Anda di halaman 1dari 15

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA


KEKERASAN SEKSUAL
KELOMPOK 2
Bondan Prokoso (B1A020052)
Prana Sintuhu Solin (B1A020031)
Shella Pwirahma Dianti (B1A020401)
Beby Cantika Sari (B1A020037)
Talitha Fatin Burairah (B1A020047)
Septi Harmalinsi (B1A020041)
Elisabet Sabatini (B1A020054)
Maisun Qanitah (B1A020046)
Sindi Novrita (B1A020171)
Fheqri Ayatullah (B1A020048)
Harri Agusta Sitompul (B1A020044)
Kekerasan seksual merupakan kejahatan yang meresahkan masyarakat dimana kekerasan tersebut
melanggar Hak Asasi Manusia, sudah menjadi tugas pemerintah agar memberikan jaminan terhadap
perempuan atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi. Kekerasan seksual terhadap perempuan sudah
menjadi masalah utama di Indonesia, Negara harus memberikan perlindungan terhadap perempuan yang
menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia yaitu korban kekerasan seksual

Kekerasan diartikan sebagai: a) perihal yang bersifat, berciri keras, b) perbuatan seseorang atau
sekelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang, c) paksaan.

Pengertian kekerasan seksual juga dapat diartikan sebagai sebuah tindakan atau intimidasi yang
berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitas yang dilakukan oleh pelaku terhadap
korbannya dengan cara memaksa, yang berakibat korban menderita secara fisik, materi, mental maupun
psikis. Kejahatan kesusilaan secara umum merupakan perbuatan yang melanggar kesusilaan yang
sengaja merusak kesopanan dimuka umum atau dengan kata lain tidak atas kemauan si korban melalui
ancaman kekerasan Kekerasan seksual terjadi baik dalam ranah dosmetik maupun publik, lemahnya
hukum yang mengatur tentang kekerasan seksual menjadi faktor utama maraknya kekerasan seksual.
Peran pemerintah sangat diperlukan untuk pemenuhan hak-hak bagi korban kekerasan seksual bukan
hanya cara menindak pelaku.
RUMUSAN MASALAH

01 Bagaimana Perlindungan 02 Bagaimana Peran Aparat


terhadap Perempuan sebagai Penegak hukum Terhadap
Korban Tindak Pidana Perempuan Sebagai Korban
Kekerasan Seksual? Tindak Pidana Kekerasan
Seksual?
TUJUAN
Adapun Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja
upaya perlindungan hukum terhadapa perempuan yang menjadi korban tindak
pidana kekerasan seksual, serta untuk mengetahui apa saja peran apparat penegak
.
hukum dalam upaya perlindungan perempuan sebagai korban kekerasan seksual .

MANFAAT
Manfaat Teoritis Manfaat Praktis

Secara teoritis, untuk perkembangan Penulisan makalah ini diharapkan


ilmu pengetahuan serta penulisan dapat memberikan informasi,
01 makalah ini diharapkan dapat 02 bahan masukan beserta kontribusi
memberikan informasi dalam pemikiran bagi para pembaca dan
perkembangan ilmu hukum yang semua pihak mengenai
berkaitan dengan masalah perlindungan hukum terhadap
perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak
perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan seksual.
pidana kekerasan seksual.
PEMBAHASAN
A. Perlindungan Terhadap Perempuan Sebagai Korban Tindak Pidana
Kekerasaan Seksual

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau
mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan
oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu,
marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban
pelecehan tersebut. Pelecehan seksual dapat terjadi tanpa melihat tempat dan waktu,
seperti di kendaraan umum, tempat kerja, sekolah, tempat hiburan, bahkan di tempat
umum, baik siang maupun malam. Pelecehan seksual marak terjadi pada kaum wanita,
akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kaum pria tidak mengalami pelecehan
seksual.
Secara umum, bentuk-bentuk pelecehan ada 5, yaitu:

1. Pelecehan Fisik
Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah keperbuatan seksual seperti mencium, menepuk,
memeluk, mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau sentuhan fisik
lainnya
2. Pelecehan Lisan
Ucapan verbal/komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh
atau
penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan seksual.
3. Pelecehan non-verbal/isyarat
Bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-
ulang, menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat bibir, atau lainnya.
4. Pelecehan Visual
Memperlihatkan materi pornografi berupa foto, poster, gambar kartun, screensaver atau lainnya,

atau pelecehan melalui e-mail, SMS dan media lainnya


5. Pelecehan psikologis/emosional
Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan
kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Perlindungan Hukum Yang Diberikan Terhadap Korban Pelecehan Seksual Diatur Dalam

Pasal 5 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
Saksi Dan Korban Berhak:
1. Memperoleh Perlindungan Atas Keamanan Pribadi, Keluarga, Dan Harta Bendanya, Serta Bebas Dari Ancaman
Yang Berkenaan Dengan Kesaksian Yang Akan, Sedang, Atau Telah Diberikannya
2. Ikut Serta Dalam Proses Memilih Dan Menentukan Bentuk Perlindungan Dan Dukungan Keamanan
3. Memberikan Keterangan Tanpa Tekanan
4. Mendapat Penerjemah
5. Bebas Dari Pertanyaan Yang Menjerat
6. Mendapat Informasi Mengenai Perkembangan Kasus
7. Mendapat Informasi Mengenai Putusan Pengadilan
8. Mendapat Informasi Dalam Hal Terpidana Dibebaskan
9. Dirahasiakan Identitasnya
10. Mendapat Identitas Baru
11. Mendapat Tempat Kediaman Sementara
12. Mendapat Tempat Kediaman Baru
13. Mendapat Nasihat Hukum
14. Memperoleh Bantuan Biaya Hidup Sementara Sampai Batas Waktu Perlindungan Berakhir; Dan/Atau
15. Mendapat Pendampingan
● Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau
Korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK
● Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi
Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan
keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak
ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang
keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan korban.
● Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana
terorisme, Korban tindak pidana perdagangan orang, Korban tindak pidana
penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasan seksual, dan Korban
penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,
juga berhak mendapatkan bantuan medis; dan bantuan rehabilitasi
psikososial dan psikologis
● Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan
Keputusan LPSK.
Tindak pidana yang berkaitan dengan kekerasan seksual diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan
terhadap Tindak Pidana Kesusilaan (Pasal 281 sampai dengan Pasal
299). Salah satunya yaitu Pasal 289 KUHP
Penjatuhan sanksi kepada para pelaku kekerasan seksual juga merupakan
suatu bentuk perlindungan korban pelecehan seksual mengingat
penjatuhan sanksi tersebut dapat memberikan rasa aman dan membantu
menghilangkan perasaan trauma serta mendapatkan rasa keadilan atas
kejadian yang telah dialami oleh korban. Terkait hal ini, Pasal 14 dan
Pasal 16 permendikbudristek tersebut mengatur ketentuan sanksi
administratif yang dapat dikenakan kepada para pelaku kekerasan
seksual di perguruan tinggi.
B. Peran Aparat Penegak Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban Tindak Pidana
Kekerasan Seksual

Peran Hakim
Adanya SK Ketua Mahkamah Agung No.88/KMA/SK/V/2016 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Perempuan dan Anak. Di Indonesia, bentuk tindak lanjut dari lokakarya itu adalah Mahkamah Agung
(MA) berencana membuat peraturan terkait penanganan perempuan di pengadilan. Hingga akhirnya
pada 4 Agustus 2017 MA akhirnya mengesahkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.03 Tahun
2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Peran Kepolisian
Merujuk pada konsideran huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia, antara
lain:
1. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
2. Menegakkan hukum
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Peran Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
Adanya pendampingan korban oleh LSM untuk dengan memberikan pendampingan terhadap korban secara
litigasi maupun non litigasi. Pendampingan ini penting, karena untuk dapat mengembalikan kepercayaan diri
korban, dan juga untuk mengembalikan trauma.

Peran Kejaksaan
Kejaksaan Agung (Kejagung) meluncurkan Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi
Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana kemarin. Pedoman yang terbit pada 21 Januari itu
diluncurkan setelah beberapa kasus terkait perempuan dan anak muncul ke permukaan. Misalnya dalam kasus-
kasus kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin,
Kejagung merupakan lembaga negara yang berperan sebagai pengendali perkara.

Peran Advokat
Peranan dari advokat dalam memberikan perlindungan hukum selama proses penyidikan di Kepolisian sampai
di tingkat pengadilan terhadap perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual memiliki peranan penting,
dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pendampingan kepada pihak korban kekerasan seksual, serta
mengupayakan pelayanan hukum dan data medik guna keperluan hukum, membantu pihak korban selama
proses berlangsung dan memberikan rasa aman kepada korban, bahwa dengan korban didampingi oleh
Advokat, korban jauh lebih baik dibandingkan tidak adanya pendampingan dari Advokat secara langsung.
Contoh kasus kekerasan seksual terhadap 13
Santriwati dan Pidana Mati bagi Pelaku
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai