalam rumah tangga, sehingga upaya pencegahan dan penanggulangan
masalah ini tidak Nampak Perempuan yang bermaksud menuntut sebuah kasus
penyiksaan dan kekerasan biasanya perlu datang kepada sistem penegak hukum.
C.Tinjauan yuridis tentang KDRT
4.Perlindungan Hukum Korban
Dalam upaya penyelesaian masalah banyak petugas yang tidak peduli pada bentuk
bentuk kekerasan domestik. Proses ini akan memberi dampak negatif terhadap
perempuan yang berusaha mencari bantuan tersebut. Dalam situasi ini seharusnya
petugas–petugas hukum atau orang lain dapat menolong atau memberi
tanggapan(respon) kepada kebutuhan yang mendesak perempuan untuk keamanan diri
sendiri atau pemulihan diri.
“HAM dari perempuan dan anak perempuan adalah
bagian dari HAM yang tidak dapat dicabut, integral
dan tidak dapat dipisahkan”.