Nahrudin*
Abstract
3
Muhammad Arif Listyantara, (Skripsi). Pengaruh Keadilan Distributif, Keadilan
Prosedural, Dan Keadilan Interaksional Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus Pada Pt. Solo
Sentral Taksi) Diakses tanggal 22 Desember 2010
4
Faturochman., Saparinah Sadli. Gender dan Model Penilaian Keadilan. Jurnal
Psikologi Sosial Vol. 8, No. 2, 2002.
5
Ibid
6
Surbakti, R. Demokrasi Ekonomi: Keadilan dan Kerakyatan dalam Siahaan,
H.M. & Purnomo, T. (Eds.). Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia. Surabaya Post dan
Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya. 1993
196 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010: 193-204
7
Cross, S.E., Markus, H.R. Gender in Thought, Belief, and Action: A
Cognitive Approach. In Beall, A.E., Sternberg. R.J. (eds.). The Psychology of Gender.
Guilford Press, New York. 1993
8
Crosby, F., Gonzales-Intal, A.M. Relative Deprivation and Equity Theory:
Felt Injustice and Undeserved Benefits of Others. In Folger, R. (ed.). The Sense of
Injustice: Social Psychological Perspectives. Plenum, New York. (1984).
Nahrudin: Keadilan Distributif Kesetaraan Gender : 197
Suatu Tinjauan Psikologis
yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta
pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan
bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah
kurang beruntung dalam masyarakat.9 Bagaimanapun, ketidakadilan akan
mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah
terbentuk.
Keadilan Distributif
Studi tentang keadilan distributif antara ingroup-outgroup dalam
konteks mayoritas-minoritas, dalam bidang studi psikologi, keadilan
distributif secara empirik lebih banyak diukur melalui cara-cara subjek
mendistribusikan alokasi imbalan. Secara operasiorral cara-cara ini
didefinisikan sebagai perilaku distributif. Berbagai studi mengenai
hubungan antarkelompok menunjukkan bahwa dalam menerapkan prinsip
keadilan senantiasa terdapat kecenderungan individu untuk lebih berpihak
kepada ingroup. Rentang varian keberpihakan antara kepentingan ingroup
atau kepentingan kedua belah pibak dipengaruhi oleh tingkat kekuasaan,
antisipasi hubungan di masa yang akan datang, input, dimensi
individuaisme-kolektivisme.
Keadilan distributif sering digunakan untuk melihat kebijakan
pemerintah terhadap rakyat. Di sini tampak jelas bahwa tanggung jawab
negara terhadap rakyat dinilai lebih besar dibandingkan dengan rakyat
terhadap negara. Oleh karena itu, negara harus mendistribusikan sumber
daya yang dikuasai kepada rakyat secara adil. Pada batas ini prinsip keadilan
distributif memang lebih menonjol diterapkan. 10 Dalam psikologi, ada dua
hal yang sering dibicarakan dalam membahas prinsip keadilan, yaitu
prosedur dan distribusi. Prosedur adalah mekanisme untuk menentukan
suatu ketetapan, di antaranya adalah ketetapan untuk distribusi. Di sini
yang dimaksud prinsip distribusi adalah ketetapan atau kaidah yang
menjadi pedoman untuk membagi atau distribusi sumberdaya dan
kesempatan. Berkaitan dengan upaya pemerataan, pada umumnya yang
disorot adalah distribusi yang adil. Diasumsikan bahwa terjadinya
kesenjangan bersumber pada distribusi sumber daya yang kurang adil. Oleh
9
Fanani Zaenal,Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam.
Yogyakarta 2004
10
Faturochman. Buletin Psikologi, Tahun Vii, No.1, 13-27 Keadilan Sosial: Suatu
Tinjauan Psikologi. 1999
198 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010: 193-204
11
Faturochman. Penilaian dan Evaluasi terhadap Pembagian Upah. Jurnal
Psikologi, 22(2), 36-48., Deprivasi Relatif: Rasa Keadilan dan Kondisi Psikologis
Buruh Pabrik. Jurnal Psikologi, 25(2), 1-15. 1995;1998
12
Martin, S.E. & Jurik, N.C.. Doing Justice Doing Gender. Sage Publications,
London. 1996
Nahrudin: Keadilan Distributif Kesetaraan Gender : 199
Suatu Tinjauan Psikologis
Di dalam proses distribusi akan tampak ada dua pihak, yaitu pembagi
dan penerima. Di sini posisi pembagi kelihatan lebih tinggi dibandingkan
dengan penerima. Sementara itu dalam proses pertukaran kedua pihak
seharusnya berada pada posisi yang sama. Ditinjau dari sudut pertukaran,
pekerja menukarkan tenaganya dengan uang. Analogi pertukaran jasa
dengan uang ini mirip dengan proses jual beli barang. Pihak pertama
memiliki barang atau jasa dan pihak lain memiliki uang. Persamaan prinsip
keadilan distributif dengan keadilan komutatif akan menjadi sangat jelas
bila kaidah distribusi yang digunakan adalah ekuitas pada hubungan dua
pihak (diadic), terutama bila masukan (input) keduanya setara. Dari uraian
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa berawal dari penekanan pada
perbedaan aspek biologis antara laki-laki dan perempuan menyebabkan
perbedaan tersebut menjadi bagian dari cara pandang dan perlakuan
terhadap laki-laki dan perempuan. Karena kuatnya sistem kemasyarakatan
dan budaya yang berlaku menyebabkan laki-laki dan, khususnya,
perempuan menerima perbedaan itu.
Menurut Aristoteles keadilan distributif berfokus pada distribusi,
honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan
dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis,
jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan
dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga.
Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai
kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat. 13 Dalam wilayah keadilan
distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan
atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan
ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran
kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan serta perlakuan yang tidak sama.
Prinsip-prinsip keadilan distributif sangat bervarias 14 .
Meskipundemikian, ada tiga prinsip yang paling sering diterapkan. Prinsip
pertama dikenal dengan teori equity. Secara garis besar prinsip ini
mengandung dua hal pokok. Bagian yang diterima seseorang harus
sebanding dengan sumbangan yang diberikan, baik dalam bentuk tenaga,
13
Carl Joachim Friedrich dalam Fanani Zaenal, Teori Keadilan dalam Perspektif
Filsafat Hukum dan Islam. Yogyakarta 2004
14
Reis dalam Faturochman. Keadilan Sosial: Suatu Tinjauan Psikologi Buletin
Psikologi, Tahun VII, No.1, , 13-27.1999
200 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010: 193-204
15
Ibid.
Nahrudin: Keadilan Distributif Kesetaraan Gender : 201
Suatu Tinjauan Psikologis
Kritik lain terhadap konsep di atas mendasarkan pada pentingnya
produktivitas yang berkaitan dengan distribusi hasil. Ada bukti-bukti
bahwa makin tinggi bagian yang diterima akan makin tinggi pula
produktivitasnya. Oleh karena itu, kebutuhan sebagai dasar distribusi
dinilai kurang memotivasi orang untuk lebih produktif. Prinsip keadilan
distributif adalah bahwa manusia secara kodrati mempunyai rasa setia
kawan yang kuat yang tidak begitu saja membiarkan sesamanya hidup
menderita. Oleh karena itu usaha apapun untuk menjamin suatu kehidupan
yang layak bagi mereka yang secara obyektif tidak beruntung akan sangat
diterima sebagai hal yang sah dan adil. Keadilan distributif ialah keadilan
yang berhubungan dengan jasa, kemakmuran, atau keberadaan menurut
kerja, kemampuan, dan kondisi atau keberadaan seseorang.
Kesetaraan Gender
Ada satu hal yang menarik ketika membicarakan keadilan distributif
dan kesetaraan gender, yang harus dicatat dengan cermat, yaitu masalah
gender. Gender sebagai definisi (kontruksi) sosial yang membedakan peran,
kedudukan, perilaku, dan pembedaan relasi sosial antara laki-laki dan
perempuan menyebabkan perbedaan dalam penilaian sosial. Banyak teori
dan kajian psikologi, misalnya Beall & Sternberg, Jackson dkk.16 yang dapat
menjelaskan sebab-sebab terjadinya pembedaan tersebut. Dari berbagai
kajian tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa psikodinamika
gender berlangsung sejak individu dilahirkan hingga akhir hayatnya.
Adapun latar belakang dari dinamika itu bermula dari asumsi adanya
perbedaan secara biopsikologis antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan
ini dijadikan dasar untuk memberi atribut yang berbeda antara keduanya.
Karenanya, laki-laki mempelajari dan mengadopsi maskulinitas yang
memiliki ciri dominan dan self-reliance, sementara perempuan belajar dan
menginternalisasi femininitas sehingga menjadi suka mengalah dan hangat.17
Kesetaraan gender dipahami bahwa sebagai sebuah frasa(istilah) suci
yang sering diucapkan oleh para aktifis sosial, kaum feminis, politikus,
bahkan hampir oleh para pejabat negara. Istiah kesetaraan gender dalam
tataran praktis, hampir selalu diartikan sebagai kondisi ketidaksetaraan
yang dialami oleh perempuan, maka istilah kesetaraan gender sering terkait
16
Beall & Sternberg, Jackson dkk dalam Faturochman., Saparinah Sadli.
Jurnal Psikologi Sosial. Gender dan Model Penilaian Keadilan. Vol. 8, No. 2, 2002
17
Ibid.
202 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010: 193-204
18
Ratna Megawang, Membiarkan Berbeda: Sudut pandang baru tentang Relasi Gender,
(Bandung: Mizan, 1999), 19
19
Aminah Sitti, Implementasi Kebijakan Kesetaraan Gender di Lembaga
Legislatif Kabupaten Donggala Periode 2004-2009 (skripsi), 2009
Nahrudin: Keadilan Distributif Kesetaraan Gender : 203
Suatu Tinjauan Psikologis
dengan kebebasan dasar yang paling luas sesuai dengan kebebasan yang
serupa untuk orang lain. Hal tersebut merupakan sebuah kepedulian akan
penjaminan hak asasi pribadi yang setara bagi semua warga. Pemerintah,
seyogyanya menggunakan prinsip tersebut sebagai pedoman untuk
menentukan sejumlah dasar hak asasi seperti kehidupan, kebebasan, dan
pengejaran kebahagiaan, kepada setiap individu tanpa memperhatikan ras,
agama, suku, jenis kelamin, kedudukan dan lain sebagainya. Disamping
adanya hak asasi, mesti kita ingat juga dengan kewajiban asasi. Kewajiban
diciptakan untuk mengimbangi hak. Begitu juga sebaliknya, hak ada untuk
mendampingi kewajiban. Antara hak dan kewajiban tidak ada yang
didahulukan, tidak ada yang diakhirkan. Jika kita mendahulukan hak dan
mengakhirkan kewajiban, maka yang ada hanya kesewenang-wenangan dari
yang mempunyai hak, batasannya adalah saat kewajiban datang menuntut
untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika kita mendahulukan kewajiban dan
mengakhirkan hak, maka yang ada hanya kesewenang-wenangan dari yang
menuntut kewajiban, menjelang mendapatkan haknya, yang mempunyai
hak akan merasa “tersiksa” dan terpaksa.
Penutup
Masalah keadilan distributif tidak hanya kompleks dalam tatanan
operasional di masyarakat tetapi juga dalam tatanan konsep. Secara
psikologis permasalahan keadilan makin kompleks karena sangat mungkin
keadilan dalam tatanan nilai- nilai masyarakat menjadi berbeda dalam
penilaian individu. Beberapa kajian di atas menunjukkan adanya
kompleksitas tersebut. Ada dua implikasi penting dari permasalahan yang
dipaparkan di atas. Pertama adalah dalam bidang penelitian dan kedua
dalam penerapan di masyarakat termasuk untuk formulasi kebijakan yang
menyangkut keadilan distributif. Sejauh ini tampaknya belum berkembang
penelitian yang secara mendasar mencoba mengkaji masalah keadilan
distributif dari sudut pandang psikologi, khususnya di Indonesia. Oleh
karena itu bahasan ini diharapkan dapat merangsang munculnya penelitian
tentang keadilan distributif dari sudut pandang psikologi. Pada sisi lain
implementasi konsep-konsep keadilan sering tidak didasarkan pada
pemikiran yang matang sehingga justru sering menimbulkan konflik sosial.
Untuk itu diharapkan pada masa mendatang berbagai kebijakan didasarkan
pada pemikiran yang lebih matang.
204 Musawa, Vol. 2, No. 2, Desember 2010: 193-204
Daftar Pustaka
Aminah Sitti, implementasi kebijakan kesetaraan gender di lembaga egislatif
kabupaten donggala periode 2004-2009 (skripsi), 2009
Beall & Sternberg, Jackson dkk dalam Faturochman., Saparinah Sadli.
Jurnal Psikologi Sosial. Gender Dan Model Penilaian Keadilan. Vol. 8, No.
2, 2002
Crosby, F., Gonzales-Intal, A.M. Relative Deprivation and Equity Theory:
Felt Injustice and Undeserved Benefits of Others. In Folger, R. (ed.).
The Sense of Injustice: Social Psychological Perspectives. Plenum, New York.
(1984).
Cross, S.E., Markus, H.R. Gender in Thought, Belief, and Action: A
Cognitive Approach. In Beall, A.E., Sternberg. R.J. (eds.). The
Psychology of Gender. Guilford Press, New York. 1993
Fanani Zaenal,Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam.
Yogyakarta 2004
Faturochman., Saparinah Sadli. Gender Dan Model Penilaian Keadilan. Jurnal
Psikologi Sosial Vol. 8, No. 2, 2002.
Faturochman., Saparinah Sadli. Jurnal Psikologi Sosial. Gender Dan Model
Penilaian Keadilan. Vol. 8, No. 2, 2002
Muhammad Arif Listyantara, (Skripsi). Pengaruh Keadilan Distributif, Keadilan
Prosedural, Dan Keadilan Interaksional Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Kasus
Pada Pt. Solo Sentral Taksi) Download. Rabu, 22 Desember 2010
Ratna Megawang, Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender, Bandung: Mizan, 1999
Surbakti, R.. Demokrasi Ekonomi: Keadilan Dan Kerakyatan. Dalam
Siahaan, H.M. & Purnomo, T. (Eds.). Sosok Demokrasi Ekonomi Indonesia.
Surabaya Post Dan Yayasan Keluarga Bhakti, Surabaya. 1993
VandVand, Manusia dan Keadian, http://vandvand.manusia-dan-
keadilan.html. Download. Rabu, 22 Desember 2010
* Dosen STAIN Datokarama Palu